NovelToon NovelToon

AXIJIM : Sang Pangeran Yang Hilang

Axijim

Matahari bersinar cerah, menyinari bumi permai. Awan-awan berarak rapi di ujung langit membiru. Burung-burung ikut bernyanyi, sembari menari mengikuti irama angin yang berhembus. Dunia yang indah dipenuhi pepohonan yang menghijau, dengan pantai yang menampilkan deburan ombak yang memukau. Disinilah seorang anak bernama Axijim tinggal, bersama kedua orang tuanya dan seorang adiknya, mereka hidup sederhana dan bahagia. Di desa yang damai dan indah, ia hidup menjalani hari di sana.

**

Dulu, Axijim sering mengalami sakit demam yang tinggi. Ibunya bersusah payah mengantarkannya ke tabib. Lokasi tabib tersebut lumayan jauh dari rumahnya.

Ibu Axijim mengetuk pintu sambil berkata, "Salam,"

Tabib membuka pintu dengan senyuman ramah. "Salam kembali, Bu Axijim. Mari masuk!"

Ibu Axijim pun masuk dan duduk di kursi. Tabib kemudian duduk kembali di kursinya.

"Baik, ada apa Ibu Axijim?"

"Bu Tabib, kira-kira Axijim menderita penyakit apa? Tolong periksa dia. Sepertinya dia sesak napas," kata Cassi sambil menggendong Axijim.

"Baiklah, saya periksa dulu." Tabib kemudian memeriksa tubuh Axijim. Setelah itu, dia berkata, "Bu, Axijim mengalami gangguan pernapasan dan demam tinggi. Dia harus selalu dirawat dengan baik. Saya berikan beberapa ramuan alami untuk Ibu berikan padanya. Jika terjadi sesuatu, segera laporkan kepada saya," jelas tabib perempuan itu.

Baiklah, Bu Tabib, jawab ibu Axijim. Apakah Axijim bisa sembuh sepenuhnya? tanyanya dengan penuh harap.

"Tentu saja bisa, Bu," jawab Bu Tabib dengan penuh keyakinan. "Namun, memang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pemulihannya. Tetaplah rutin memeriksakan Axijim ke sini, dan ikuti semua saran yang saya berikan," saran Bu Tabib.

(Ketika Axijim merasa sakit, ia pasti akan menangis dan berteriak sejadi-jadinya.)

"Baiklah, Bu Tabib. Terima kasih banyak atas ramuan obat dan sarannya. Saya pamit pulang dulu. Salam,"

"Sama-sama, salam kembali. Hati-hatilah di jalan," ucap bu tabib.

(Dalam perjalanan pulang) "Syukurlah, Axijim tidak separah yang aku kira, dia masih bisa disembuhkan," gumam Cassi.

**

Sesampai di rumah, Cassi memberitahukan hal ini kepada ayah Axijim.

Cassi berkata, "Suamiku, kata tabib, anak kita menderita gangguan pernapasan dan demam tinggi. Kita harus selalu merawatnya dengan baik."

Cepheus bertanya dengan agak panik, "Hah? Apa? Benarkah itu? Lalu, apakah tabib memberikan sesuatu atau menyarankan sesuatu?"

Cassi menjawab, "Tenang, suamiku. Kau tak perlu panik. Tabib memberikan ramuan obat padaku."

Cepheus pun lega. "Syukurlah," katanya.

Cassi melanjutkan, "Jika terjadi apa-apa pada Axijim, kita harus segera memberitahukannya kepada tabib."

Cepheus menjawab, "Tentu, istriku. Aku lega mendengarnya."

**

Dalam masa perawatan, ibunya secara rutin memberikan ramuan obat pada Axijim.

Syukurlah, akhirnya sekarang Axijim telah sembuh dari sakitnya. Selama kurang lebih setahun lamanya ia menderita sakit berkepanjangan.

Untuk memastikan kesehatan Axijim, Cassiopeia kembali pergi ke tabib untuk memeriksa kondisi terkini anaknya.

Tok tok tok. (mengetuk pintu yang sudah terbuka) "Salam."

**"Salam kembali. Silahkan masuk.

Mengetuk pintu meskipun sudah terbuka merupakan adab bertamu di desa Axijim.

"Permisi."**

"Silahkan. Wah, ternyata ibu Axijim. Ada apa, bu?"

"Begini, bu tabib. Saya ingin memeriksakan Axijim. Bagaimana ya keadaannya sekarang?" tanya Cassi.

"Baiklah, saya akan memeriksanya." (tabib memeriksa).

Kemudian, tabib itu berkata, membuat Cassi sedikit terkejut, "Syukurlah, selamat Bu, Axijim sudah sembuh," ucap bu tabib.

"Apa? Benarkah itu, bu tabib?"

"Iya, itu benar. Axijim sudah pulih."

"Syukurlah. Aku sangat senang mendengarnya," ucap Cassi bersyukur.

"Tapi ingat, kau harus selalu merawatnya dengan baik."

"Baik, bu tabib. Tentunya saya akan merawatnya dengan baik."

**"Terima kasih banyak, bu tabib, atas informasinya. Saya sangat senang mendengarnya.

Apakah ada ramuan lagi yang harus diberikan pada Axijim?" lanjut Cassi.**

**"Sama-sama, bu. Saya juga senang mengetahuinya.

Tidak ada ramuan yang harus diberikan lagi pada Axijim. Jika ramuan yang kemarin masih ada, cukup itu saja yang diberikan pada Axijim hingga habis."**

**"Baiklah, bu tabib. Terima kasih.

Ini, ada beberapa koin emas untuk jasa Anda. Terimalah!" (menyodorkan kantong berisi beberapa koin emas).**

"Benarkah? Ini untuk Saya?"

"Benar. Tolong terimalah!"

"Baiklah, terimakasih banyak atas kebaikan Anda, bu Axij" (Tersenyum).

"Aku yang seharusnya berterimakasih padamu" (juga tersenyum).

"Baiklah, aku pamit pulang dahulu ya, salam."

"Ya silahkan, salam kembali, hati-hati di jalan".

"Iya."

Ini adalah kebiasaan di desa Axijim, para tabib di sana tidak meminta imbalan atas jasanya, tapi jika ada yang memberi mereka imbalan mereka akan menerimanya dengan senang hati, itulah tradisi yang ada disana.

**

Angin berhembus sejuk, sepoi-sepoi. Pohon-pohon kelapa menari dengan riang, diiringi alunan ombak yang menyapa tepi pantai. Pasir putih bersih menjadi alas kaki, saat seorang anak melontarkan kata-kata yang tak terduga dari bibir mungilnya.

Di dekat pantai, terdengar bunyi pedang-pedangan kayu milik Axijim yang saling beradu. Di tengah permainannya bersama sang ayah, tanpa aba-aba, Axijim berkata,

“Ayah, Ayah! Saat aku dewasa nanti, aku ingin menjadi penegak perdamaian dan keadilan di muka bumi ini,” ungkap Axijim dengan penuh semangat.

Saat itu, Axijim baru berusia sekitar 5 tahun.

Ayahnya tercengang mendengarnya. Ia bertanya dalam hati, “Bagaimana bisa anak seusianya memikirkan hal seperti itu?”

Sang ayah terkagum mendengar ucapan anaknya yang tidak terduga itu. "Bagus, anakku," ujarnya dengan perasaan kagum dan gembira.

"Jika kau besar nanti, jadilah seperti apa yang kau inginkan saat ini. Janganlah kau terlena dengan dunia, hingga kau lupa dengan kata-katamu itu," Cepheus, ayah Axijim, melanjutkan nasihatnya.

"Baiklah, Ayahku," jawab Axijim.

"Maukah kau tahu, nak, bahwa aku, ayahmu, sangat senang mendengar ucapanmu itu?" tanya sang ayah sambil memeluk anaknya. Air mata haru menetes di pipinya tanpa sepengetahuan sang anak.

Axijim telah mengungkapkan sesuatu yang sungguh luar biasa.

Sang ayah pun memberikan nasihat yang sangat berarti, yang akan selalu dikenang oleh Axijim. Nasihat emas itu menjadi motivasi diri bagi jiwa Axijim, kapan pun dan di mana pun.

Hari ini tidak akan pernah terlupakan dalam benak dan pikiran Axijim. Hari yang sangat bersejarah baginya.

**

Mentari mulai tergelincir ke ufuk barat, menandakan sore telah menjelang. Axijim dan sang ayah mengakhiri permainan pedang-pedangan mereka di tebing yang menjulang tinggi di atas tanah lapang, menghadap ke pantai yang indah dan memesona. Perasaan haru bercampur bahagia dan gembira menyelimuti hati mereka.

"Ayo, Nak. Hari sudah sore. Kita pulang. Ibu dan adik pasti sudah menunggu."

"Baiklah, Ayah."

Ayah dan Axijim pun berjalan pulang. Setibanya di rumah, mereka disambut dengan senyuman hangat oleh ibu dan adiknya yang sudah menunggu dengan sabar di depan pintu.

Salam, bu, dek. Selamat sore. Kami sudah sampai di rumah,” ucap Axijim.

“Selamat sore, Cassi,” ujar ayah pada istrinya, Cassiopeia.

“Sore semua,” jawab sang ibu dan adiknya.

“Ayo, kita bersiap untuk makan malam bersama. Ibu dan adikmu sudah menyiapkan makanan untuk kalian berdua,” lanjut Cassi.

“Benarkah? Terima kasih, ibu. Adek juga, makasih ya,” ungkap Axijim.

“Terima kasih ya, istriku,” ujar ayah dengan penuh kasih sayang.

(Ayah menghampiri Andromeda), “Terima kasih ya, Andromeda. Kau memang putri ayah yang rajin,” sambil mengusap kepala Meda, panggilan untuk Andromeda.

“Bagaimana dengan saya, Yah?” tanya Axijim dengan sedikit kecewa.

“Hey, kamu juga ya, anakku, Axijim,” sambil mengelus kepala anaknya sambil sedikit tertawa.

Mereka semua masuk ke dalam rumah untuk menyiapkan hal-hal yang perlu disiapkan.

Makan malam bersama pun dilaksanakan. Axijim membentangkan tikar sederhana, sedangkan Meda dan ibu menyiapkan makanan untuk dihidangkan di tikar tadi. Ayah hanya diam menanti saja, menunggu semuanya siap.

“Yeah, sudah siap, mari kita makan!” ucap Axijim bersemangat.

“Ayo!” lanjut Meda.

“Syukur atas semuanya, mari kita makan!” ayah meneruskan.

“Mari!” ibu juga meneruskan.

Mereka semua makan dengan lahapnya.

“Emm, enaknya,” puji Axijim.

Tidak ada makanan yang tersisa di atas tikar. Semuanya habis, ludes, tanpa bekas. Sepertinya mereka sangat lapar malam itu.

**

Sekilas tentang masa depan Axijim

Seiring waktu, Axijim tumbuh semakin besar. Ia semakin sering berlatih pedang bersama ayahnya. Kali ini berbeda, Axijim menggunakan pedang sungguhan, pemberian ayahnya. Ia tidak lagi bermain-main, melainkan berlatih dengan sungguh-sungguh. Dengan tekad kuat, Axijim bertekad untuk mewujudkan keinginannya. Selain berlatih pedang, Axijim juga sering berlatih panahan bersama ayahnya. Axijim juga sering menemani ayahnya berburu di padang rumput.

Azha dan Delphinus

Di bagian bumi yang lain, hiduplah seseorang bernama Azha.

Ia adalah seorang pengembala yang hidup sendiri. Setiap harinya, ia mengembalakan kambing, mulai pagi hingga sore menjelang.

Di dekat sungai Eridanus, Azha sibuk mengurusi ternaknya yang lumayan banyak.

Sambil bermain air di pinggir sungai, Azha menikmati kehidupan kecilnya. "Syukur pada Tuhan atas segala nikmat-Nya," ucap Azha dalam hati.

Riuk air berbunyi, menemani keasyikan Azha bermain. Kambing-kambing yang haus ikut bersuara ria, "mbek...mbek...mbek...", sembari meminum segarnya air sungai.

Ditemani Delphinus, seekor lumba-lumba air tawar yang begitu cerdas, ajaib, dan penurut dengan manusia, interaksi yang sungguh menyenangkan hati. Azha bisa bermain bersama hewan lucu dan pintar itu.

"Lucunya kau ini, Delphinus," puji Azha dalam hati.

Interaksi dengan Delphinus menghapus kesendirian yang mengahantui Azha. Ia terlupa akan semua kesedihannya. Azha selalu bersyukur kepada Sang Maha Kuasa atas berbagai karunia yang telah diberikan kepadanya.

.

.

.

Matahari sudah berada di arah barat. Beberapa jam lagi, ia akan tenggelam. Azha mulai beres-beres dari mengembalakan kambing-kambingnya di pinggir sungai Eridanus. Ia akan pulang saat itu.

(Melihat ke arah matahari) "Wah, matahari sudah akan tenggelam," ucap Azha.

"Aku harus segera beres-beres," lanjutnya.

Tak lama kemudian, ketika ia telah selesai beres-beres dan mulai beranjak pulang, tiba-tiba datanglah sebuah kapal menghampiri Azha.

"Shuttt!" (bunyi layar kapal tersebut dari kejauhan).

"Turunkan jangkar!" (berteriak) Perintah sang kapten yang terdengar oleh Azha.

"Baik, Kapten," jawab beberapa orang awak kapal yang kembali terdengar ditelinga Azha.

Karena sungai Eridanus merupakan sungai yang sangat besar dan juga dalam, membuat kapal sebesar itu bisa berlabuh dan bersandar di sana.

Kemudian...

"Krekkkk, krekkkk, krekkkk," pintu kapal pun terbuka dan bagian ujungnya menyentuh pinggiran sungai Eridanus, membuat tanah sedikit bergetar.

Tak lama kemudian, dari dalam kapal turunlah sang kapten dan beberapa awak kapalnya. Mereka menghampiri Azha, yang sedang berdiri mematung melihat kapal yang sungguh luar biasa itu.

Azha bertanya-tanya dalam hati, "Siapakah dia? Kenapa dia akan menghampiriku? Aku sendiri tidak mengenalnya."

Setelah berada tepat di depan Azha, sang kapten pun bersuara, "Salam, kau tak perlu takut. Aku hanyalah seorang pengembara."

Ia lalu bertanya, "Wahai anak muda, siapakah namamu?"

Azha menjawab dengan heran melihat laki-laki itu tersenyum, "Salam kembali, namaku Azha. Dan kamu siapa?"

Sang kapten memperkenalkan diri, "Namaku Jason, dan ini para Argonauts, beberapa orang awak kapalku."

Azha menggumam dalam hati, "Dari penampilan dan pakaiannya seperti seorang kapten, sepertinya ia orang baik."

Jason mengulurkan tangan, "Senang bertemu denganmu."

Azha berjabat tangan dengan Jason, masih dengan perasaan heran, "Aku juga, senang bertemu denganmu."

Jason bertanya, "Baiklah Azha, bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?"

Azha bertanya-tanya dalam hati, "Nah sekarang ia malah ingin bertanya sesuatu padaku. Apa yang mau ia tanyakan dariku?"

Azha menjawab, "Iya, tentu boleh."

Jason berkata, "Kalau begitu jika kau izinkan, aku ingin menawarkan diri menjadi temanmu. Apakah aku boleh menjadi temanmu?"

Azha kembali bergumam, "Ternyata ini yang mau ia tanyakan dariku. Sepertinya dia memang orang baik, tapi aku masih penasaran kenapa ia ingin jadi temanku? Baiklah aku terima saja ia menjadi temanku."

Azha menjawab, "Tentu boleh. Aku di sini hidup sendirian dan aku sangat berharap ada seseorang yang mau menjadi temanku."

Jason senang mendengarnya, "Terimakasih, syukurlah. Aku senang mendengarnya. Terimakasih banyak telah menerimaku menjadi temanmu."

Azha gantian bertanya, dengan masih merasa heran, "Tapi kenapa kau ingin menjadi temanku? Aku hanya orang biasa."

Jason menjawab, "Aku tidak peduli apakah kau orang biasa atau tidak. Aku hanya ingin memiliki teman. Dan aku merasa kau orang yang baik dan menyenangkan."

Azha tersenyum, "Terimakasih atas pujianmu. Aku juga senang bisa berteman denganmu."

Jason dan Azha pun menjadi teman. Mereka menghabiskan waktu bersama, saling bercerita dan tertawa. Azha merasa sangat senang memiliki teman baru.

Azha bertanya, "Oh ya, jika aku boleh tahu, asalmu dari mana dan siapakah kau sebenarnya, wahai Jason?"

Jason menjawab, "Oh tentu, akan aku jelaskan. Namaku Jason Navis. Aku berasal dari Kerajaan Nesia. Aku seorang kapten di sana. Aku dan para Argonauts memilih untuk menjelajahi lautan untuk menyelamatkan diri. Raja kami, Raja Orionus, telah dibunuh oleh saudaranya sendiri, Medeusa.

Medeusa terkena sihir jahat saat itu, dan dengan sihirnya, ia mengambil takhta kerajaan dari tangan kakaknya sendiri. Semua yang terkena sihirnya pasti akan mati dan berubah menjadi batu. Kami tidak mampu melawannya, jadi kami menyelamatkan diri. Untungnya, kami selamat.

Kami merasa sangat bersalah karena tidak dapat menyelamatkan Raja Orionus. Semua ahli sihir di kerajaan juga dikalahkan oleh Medeusa dan berubah menjadi batu. Kami menyelamatkan diri karena Raja memerintahkan kami untuk tetap hidup untuknya. Beliau tidak ingin kami membantunya jika kerajaan sedang terjadi masalah atau perang saudara. Beliau berkata, "Kalian tidak boleh membantuku jika kerajaan sedang terjadi masalah atau perang saudara. Jika kalian tetap ingin membantuku, maka cara kalian membantuku adalah dengan tetap hidup. Mengapa? Agar nama Kerajaan Nesia masih dapat terdengar di seluruh penjuru dunia berkat kalian."

Azha berkata, "Oh begitu rupanya. Asalmu sepertinya begitu jauh. Aku belum pernah mendengar nama kerajaan itu sebelumnya. Aku turut berduka mendengar kisahmu, wahai Jason."

Azha mulai merasa yakin bahwa kapten itu adalah orang baik. Ia bergumam, "Benar dugaanku, dia memang orang baik."

Jason menjawab, "Begitulah. Terima kasih atas bela sungkawanya."

Azha berkata, "Iya sama-sama."

Jason berkata, "Sebenarnya aku tidak ingin mengingat hal ini. Ini sungguh menyedihkan bagiku, tetapi tak mengapa. Biarlah, semua sudah berlalu."

Azha berkata, "Maafkan aku membuatmu mengingatnya kembali."

Jason berkata, "Tidak apa-apa, Azha. Itu tidak masalah bagiku. Aku hanya menyesal tidak diizinkan menyelamatkan rajaku sendiri."

Azha berkata, "Tetaplah semangat, Jason. Sebenarnya kau mengemban amanat yang lebih besar dari menyelamatkan rajamu, yaitu menyelamatkan harga diri kerajaannya."

Jason berkata, "Kau benar, Azha. Terima kasih."

.

.

.

Ini keinginanku dari dulu, ucap Azha dalam hati. Baiklah, kuutarakan sajalah pada Jason, kapten itu.

“Wahai Jason! Bolehkah aku nanti ikut denganmu mengembara lautan?” (mengungkapkan keinginannya).

Tanpa pikir panjang, Jason langsung menjawab, “Oh, tentu boleh Azha, dengan senang hati. Kau membuatku bahagia hari ini.”

“Yeah, terima kasih. Syukurlah, sungguh beruntung diriku. Akan tetapi, aku memiliki sebuah permintaan lagi kepadamu,” Azha meneruskan.

“Oh, apa itu? Sebutkan saja!” Jason merasa penasaran.

“Begini, aku kan seorang pengembala kambing. Kambingku banyak, jadi bolehkah aku membawa kambing-kambingku itu di kapalmu ketika nanti kita mengembara? Dan juga lumba-lumbaku? Ia sungguh ajaib, aku tidak tega meninggalkan mereka semua,” tanya Azha.

“Wah, ternyata itu yang mau kau tanyakan. Buat aku penasaran saja,” ucap Jason dalam hati.

“Tentu, Azha. Dengan senang hati, aku perbolehkan. Kau ini ada-ada saja,” (sedikit tertawa).

“Yeah, aku senang sekali hari ini,” ucap Azha dalam hati. Bertemu dengan orang baru dan mau menjadi temanku lagi.

“Terima kasih atas kemurahan hatimu, wahai Jason. Aku berhutang budi padamu.”

“Biasa saja, tidak usah berlebihan.”

“Hmm, bolehkah aku bertanya tentang lumba-lumbamu? Aku penasaran,” terus Jason yang heran dengan ucapan Azha bahwa lumba-lumbanya ajaib.

“Tentu saja boleh,” jawab Azha.

“Aku tidak melihatnya ke manakah ia?”

“Tunggu sebentar!”

Khwit..khwit..khwit.

Azha memanggil lumba-lumba kesayangannya dengan suara khasnya. Seketika itu pula, lumba-lumbanya muncul. Ia muncul di pinggir sungai, keberadaannya cukup jauh dari tempat bersandarnya kapal Argo Navis milik Jason.

"Itu dia!" tunjuk Azha. "Mari kita kesana menghampirinya!"

"Mari!" jawab Jason dan para Argonauts.

Kemudian, Azha, Jason, dan para Argonauts berjalan menghampiri lumba-lumba milik Azha.

"Perkenalkan semuanya, ini adalah lumba-lumba milikku, namanya Delphinus. Ia sangat cerdas dan penurut, mudah berinteraksi dengan manusia, dan ia sungguh begitu ajaib."

"Delphinus sungguh unik ya, ia bisa menuruti perintah manusia," puji Jason.

"Apakah nanti dia bisa mengikuti kita ketika mengembara di lautan?" tanyanya melanjutkan.

"Aku rasa bisa, nanti kita coba saja. Ia kan lumba-lumba yang pintar dan juga ajaib."

"Baiklah, aku yakin itu. Hmm, aku punya permintaan padamu."

"Tentu, apakah itu, Jason?"

"Begini, aku mau meminta izin, bolehkah kami bermalam di rumahmu untuk malam ini?" ucap Jason. "Untuk beristirahat, soalnya besok kita akan mulai pengembaraan kita."

"Dengan senang hati, Jason. Tapi, rumahku lumayan jauh dari sungai ini, bagaimana?"

"Itu tidak masalah," jawab Jason.

"Oke, baiklah. Tunggu sebentar ya."

Khwit..khwit..khwit.

Azha menyuruh Delphinus kembali bermain di sungai Eridanus.

"Ayo semua!" ajak Azha. "Kita harus bergegas, karena hari sudah mulai malam."

Mereka bergegas kembali ke rumah Azha, untuk bermalam hari itu.

Para Argonauts membawa obor sebagai penerang di jalan menuju rumah Azha. Mereka juga memberikan obor tersebut pada Azha dan Kapten Jason.

"Ini, tuan," ucap Argonauts, memberikan obor pada Azha.

"Terima kasih banyak," ujar Azha sambil tersenyum.

"Kapten, ini untukmu," kata Argonauts itu melanjutkan.

Azha pulang sambil menggiring kambing-kambingnya.

"Mau aku bantu?" ucap Jason.

"Tidak usah, nanti merepotkan. Kambingku cuma ada beberapa ekor saja kok."

"Ahh, tidak mengapa. Sini, berikan talinya sekalian belajar," kata Jason sambil tersenyum.

"Baiklah."

Mereka kemudian berjalan bersama-sama menuju rumah Azha sambil menggiring kambing.

.

.

.

Guru Draco dan Dua Sahabat

**

Di suatu pulau terpencil, di daerah yang jauh dari kerajaan, disanalah Sang Draco bertempat, menjaga sesuatu yang sangat berharga milik Raja Orionus, sesuatu yang hanya boleh dimiliki oleh penerus takhta Kerajaan Nesia.

Disana ada sebuah kampung yang unik, kampung itu diisi oleh berbagai macam makhluk dengan wujud tidak biasa.

Ada yang berwujud manusia sempurna.

Ada yang berwujud setengah manusia dan setengahnya lagi kuda.

Ada yang berwujud manusia tetapi kakinya, kaki kambing, dan yang lainnya.

Dengan semua perbedaan itu mereka semua tetap hidup tentram disana.

Draco sendiri merupakan makhluk berbentuk manusia sempurna akan tetapi ia bisa berubah wujud menjadi Naga, ketika ia menginginkannya.

...----------------...

...Sosok Centaurus...

...----------------...

Perkenalkan kedua sahabat itu. Yaitu Centaurus dan Sagittarius mereka adalah dua sahabat yang setia, pemberani, dan juga membela.

Mereka menemani sang Draco dalam menjaga BULU EMAS (Pedang Kerajaan Nesia)

Pedang itu adalah milik Raja Orionus, yang ia telah wasiatkan untuk digunakan memberantas kedzoliman dan menegakkan keadilan.

...----------------...

(Kilas balik)

Dihadapan orang orang terpilihnya, termasuk Panglima Besar Kapten Draco, Raja Orionus berwasiat "Wahai orang-orang terpilihku! aku wasiatkan pada kalian semua, jika aku telah tiada dan kerajaan ini dalam keadaan kacau balau maka siapapun itu juga, tolong selamatkan dan jaga baik-baik bulu emas ini! (sang raja menunjuk sebuah bulu emas yang terletak di sebuah wadah mewah). Bulu emas yang mempunyai motif unik Kerajaan Nesia.

Ketahuilah bahwa bulu emas ini adalah sebuah pedang yang akan menegakkan kembali titah Kerajaan Nesia pada waktunya nanti, dan pedang inilah yang akan digunakan untuk memberantas kedzoliman dan menegakkan keadilan, bulu emas ini akan berubah menjadi sebuah pedang hanya apabila dipegang oleh salah satu keturunanku yang pantas menjadi seorang Raja pewaris tahta Kerajaan Nesia."

Itulah wasiat yang cukup panjang, yang pernah disampaikan Raja Orionus pada orang-orang terpilihnya.

...----------------...

.

.

.

Centaurus dan Sagittarius.

Mereka berdua adalah makhluk unik dengan bentuk tubuh setengah kuda dan setengah manusia.

...----------------...

...Sosok Sagittarius...

...----------------...

Mereka berdua adalah murid Draco yang merupakan Panglima Besar Raja Orionus, Raja Kerajaan Nesia.

Sebenarnya tidak hanya mereka berdua yang menjadi murid Draco di kampung itu, ada beberapa anak muda yang lainnya, yang juga menjadi murid Draco.

.

.

Sagitt dan Centa adalah panggilan mereka berdua.

.

.

Mereka setiap hari dilatih oleh Draco tentang teknik berperang, bela diri, berpedang, dan memanah.

Hari itu, mereka berdua sedang berlatih memanah bersama Draco.

"Centa! Sagitt! hari ini kita akan berlatih memanah" ucap Guru Draco.

"Baik guru" jawab mereka berdua.

Draco mengajari mereka memegang busur panah dan menarik anak panah yang benar dan sempurna.

"Baiklah, sekarang perhatikan baik-baik apa yang aku lakukan."

(Ia mencontohkannya).

Mereka memperhatikan gurunya dengan seksama.

"Apa kalian sudah paham?."

"Kami lumayan paham guru."

"Baiklah, kalau begitu akan aku letakkan target panahan buat kalian."

Draco kemudian meletakkan target panahan sekitar 180 hasta dari mereka berdiri.

Target itu ia letakkan di antara pohon-pohon.

"Centa! Sagitt! panahlah target tersebut! aku beri waktu kalian seharian penuh, lesatkan sepuluh anak panah saja ke tengah target.

Aku beri jatah 30 anak panah pada kalian, lakukanlah perintahku ini dengan baik." Perintah guru.

"Baik guru" jawab mereka.

Draco memerintahkan mereka berdua untuk memanah mengenai target tersebut, diberi waktu sehari, untuk dapat melesatkan sepuluh anak panah saja tepat di tengah target dengan jatah 30 anak panah, itulah latihan yang diberikan Draco kepada mereka.

"Jika kalian gagal maka kalian akan menerima hukumannya" ucap Guru Draco melanjutkan.

Jika mereka tidak berhasil maka esok hari mereka harus memotong rumput sebagai hukumannya selama seharian penuh.

Akan tetapi, hari itu mereka belum berhasil melaksanakan tugas Draco, tidak ada satupun anak panah yang mengenai sasaran apalagi mengenai tengah target.

"Aduh (mengeluh) Centa bagaimana ini ?, kita belum berhasil, kita harus siap menanggung hukumannya."

"Benar Sagitt, kita harus siap menanggungnya."

Setelah seharian penuh, guru Draco kemudian mendatangi mereka lalu berkata "Karena hari ini kalian belum berhasil melakukan tugasku dengan baik, maka kalian harus siap mendapatkan hukumannya, hukuman untuk kalian adalah memotong rumput selama sehari penuh lalu bagikan rumput rumput tadi pada warga yang memiliki ternak, supaya hukuman kalian ada manfaatnya bagi orang lain."

"Baik guru".

"Guru memang orang yang bijak" gumam Centa.

Akhirnya, di esok hari mereka harus memotong rumput disekitar rumah Draco, rumah mereka, di hutan, dan tempat lainnya selama seharian penuh sebagai hukumannya,

(Sepertinya sungguh melelahkan bagi mereka ya...),

Setelah selesai menjalani hukuman, mereka juga harus membagikan rumput-rumput tadi kepada warga di kampung tempat mereka tinggal, sebagai umpan ternak-ternak warga.

Satu per satu rumah warga yang memiliki ternak mereka datangi, dan mereka bawakan seikat rumput untuk umpan ternak mereka.

Warga pun senang dengan tindakan mereka,

meski mereka kayaknya agak terpaksa.

"Hei, Sagitt. Kita harus lapang dada menjalani hukuman ini" nasihat Centa pada sahabatnya.

"Baiklah apa boleh buat."

.

.

.

Hari berikutnya Draco memberi tugas yang sama pada kedua sahabat tersebut,

"Centa, Sagitt lakukanlah tugasku yang kemarin dengan baik, jika kalian gagal pasti kalian sudah tau harus melakukan apa."

"baik guru, kami akan berusaha melaksanakan tugasmu dengan baik."

Mereka pada hari itu hanya bisa melesatkan masing masing 3 buah anak panah yang mengenai tengah target,

esok harinya mereka berdua kembali menjalani hukuman yang sama yang telah dijelaskan oleh Draco,

"Kenapa guru selalu memberikan hukuman yang sama ya pada kita?" tanya Centa pada sahabatnya.

"Aku tidak tahu mengenai hal itu" jawab Sagitt.

"Sudahlah kita ikuti saja perintah guru" terusnya.

Hal itu terulang sampai lebih dari 10 hari.

Dan akhirnya mereka berhasil menjalankan tugas dari Draco dengan sempurna.

"Sudah 14 anak panah menancap tepat ditengah target, ini anak panah terakhir, semoga ini berhasil" ucap Centa.

"Benar semoga ini berhasil" jawab Sagitt.

Mereka kemudian menarik anak panah berbarengan dan...

Sssstttt

anak panah mereka melesat.

Ceppp

bunyi anak panah mereka menancap ditengah target.

"Yeah kita berhasil Sagitt, kita berhasil" ucap Centa kegirangan.

"Benar Centa akhirnya kita berhasil melaksanakan tugas Guru Draco dengan sempurna, pasti guru akan sangat senang mengetahuinya."

Mereka berhasil melesatkan 15 anak panah tepat ditengah target yang diberikan oleh Draco, hasil itu melebihi dari yang diinginkan Draco, (Draco sangat senang mengetahuinya).

"Bagus muridku kalian benar-benar berhasil" ucap Draco pada mereka.

Draco mendatangi Centa dan Sagitt.

"Centa, Sagitt, apakah kalian tau hikmah dibalik hukuman yang kalian jalankan selama ini? " tanya Draco.

"Kami tidak tahu, wahai guru" jawab mereka berdua.

"Hikmahnya adalah hukuman itu bertujuan untuk menguatkan tangan-tangan kalian dan melenturkan otot ototnya, agar kuat dan kokoh ketika memegang busur dan menarik anak panah, serta melatih kesabaran kalian ketika menerima hukuman" jelas Draco.

**

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!