NovelToon NovelToon

Other Storyline Zero (Infinity Room)

Infinity Room

Terlihat seorang laki-laki sangat tampan dengan rambut panjang hitam terurai tersadar bahwa dirinya tengah duduk di sebuah kursi, dalam ruangan remang-remang yang sunyi.

Ia mengenakan pakaian serba hitam: mantel panjang dan kemeja kancing atas terbuka memberikan aura misterius sekaligus elegan.

“Huh?” gumamnya pelan, menoleh ke sekeliling.

Nama pria itu- tak lain adalah Rian Andromeda. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah empat dinding bata, satu meja tua, kursi tempatnya duduk, dan sebuah pintu kayu merah berbentuk persegi tepat di depannya.

Tiba-tiba, ingatan tentang kejadian terakhir sebelum kegelapan menyergap kembali dengan tajam ke benak Rian.

“Aku… mati?” bisiknya, ekspresinya sulit dipercaya.

Namun tak butuh waktu lama sebelum fokusnya berpindah ke hal yang jauh lebih penting.

“Tunggu… wajahku! Bagaimana dengan wajahku!?”

Nada panik itu terdengar tulus, bagi Rian, kehilangan hidup mungkin bisa diterima... tapi kehilangan ketampanan? Itu mimpi buruk.

Karena itu, Rian segera menggeledah setiap saku pakaiannya, panik mencari satu hal paling berharga dalam hidupnya- cermin.

Namun, semua saku kosong.

Tak ada dompet, tak ada permen, dan yang paling penting... tak ada cermin saku. Seolah seluruh benda pribadinya menguap begitu saja.

“Tidak mungkin…” bisiknya, ngeri.

Namun Rian bukan tipe pria yang mudah menyerah, terutama jika menyangkut wajahnya. Ia langsung turun dari kursi, merangkak ke lantai, mengais-ngais dengan harapan menemukan cermin yang mungkin jatuh.

Dan saat itu juga—

[Selamat! Anda terpilih sebagai Envoy dengan nomor seri 90.000 untuk memasuki Infinity Room!]

[Memulai instalasi untuk pemula!]

[Selesai!]

Duk!

Suara mekanis tiba-tiba menggema di kepalanya, mengejutkan Rian hingga kepalanya terbentur keras ke bagian bawah meja.

“Aduh...” rintihnya, meringis sambil memegang kepala.

“Instalasi? Apa maksudnya semua ini?!” serunya, setengah kesal, setengah bingung.

Lalu dengan nada lebih serius, atau lebih tepatnya, dramatis, Rian bergumam,

“Wajahku ini jauh lebih penting dari instalasi aneh-aneh…”

[Infinity Room, dunia yang diciptakan oleh dewa utama Infinity Room]

[Dunia ini terhubung dengan berbagai dunia lain, atau mungkin yang Anda sebut multiverse]

[Di sini Anda bisa mendapatkan kekuatan, kekayaan dan kekuasaan yang Anda impikan]

[Namun, semuanya harus diperoleh dengan tangan Anda sendiri. Infinity Room hanya menyediakan kesempatan bagi Envoy]

[Envoy dengan nomor seri 90.000 dipilih saat setelah kematian menghampiri Anda. Oleh karena itu, Anda mendapat kesempatan untuk hidup kembali dan memasuki Infinity Room]

[Mulai hari ini, kamu adalah Envoy dari Infinity Room. Kamu akan datang dan pergi ke dunia yang berbeda. Dan mendapatkan sesuatu yang tidak pernah didapatkan orang biasa]

[Tentu saja, Anda bisa mendapatkan semua itu dengan menukarkan poin yang Anda miliki]

[Setiap Envoy yang baru bergabung akan mendapatkan 1 kemampuan khusus secara acak, 1000 poin, dan 5 atribut gratis. Harap gunakan dengan bijak. Karena nantinya akan memengaruhi misi pertama yang Anda lakukan]

[Beberapa informasi dasar mengenai Infinity Room dan Envoy telah dikirim langsung ke otak Anda]

[Dalam 20 menit, Anda akan dikirim ke dunia pertama. Untuk tes kelayakan, Anda akan diuji di dunia tersebut]

[Untuk saat ini, Anda tidak dapat meninggalkan ruang pribadi Anda. Hanya jika Anda lulus ujian kelayakan kami, Anda menjadi Envoy sejati. Anda diberikan waktu 20 menit untuk memahami.]

[Dengan menjadi Envoy sejati, Anda dapat membuka berbagai dunia dan juga mendapatkan beberapa kemungkinan]

Duk!

“Aduh!”

Kepala Rian kembali terbentur bagian bawah meja lagi. Kali ini saat mencoba berdiri, tepat setelah suara mekanis aneh itu berhenti.

“Eh…” gumamnya pelan, ekspresinya campuran antara syok dan ketidakpercayaan. Ia keluar dari bawah meja dengan gerakan kikuk, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. “Serius?”

Baru saja kata itu keluar, tiba-tiba gelombang informasi asing membanjiri pikirannya.

Tanpa peringatan, data tentang tempat ini—Infinity Room—langsung ditanamkan dalam otaknya. Seperti update paksa versi otak.

Dengan sangat berat hati, Rian terpaksa menyingkirkan pikirannya tentang cermin dan wajah tampannya. Rian menghela napas panjang, mencoba memahami tumpukan informasi rumit yang baru saja dilemparkan ke dalam pikirannya.

“Jadi… ini bukan alam akhirat khusus laki-laki tampan?” katanya dengan nada kecewa. Ia mendongak sedikit, pasrah, lalu bergumam,

“Status.”

Di hadapan Rian, sebuah jendela hologram tiba-tiba muncul dari udara kosong, melayang di depan wajahnya dengan efek cahaya futuristik.

Ding!

____________________

Nama: Rian Andromeda

Title: tidak memiliki

Pekerjaan: tidak memiliki

Level Authority: 5

***

STR : 3

VIT : 4

AGI : 3

INT : 1

____________________

“Konsepnya mirip game, ya?” gumam Rian sambil tersenyum simpul. “Menarik juga…”

Rian mulai merenungkan informasi yang tadi ditanamkan langsung ke dalam otaknya.

“Menurut data yang disalurkan ke otak laki-laki tampan ini,” katanya, menunjuk dirinya sendiri tanpa malu, “kekuatan seorang Envoy terbagi dalam tiga pilar utama: Atribut, Kemampuan, dan Perlengkapan. Seperti armor, senjata, aksesori... pokoknya mirip game banget.”

Rian menyipitkan mata, membaca status kosong di hadapannya.

“Title dan Pekerjaan… kosong. Pasti karena aku masih pemula. Ya, wajar. Laki-laki tampan juga butuh waktu untuk jadi legenda,” ujar Rian dengan percaya diri berlebihan.

Ia lalu mulai meresapi lebih dalam tentang pilar pertama "Atribut" yang disebut sebagai representasi kekuatan fisik seorang Envoy.

Dimulai dari STR (Strength) merupakan kekuatan fisik berupa daya serangan dan ketahanan. VIT (Vitalitas) merupakan daya hidup, stamina dan regenerasi. AGi (Agility) merupakan tolak ukur kecepatan, lompatan dan stamina. Dan terakhir adalah INT (Inteligen) merupakan representasi dari keajaiban.

Namun ketika sampai pada INT, alis Rian sedikit mengernyit.

“INT, ya… keajaiban? Maksudnya Sihir? Mana? Qi? Atau semacam itu?” pikir Rian dengan keras.

Bagi Rian, konsep ‘keajaiban’ masih terasa kabur. Tapi Rian menduga, INT mungkin adalah parameter yang menyatukan berbagai bentuk energi spiritual di tiap dunia: baik itu mana, qi, ataupun kekuatan batin.

Selesai mencerna informasi tentang Atribut, Rian mengalihkan perhatiannya kembali pada Layar Hologram.

Di layar, jelas terlihat tiga tab utama yang mewakili pilar kekuatan seorang Envoy: Atribut, Kemampuan, dan Perlengkapan.

Rian menyentuh layar status virtual di depannya, dan dengan gerakan ringan, mengklik tab ‘Kemampuan’.

Ding!

____________________

Kemampuan Khusus:

> Peti Acak (buka)

Kemampuan Pasif:

Kemampuan Aktif:

____________________

"Oke, mari kita buka saja."

Rian menekan sembarang kata di layar hologram itu.

Ding!

Seketika, cahaya biru terang sebesar mutiara muncul, dikelilingi tiga partikel mungil berwarna biru, merah, dan ungu, mengelilinginya seperti orbit planet. Cahaya itu perlahan masuk ke dalam tubuh Rian.

Beberapa detik kemudian, saat cahaya memudar, mata Rian yang semula hitam kecokelatan berubah menjadi biru terang berkilau, seolah terbuat dari permata.

Ruang remang-remang di sekitar Rian kini terlihat begitu terang dan jelas.

Tanpa perlu bergerak, Rian bahkan bisa menangkap detail-detail halus, dari bayangan samar di bawah meja dan kursi tempatnya duduk, hingga suhu udara dan bahkan detail terkecil di sela-sela dinding.

Di saat yang sama, layar hologram di depannya mulai berubah, menampilkan data baru.

____________________

Kemampuan Khusus:

> Six Eyes

Jenis: Khusus

Keterangan:

Mata ini memberikan pemiliknya persepsi yang sangat luar biasa dan kendali yang tepat atas energi khusus. Bahkan ketika mata itu sepenuhnya tertutup, Six Eyes berfungsi seperti penglihatan inframerah dengan resolusi tinggi, yang memungkinkan pengguna untuk melihat lingkungan sekitar.

Catatan: Karena tidak terlahir dengan cursed energy sedikit pun, Heavenly Restriction diterapkan. Akibatnya, Six Eyes (Rikugan) pengguna tidak terikat oleh hukum energi kutukan.

Kemampuan Pasif:

Kemampuan Aktif:

____________________

"Hah?" Rian berkedip kaget saat mendengar berita itu. "Tunggu, serius nih? Enam Mata? Kayak Gojo Satoru dari Jujutsu Kaisen karya Gege Akutami?"

"Yah... iya. Kayaknya aku bisa lihat remah-remah di bawah meja deh kalau ada." Jawab Rian sambil menundukkan kepala dan memukul meja pelan, "Tapi apa gunanya kalau aku nggak bisa lihat mukaku sendiri!?"

Ding!

Suara mekanis yang sama bergema lagi di dalam pikiran Rian.

[Cermin biasa, harga 10 Poin Sistem]

“Kenapa nggak bilang dari tadi?!” Rian sedikit kesal sambil melirik ke pojok kanan atas Status, di mana tertera informasi Poin Sistem.

Di pojok kanan atas itu, jelas terlihat angka 1000 Poin Sistem, sesuai yang ditampilkan Infinity Room.

“Beli cermin itu sekarang juga,” ujar Rian tanpa ragu.

“Aku pingin mengajukan keluhan, pelayanan Sistem buruk banget buat laki-laki tampan ini. Sungguh mengecewakan!” gumam Rian dengan kesal.

Tiba-tiba, cahaya putih muncul di depan Rian. Cahaya itu mendarat di tangan kanannya yang terulur, lalu berubah menjadi sebuah cermin saku kecil.

Dari cermin itu, Rian bisa melihat wajahnya, sangat tampan. Rambutnya panjang dan hitam, khas orang Asia Tenggara. Kulitnya putih cerah hasil perawatan rutin, dipadukan dengan mata agak sipit yang menambah pesona.

Namun, iris mata Rian sangat berbeda dari sebelumnya. Jika sebelumnya berwarna hitam kecoklatan, kini berubah menjadi biru cerah, seindah permata yang memancarkan pesona memukau.

Dengan mata biru ini, penampilan Rian semakin memikat.

Rian terkejut, lalu menyentuh pipinya dengan dramatis. “Aah… siapa pria ini…? Siapa pemilik wajah penuh pesona ini? Ya Tuhan… oh tidak, itu aku… Astaga, aku… tampan sekali hari ini…"

Dunia Pertama

"Jadi, bagaimana harimu hari ini, Rian?" tanya Rian pada dirinya sendiri dengan suara dalam, penuh wibawa.

"Haha..." Rian tertawa getir, sambil menggeleng pelan, memejamkan mata sejenak, seolah tengah menanggung beban dunia.

"Sangat tidak baik," jawabnya dengan suara normal, membuka mata perlahan. "Aku baru saja meninggal... karena dihantam truk. Tepat di wajah!"

Rian meletakkan tangan kiri di dada, lalu menghela napas panjang. "Tapi... aku sangat bersyukur wajahku baik-baik saja."

"Syukurlah kalau begitu, Rian," lanjutnya dengan suara berat lagi, seperti seorang psikolog pribadi. "Tapi... apakah kau sudah memaafkan pengemudi truk itu?"

"Tentu saja," jawab Rian cepat dengan nada ringan. "Aku ini orangnya pemaaf, penuh kasih, rajin menabung, dan... ya, tentu saja, sangat tampan."

"Oh, kau memang terlalu baik, Rian." kata Rian dengan suara berat.

"Ah tidak, tidak..." Rian menatap cermin saku ditangan kanannya dengan senyum setengah. "Aku hanya jujur."

Dan begitulah... Rian terus berbicara dengan dirinya sendiri, terjebak dalam percakapan narsis selama kurang lebih dua belas menit.

Rian, kini tenggelam dalam ketampanannya sendiri, seperti sedang menonton sinetron romantis... yang dibintangi olehnya... dan tentang dirinya.

Hingga akhirnya Rian tersadar dengan gumaman, "Baiklah... meski berat, sampai jumpa lagi, Rian. Dan jaga wajahmu baik-baik." ucapnya lagi dengan suara berat.

Rian mengangguk pelan, tersenyum tipis, dan menjawab dengan tulus, "Itu pasti!"

Setelah itu, Rian menyimpan cermin kecil itu di saku kemejanya dengan penuh kehati-hatian, seolah-olah benda mungil itu adalah harta karun paling berharga di dunia, lebih berharga dari senjata, kekuatan, atau bahkan... perdamaian dunia.

Rian kembali mengalihkan perhatian ke Layar Hologram status yang melayang di hadapannya.

Di dalam benaknya, Rian mencoba mengingat informasi samar tentang Six Eyes (Rikugan), sebuah keistimewaan langka yang selama ini hanya diwariskan dalam garis keturunan Klan Gojo.

Enam Mata bukanlah teknik terkutuk yang perlu diaktifkan. Ia adalah bawaan sejak lahir, sebuah anugerah langka yang hanya muncul sekali dalam beberapa ratus tahun, dan tak pernah ada dua pembawanya hidup di waktu yang sama.

Mata ini memberikan persepsi visual yang melampaui logika. Penggunanya mampu melihat dengan ketajaman luar biasa, menembus batas-batas biasa manusia, seperti kamera inframerah definisi tinggi yang tetap aktif bahkan saat mata tertutup.

Benda-benda dari jarak beberapa kilometer dapat terlihat jelas, sosok dan bentuk terkecil pun dapat dibedakan dengan sempurna.

Tidak hanya melihat, tapi memahami: arus energi, niat tersembunyi, bahkan struktur mikroskopis dari suatu teknik atau materi.

Bahkan, Six Eyes memungkinkan penggunanya mengamati area yang luas dalam sekejap: melacak gerakan, energi, dan anomali dengan efisiensi mengagumkan.

Tak hanya soal penglihatan, mata ini juga membuka jalan bagi manipulasi energi terkutuk yang sangat presisi hingga ke tingkat atom.

Dengan kontrol sehalus itu, pengguna dapat mengoperasikan teknik kompleks seperti Limitless dengan mudah. Proses aliran dan konversi energi menjadi sangat efisien, nyaris tanpa kehilangan.

Berkat hal ini, konsumsi energi terkutuk menjadi sangat minim, hampir nol. Bagi pengguna Six Eyes, kehabisan energi adalah sesuatu yang mustahil terjadi dalam kondisi normal.

Menariknya, mata ini tidak bergantung pada energi terkutuk untuk berfungsi.

Bahkan ketika energi terkutuk Satoru Gojo disegel sepenuhnya dalam Prison Realm, Six Eyes-nya tetap bekerja seperti biasa.

Namun, membiarkan mata ini terus terbuka dalam waktu lama bisa menyebabkan kelelahan yang signifikan. Untuk mengurangi beban tersebut, pengguna biasanya menutupi mata mereka dengan penutup seperti kain, perban tebal, atau kacamata hitam pekat.

Langkah ini bukan hanya untuk mengistirahatkan penglihatan, tapi juga demi menjaga mental dari banjir informasi yang terus-menerus masuk melalui Enam Mata.

Dengan semua informasi itu, Rian menyimpulkan satu hal: jika Six Eyes (Rikugan) miliknya memang sama dengan milik Gojo Satoru, tapi dengan penyesuaian Heavenly Restriction yang tidak terikat oleh hukum Cursed Energy, maka ia benar-benar beruntung.

Bukan tanpa alasan. Enam Mata adalah aset utama yang menjadikan Gojo Satoru dijuluki Penyihir Jujutsu terkuat di era modern.

"Baiklah... sekarang saatnya pria tampan ini memikirkan cara memaksimalkan 990 Poin Sistem dan 5 Poin Atribut sebelum waktunya habis," gumam Rian sambil menatap layar hologram di depannya.

Setelah berpikir sejenak, ia mulai mengalokasikan poin atribut: 2 poin untuk STR dan 3 poin untuk AGI.

Keputusan ini cukup logis. Jika atribut INT berkaitan dengan energi khusus seperti Cursed Energy, yang secara teknis hanya bisa diakses oleh Penyihir Jujutsu.

Namun, bagi Rian yang tidak memilikinya karena sejak awal terlahir tanpa sedikitpun Cursed energy, jelas tak akan mendapatkan manfaat apa-apa dari peningkatan INT.

Meningkatkan INT, bagi Rian terasa seperti berjalan di bawah terik matahari tanpa mengoleskan sunscreen: sia-sia dan malah berisiko terbakar.

____________________

Nama: Rian Andromeda

Title: tidak memiliki

Pekerjaan: tidak memiliki

Level Authority: 5

***

STR : 5

VIT : 4

AGI : 6

INT : 1

____________________

Selesai mengalokasikan poin atribut, Rian segera membuka katalog Toko Sistem.

Sebagai pengingat, peringkat perlengkapan dibagi menjadi lima tingkatan: Hitam, Perunggu, Perak, Emas, dan Platinum.

Setelah beberapa waktu menjelajah katalog, Rian akhirnya membuat beberapa keputusan penting.

Daripada tidak memiliki senjata sama sekali, Rian membeli sebilah pisau bayonet tanpa peringkat seharga 100 Poin Sistem, setidaknya cukup untuk bertahan hidup jika situasi mendesak.

Rian juga membeli Ramuan Kesehatan seharga 500 Poin Sistem, sebagai langkah antisipatif. Untuk menyimpan barang-barangnya, tas pinggang sederhana seharga 10 Poin Sistem ikut dibeli.

Yang paling penting, Rian tidak lupa membeli kacamata berlensa sangat gelap seharga 20 Poin Sistem, lalu langsung mengenakannya, langkah pencegahan agar otaknya tidak overheat akibat banjir informasi dari Six Eyes.

Dengan semua pembelian itu, Rian menghabiskan total 630 Poin Sistem, menyisakan 370 Poin tersisa.

"Terkadang... pria tampan ini memang harus berpikir sangat keras," desah Rian, dramatis, sambil menatap layar dengan tatapan letih. "Kalau begini terus, bisa-bisa kulit wajah ini keriput sebelum waktunya."

Waktu pun berlalu tanpa terasa.

Tepat saat Rian hendak kembali mengagumi bayangannya di cermin kecil dalam saku kemejanya, suara sistem bergema dalam benak.

Sistem pengendali Infinity Room akhirnya bergerak, menandakan bahwa tahap berikutnya dari perjalanan Rian akan segera dimulai.

Ding!

_________________

Judul Misi: Resident Evil 4

Level: Mudah

Total Peserta: 1 orang

Total Misi Utama: 3 Misi

Misi Pertama: Bunuh 60 Ganado. Akan ada penilaian tambahan jika melebihi target.

Misi Kedua: Mendapatkan Amber yang berisi sempel Plagas Spesies Dominan. Akan ada penilaian tambahan berdasarkan waktu yang diperlukan.

Misi Ketiga: Dapatkan 10.000 Poin Sistem. Akan ada penilaian tambahan jika melebihi target Poin.

Hadiah: Akan diperhitungkan setelah semua Misi selesai.

Hukuman: Untuk setiap misi yang gagal, Anda akan dikenakan denda sebesar 1000 poin untuk setiap misi.

_________________

Melihat Daftar Misi dan tugas yang harus diselesaikan, Rian sontak berdiri dan membalikkan meja di hadapannya.

"Yang bener saja!? Laki-laki tampan ini harus menjalankan Misi pertama di dunia penuh konflik, parasit, virus, dan mutasi!?"

Efek Six Eyes langsung aktif: sebetulnya dalam kepala Rian, 1 detik di luar terasa seperti 1 menit di dalam. Otaknya berpacu cepat, memproses dan menyimpulkan informasi dari tiga Misi Utama yang harus dijalankan.

Namun, mendadak, kepala Rian seperti disambar badai migrain yang brutal. Rasanya seolah dihantam benda tumpul bertubi-tubi. Ia memegangi kepala dengan kedua tangan dan sedikit meringkuk, tubuhnya bergetar menahan sakit.

Detik berikutnya, tubuh Rian mulai memudar, butiran cahaya biru tersebar seperti pasir gurun yang tertiup angin, hingga akhirnya menghilang tanpa jejak.

Ruang itu pun kembali sunyi, seolah tak pernah ada seseorang di sana sejak awal.

***

Sosok Rian tiba-tiba muncul dari udara kosong di dekat sebuah pohon besar yang rindang. Daun-daunnya basah oleh embun pagi, dan tanah di bawah kakinya terasa lembap, nyaris berlumpur.

Dengan wajah sedikit meringis, tangan kanannya bertumpu pada batang pohon yang kasar, sementara tangan kirinya menekan pelipis, Rian menahan denyut nyeri yang menggigit.

“Ugh... Kenapa laki-laki tampan ini harus menderita migrain!?” keluhnya dramatis, napasnya berat. “Dunia ini sungguh kejam!”

Beberapa saat berlalu, dan seperti gelombang yang surut, rasa sakit itu mereda. Pada saat yang sama, Six Eyes miliknya mulai menyerap informasi sekitar, berdenyut pelan, lalu terbuka lebar terhadap dunia di sekelilingnya.

Rian terdiam.

Segalanya terekam dengan sangat jelas oleh Six eyes (Rikugan).

Kali ini terasa berbeda, karena tak lagi berada di ruang tertutup. Di alam terbuka ini, informasi yang masuk jauh lebih luas dan liar.

Ia menangkap kepakan halus seekor kupu-kupu kecil di kejauhan, tetes air yang jatuh perlahan dari ujung daun, hingga pergerakan samar serangga yang menggeliat di bawah permukaan tanah.

Semua terasa hidup, seolah-olah dunia membisikkan setiap detailnya langsung ke dalam kepala Rian.

Rian bahkan bisa merasakan segala jenis energi, seperti suhu udara, kepadatan oksigen, cahaya matahari dan perbedaan tekanan yang nyaris tak terdeteksi.

Semua terasa seolah dunia tiba-tiba menjadi resolusi ultra tinggi.

Jika sejak awal Rian tidak mengenakan kacamata berlensa sangat gelap, otaknya mungkin sudah kolaps karena dibanjiri informasi dari segala arah.

Wajar saja, ini adalah pertama kalinya Rian benar-benar membiarkan Six Eyes di alam terbuka, di mana setiap detail kecil menjadi data yang dikirim langsung ke dalam pikirannya tanpa jeda.

Membunuh Ganado

"Ini sangat menakjubkan... " gumam Rian sebelum akhirnya menghela nafas. "... Kalau begitu tidak heran kenapa Gojo Satoru bisa sombong," gumamnya.

Dengan langkah yang mantap, Rian segera berjalan menelusuri jalan setapak hutan ini.

Hingga beberapa saat kemudian, akhirnya Rian sampai di estimasi tujuan awal seluruh Misi Utama dimulai.

Udara yang dingin dan lembap yang sama seperti perjalanan dihutan sebelumnya menyambut Rian. Kabut tipis menggantung di udara, membawa aroma tanah basah, kayu lapuk, dan samar bau amis dan busuk daging yang tak segar.

Rian berdiri diam, Six Eyes (Rikugan), tersembunyi di balik lensa gelap kacamata hitamnya, menyapu pemandangan desa di depannya.

Rumah-rumah tua dari batu dan kayu berdiri berjajar, tampak seperti dilupakan waktu.

Atap-atap genteng yang kusam sebagian miring, jendela-jendela pecah atau tertutup rapat dengan kayu, seolah ingin menolak pandangan dunia luar.

Dari tempatnya berdiri, Rian dapat dengan sangat jelas melihat lapangan desa yang suram, di mana sesosok mayat pria tampak hangus terbakar, tubuhnya terikat erat pada tiang kayu seperti korban ritual kuno yang telah dilupakan.

Beberapa burung gagak bertengger di tiang-tiang sekitar, menatap ke arahnya dengan tatapan kosong dan dingin, tanpa rasa takut, seolah kehadiran manusia bukanlah ancaman.

Di kejauhan, lonceng tua menggantung diam di menara gereja yang menjulang muram, membayangi desa dengan nuansa kelam yang menyelimuti langit abu-abu.

Tidak ada suara manusia.

Hanya bisikan angin dan gemerisik daun yang mengisi keheningan yang menekan.

"Tempat ini... sungguh charming," gumam Rian pelan, menyipitkan mata ke arah sebuah rumah dengan dinding yang hangus sebagian. "Kalau tidak tahu lebih baik, aku bisa saja mengira ini lokasi pemotretan fashion horor-musim-gugur."

Rian melangkah perlahan, sepatu-nya menginjak kerikil lembap yang mengeluarkan bunyi samar. Suasana desa ini bagaikan lukisan gotik yang hidup: sunyi, muram, dan seolah menyimpan rahasia gelap di tiap sudut.

Sambil tersenyum tipis, Rian merapikan kerah bajunya dengan gaya khasnya. “Yah, tampaknya laki-laki tampan ini akan bersinar... bahkan di tengah desa terkutuk.”

Tiba-tiba, langkahnya terhenti. Dalam sekejap, Rian mempercepat gerak menuju kotak kayu besar di sisi rumah terdekat. Tanpa suara, Rian menjatuhkan tubuhnya ke posisi jongkok di balik kotak tersebut.

Dengan tangan tenang, Rian membuka tas pinggang dan mengeluarkan pisau bayonet.

Ujung logamnya berkilau redup, mencerminkan keseriusan yang kini melintas di balik senyum santainya.

Dari arah yang kemungkinan besar merupakan balai desa, sosok-sosok mulai berdatangan.

Langkah mereka pelan, kulit pucat diselingi semburat urat keunguan, dan sorot mata kosong, seolah mereka bukan lagi diri mereka sendiri.

Beberapa di antaranya berjalan masuk ke rumah masing-masing, melanjutkan aktivitas layaknya warga desa biasa.

Seorang wanita memerah susu sapi di halaman belakang, cukup dekat dengan Rian, pria tua memotong batang pohon dengan kapak tumpul, dan beberapa lainnya tampak sibuk dengan pekerjaan khas warga desa normal pada umumnya.

Namun Rian tahu, ini bukan desa biasa.

Mereka adalah Ganado, manusia yang telah kehilangan kemanusiaan mereka setelah terinfeksi Plaga.

Korban dari spesies parasit Las Plagas, digunakan oleh sekte Los Iluminados untuk memperbudak tubuh dan pikiran.

Dengan menempel pada sistem saraf, plaga dapat memberikan pengaruh terhadap tindakan inangnya, yang menyebabkan peningkatan sifat agresi pada inang manusia yang dikenal sebagai Ganados.

Selain itu, mereka membentuk kelompok sosial dengan inang lain yang terinfeksi.

Kecuali jika otak inangnya hancur atau terganggu, pengaruh plaga tidak mutlak, yang memungkinkan mereka untuk melanjutkan rutinitas harian mereka.

Selain itu, Plaga juga memilki kemampuan untuk mengubah inangnya dalam keadaan tertentu, menghasilkan peningkatan kekuatan, proporsi raksasa dan kemampuan untuk meregenerasi bagian tubuh dengan cepat.

Dengan tarikan napas berat, Rian mengeluarkan sebuah cermin saku dari dalam kemejanya dan memeriksa wajahnya.

"Ada apa, Rian?" tanya Rian kepada bayangannya sendiri, nada suaranya berat namun lembut.

Rian menutup mata sejenak, mencoba menenangkan detak jantungnya. “Jujur saja, laki-laki tampan ini... benci mengetahui bahwa misi pertamanya melibatkan membunuh manusia…” bisiknya, lirih namun jelas.

Kemudian, wajah Rian berubah. Mata yang tadinya bimbang kini menajam, dan bibirnya melengkung membentuk garis tegas.

“Kuatkan dirimu, Rian,” ucap Rian dengan suara yang lebih berat. “Ini dunia misi pertamamu. Jika kau ingin bertahan hidup, maka jangan ragu.”

Rian mengerutkan alis, menatap pantulan dirinya dengan penuh keyakinan. “Ingatlah… bahkan jika segala harapan runtuh, ketampananmu akan tetap bersinar.”

Lalu, dengan desahan terakhir yang menyelipkan senyuman penuh percaya diri, Rian berkata pada bayangan dirinya: “Terima kasih, kau memang luar biasa.”

Rian menyimpan kembali cermin kecil itu ke dalam saku kemejanya. Tatapannya kini tenang, namun tajam. Tanpa berkata-kata, ia mulai bergerak.

Langkahnya ringan dan nyaris tak bersuara, menyusup di antara bayangan rumah dan tumpukan jerami.

Sasaran pertama Rian sudah jelas; seorang wanita yang tengah memerah susu sapi di halaman belakang.

Rian mendekat perlahan dari belakang.

Tidak terburu-buru, tidak ragu.

Dalam satu gerakan halus namun tegas, lengan kirinya melingkar menahan tubuh wanita itu. Tangan kanan bergerak cepat, pisau di genggamannya menyayat leher wanita itu dalam satu garis bersih.

Sreeet.

Darah hangat memuncrat, membasahi apron lusuh dan tanah lembap di bawahnya. Tubuh sang wanita memberontak sejenak sebelum akhirnya melemas.

Ding!

[Membunuh Ganado +100 Poin sistem!]

"Oh?" ujar Rian begitu mendapatkan notifikasi tersebut. "Jadi laki-laki tampan ini bisa mendapatkan poin dari membunuh Ganado?"

Kemudian, Rian dengan tenang membaringkannya ke tanah dan mencegah suara jatuh yang dapat menarik perhatian.

Namun tanpa sengaja, kaki sapi menendang ember besi di dekatnya.

Klang!

Suara logam bergema nyaring di udara yang sunyi. Seketika, beberapa warga desa yang berada di sekitar menoleh: sorot mata mereka kosong, namun menyimpan agresi yang membara.

Perlahan tapi pasti, mereka mulai bergerak menuju Rian. Senjata seadanya tergenggam erat di tangan mereka: kapak berkarat, pisau dapur, pisau daging, cangkul, hingga garpu jerami.

Langkah mereka lambat, namun pasti, bagaikan gerombolan yang telah kehilangan nurani.

"Tangkap dia... " kata salah satu warga desa yang menggenggam pisau daging.

"Korbankan dia." lanjut seorang warga desa dengan kapak ditangannya.

Rian mendesah berat, lalu mengangkat bahu. “Aku tahu… pada akhirnya ini pasti akan terjadi,” gumamnya.

Rian menyentuh pelipisnya lalu menatap ke depan dengan senyum kecil, “Pesona laki-laki tampan ini memang... sangat sulit untuk disembunyikan.”

Dengan tenang, Rian melepas kacamata berlensa hitam pekat dan menyangkutkannya pada kemejanya.

Begitu lensa turun dari matanya, terpancarlah sepasang mata biru cerah, seperti danau membeku di tengah musim dingin.

Sekejap, aliran informasi dari Six Eyes membanjiri pikirannya.

Suara langkah kaki, detak jantung, tekanan udara, arah angin, posisi musuh, celah serangan, titik lemah... semuanya menyatu bagaikan hujan data tanpa henti.

Otaknya sempat berdenyut karena kelebihan beban, namun waktu seolah melambat sebagai gantinya, seolah-olah dunia berhenti bergerak.

Rian menarik napas panjang, lalu membisik, “Ayo… tunjukkan pada mereka kilau seorang laki-laki tampan di medan perang.”

Rian menggenggam erat pisau di tangan kanannya.

Dalam sekejap, Rian berlari ke depan.

Dengan gerakan cepat dan presisi mematikan, pisaunya menari di udara: menikam leher, menancap di pelipis, menghujam jantung, dan merobek urat-urat vital tanpa ragu.

Setiap serangan begitu bersih, seolah Rian telah menghafal titik-titik kematian dalam sekejap mata.

Tanpa membiarkan momentum melambat, Rian merampas senjata seadanya dari para Ganado: kapak berkarat, garpu taman, bahkan cangkul tua.

Senjata-senjata itu pun menjadi perpanjangan tangan mautnya.

Dengan efisiensi kejam dan irama yang nyaris seperti tarian kematian, Rian melumpuhkan satu demi satu, meninggalkan jejak darah ditanah dan langkah kaki yang ringan.

Alasan lain Rian bisa bereaksi secepat itu bukan hanya karena kemampuan Six Eyes dan distribusi 5 poin atribut sebelumnya, tapi juga karena masa lalunya.

Dulu, Rian pernah mempelajari bela diri pencak silat dan sempat meraih sabuk kuning. Namun karena sudah lama berhenti berlatih, dan kemampuan Rian kini terasa berkarat.

Beberapa gerakan dasar masih terekam jelas di ingatannya, terutama pola pergerakan tangan dan posisi tubuh.

Itu saja sudah cukup untuk membantunya dalam pertarungan ini.

Ding!

[Membunuh Ganado +100 Poin sistem!]

Ding!

[Membunuh Ganado +100 Poin sistem!]

Notifikasi sistem terus bermunculan seiring aksi Rian yang menumbangkan para Ganado satu per satu.

Total sudah lebih dari dua puluh Ganado tewas di tangannya, dan sistem mencatat lebih dari 2.000 Poin sistem yang didapatkan.

Namun, jumlah mereka seolah tak berkurang. Justru terus berdatangan, seakan desa ini menyimpan lubang tak berdasar yang memuntahkan musuh tanpa henti.

***

Hingga akhirnya...

Rian terlihat berlari panik, terseok di antara rumah-rumah tua dengan kacamata berlensa gelap yang telah kembali dikenakan.

Di belakang Rian, puluhan Ganado mengejar dengan senjata seadanya. Yang paling menonjol: seorang pria bertopeng goni dengan gergaji mesin berputar ganas di tangannya.

Namun, meski kepalanya masih berdenyut hebat karena banjir informasi, gerakan yang terseok Rian masih dapat terus berlari.

Beberapa Ganado mulai melemparkan senjata seadanya: kapak, pisau daging, bahkan garpu jerami. Logam dan besi melesat di udara, mengancam dalam diam.

Dengan bantuan Six Eyes-nya, Rian tak perlu menoleh, semua lintasan senjata itu tergambar jelas di benaknya. Tubuhnya bergerak selaras, menghindar satu per satu dengan sangat luwes.

"Demi skincare yang belum sempat kupakai!" teriak Rian sambil menghindari kapak yang terlempar ke arahnya. "Kenapa mereka nggak habis-habis?!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!