arghhhh aku sampai lupa kapan aku tertidur pulas…”keluh Sancha mengelap meja kaca di ruangan vvip.
“aduh cha,kamu banyak lenguh akhir-akhir ini,biasanya tidak..apa ada yang terjadi di rumah mu..?”tanya Meka yang juga berada di ruangan yang sama dengan Sancha.
Sancha melirik kearah Meka yang tak jauh dari dirinya..”apa aku salah meminta tuhan adil kepada aku Ka..?”
Meka menggeleng..”terkadang kesan nya dunia memang tidak adil sama kita saat ini Cha,tapi kita juga gatau apa yang akan kita dapatkan ke depan nya..”
“kamu gamau jadi penasihat hukum saja Ka..?kasihan tau gelar sarjana kamu di sia-siakan..”tanya Sancha polos
Meka kembali menggeleng..”bukan hobi aku disana Cha,sudah yuk,dengar nya bakal ada tamu vvip lagi..”
Sancha tersenyum..”kita akan mendapatkan tip lagi nih,”ujar Sancha mendorong keranjang berisi piring kotor.
“saya gamau tau,lanjutkan penerbangan untuk barang itu…!”(nar koba) bentak pria gagah dan kokoh yang menggebrak meja ruangan nya.
“siap tuan.”jawab Ali buru-buru keluar..
saat ali keluar,Amar masuk dengan membawa Ipad di tangan kanan nya..
lalu membacakan jadwal Alaska (Tuan / Ceo)
“selamat siang tuan,hari ini ada meeting dengan 3 klien dan setelah itu kita akan datang ke pernikahan Tio(abg kandung Alaska.)
Alaska melirik Arloji nya..”apa 3 meeting itu berdampak besar dan bernominal besar..?”
Amar menjelaskan..”klien pertama berasal dari Singapura,Klien kedua dari Shanghai dan Ketiga dari Dubai…”
Alaska berdiri..”mana yang paling besar nominalnya..?”
Amar tak langsung menjawab,ia menggeser ipad -nya lalu menampilkan data ringkasan dari ketiga klien Alaska.
“klien dari shanghai menawarkan kerja sama jalur ekspor minyak sistentis ilegal ke laut cina selatan( 12jt dolar per kuartal)
“lalu klien singapura transaksi cripto untuk pencucian uang,nilai awal 4 juta dolar bisa tumbuh menjadi 15jt dolar dalam 3 bulan.”
“lalu dengan dubai…?”tanya Alaska sambil memandang pemandangan dari gedung tinggi milik dirinya pribadi.
“Klien Dubai…” Amar menarik napas, “…mengajukan pendanaan senjata jarak jauh untuk pasar Afrika Timur. Risiko tinggi. Tapi jika berhasil nilai bersih 20 juta dolar dalam dua minggu.”
Alaska menyeringai kecil, lalu menyalakan cerutunya.
“Baik. Singapura dan Shanghai, lanjut. Dubai? Tunggu. Aku ingin tahu siapa yang menjamin mereka.”
Ia menatap Amar dalam-dalam, lalu berjalan ke arah meja dan mengambil jas hitamnya.
“Dan soal pernikahan Tio…” katanya, suaranya lebih rendah kini, “…siapkan tim pengaman penuh. Aku mencium sesuatu yang tidak beres akan terjadi.”
Amar mengangguk tanpa banyak tanya, lalu mencatat perintah itu.
ruang rapat lantai 40 perusahaan Mahendra.
Tirai jendela otomatis terbuka. Cahaya matahari menyinari ruangan rapat yang didesain seperti lounge jet pribadi. Alaska duduk di kursi utama, mengenakan setelan hitam pekat dengan kemeja abu-abu gelap. Di belakangnya, dua pria berdiri diam Ali dan Amar.
Tiga meeting berlangsung secara bergantian.
Klien Pertama – Mr. Chen dari Shanghai
Pria tua bermata sipit dan bertato naga di lehernya duduk sambil menyeruput teh.
Mr. Chen “Kami akan membuka pelabuhan kecil di Hainan. Tapi kami perlu jaminan bahwa tak ada intervensi dari jalur Filipina.”
Alaska: menjawab dengan dingin…”Kapal kami tak pernah terlihat. Kami bukan penyelundup. Kami pengangkut kepercayaan.”
Mr. Chen mengangguk, puas. Tanda tangan digital pun dilakukan. Transaksi berjalan lancar.
Klien Kedua – Leonard Tan dari Singapura
Pria muda dengan setelan putih dan senyum tipis. Ia membawa portofolio bisnis yang dipenuhi celah hukum.
Leonard Tan: “Kita bicara sistem cuci yang bersih, bahkan bank Swiss tak menyadari ini. Tapi… kami ingin jaminan proteksi digital dari pihak Anda.”
Alaska: (menoleh ke Amar) “Siapkan firewall lapis tiga. Gunakan ‘Protokol Embun Pagi’. Tak boleh ada jejak.”
Amar mengangguk.
Alaska: “Lanjutkan.”
Deal kedua berjalan.
Klien Ketiga – Abdullah Al-Faraj dari Dubai
Pria Arab dengan cincin berlian besar di setiap jari dan dua pengawal berjubah hitam.
Abdullah: “Kami butuh pasokan dalam 10 hari. Senjata, drone, dan pelatihan. Uang muka kami bayar sekarang.”
Alaska mencondongkan tubuhnya.
Alaska: “Siapa yang menjamin pelabuhan pengambilan? Siapa yang menjamin pengirimanmu tidak akan diledakkan di tengah laut?”
Abdullah: (suaranya rendah) “Riyadh. Dan seorang jenderal dari militer Sudan.”
Alaska diam. Ia mengetuk-ngetuk meja.
Alaska: “Aku belum yakin. Tunggu kabar. Jika kami setuju, kamu akan menerima sandi ‘Langit Ketiga’ di jam 3 pagi besok.”
Abdullah terlihat kecewa namun mengangguk hormat, lalu meninggalkan ruangan.
Setelah ketiganya pergi, Alaska bangkit dan merapikan dasinya.
Alaska: (kepada Amar) “Lima jam ke pernikahan Tio. Pastikan semua barang di gudang Selatan dikunci. Hari ini tak boleh ada
Pernikahan Tio dan Nadya Villa Memas Milik Keluar
Mahendra.
Alaska turun dari mobil hitam panjang nan mewah,di sambut dengan lampu sorot dan puluhan pelayan dan tamu undangan yang kalangan atas,Musik mahal mengalun,berbagai macam bunga menggantung di setiap sisi gedung dan gerbang utama,pengawal berdiri tegap dan hormat kepada Alasan.
Tio adalah anak pertama dari keluar Mahendra,memiliki karakter yang berbeda dari Alaska,Tio cerita dan terbuka,berdiri di atas pelaminan tersenyum bahagia bersama Nadya yang sudah sah menjadi istri nya.Namun di balik kebahagiaan yang sekali seumur hidup ini,senyuman tidak dapat di artikan sebagai kebahagiaan melainkan sebagai topeng untuk bersembunyi dalam melumpuhkan keluarga Alaska.
Amar menyodorkan earset kecil.
Amar: “Tuan, seseorang dari pihak Dubai terlihat di antara tamu. Bukan undangan resmi.”
Alaska menoleh, matanya menajam.: “Jangan buat kekacauan. Tapi siapkan penembak diam di balkon barat.”
Tio menatap ke arah adiknya, tersenyum lebar. Tapi Alaska hanya membalas dengan anggukan tipis pikirannya tak pernah benar-benar tenang.
pernikahan ini akan menjadi malam yang panjang menurut Tio Alchui Mahendra
Sancha merasa tubuhnya sangat rapuh,cacian,maki dan pukulan ia dapat didalam rumah ini,dan sekarang ia harus menuruti perintah dari ibu tirinya..
“kau harus menjebak Alaska Alchui Mahendra mafia besar di negara ini dan di segani,kau harus bisa mendapatkan uang dari dirinya,..”ujar Sinta menjambak rambut Sancha..
“Ma,lepaskan rambut ku bisa botak…sampai kapan pun aku tidak mau menjajahi tubuh ku ke pria lain,kecuali suami ku kelak..”lawan Sancha dengan mata yang tajam dan berani.
Sinta menyeringai…dan tertawa kecil seakan mengejek..”apa aku harus buat papa mu membusuk di dalam rumah sakit itu Sancha…! kau pikir hidup ini murah Sancha…?!” ujar Sinta murka menendang tubuh Sancha.
ia tak merasakan sakit,melainkan jantung berdetak kencang saat sinta mengancamkan akan menghabisi papa nya,ia benar-benar kacau akan hal ini…
Namun Siapa sangka Sancha menyetujui perintah dari ibu tirinya…Sancha datang dengan baju Ob yang sudah di atur oleh Sinta mama tirinya,Fyi keluarga Sancha bisa dibilang keluarga yang sederhana,tapi karena sang mama tiri yang sudah terbiasa hidup mewah kini merasa gila tidak bisa membeli apapun,maka dari itu ia ingin menjadikan Sancha Pion nya.
dengan rambut cepol,tangan kanan menggenggam lap kecil,dan meyakinkan dirinya hanya seorang Ob biasa. Sancha meronggoh saku pakaian nya…ia melihat ada sebuah kertas kecil berisikan obat yang sudah diberikan sinta kepada dirinya.
“Alaska,argh menyebut nama nya saja aku sudah takut,apalagi aku harus melayani dirinya,itu akan membuat ku mati sia-sia di atas ranjang yang mewah tapi dengan darah yang mengalir dari sisi sensitif ku…”gumam Sancha bingung harus bagaimana..
tangan nya gemetar,ia menghela nafas panjang,berusaha mencari cara lain,namun jantung nya tetap berdegup kencang seakan ingin melompat keluar.
“Tapi jika aku tidak melakukannya… Papa akan mati. Aku akan kehilangan satu-satunya alasan untuk bertahan hidup.”
kepalanya menunduk,seakan kehilangan cara berpikir,menyandarkan dirinya ke dinding besar dan lebih mahal dari rumah nya. Namun tiba-tiba, suara langkah sepatu kulit terdengar dari ujung koridor. Irama langkah yang tenang… namun tajam. Aura kekuasaan menyelimuti ruangan.
Sancha Mematung,”i-itu dia alaska ya itu tuan Alaska,aduh aku harus gimana,bahkan otak ku tidak bisa berpikir..”
Sancha seakan frustrasi,ia bingung harus bagaimana,yang ia ingat hanya menjebak seorang Alaska..Sancha masih terdiam di lorong,nafas nya tersengal-sengal walaupun tubuh nya tak berlari,tangan nya berkeringat,tapi ia tidak ada ahli dalam menggoda pria,badan nya yang kucel dan jelek ini bagaimana bisa seorang Alaska bisa tergoda dengan dirinya.
ia melangkah,mengikuti kepada Lift Alaska berhenti,dan melihat Alaska sudah memasuki kamar,lagi-lagi Sancha mencoba membuang jauh air matanya.
Ceklek.
Pintu ruangan terbuka perlahan. Sancha menyelinap masuk dengan hati-hati. Lampu ruangan temaram. Wangi tembakau mewah dan parfum maskulin mahal langsung menusuk inderanya.
Di balik jendela besar, siluet seorang pria tampak duduk di kursi eksekutif dengan kepala tertunduk.
Ya itu adalah alaska yang tengah menahan hasrat nya,ia baru saja di jebak melalui minuman..badan nya seakan berkeringat.
Jasnya terbuka, dasi longgar, dan beberapa kancing kemeja terbuka. Keringat membasahi pelipisnya. Dadanya naik turun cepat. Matanya sayu… liar… dan berkabut.
Ada yang salah.
Sancha menyadari dengan cepat—pria itu sedang dalam pengaruh sesuatu. Wajahnya menegang, dan tangannya mencengkeram sandaran kursi seolah berusaha menahan dorongan dari dalam tubuhnya.
Obat perangsang.
Mungkin musuhnya menjebaknya. Mungkin ada yang ingin Alaska terlihat lemah… tergoda… dan kalah.
Sancha menahan napas. Ia seharusnya memanfaatkan ini. Ia hanya perlu mendekat… bicara manis… dan jebakan pun akan dimulai.
Tapi hatinya memberontak.
“Bukan seperti ini caranya…”
Ia menggigit bibir bawahnya, tubuhnya gemetar.
Tiba-tiba, suara Alaska parau memecah keheningan.
“Siapa… kau…?” tanyanya dengan suara berat dan serak. Matanya setengah tertutup tapi tetap mengarah ke Sancha dengan naluri penuh kekuasaan.
Sancha kaget. Ia nyaris mundur.
“A-aku… hanya pembersih ruangan, Tuan…” jawabnya gugup, matanya tak berani menatap langsung.
Alaska bangkit perlahan dari kursinya. Langkahnya tidak stabil. Tubuhnya tegap tapi goyah. Aura panas menjalar dari dirinya, bukan hanya karena obat yang bekerja, tapi karena kekacauan batin yang sedang melanda pikirannya.
“Kenapa…kau bisa masuk kedalam ruangan pribadi ku…?bahkan kau berani masuk dengan seragam kucel kau itu…!”ucapnya dengan nada tajam mendekati Sancha,setengah menahan diri.
Sancha bergidik.
Ia ingin lari. Tapi kakinya kaku.
“Aku harus pergi sekarang, Tuan…” bisiknya sambil mundur perlahan.
Namun tiba-tiba, Alaska mengayunkan tangan bukan untuk menyentuh, tapi untuk menyangga tubuhnya sendiri yang nyaris jatuh.
Sancha langsung bergerak. Refleks. Ia menangkap lengan Alaska agar pria itu tidak roboh. Dan di saat itu mata mereka bertemu dari jarak sangat dekat.
Sorot mata Alaska berubah.
Dalam sekejap, dari penuh gairah… menjadi bingung… lalu luka. Seolah untuk sesaat, ia bukan seorang mafia kejam… tapi seorang pria yang tersesat di tengah racun dan jebakan dunia.
Sancha menahan napas.
“Tuan…” bisiknya lirih.
Alaska mengerjapkan mata. Nafasnya berat. Tapi ia menangkap sesuatu dalam nada suara gadis ini. Bukan kepalsuan. Bukan tipu daya. Tapi ketulusan… dan rasa takut.
“siapa kau sebenarnya…?” tanyanya pelan, namun hasrat tubuh Alaska tidak bisa ia tahan,saat ini emosinya ingin meledak,ia menarik lengan Sancha kedalam ruangan pribadinya..
Sancha kaget sejadi jadinya,ia tidak mau kesucian nya di ambil…
“tuan,saya mohon,jangan sentuh aku..bu-bukan aku yang menjebak anda…”
Alaska menahan gejolak di tubuhnya..”tapi dari gerak gerik kau,kau akan melakukan hal yang sama,jadi itu sama saja kau ingin menjebak ku…”
Sancha langsung menggeleng cepat…”tidak tuan..aku benar-benar tidak melakukan nya,aku berani sumpah demi ayah ku,aku mohon lepaskan aku…”
“sudahlah,kau sama seperti wanita lain nya,kau itu sudah banyak di gunakan oleh pria di negara ini..”jelas Alaska merobek seluruh baju Sancha..
tubuh Sancha gemetar sejadi jadinya..
air matanya jatuh begitu saja,ia mundur secara perlahan namun tangan kekar alaska masih kuat di banding tubuh nya.
“tuan,aku mohon..”lirih Sancha ketakutan saat melihat mata Alaska yang sudah memerah..
tubuh Sancha di angkat dengan satu tangan dan di jatuhkan di bed besar milik Alaska..
“tuan aku mohon,aku hanya di suruh oleh ibu tiri ku,lepaskan aku,aku benar-benar belum pernah melakukan hal semacam ini,aku mohon tuan…!”lirih Sancha menangis..
Alaska memaksa Sancha,ia membuat Sancha tertidur atau di bawah tubuh nya,Alaska membungkam bibir Sancha,Sedangkan Sancha terus memukul mukul dada keker Alaska.
itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap Alaska,ia sudah tidak bisa mengontrol dirinya,ia segara meraih tubuh Sancha dan malam itu menjadi saksi bisu kehilangan nya kesucian Sancha,gadis ceria dan cantik.
Sancha terus menangis,kalau saja ia bisa berteriak ia akan berteriak di telinga Alaska.
Sancha bangkit..lalu saat berdiri Alaska keluar dengan wajah yang tajam.
Alaska melemparkan cek yang jumlah nya sangat susah untuk di jangkau oleh Sancha.. sekitar 6.145Usd atau sekitaran 100jt..
“pergi dan jangan pernah menunjukkan wajah mu di negara ini…”
Sancha melirik..ia mengambil cek tersebut, “untuk itu,kau tak perlu mengatur ku tuan Alaska terhormat..!”jawab Sancha dengan berani keluar dari ruangan Alaska.
Ia keluar dari ruangan tersebut dengan pakaian yang sama dengan malam itu,bahkan rambut nya yang acak-acakan,ia sangat dendam dengan Sinta,ia berjanji akan membuat hidup sinta berantakan setalah ini…Sancha berteriak di dalam lift yang hanya dirinya seorang.
Sancha menggenggam cek itu erat, matanya merah membara. Rasa sakit di tubuhnya kalah dibanding luka yang mengoyak harga dirinya. 6.145 dolar—jumlah uang yang mungkin bisa menyelamatkan ayahnya, tapi juga simbol penghinaan yang tak bisa ia lupakan.
Ia melangkah ke arah pintu, tapi sebelum benar-benar keluar, ia menoleh sebentar.
“Untuk itu…” katanya dengan suara bergetar namun tegas,
“kau tak perlu mengaturku, Tuan Alaska yang terhormat. Uang ini akan aku gunakan untuk menyelamatkan nyawa. Tapi kehormatanku… tidak bisa kau beli.”
Pintu tertutup di belakangnya dengan bunyi klik yang dingin.
Gedung Mahkota.
Sancha keluar dengan langkah cepat. Rambutnya acak-acakan, pipinya masih basah, dan napasnya memburu. Beberapa karyawan melirik—ada yang kasihan, ada yang pura-pura tak melihat.
Tapi Sancha tak peduli.
Ia menaiki taksi tua di luar gedung, memegang cek itu seperti benda beracun. Tangannya gemetar, namun di mata Sancha, tampak ada sesuatu yang berbeda sekarang: nyala perlawanan.
Ruangan Kerja Alaska Alchui Mahendra.
Alaska berdiri di balik jendela tinggi. Tatapannya kosong, rahangnya mengeras. Tangannya mengepal, tubuhnya tegap—tapi batinnya… kacau.
“apa yang telah aku lakukan kepada wanita itu,tapi itu adalah hukuman untuk nya,karena telah berani mencoba menjebak seorang Alaska.”
Alaska menarik napas dalam, tapi hanya menemukan kekosongan. Tangannya meraih gelas wiski yang belum disentuh, lalu melemparkannya ke dinding.
BRAKKK!
Pecahan kaca berhamburan.
Ali, tangan kanan Alaska, masuk terburu-buru dengan laporan.
“Tuan, saya baru dapat info dari jaringan kita obat yang tadi… itu bukan milik kita. Ada pihak luar yang menyelundupkannya ke minuman Anda.”
Alaska menoleh cepat.
“Selidiki,bawa dia ke ruangan bawah tanah…!”
Ali mengangguk serius.”siap tuan,saya akan mendapatkan siapa yang berani bermain dengan anda.”
Mata Alaska memicing. Namun bukan karena marah—melainkan karena bingung. Ia membayangkan mata Sancha… air matanya… suaranya yang memohon… dan caranya pergi dengan kepala tegak.
Dan kini… Alaska tak tahu lagi siapa yang patut ia percayai.
kamar Kecil Sancha..(Malam Hari setelah kejadian yang menimpa dirinya.)
Sancha duduk di lantai sempit. Ia menatap cek yang kini terlipat dan basah oleh air mata. Di sebelahnya, sebuah foto ayahnya—terbaring di rumah sakit dengan selang infus.
“Aku membayar harga terlalu mahal untuk bertahan…” bisiknya.
Ia memeluk lututnya, lalu bertekad.
“Tapi aku akan hidup. Aku akan selamat. Dan suatu hari nanti… pria itu akan melihat siapa sebenarnya aku.”
malam itu,Sancha berencana pergi meninggalkan Canada dan akan pergi ke pelosok yang tidak ada jaringan mencari dirinya,dan ia sudah berdiskusi dengan sahabat karib nya Meka.
Meka memiliki rumah tua namun masih bagus di luar kota Canada,New York,Sancha akan tinggal disana,ia bertekad tidak akan kembali,setalah ia menyelesaikan semua nya di Canada,mencukupi masalah ayah nya,memindahkan ayah nya ke panti orang tua untuk sementara waktu,supaya sinta tidak mengetahui nya dan berbuat jahat lagi.
MALAM TERAKHIR DI CANADA – APARTEMEN SEDERHANA
Sancha menatap koper kecil di hadapannya. Isinya hanya pakaian secukupnya, beberapa dokumen penting, dan foto ayahnya yang selalu ia simpan di dompet. Ia menghela napas panjang, seolah sedang mengucapkan selamat tinggal pada versi dirinya yang lama—gadis yang pernah menangis diam-diam, yang pernah dijatuhkan, tapi tak pernah dibiarkan hancur sepenuhnya.
Di sampingnya, Meka, sahabat karibnya, memasukkan alamat dan nama samaran ke tiket bus antarkota yang akan membawa Sancha ke New York.
“Semua sudah kuatur. Di sana, kau bisa mulai lagi. Tak ada yang akan mencarimu di rumah tua itu.”
Sancha menatap Meka, matanya merah. “Terima kasih… aku nggak tahu bagaimana hidupku kalau nggak ada kamu.”
Meka tersenyum pahit. “Aku cuma melakukan apa yang sahabat sejati lakukan. Kau pantas punya kesempatan kedua.”
rumah sakit,malam yang sama.
Sancha berdiri di samping tempat tidur ayahnya yang sedang tertidur tenang. Selang infus masih terpasang, tapi wajahnya tampak lebih baik dari sebelumnya. Ia baru saja menyelesaikan proses administrasi untuk memindahkan ayahnya ke panti perawatan lansia yang aman dan bersertifikasi.
“Aku titipkan Papa dulu ya… di tempat yang tak bisa dijangkau Sinta.” bisiknya sambil membelai tangan ayahnya dengan lembut.
Ia menatap ayahnya dengan senyum getir, lalu menambahkan dalam hati:
“Aku akan kembali saat aku sudah cukup kuat untuk membawamu pergi dari semua ini selamanya.”
Stasiun Antar Kota.
Angin malam menusuk kulit. Sancha mengenakan hoodie gelap dan topi untuk menyembunyikan wajahnya. Ia memeluk koper kecilnya erat-erat, berdiri di antara penumpang lain yang tak mengenalnya.
Meka berdiri di kejauhan, mengawasi sambil menahan air mata.
Sebuah bus dengan tujuan “New York – Utara” tiba perlahan. Lampu remnya menyinari wajah Sancha.
Sebelum naik, Sancha menoleh sekali lagi pada Meka. Tak ada kata perpisahan. Hanya anggukan singkat… dan senyuman kecil penuh makna.
Pagi Indah Di New York.
Sebuah rumah kayu tua berdiri tenang di antara pepohonan. Kabut pagi menggantung rendah. Tak ada suara kendaraan. Hanya burung dan desir angin.
Pintu terbuka perlahan.
Sancha masuk ke rumah itu. Sunyi. Aman. Jauh dari dosa dan luka.
Ia berdiri di tengah ruang tamu. Lalu tersenyum kecil.
“aku masih hidup…” bisiknya. “Dan Ini Awal Baru untuk seorang Sancha Mawalni Argarit.”
Rumah Sinta – MALAM HARI
Braaakk!!
Vas bunga antik pecah menghantam dinding.
Sinta, dengan gaun mewah dan rambut acak-acakan, berdiri di tengah ruang tamu yang porak-poranda. Napasnya memburu. Matanya membara. Tangan kanannya memegang secarik kertas—salinan bukti transaksi bahwa Sancha mencairkan cek dari Alaska.
“Berani sekali anak jalang itu membawa kabur uangku!!” raungnya.
Asisten rumah tangga hanya bisa berdiri membeku di sudut ruangan, takut jika menjadi sasaran berikutnya.
“Sudah kubentuk dia seperti boneka, dan sekarang dia melawan?! Meninggalkan negara ini?!”
Sinta menghempaskan semua dokumen ke lantai. Ia menghampiri meja kaca dan membuka laci tersembunyi. Di dalamnya ada satu benda kecil: ponsel khusus dengan satu kontak rahasia.
Ia menekan nomor itu. Suaranya berubah dingin, seperti es yang melelehkan kesabaran.
“Cari dia. Gadis bernama Sancha. Terakhir terlihat di Canada. Gunakan semua sumber daya kita. Periksa semua rumah sakit, bandara, bahkan penginapan kecil. Aku tak peduli berapa biayanya—aku ingin dia kembali padaku. Hidup… atau remuk.”
Telepon ditutup.
Sinta duduk di kursi tinggi, menyalakan rokok dengan tangan yang masih gemetar.
“Kalau aku tak bisa menjualnya ke Alaska… maka aku akan menjual dendamku.”
Senyumnya perlahan muncul… senyum mengerikan dari seorang wanita yang merasa kehilangan kendali atas boneka yang dulu ia atur seperti mainan.
AGEN RAHASIA SINTA BERGERAK
Beberapa pria berpakaian hitam mulai menyebar ke berbagai sudut kota. Mereka membawa foto Sancha, berpura-pura menjadi turis, sopir taksi, teknisi, bahkan penjaga hotel.
Mereka menanyakan satu pertanyaan:
“Apakah kalian pernah melihat gadis ini?”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!