NovelToon NovelToon

Dendam Klan Asanami

Pedang yang Tak Melihat

Klan Asanami, merupakan klan yang didirikan oleh seorang Samurai bernama Asanami Byakuya. Zaman telah berlalu, warisan Byakuya 'Izanami' katana yang sudah turun temurun, kini menjadi milik Asanami Kenshi. Asanami Kenshi, seorang pewaris dari klan Asanami dan anak dari tuan Asanami Hanzo dan nyonya Asanami Reiko.

"Hancurkan klan Asanami"

Hanya dengan satu perintah, semua yang telah dibangun akan musnah.

"T-ta-tapi tuan, kalau disana ada tuan Kenshi, kami tidak mungkin bisa berbuat apa-apa"

"Takut...? tenang saja, Kenshi sedang tidak ada disana"

"Baiklah Raikō-sama"

Raikō tersenyum licik,"Setelah rencana ini berhasil, kau akan mendapatkan semua yang kau mau Genjirou"

"Baiklah, kalau begitu aku akan panggil yang lainnya" Genjirou meninggalkan ruangan.

Hanya dengan satu perintah, membuat semuanya sirna. Kepercayaan, hubungan, dan Pertemanan, semuanya akan hilang pada malam itu.

Genjirou menyuruh Tadakoro untuk memimpin para bawahannya. Tadakoro merupakan orang kepercayaan Kenshi dalam menangani urusan politik, tapi pada malam itu Tadakoro berkhianat demi mendapatkan gelar kehormatan yang selama ini ia inginkan 'Daimyo' penguasa wilayah. Dengan gerakan yang cepat, Tadakoro bersama para bawahannya menyerbu 'Yakata' kediaman klan Asanami. Mereka mulai membunuh satu persatu orang-orang yang berada di dalam kediaman tersebut.

Langit di atas Altar Keshinaga kelam, seolah ikut berkabung atas darah yang tumpah pada malam itu. Suara desiran angin malam menjadi pertanda bahwa keheningan tak selamanya ada.

Setelah urusan dengan para daimyo, Kenshi menolak ajakan makan malam bersama daimyo lalu pergi meninggalkan ruangan pertemuan. Kenshi mempunyai firasat yang buruk, ia pun segera pulang.

Sesampainya didepan gerbang, ia mulai panik karena ada sekelompok prajurit yang menjaga kediamannya. Prajurit tersebut mulai memanggil teman-temannya untuk mengepung Kenshi, Kenshi tak tinggal diam dan langsung mengeluarkan Izanami dari sarungnya.

Pertempuran berlangsung hingga setengah jam dan Kenshi sudah membunuh puluhan prajurit bayaran sendirian.

Setelah pertempuran tersebut, Asanami Kenshi berdiri di tengah halaman kuil tua, tangan kirinya gemetar memegang katana yang berlumur darah.

Di sekelilingnya, tubuh-tubuh keluarganya dan prajurit dari klannya sendiri tergeletak bagai boneka yang dibuang, wajah mereka membeku dalam ekspresi ketakutan terakhir.

"Kenshi-sama, ini perintah dari Genjirou-sama"

suara itu, merupakan suara orang yang Kenshi percayai selama belasan tahun.

"Perintah...? bukannya kau hanya terhasut oleh kekuasaan sementara?"

"Maafkan aku Kenshi-sama"

mereka berdua saling bertatapan, "Kenshi-sama, ambilah katana mu"

tanpa berlama-lama, Kenshi langsung maju kedepan dan menebas kearah suara tersebut. Teknik itu sangat cepat, sampai-sampai sosok tersebut tidak bisa menghindarinya.

"Pernapasan Dewa Api...? akhirnya anda bisa menguasainya... Kenshi-sama...maafkan kami..."

Suara itu, retak dan penuh darah, berasal dari bawah kaki Kenshi. Itu suara orang kepercayaannya yaitu Tadokoro, pria yang dulu bersumpah melindungi kehormatan keluarga Asanami sampai maut menjemput.

Tapi malam ini, Tadokoro adalah penghianat.

Kenshi menunduk, tak ada belas kasihan di wajahnya. Dengan satu gerakan, dingin dan pasti, ia mengangkat pedangnya dan mengakhiri napas terakhir Tadokoro.

Tanpa sepatah kata.

Tidak ada ampun bagi pengkhianat.

Namun sebelum Kenshi sempat menghela napas, suara langkah kaki bergema dari kegelapan.

Lalu sebuah semburan serbuk halus dilemparkan ke arahnya, racun.

Seketika, dunia Kenshi runtuh.

Matanya terbakar, tubuhnya gemetar hebat.

Rasa sakit yang melanda seolah membakar jiwanya dari dalam. Ia terjatuh, menggeram seperti binatang yang terluka, saat penglihatannya memudar menjadi lautan hitam pekat.

"Maafkan kami, Kenshi-sama," bisik sebuah suara dari bayang-bayang.

"Itu perintah dari Raikō-sama dan Genjirou-sama. Kau terlalu berbahaya untuk dibiarkan hidup."

Mereka meninggalkannya di sana, buta dan sendirian, dikelilingi jasad keluarganya dan teman-temannya.

Malam itu, Asanami Kenshi mati.

Yang bangkit dari kuburannya hanyalah bayang-bayang pedang tanpa mata, tanpa belas kasih.

Bayang-bayang yang Menangis

Angin malam berdesir di antara reruntuhan kuil tua, membawa bau besi darah yang mulai mengering.

Asanami Kenshi terduduk diam, lututnya menyentuh tanah yang becek oleh darah teman dan saudara yang ia bunuh sendiri.

Tangannya masih menggenggam katana, walau jemarinya terasa kaku dan beku.

Buta dan hampa.

Dunia di sekelilingnya telah menjadi kekosongan hitam yang tak berujung.

Kenshi mencoba berdiri, namun tubuhnya tertatih. Ia terjatuh lagi, mukanya menghantam tanah. Mulutnya mengecap rasa logam, darah. Bukan hanya darah lawan, tapi juga darah dari luka dalam dirinya sendiri.

Di dalam kegelapan itu, suara-suara mengerikan berbisik.

Suara-suara masa lalu.

"Kenshi-sama, aku akan selalu setia."

"Kenshi-sama, keluarga Asanami akan berjaya di tanganmu."

"Kenshi-sama, percayalah pada kami."

Kebohongan serta Kebusukan.

Semua kata itu kini menjadi pisau yang menusuk jauh ke dalam hatinya.

Kenshi menggertakkan giginya, menahan teriakan yang hampir meledak dari dadanya.

Aku harus hidup.

Aku harus membalas.

Dengan merangkak, seperti hewan yang terluka, Kenshi menyeret dirinya keluar dari halaman kuil yang kini hanya menjadi kuburan.

Langkah demi langkah.

Napas demi napas.

Tubuhnya berlumuran darah dan debu, seperti arwah yang tersesat.

Jauh di dalam hutan, ia menemukan gua kosong, lubang hitam di tengah kehampaan.

Tanpa berpikir panjang, ia masuk ke dalamnya.

Di sana, dalam kegelapan mutlak, tanpa suara lain selain deru napasnya sendiri, Kenshi berbaring.

Untuk waktu yang tak bisa ia hitung, ia diam.

Mati rasa.

Hanya detak jantung yang membuktikan bahwa ia masih ada.

Hari-hari berlalu.

Tanpa matahari.

Tanpa suara manusia.

Hanya bunyi tetesan air dari dinding gua, jatuh perlahan ke tanah, ritme kematian yang tak berujung.

Kenshi bertahan hidup dengan naluri.

Mencium bau hujan untuk mencari air.

Meraba kulit kasar akar pohon untuk menemukan makanan.

Mendengar getaran kecil dari langkah binatang kecil untuk memburu mangsa.

Setiap gerakan, setiap desiran udara, menjadi suara di kepalanya.

Dan perlahan, dalam kegelapan itu, sesuatu lahir dalam dirinya.

Insting baru.

Naluri murni untuk membunuh.

Pedang adalah matanya kini.

Suatu malam, saat bulan yang tak lagi bisa ia lihat menggantung di langit, seekor serigala liar memasuki gua.

Mengendus, menggeram, mengancam.

Kenshi mendengar suara cakar-cakar itu.

Merasakan desiran nafas binatang itu.

Dalam sekejap, tanpa ragu, tanpa melihat, ia mencabut pedangnya dan mengayunkan tebasan melingkar.

Satu suara retakan daging, dan gua kembali sunyi.

Tubuh serigala terkapar, darahnya mengalir membasahi tanah.

Kenshi merasakan tetesan hangat itu mengalir di punggung tangannya.

Ia tersenyum, bukan karena senang, tapi karena sadar. "Aku belum mati. Aku masih bisa membunuh"

Minggu berganti bulan.

Hidup di dalam gua sudah terasa biasa bagi Kenshi, Kenshi mengubah gua itu menjadi medan latihannya sendiri.

Ia menebas udara.

Mengayunkan katana di antara bebatuan.

Mendengarkan suara potongan kayu yang terbelah.

Merasakan perubahan tekanan udara sebelum musuh imajiner bergerak.

Tangannya berdarah.

Tubuhnya penuh luka.

Namun Kenshi tidak berhenti.

Setiap luka adalah pengingat: balas dendam butuh pengorbanan.

Dan di dalam setiap malam tanpa cahaya, ia mengulang satu nama dalam benaknya.

Klan utama Asanami.

Mereka adalah tujuan.

Mereka adalah alasan ia bangkit dari kuburannya sendiri.

"Aku akan datang untuk kalian," bisik Kenshi dalam kesunyian gua.

"Aku akan membuat kalian merasakan rasa sakit seribu kematian."

Nafas Pertama di Lautan Darah

Suatu pagi tanpa matahari, Asanami Kenshi berdiri di mulut gua.

Bau tanah basah menusuk hidungnya, bersama bisikan angin yang membawa kabar dunia yang telah lama ia tinggalkan.

Kenshi menarik napas panjang.

Setiap udara yang ia hirup terasa asing, dunia di luar telah bergerak tanpa dirinya, namun luka di dadanya tetap membusuk.

Dibalut pakaian robek dan lapuk, dengan sebilah katana di pinggang, Kenshi melangkah ke dunia yang membutakannya.

Mata tertutup kain merah yang ia robek dari bendera pengkhianatan, simbol penghinaan yang kini ia ubah menjadi tanda perang.

Langkah kakinya perlahan, namun setiap tapak meninggalkan jejak berat yaitu

jejak orang yang sudah mati, namun berjalan hanya untuk membunuh.

Ia menuju desa Kagaru. Tempat salah satu nama yang membakar di lidahnya dan pernah bersembunyi disana, Hirata Genzou.

Seorang pejabat kecil klan Asanami, licik, pengecut, dan yang pertama berlutut di depan klan utama saat pengkhianatan terjadi.

Kenshi tidak butuh mata untuk menemukannya.

Kebencian menuntunnya lebih tajam dari pandangan apa pun.

Senja pertama.

Desa Kagaru sunyi.

Terlalu sunyi.

Anak-anak bersembunyi.

Orang dewasa menutup pintu-pintu rapat.

Bahkan anjing-anjing berhenti menggonggong.

Mereka semua tahu kalau Kematian berjalan di jalanan.

Kenshi berdiri di tengah tanah desa yang retak, mendengarkan.

Dentingan palu pandai besi.

Suara gemeretak pintu kayu.

Bisik-bisik ketakutan di balik dinding. Dan

suara napas pendek, tergesa, berat, dari rumah besar di tepi bukit.

Tempat Hirata bersembunyi.

Aku datang.

Kenshi mendekat.

Tidak ada gertakan.

Tidak ada ancaman.

Hanya keheningan, seperti bayangan maut.

Saat ia mengetuk pintu dengan ujung sarung pedangnya, tak ada jawaban.

Hanya getaran kecil di udara, ketakutan.

Dengan satu gerakan kasar, Kenshi mendorong pintu.

Kayu lapuk itu patah seperti tulang rapuh.

Di dalam, aroma ketakutan begitu pekat.

"Hirata Genzou," kata Kenshi perlahan, suaranya parau seperti batu yang bergesekan.

"Keluar."

Tidak ada jawaban.

Kenshi mengangkat kepala, mendengarkan dengan saksama.

Napas itu...

Bersembunyi di bawah lantai.

Licik, seperti biasa.

Dengan langkah mantap, ia menusukkan katana ke lantai kayu,

Sekali.

Dua kali.

Tiga kali.

Teriakan pecah di bawah lantai.

Teriakan ketakutan.

Teriakan hidup yang hendak dicabut.

Kenshi membelah lantai dengan satu ayunan penuh kebencian.

Serpihan kayu beterbangan, dan dari bawah lantai yang gelap, tubuh Hirata terseret keluar, memohon, gemetar.

"Ken... Kenshi-sama! Ampun... aku hanya... aku disuruh!"

Hirata merangkak, mukanya berlumur tanah dan keringat.

Kenshi menunduk sedikit, mendekatkan wajahnya ke Hirata.

Suaranya seperti bisikan setan,"Semua orang punya pilihan."

Lalu, tanpa ragu, tanpa belas kasihan

katana itu mengoyak tenggorokan Hirata dalam satu tebasan bersih.

Darah muncrat, panas dan liar, membasahi tangan Kenshi.

Hirata menggeliat seperti ikan yang terlempar ke darat, tangan-tangannya menggapai kosong, mencoba mencengkeram udara.

Kenshi berdiri di sana, diam, mendengarkan napas itu melemah, lalu berhenti sepenuhnya.

Satu nama terhapus.

Tapi hatinya tetap hampa.

Tidak ada rasa lega.

Tidak ada rasa puas.

Balas dendam bukan obat.

Balas dendam adalah kutukan yang harus dituntaskan.

Kenshi mengangkat pedangnya, membiarkan darah menetes ke lantai yang sudah basah.

Masih banyak nama.

Masih banyak jiwa yang harus dicabut.

Dengan langkah pelan, ia meninggalkan rumah itu, meninggalkan bangkai pertama dari perjalanannya.

Malam turun, menutupi dunia dengan kegelapan.

Dan di dalam kegelapan itu, Kenshi berjalan.

Tanpa mata.

Tanpa ampun.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!