Yuan Sheng dan Sianhong yang berada di sebuah dimensi sedang berkasak kusuk ketika Sianhong membuka sebuah pintu reinkarnasi untuk Yuan Sheng.
Keduanya adalah kultivator tanpa tanding di dalam dunia kultivator, karena keduanya telah mencapai batas dari ranah kultivasi.
Sianhong yang merasa kasihan melihat Yuan Sheng, karena setiap harinya hanya bisa berkultivasi, namun tidak akan bisa meningkatkan kultivasinya lagi,
Maka Sianhong menawarkan idenya kepada Yuan Sheng untuk berkultivasi ke Bumi, yaitu sebuah planet dengan kehidupan modernnya.
Namun Yuan Sheng diharuskan dilahirkan kembali sebagai manusia yang berasal dari bumi.
Yuan Sheng juga telah diajak untuk melihat kehidupan di bumi oleh Sianhong, serta Yuan Sheng selama beberapa ratus tahun telah membuat persiapan yang matang untuk mengurangi resiko yang sangat fatal ketika dia dilahirkan di bumi.
Maka itu setelah persiapan matang, Yuan Sheng menemui Sianhong untuk membuka pintu reinkarnasi untuknya, agar bisa dilahirkan ke bumi.
Saat ini Sianhong telah membuka pintu reinkarnasi untuk Yuan Sheng, dan keduanya saat ini sedang kasak kusuk di depan pintu reinkarnasi.
“Yuan Sheng... apakah kamu sudah mempersiapkan mental dan membuat persiapan untuk reinkarnasi ke bumi?”
“Yah... Aku selama beberapa ratus tahun ini telah membuat persiapan yang sangat matang, namun aku juga tidak terlalu yakin apakah aku mampu menempuh kehidupan baru ini, aku juga tidak tahu, tapi ini merupakan tantangan dan di sana terlihat penuh tantangan,
Dengan begitu, kehidupan ku akan penuh dengan warna, tidak seperti sekarang, yang kulihat hanya diri mu dan alam semesta yang luas tanpa ada warnanya lagi.”
“Hehehe.... Baiklah, silahkan kamu masuk ke pintu ini, tapi ingat, resiko akan kamu tanggung sendiri, aku hanya memberi mu pilihan saja, tidak memiliki niat menjerumuskan diri mu.”
“Ya... Aku tahu, baiklah, selamat tinggal, semoga kita dapat bertemu kembali di masa yang akan datang.”
“Wusssshhh.........!!!”
Pintu tersebut langsung dimasuki oleh Yuan Sheng yang ternyata di balik pintu itu seperti jurang tanpa batas.
Yuan Sheng jatuh ke bawah tanpa bisa mengendalikan tubuhnya, semua keahliannya dihilangkan oleh jurang tersebut.
Beberapa saat setelahnya, Yuan Sheng kehilangan kesadarannya.
Sementara itu di sebuah perkampungan di bumi, terdapat sepasang suami istri yang saling mencintai
Saat ini sang istri yang memiliki wajah yang sangat cantik serta sederhana sedang menunggu kelahirannya karena saat ini dia tengah hamil tua.
Wanita muda ini masih berumur sembilan belas tahun bernama Fang Meilan, sedangkan suaminya berumur dua puluh satu tahun bernama Thian Wangai.
Keduanya hidup sangat sederhana, karena memang perkampungannya juga adalah perkampungan terbelakang.
Keduanya baru pindah ke kampung ini beberapa bulan yang lalu, kemudian membangun rumah di tepi hutan di perkampungan yang memang sepi.
Kampung ini tidak masuk dalam peta di google map, karena masih dianggap hutan oleh pemerintah setempat.
Di kampung itu hanya terdapat lima rumah tangga saja, pekerjaan sehari-hari mereka adalah mencari kayu bakar untuk dijual ke kota kabupaten.
Beberapa pemuda bekerja menjadi pemburu, sedangkan Thian Wangai bekerja serabutan, dia hanya memiliki harta berupa motor butut dan rumah sederhana serta istri yang cantik saja.
Kadang dia diundang ke kota kabupaten untuk menjadi sopir, kalau tidak ada pekerjaan lain, dia terkadang akan ikut bersama beberapa pemuda di kampung itu untuk berburu hewan buas.
Pada saat kehamilan istrinya baru berjalan satu bulan lebih, pada malam harinya tiba-tiba dari atas langit turun sebuah cahaya spiritual yang hanya dapat dilihat oleh orang-orang yang memiliki kekuatan spiritual tingkat tinggi jatuh ke rumah Thian Wangai.
Kemudian cahaya spiritual tersebut memasuki perut dari istrinya, tanpa disadari oleh istrinya sendiri, karena pada waktu itu waktu tengah malam, Thian Wangai dan istrinya sedang terlelap.
Yah itu adalah jiwa dari Yuan Sheng yang datang melalui pintu reinkarnasi dan jiwanya dituntun oleh kekuatan tak kasat mata yang penuh keajaiban dan kekuatan untuk memasuki perut dari Fang Meilan.
Kejadian tersebut tidak berdampak apapun di kehidupan Thian Wangai dan istrinya, hingga hari-hari menjelang kelahiranpun semakin dekat.
Hari ini Thian Wangai berniat untuk menunggu istrinya karena akan melahirkan, mereka berdua sangat mesra dan kehidupan keduanya juga penuh dengan cinta.
“Lan’er, semoga anak kita adalah lelaki, namun kalaupun perempuan, aku juga akan sangat bahagia, karena kamu adalah istri tercinta ku.”
“Kakak Wangai, aku juga berharap anak ini lelaki, tapi biarlah Tuhan yang menentukannya, kita hanya bisa menerima saja.”
Saat ini keduanya tinggal menunggu hari-hari melahirkan istrinya Thian Wangai, yaitu Fang Meilan.
Beberapa hari kemudian, Fang Meilan merasakan sakit di perutnya, hingga dia berteriak kepada suaminya karena kesakitan.
“Ah.... Kak Wangai.... Perut ku sakit... Tolong panggilkan bidan sekarang juga.”
“Wah...Lan’er... Apakah kamu akan melahirkan... Baiklah, aku akan mengundang bidan untuk datang, kamu bertahanlah.”
Thian Wangai sangat merasa kasihan kepada istrinya, karena harus memanggil bidan untuk melahirkan, biasanya kalau di kota mereka akan dibawa ke rumah sakit untuk melahirkan,
Namun karena keterbatasan ekonomi, terpaksa mereka memanggil bidan kampung di kabupaten.
Dengan mengendarai motor bututnya, Thian Wangai segera tancap gas untuk memanggil bidan.
Beberapa waktu kemudian, tampak Thian Wangai telah tampak berboncengan dengan seorang wanita tua yang dikenal sebagai bidan Gu sampai di halaman rumah Thian Wangai.
“Cepat ibu bidan... Istri ku sudah mau melahirkan.”
Dengan terburu-buru, Thian Wangai menarik tangan ibu Bidan Gu memasuki rumahnya, sedangkan di dalam rumah sudah terdengar jeritan kesakitan istrinya yang sedang menahan rasa sakit.
“Ahhh.... Sakit.... Kakak Wangai... Apakah kamu sudah datang.... Aduuuhhh..... Sakiiittt..... Aku sudah tidak tahan... Cepatlah datang...!”
“Iyaaa.... Iyaaa.... Aku sudah membawa ibu bidan datang... Tahanlah sebentar lagi Lan’er...”
Ibu bidan Gu tergopoh-gopoh berjalan setengah diseret oleh Thian Wangai memasuki rumahnya.
“Nak Wangai... Perlahan-lahan... Kamu siapkan saja dahulu air panas aku akan melihatnya dan membantunya bersalin.”
Thian Wangai seakan-akan tidak mendengar ibu bidan berkata, masih ngotot menariknya untuk memasuki kamar mereka melihat istrinya yang sedang menahan asa sakit.
Setelah ibu bidan memasuki kamar mereka dan membantu Fang Meilan untuk bersalin, Thian Wangai sedikit lega dan berlarian ke dapur untuk membuat air panas menggunakan kayu bakar.
Maklum, karena ini adalah kampung terbelakang yang sangat miskin, sehingga belum ada kompor gas.
Beberapa waktu kemudian, setelah air panas sudah mendidih, Thian Wangai membawanya ke kamar, meletakannya sesuai dengan instruksi bu bidan.
Thian Wangai lalu keluar dari kamar dan menunggu di pintu kamar dengan jantung yang berdebar ketakutan dan tegang.
Menunggu di luar kamar itu membuat Thian Wangai sesekali mengintip ke kamar untuk memastikan keselamatan istrinya.
Sungguh kasihan suami istri ini, dulunya keduanya adalah orang yang berasal dari kota dan termasuk tuan muda dan wanita muda keluarga terpandang.
Namun karena dua keluarga mereka bermusuhan, akhirnya mereka berdua diusir dari keluarganya dan tidak diterima lagi di dalam keluarga mereka kalau mereka meneruskan keinginan mereka untuk menikah.
Tapi karena cinta mereka sudah sangat mendalam, mereka tidak perduli dengan harta, yang penting ada kebahagiaan ketika mereka bersatu.
Fang Meilan juga tidak perduli dengan kehidupan susah, apalagi Thian Wangai adalah pria muda yang sangat rajin,
Thian Wangai tidak pernah malu dalam melakukan pekerjaan apapun, biarpun dulunya dia adalah tuan muda sebuah keluarga terpandang,
Namun dia tidak pernah merasa gengsi ketika melakukan pekerjaan berat maupun tampak hina di mata orang kaya.
Bahkan terkadang ketika lagi sangat menganggur, Thian Wangai tampak di pasar kabupaten menjadi kuli panggul bongkar muat beras maupun belanjaan para pedagang.
Padahal dulunya Thian Wangai tidak pernah kekurangan uang, kendaraannya pun adalah mobil merek terkenal.
Namun sekarang dia tampak sedikit dekil karena selalu bekerja di luaran tanpa sedikitpun takut dengan kotor.
Untung saja asal Thian Wangai dan Fang Meilan sangat jauh dari tempatnya sekarang, kalau tidak mungkin Thian Wangai akan menjadi bahan cemooh orang-orang yang dikenalnya dulu.
Thian Wangai dan Fang Meilan melarikan diri dari keluarga mereka, karena keluarga mereka berdua pernah mengancam,
Kalau sampai keduanya menikah, maka keduanya akan diburu dan dibunuh oleh keluarga mereka karena melanggar peraturan dari kepala keluarga.
Thian Wangai di kampung ini tidak bermarga Thian, dia memperkenalkan namanya dengan Wu Wangai dan Tu Meilan untuk menghindari kejaran dari para kerabat dan keluarga keduanya.
Akhirnya setelah menunggu beberapa jam, terdengar suara bayi yang menangis kencang sampai suaranya terdengar di luar kamar.
“Oekkk..... Oekk...!!”
Thian Wagai yang menunggu di luar kamar sampai melompat dari kursinya karena terkejut mendengar suara yang dia anggapnya sangat amat merdu di telinganya.
“Hooaaa..... Anakku telah lahir... Aku telah resmi menjadi seorang ayah...!!!”
Tangan dan kaki Thian Wangai sangat dingin karena tegang, namun ketegangannya sedikit mengendur.
Tapi biarpun begitu, Thian Wangai masih belum berani memasuki kamarnya, karena menunggu perintah dari Bu Bidan Gu.
Thian Wangai selalu berjalan mondar-mandir di depan kamar sambil meremas kedua tangannya dengan gelisah.
Biarpun bayi sudah bersuara dan menjerit, namun keselamatan istrinya belum terjamin, jadi dia kembali menunggu dengan gelisah.
Beberapa waktu kemudian, pintu kamar terbuka dan terlihat Bu Bidan Gu keluar memberikan instruksi agar Thian Wangai masuk melihat istri dan anaknya.
“Bu Bidan... Bagaimana kondisi istri dan anakku?”
“Nak Wangai, masuklah, anak dan istrimu dalam keadaan sehat, selamat kamu telah menjadi seorang ayah dari seorang putra.”
“Waaaahhhh..... Anakku seorang lelaki... Hahaha... Terima kasih Tuhan, Kamu telah memberikan aku seorang putra..!!”
Thian Wangai melompat memasuki kamarnya dengan tidak sabar untuk melihat anak dan istrinya.
“Hehehe.... Anakku yang lucu telah hadir... Lan’er... Terima kasih telah memberikan anak lelaki yang lucu dan menggemaskan untuk keluarga kecil kita.”
“Iya Kakak Wangai... Aku juga senang kamu memberikan biaya persalinannya kepada Ibu Bidan Gu, uangnya ada di lemari.”
“Baik... Baik...”
Thian Wangai mengeluarkan beberapa puluh Yuan dari saku pakaian mereka untuk membayar biaya persalinan kepada Bu Bidan Gu.
Thian Wangai pun keluar dari kamar dan menemui Bu Bidan Gu.
“Bu Bidan, berapa biaya persalinan istriku?”
Bidan Gu memang adalah bidan kampung dan biaya persalinannya juga tidak besar, sehingga Thian Wangai memberikan sedikit tips dan juga mengantarnya pulang dengan segera.
Dengan kelahiran anaknya, kehidupan Thian Wangai dan istrinya pun menjadi bertambah hangat serta bertambah ramai karena ada suara tangisan anaknya.
Anak itu mereka memberi nama Thian Yuan atau menjadi Wu Yuan. Wangai berharap, anaknya akan menjadi seperti seekor naga yang perkasa dan agung, itulah harapan dari orang tua Thian Yuan untuknya.
Mereka memberi nama kepada anaknya yaitu Wu Yuan, yaitu marga samaran dari marga Thian Wangai, agar kehidupan mereka tidak terdeteksi oleh orang-orang dari keluarga besar mereka.
Sementara itu, di suatu dimensi, satu sosok yang sedang memperhatikan Bumi pun tersenyum lalu bergumam.
“Selamat sahabatku, kamu akhirnya berhasil bereinkarnasi menjadi ras manusia asal Bumi, aku harap kamu dapat segera berhasil membuka ingatanmu.”
Yah... Dia adalah Sianhong yang menjadi pencipta dunia kultivator, dia selalu memperhatikan Thian Yuan yang sedang menjalani proses reinkarnasi di Bumi.
Kehidupan di kampung yang tidak bernama itu sangat damai, Thian Wangai dan Fang Meilan hidup penuh dengan kedamaian.
Apalagi semenjak kelahiran putranya, Thian Wangai semakin giat mencari uang untuk biaya anaknya.
Perlahan tapi pasti, Thian Wangai yang mencari nafkah, dan Fang Meilan selalu mengatur keuangan dengan sangat baik, hingga akhirnya setelah kehidupan mereka bertiga berjalan selama lima tahun, Thian Wangai dikejutkan oleh istrinya.
“Kak Wangai, besok carilah kendaraan bekas tapi yang masih layak pakai, kita beli kendaraan tersebut untuk kita gunakan mencari nafkah.”
“Apaa...!! Lan’er, kamu jangan bercanda, untuk membeli sebuah kendaraan bekas sekalipun masih memerlukan uang sebanyak tiga puluh ribu sampai empat puluh ribu Yuan, dari mana kita mendapatkan uang sebanyak itu?”
“Hehehe.... Kakak Wangai, selama ini aku selalu berhemat dan mengumpulkan uang pendapatanmu, sekarang uang yang sudah aku kumpulkan sudah ada tiga puluh lima ribu Yuan, apakah itu tidak cukup?”
Thian Wangai sangat terkejut mendengar pengakuan istrinya, dia bahkan seolah-olah salah mendengar.
“Apaaa...!!! Lan’er... Berapa banyak uang yang telah kamu kumpulkan???”
“Tiga puluh lima ribu Yuan.”
Perhitungan Yuan dan rupiah di dalam novelku ini adalah satu Yuan, sama dengan dua ribu lima ratus rupiah.
Thian Wangai tampak sangat terkejut, karena dia tidak pernah menyangka kalau istrinya mampu menghemat uang dan menabungnya sampai segitu banyaknya.
Bagi Thian Wangai dan Fang Meilan, dulunya uang segitu tidak terlihat di mata mereka, namun sekarang, uang segitu sudah sangat banyak, bahkan terlalu banyak.
Akhirnya Thian Wangai menjadi bersemangat, dia berkata kepada istrinya dengan serius.
“Aku akan mencari mobil pikap, agar bisa mencari sewa dan mengangkut hewan buas yang telah dibunuh oleh pemburu untuk dijual ke kota.”
“Baiklah, terserah kepada Kakak Wangai saja, aku hanya mendengar saja apapun keputusan dari Kakak Wangai, aku akan setuju.”
“Ayaaahh....!!!”
Tampak Thian Yuan atau sekarang kita menyebutnya Wu Yuan baru saja keluar dari kamarnya karena terbangun oleh suara percakapan Wangai dan istrinya.
Wu Yuan langsung melompat di pelukan ayahnya, dan Wangai segera memeluknya dan menggendongnya serta menciumnya dengan penuh kasih sayang.
“Kenapa kamu bangun Nak? Tidurlah lagi, nanti sore baru Ayah akan mengajakmu bermain.”
“Ayah... Ayah mau ke mana? Aku ikut ya?”
Terdengar suara manja dan sedikit cadel dari mulut Wu Yuan kecil yang ingin ikut dengan ayahnya.
“Ayah mau pergi kerja Sayang, kamu temani Mama kamu saja ya? Kasihan Mama tidak ada temannya di rumah.”
“Iya benar Nak? Kamu temani Mama saja ya Sayang? Apa kamu tidak kasihan sama Mama yang sendirian di rumah?”
Wu Yuan yang masih berumur lima tahun menatap ibunya dan akhirnya mengangguk mendengarkan kata-kata ibunya.
“Iya Ma? Aku di rumah saja temani Mama, Ayah cepat pulang ya?”
“Iya Sayang?”
Kembali Wangai mencium anaknya dengan penuh kasih sayang, lalu meletakannya di bawah, karena Wu Yuan sudah bisa berjalan dengan sangat lancar.
Wu Yuan juga sama seperti anak-anak pada umumnya, hanya saja dia memiliki kulit yang lebih bersih dan putih. Wajahnya sudah tampak tampan dengan alis berbentuk golok dan rahang yang sedikit terlihat keras.
Dia selalu berada di dalam rumah, karena dia belum layak untuk bermain di luar rumah menurut orang tuanya. Apalagi di kampung terpencil seperti tempat tinggal mereka, terkadang masih ada hewan buas yang berkeliaran.
Akhirnya Wu Yuan hanya bisa pasrah tinggal di rumah bersama ibunya, Wu Yuan ini sangat pintar dan juga sangat patuh terhadap orang tuanya.
Setelah menenangkan Wu Yuan, Wu Wangai pun berpamitan kepada istri dan anaknya untuk pergi ke kota mencari mobil pikap.
Wu Wangai yang telah memegang uang yang telah diberikan oleh istrinya dengan penuh harapan pergi ke kota yang sedikit lebih besar daripada kota kabupaten, yaitu dia pergi ke kota yang setingkat dengan kota madya.
Dengan menumpang beberapa kali ke mobil truk pengangkut barang, Wu Wangai tiba di kota pada sore hari.
Wu Wangai mencari penginapan murah dan juga mencari informasi mengenai mobil pikap incarannya.
Keesokan harinya, setelah sarapan pagi, Wu Wangai membeli koran harian di kota tersebut dan membaca informasi tentang penjualan mobil. Pagi setelah sarapan, Wu Wangai mencoba mendatangi beberapa showroom mobil bekas, hingga sore harinya, akhirnya Wu Wangai berhasil membeli sebuah mobil pikap yang sesuai menurutnya dan juga gampang perawatan.
Sore itu juga Wu Wangai membawa pulang mobil tersebut, biarpun mobil yang dibelinya berwarna hitam dan tampak jelek di luar, namun mesinnya sangat bagus. Lagi pula dia membelinya dengan harga dua puluh ribu Yuan saja, karena pemilik sebelumnya sudah menawarkan mobilnya sudah sangat lama, namun tidak ada yang mau membelinya karena penampilan mobil tersebut tampak jelek catnya.
“Dengan beberapa ratus Yuan, aku bisa membuat mobil ini menjadi tampak bagus, aku akan membawa mobil ini ke bengkel cat, untuk memperbaiki cat mobil ini kalau sudah memiliki waktu.”
Wu Wangai bergumam ketika sedang membawa mobilnya pulang, sesampainya di rumahnya, waktu telah menunjukkan tengah malam.
Tu Meilan membukakan pintu untuk suaminya dengan segera.
“Kak Wangai, apakah kamu telah berhasil membeli sebuah mobil yang kamu inginkan?”
“Ya, aku telah membelinya, Lan’er, apakah masih ada sayur masak dan nasi, aku sedikit lapar, apakah Yuan’er sudah tidur?”
“Sayur dan nasi masih ada, aku panasi dulu, Kakak mandilah terlebih dahulu, aku akan menyiapkan air panas untuk Kakak, Yuan’er masih tidur dan dia mencari mu semalam, untung saja dia tidak rewel.”
Pagi cerah ini, Wu Wangai mencari sewa di sekitar perkampungannya. Dia juga menawarkan harga murah untuk menumpang mobilnya mengangkut hewan buruan para pemburu ke kota kabupaten kepada semua warga perkampungan kecil itu.
Mendengar bahwa Wangai telah berhasil membeli mobil, warga kampung yang hanya berjumlah sedikit menjadi senang. Karena bila ada salah satu warganya yang memiliki mobil pikap, sudah pasti mereka semua yang hanya ada lima kepala keluarga yang menghuni kampung akan terbantu. Apalagi jalan ke perkampungan itu tidak terlalu rusak, sehingga mobil Wu Wangai dapat melintasinya, apalagi ban mobil pikap Wu Wangai sedikit lebih besar daripada mobil pikap pada umumnya.
Begitulah kehidupan sehari-hari Wu Wangai dengan keluarga kecilnya, mereka berusaha mengumpulkan uang demi sekolah Wu Yuan di masa yang akan datang. Setelah Wu Yuan berusia tujuh tahun, ibunya membawanya pergi ke kota kabupaten untuk pendaftaran sekolah di sekolah dasar.
Sifat Wu Yuan yang berusia delapan tahun tetap ceria dan penuh dengan kedamaian serta kejujuran. Ayahnya setiap pagi mengantarkannya ke sekolah di kabupaten, karena jarak dari perkampungan mereka tidak terlalu jauh, hanya memerlukan waktu sekitar satu jam atau kurang sedikit, mereka telah sampai di sekolah Wu Yuan.
Saat ini ingatan masa lalu Wu Yuan belum terbuka, jadi Wu Yuan hidup seperti anak kebanyakan, namun otak Wu Yuan memang cerdas. Di sekolah dasar, Wu Yuan selalu menjadi juara pertama, apalagi kualitas pendidikan di sekolah dasar tempatnya bersekolah masih kualitas rendah.
Selama enam tahun, Wu Yuan selalu menjadi juara umum, orang tuanya sangat bangga kepada anaknya. Pada usia Wu Yuan sembilan tahun, ibunya kembali melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Wu Feniang.
Kemudian setelah tamat sekolah dasar, usia Wu Yuan sudah menginjak usia dua belas tahun, dia dibawa oleh orang tuanya untuk mendaftar ke sekolah tingkat pertama di kabupaten yang sama. Di sekolah menengah pertama, Wu Yuan tetap menjadi siswa berprestasi, dia selalu menjadi juara umum dan mendapatkan beasiswa.
Sedangkan adiknya perempuan Wu Yuan pada saat Wu Yuan menamatkan pendidikan menengah pertamanya, Wu Feniang juga masuk sekolah dasar di mana dulu Wu Yuan sekolah. Di sekolah menengah pertama, selama tiga tahun, Wu Yuan menamatkan sekolahnya dan saat ini usia Wu Yuan sudah lima belas tahun.
Dia meminta orang tuanya agar diperbolehkan melanjutkan sekolah menengah atas di kota madya yang bernama kota Fongkai. Karena Wu Yuan mengetahui kalau sekolah menengah atas di kota Fongkai memiliki kualitas jauh lebih baik, dan orang tuanya mengizinkannya. Dan di kota ini Wu Yuan ngekos, dan pulang seminggu sekali, dia selalu menghemat pengeluarannya karena kondisi ekonomi orang tuanya yang semakin sulit, apalagi adiknya juga telah mulai masuk sekolah menengah pertama, dengan begitu, kehidupan ekonomi keluarganya semakin susah.
Di awal sekolah yang bernama Sekolah Menengah Tingkat Atas Ciang Kaisan, Wu Yuan bukan lagi menjadi juara umum, karena kualitas sekolahnya jauh lebih baik dan lebih mendalam daripada di sekolah kabupaten. Namun ketika naik ke kelas dua, kembali Wu Yuan menjadi juara kelas, karena Wu Yuan sudah bisa beradaptasi dengan pendidikan yang lebih mendalam.
Karena prestasi pendidikan dari Wu Yuan, beberapa gadis cantik di sekolahnya mulai memandangnya. Ada salah satu gadis tercantik di sekolah itu bernama Xhi Niang, dia juga termasuk siswi berprestasi. Namun saat di kelas dua sekolah menengah atas, prestasinya masih kalah dari Wu Yuan. Wu Yuan mampu menghafal sebuah buku hanya dalam satu kali membaca.
Cara baca Wu Yuan dan mempelajari sebuah mata pelajaran juga sangat cepat, sehingga membuat Xhi Niang yang biasanya sangat dingin terhadap siapa pun, kali ini memandang Wu Yuan dengan perasaan berbeda. Tapi karena di sekolah, Wu Yuan selalu didekati oleh gadis-gadis cantik, Xhi Niang menjadi sedikit merasa hatinya sakit.
“Sial.... Apakah Wu Yuan ini tidak pernah sendirian? Ah... Dasar gadis-gadis gatal, mereka selalu mencoba merayunya.”
Xhi Niang merasa sedikit tertekan dengan kehadiran banyak gadis cantik di kelasnya, kebetulan kelas Wu Yuan dan kelas Xhi Niang sama. Namun karena prestasi Wu Yuan yang sangat bagus, nama Wu Yuan menjadi terkenal, banyak gadis-gadis yang memujanya, dan juga banyak pemuda-pemuda yang marah menatap Wu Yuan, beberapa kali Wu Yuan terpaksa melarikan diri karena akan dikeroyok ketika pulang sekolah.
Di usianya yang ketujuh belas tahun ini, pada suatu malam, Wu Yuan merasakan sakit di kepalanya yang amat sangat, hingga membuat Wu Yuan berteriak kesakitan, namun samar-samar dia mengingat kehidupan lampaunya. Di sini segel yang menutupi ingatannya sudah mulai sedikit bocor, Wu Yuan yang telah mempersiapkan segalanya sewaktu di kehidupan pertamanya, akhirnya mulai mengerti.
Malam itu Wu Yuan melakukan meditasi, dia dapat melihat ke dalam jiwanya dan mulai sedikit-sedikit mengingatnya. Apalagi di dalam jiwa Wu Yuan ada sebuah rune sihir yang langsung terbuka ketika Wu Yuan menyentuhnya dengan kesadarannya. Ternyata rune sihir itu berisikan tentang beberapa ingatan dan cara membuka segel ingatan di otaknya.
“Hmmm.... Ternyata aku dulunya bernama Yuan Sheng, dan hidup di dunia Sianhong yang merupakan dunia ciptaan Sianhong.”
Setelah rune sihir terbuka, Wu Yuan segera membuka segel yang menutupi ingatan masa lampaunya. Setelah Wu Yuan sudah mulai mengingat semuanya, Wu Yuan menatap ke atas langit dan mengacungkan tinjunya seakan-akan ingin meninju sesosok yang dulu pernah menjadi teman baiknya.
Kembali Wu Yuan memasuki kamarnya dan berusaha berkultivasi, tapi setelah berkultivasi sampai pagi hari, Wu Yuan malah terdengar mengumpat.
“Sialan...!!! Ternyata di Bumi ini memang benar-benar sangat tipis energi spiritualnya, kalau begini, aku akan susah untuk meningkatkan kekuatanku, apalagi keluargaku sangat miskin.”
Wu Yuan pagi ini bangun sangat cepat, dan dia memeriksa sisa uang jajannya untuk minggu ini.
“Hufff...... Sisa uang hanya ada beberapa puluh Yuan, apa yang bisa kulakukan dengan uang yang sangat sedikit ini?”
Akhirnya karena Wu Yuan bingung mau melakukan apa, lagi pula dia masih bersekolah, pagi ini pun Wu Yuan bersiap pergi ke sekolah. Dari tempat Wu Yuan ke gedung sekolah menengah atasnya, Wu Yuan biasanya berjalan selama dua puluh lima menit untuk sampai ke sekolahnya.
Wu Yuan memikirkan juga bagaimana menghasilkan uang, karena dia memerlukannya untuk membeli bahan-bahan obat-obatan untuk membantunya meningkatkan kekuatannya. Jam enam lewat tiga puluh menit, Wu Yuan berjalan menuju ke sekolahnya dan di jalanan ini, Wu Yuan bisa merasakan energi spiritual lumayan baik.
“Wah... Pagi ini terasa energi spiritual di sini lumayan bagus, sambil berjalan, aku bisa menyerap energi spiritual.”
Di Bumi, tahapan kultivasi adalah:
1. Penempaan fisik.
2. Penyempurnaan fisik.
3. Pembentukan inti energi.
4. Inti langit dan bumi.
5. Master.
6. Grand master.
Enam tahapan kultivasi ini memiliki sembilan tahapan lagi, sedangkan ranah yang lebih tinggi, nanti baru kita bahas. Tapi di pikiran Wu Yuan, tahapan kultivasi masih seperti ketika dia berada di dunia Sianhong. Yaitu:
1. Pembentukan awal.
2. Pembentuk fisik.
3. Penyempurnaan fisik.
4. Penempaan dantian.
5. Pertapa.
Tingkatan ranah ini memiliki sembilan tahapan juga, Wu Yuan sedang menyerap energi spiritual untuk memasuki ranah pembentukan awal. Tubuhnya dibentuk untuk menjadi seorang kultivator, sedangkan di Bumi, para kultivatornya selalu tersembunyi dan sangat jarang terlihat oleh manusia awam. Para penghuni Bumi beranggapan, bahwa kultivator hanyalah cerita dongeng dari beberapa novel, dan tidak ada kultivator di dunia nyata.
Wu Yuan yang telah mempersiapkan seni kultivasinya dari semula di kehidupan pertamanya telah memodifikasi seni kultivasinya, karena dia telah mengetahui kalau di Bumi ini, energi spiritualnya sangat tipis, dia pun menciptakan sebuah seni kultivasi yang bernama Kultivasi Absolut. Seni Kultivasi Absolut mampu memurnikan semua energi, misalnya, energi panas matahari, energi bulan, energi negatif dan semua energi yang bisa dimurnikan oleh seni kultivasinya.
Pagi ini, Wu Yuan menyerap energi matahari, dia hanya memerlukan waktu selama dua puluh menit untuk berhasil memasuki Pembentuk Awal tahap pertama.
“Hehehe.... Lumayan, aku hanya memerlukan waktu yang sangat singkat untuk mulai memasuki dunia kultivasi.”
Wu Yuan tersenyum bahagia karena kini tubuhnya sudah sangat berbeda dengan tubuh manusia pada umumnya. Biarpun dia hanya baru memulai kultivasinya, namun dia sudah mampu menghabisi beberapa orang dewasa dengan mudah. Wu Yuan merasa senang dengan kekuatannya saat ini, sambil berjalan, Wu Yuan memikirkan cara menghasilkan uang.
Tiba-tiba pada saat Wu Yuan akan memasuki gerbang sekolahnya yang sudah mulai ramai, dia mendengar suara deritan ban. Sepersekian detik kemudian terdengar suara dentuman yang sangat kuat, itu terjadi di dekat gerbang sekolah.
“Ciiiiittttttt........!!!!”
“Bruuuaaakkk....... Buuummm......!!!”
Wu Yuan membalikan tubuhnya dan melihat ada kejadian apa, ternyata dua mobil bertabrakan dengan sangat keras. Satu mobil mewah, sedangkan satunya adalah truk bermuatan batu, mobil mewah tampak hancur di bagian depannya, kaca berhamburan di tengah jalan, Wu Yuan segera berlari mendekati kejadian, begitu pula banyak siswa dan siswi yang ikut berhamburan mendekati dan melihat kejadian itu dari dekat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!