NovelToon NovelToon

Cinta Di Dalam Perjodohan 3

Bab 1. Kemelut Cinta Melda.

Musibah adalah sesuatu yang tidak bisa di tebak ataupun di rencanakan. Begitupun dengan semua musibah yang terjadi dalam keluarga Permana. Tapi setelah musibah itu berlalu, kini mereka sudah kembali bersama dalam kehangatan sebuah keluarga, walaupun keutuhan keluarga mereka sudah tidak selengkap dulu lagi.

Melda dan Papa Fahri harus menjalani hidup sebagai yatim piatu, karena orang tua yang sungguh mereka sayangi sudah pergi untuk selama-lamanya. Tapi di antara Om dan keponakan itu, Melda adalah orang yang paling menderita akan kepergian orang tuanya.

Melda yang di lahirkan sebagai anak tunggal, merasa sangat kesepian hidup tanpa orang tuanya, apalagi di saat dia melihat makam kedua orang yang sangat dia sayangi itu. Melda sering merasa kesepian, walaupun ada banyak orang di sekelilingnya yang sangat menyayangi, dan mencintai dia dengan sepenuh hati.

Hubungan yang di jalin antara Melda dan Reza sudah memasuki dua bulan. Tapi selama itu masih belum ada kepastian yang pasti dari Reza, dan hubungan mereka juga belum di ketahui oleh siapapun di dalam rumah besar itu. Apalagi selama berada di Indonesia, Reza yang sudah bekerja di perusahaan Papa Fahri, selalu sibuk dengan urusan kantornya. Jadi Melda hampir tidak punya waktu, untuk menanyakan tentang keseriusan hubungan mereka berdua.

Harapan dari seorang wanita yang sudah menemukan tambatan hatinya, hanyalah sebuah kepastian dalam ikrar yang suci. Apalagi saat itu Melda yang sudah kehilangan tumpuhan kasih sayangnya, sangat membutuhkan pelindung, juga tumpuhan hidup yang baru dari Reza, laki-laki yang teramat dia cintai.

Pagi itu Melda yang sudah bersiap-siap ke Kampus bersama Aleta, keluar dari kamarnya dan melangkah menuju dapur, sambil memikirkan rencana yang ingin dia lakukan nanti malam. Melda ingin mengajak Reza keluar nanti malam, karena dia ingin menanyakan kepastian hubungan mereka.

Sampainya di dapur, Melda melihat Reza sedang sarapan bersama Faris juga Papa Fahri. Dan tidak lama dia sampai di dapur, Aleta, Mama Alira juga Nenek Vivi pun muncul di belakangnya. Rencana ingin mengajak Reza secara langsung untuk nanti malam, dengan segera dia urungkan, karena melihat keadaan saat itu sangat tidak mendukung.

Sambil melangkah menuju meja makan bersama yang lainnya, Melda pun berfikir untuk mengirimkan pesan singkat buat Reza. Tanpa menunggu lama, Melda pun segera bergegas mengetik pesan. Tapi belum sempat pesan itu selesai di ketiak, Melda sudah mendengar pembicaraan antara Faris, Papa Fahri, juga Reza yang membuatnya langsung tidak bersemangat.

"Kalian mau langsung ke luar kota, atau ke kantor dulu?" Tanya Papa Fahri yang membuat Melda yang sedang fokus dengan ponsel di tangannya, langsung mengangkat mukanya menatap mereka.

"Kita langsung ke luar kota Pa!" Jawab Faris yang sudah selesai sarapan.

"Barang-barang kamu yang mau di bawa sudah siap Zaa?" Tanya Faris sambil menatap Reza yang baru selesai sarapan.

"Sudah dari semalam!" Jawab Reza yang membuat raut wajah Melda langsung berubah.

Melda begitu sangat kecewa dengan sikap Reza yang terlalu cuek, dan tidak pernah menganggap penting dirinya. Kekecewaan yang begitu besar seketika menimbulkan kesedihan, dan sakit hati yang begitu menyiksa. Melda merasa dia tidak punya arti apa-apa bagi Reza, sampai-sampai Reza tidak berkata apapun padanya, kalau dia akan berangkat ke luar kota selama beberapa hari.

Karena begitu kecewa, Melda dengan segera langsung melangkah menuju kamar mandi yang ada di dekat dapur, dengan alasan kalau dia tiba-tiba merasa buang air kecil.

"Aku ke kamar mandi dulu ya!" Kata Melda sambil menyentuh pergelangan tangan Aleta sebentar.

"Kamu mau apa?" Tanya Aleta karena merasa waktu mereka untuk ke Kampus, tidak sampai satu jam lagi.

"Aku mau buang air kecil." Bisik Melda dan langsung melangkah pergi.

Karena Melda belum juga keluar dari kamar mandi, akhirnya Reza pun berangkat bersama Faris tanpa berpamitan padanya. Apalagi di dapur saat itu, ada semua anggota keluarga mereka, jadi Reza merasa dia juga tetap tidak bisa berpamitan walaupun Melda ada di situ, jadi dia memilih untuk segera pergi tanpa menunggu Melda.

Sampainya di Kampus, Melda sama sekali tidak bisa fokus dengan mata kuliah, yang sedang di terangkan oleh seorang Dosen laki-laki di depan. Kepalanya di penuhi dengan semua masalah yang sedang dia hadapi saat itu. Rasa kecewanya semakin bertambah di saat dia keluar dari kamar mandi tadi, Mobil yang di naiki Reza dan Faris sudah berlalu pergi, dan dia hanya bisa menatap mobil itu dari jendela dapur dengan hati yang begitu hancur.

Mungkin menurut Reza si kutub Utara itu, apa yang dia lakukan itu adalah sesuatu yang benar. Tapi buat Melda, apa yang di lakukan oleh Reza itu adalah sesuatu yang salah sebagai seorang kekasih. Begitulah perbedaan antara laki-laki, yang melakukan segalanya dengan menggunakan otak, dan wanita yang tersinggung karena lebih mengutamakan perasaan.

Sebenarnya Melda tidak menginginkan sesuatu yang lebih dari Reza. Dia hanya tidak ingin berlama-lama pacaran dengan Reza, karena dia takut seperti teman-temannya yang lain, yang menjalani hubungan begitu lama tapi ujung-ujungnya berpisah. Dia hanya menginginkan Reza sebagai cinta pertama juga terakhirnya.

Malam semakin larut, cahaya bulan begitu terang terpancar menambah keindahan malam, namun tidak dengan hati Melda yang meredup dalam kesepiannya, merindukan kasih sayang kedua orang tuanya, juga Reza yang berada jauh di luar kota.

Sambil memeluk guling, air mata Melda menetes membasahi wajahnya. Dia ingin sekali di mengerti dan selalu di utamakan oleh laki-laki pujaan hatinya itu. Tapi apa yang terjadi malah sebaliknya, Reza selalu melakukan apapun sesuka hatinya, tanpa memperdulikan keberadaannya di rumah itu.

Wanita mana yang tidak kecewa, apabila di perlakukan seperti itu?

Sedangkan Aleta yang begitu bahagia, karena sudah mengetahui jenis kelamin bayinya setelah tadi periksa ke Dokter, sedang melakukan video call dengan Faris untuk memberitahukan kabar gembira itu. Dan Faris yang memang sangat mendambakan seorang anak laki-laki dari kehamilan Aleta, langsung berucap sukur, atas anugrah terindah yang Tuhan berikan padanya.

Faris sangat mendambakan anak kembar yang berjenis kelamin laki-laki dari kehamilan Aleta. Tapi dia tetap bersyukur walaupun hanya ada satu bayi laki-laki di dalam kandungan istri cantiknya itu.

Semua anggota keluarga Permana sangat bahagia mendengar kabar itu, termasuk Reza juga Melda. Melda juga turut bahagi walaupun dia sedang terpuruk di dalam kekecewaannya terhadap Reza. Harapan dan rasa yang begitu besar, yang telah Melda tanamkan dalam hubungannya bersama Reza, membuat dia sangat tersiksa di saat Reza memperlakukannya seperti itu.

Melda dan Reza adalah satu pasangan yang memiliki banyak perbedaan, dalam sikap maupun tindakan. Dan mereka berdua tidak pernah mencoba untuk saling mengerti dan memahami satu sama lain, terutama Melda yang belum terlalu matang dalam berfikir. Keegoisan Melda itulah yang selalu menjadi masalah bagi dirinya sendiri, tanpa di ketahui oleh Reza yang selalu sibuk dengan urusan kantornya selama hampir dua bulan ini.

Pengertian dan kedewasaan dalam menjalani sebuah hubungan, adalah suatu faktor yang cukup mempengaruhi. Apalagi di dalamnya tidak ada komitmen yang pasti dari seorang laki-laki. Wanita yang sudah terlanjur jatuh cinta, sangat mudah rapuh apabila di abaikan oleh seseorang yang sangat dia cintai.

Kerapuhan itulah yang selalu menimbulkan femikiran yang buruk, juga rasa curiga yang berlebihan dalam diri Melda terhadap Reza. Kebanyakan wanita selalu menginginkan sesuatu yang pasti dalam perkataan ataupun tindakan, dan hal itulah yang di inginkan juga di harapkan Melda dari Reza sebagai kekasih hatinya.

Bab 2. Melda Di Adopsi Oleh Fahri Dan Alira.

Kerinduan yang begitu besar membelenggu hati Melda, yang baru dua hari di tinggalkan Reza ke luar kota. Dia selalu murung di rumah maupun di Kampus, dan itu membuat setiap orang yang melihatnya menjadi bingung, karena Melda bukan tipe wanita pendiam.

Tepat pukul 5 sore, Aleta yang sudah terlihat cantik melangkah menuju kamar Melda, yang terletak di lantai dua rumah besar itu. Dia ingin mengajak Melda untuk mengerjakan tugas makala mereka, yang di berikan salah seorang Dosen pagi tadi. Tapi sampainya di depan pintu kamar Melda, Aleta langsung mematung sambil menatap ke dalam kamar.

Aleta semakin kebingungan dengan sikap Melda selama dua hari ini, yang lebih banyak melamun. Aleta menatap Melda yang sedang termenung di depan cermin besar di dalam sana, dan mulai berfikir mungkin Melda sedang merindukan kedua orang tuanya, sampai dia terlihat begitu sedih.

"Meel,, kamu kenapa?" Suara Aleta yang membuat Melda kaget dan langsung berbalik menatapnya.

"Aku ngga apa-apa ko Al!" Jawab Melda berbohong, tapi Aleta yang sudah sangat mengenal sifat sahabatnya, sekaligus adik iparnya itu tidak langsung percaya.

"Meel,, kamu ngga bisa bohongin aku! Aku tahu kamu sedang memikirkan sesuatu yang sangat mengganggu pikiranmu." Perkataan Aleta yang membuat jantung Melda tiba-tiba berdetak kencang.

Apakah Alaeta memang mengetahui hubungan Melda dan Reza?

Melda begitu kaget mendengar perkataan Aleta, karena dia berfikir mungkin Aleta sudah mulai mengetahui hubungannya berasa Reza. Dan di saat Melda sedang berfikir mencari alasan yang lebih tepat, Aleta kembali bersuara.

"Meel,, kamu ngga usah sedih lagi ya! Kan masih ada Mama dan Papa, juga ada kita yang sangat menyayangimu. Jadi kamu ngga usah sedih memikirkan Om dan Tante, biar mereka juga ngga sedih melihatmu seperti ini." Perkataan Aleta yang membuat Melda merasa legah, karena Aleta tidak mengetahui ataupun curiga, dengan hubungan dia dan Reza, yang sudah mereka rahasiakan selama hampir dua bulan ini.

"Iya Al, aku ngga apa-apa ko! Makasih karena kamu sudah mau menjadi sahabat, dan kakak ipar yang baik buat aku." Kata Melda sambil memeluk Aleta yang sudah berdiri tepat di hadapannya.

Aleta pun membalas pelukan Melda dengan penuh kasih sayang. Hubungan persahabatan Aleta dan Melda yang begitu akrab, mapuh membuat mereka menjadi lebih dekat sebagai saudara ipar. Ketegangan yang biasanya terjadi antara saudara ipar, hilang dengan ikatan persahabatan mereka yang begitu kuat.

"Tugas kita giaman Al?" Tanya Melda setelah melepaskan pelukannya dari Aleta.

"Tujuan aku ke sini untuk itu!" Jawab Aleta.

"Ya sudah, kalau gitu kita kerjakan yuk!" Sambung Aleta penuh semangat.

Walaupun dengan keadaannya yang sudah mulai berat, karena perutnya yang mulai membesar, tidak membuat Aleta jadi bermalas-malasan dalam mengerjakan tanggung jawabnya, sebagai seorang Mahasiswi juga seorang istri. Aleta sangat rajin mengerjakan tugas Kampusnya, juga tugasnya di rumah sebagai seorang istri dan menantu yang baik.

Setiap harinya Aleta selalu bangun pagi, dan membantu para Bibi di dapur bersama Melda. Setelah kembali dari Malaysia, Melda langsung meminta Aleta untuk mengajarinya mengenai segala hal, termasuk memasak. Dia seperti itu, karena dia merasa sanagat malu sebab dia tidak bisa melakukan apa-apa.

Dengan senang hati Aleta pun mengajarkan Melda, dan karena itu setiap pagi mereka berdua berada di dapur bersama para Bibi. Sampai-sampai para Bibi yang bekerja di rumah itu, jadi merasa kurang enak hati dengan Alira juga Fahri, karena pekerjaan mereka selalu di kerjakan Melda dan Aleta.

Fahri dan Alira adalah orang yang sangat baik hati juga bijak sana, dalam menyikapi segala hal. Di saat kepala asisten rumah tangga meminta maaf kepada mereka, karena sudah membiarkan Aleta dan Melda bekerja, Alira dan Fahri malah tersenyum sambil berkata.

"Ngga apa-apa Bi! Asalkan itu kemauan mereka sendiri." Kata Alira sambil tersenyum ramah kepada pembantunya itu.

Tepat pukul 8 malam, Faris dan Reza yang baru sampai dari luar kota, langsung bergabung bersama Papa Fahri dan anggota keluarga yang lain, di ruang keluarga dan mengobrol tentang pekerjaan mereka di luar kota selama du hari ini. Yang tidak ada di situ hanyalah Melda, karena dia sedang berada di kamarnya.

"Di mana Mba Melda Ma?" Tanya Almira karena tidak melihat keberadaan Melda.

"Mungkin di kamarnya sayang!" Jawab Alira sambil mengusap-usap kepala Almira.

"Bagaimana keadaan Melda di Kampus Al?" Tanya Fahri kepada menantunya, yang sedang duduk bersebelahan dengan suaminya yang baru saja datang dari luar kota.

"Sudah dua hari ini dia selalu terlihat murung Pa!" Jawab Aleta yang membuat kening Papa Fahri juga Mama Alira seketika berkerut.

Mendengar jawaban Aleta, Fahri dengan segera menatap Alira sambil menarik nafas panjang. Fahri tahu apa yang sedang di rasakan oleh keponakan kesayangannya itu. Karena dia juga merasakan apa yang sedang Melda rasakan. Tanpa menunggu lama, Fahri langsung menyuruh salah seorang pembantu untuk memanggil Melda di kamarnya.

"Bi,, tolong panggilkan Non Melda." Kata Fahri.

"Baik Tuan!" Jawab pembantunya itu.

Tidak lama Bibi itu naik ke lantai atas, Melda pun muncul dari balik pintu lift yang ada di dekat situ, sambil menatap mereka semua yang ada di ruang keluarga, dengan tatapan bingung dan penasaran. Melda merasa sangat bingung karena di panggil Papa Fahri, karena tidak biasanya seperti itu.

"Iya Pa! Jawab Melda setelah berada di dekat Fahri, tanpa mau menatap Reza yang juga ada di situ.

Melda memang sudah biasa memanggil Fahri dan Alira dengan sebutan Papa dan Mama, semenjak dia masih kecil. Apalagi sekarang hanya tinggal Fahri dan Alira sosok orang tua baginya. Sebenarnya masih ada keluarga besar Meymey di Korea, tapi Melda tidak terlalu dekat dengan mereka.

"Sini sayang!" Panggil Fahri sambil tersenyum menatap Melda.

Tanpa berkata apa-apa, Melda pun langsung duduk di samping Fahri, dan Fahri segera memeluknya dan mengecup keningnya berulang-ulang kemudian berkata.

"Mel,, kamu tahu kan Papa sama Mama sangat menyayangimu, dan kami sedang mengurus untuk mengadopsi mu. Papa harap kamu ngga sedih lagi sayang, karena Papa tidak mau melihatmu menangis lagi!" Kata-kata Papa Fahri yang membuat Melda juga para wanita yang ada di situ, langsung meneteskan air mata haru bercampur seih.

Air mata Melda menetes dengan begitu derasnya, sampai-sampai dia tidak mampuh untuk berkata-kata. Sedangkan Reza yang duduk bersebelahan dengan Faris, sangat tidak tega melihat Melda menangis seperti itu. Karena tidak sanggup melihat kesedihan Melda, Reza segera memilih untuk memalingkan wajahnya ke arah lain.

Melihat keadaan Melda, Alira pun langsung mendekatinya dan ikut memeluknya, sambil menghapus air matanya dengan penuh kasih sayang. Alira dan Fahri sangat menyayangi Melda seperti anak mereka sendiri sejak Melda masih kecil. Dan setelah kepergian orang tuanya, Fahri dan Alira langsung melakukan adopsi Melda sebagai anak mereka. Dan proses adopsi Melda sedang di urus oleh pengacara Fahri.

Bab 3. Ide Melda Yang Begitu Konyol.

Air mata Melda menetes dengan begitu derasnya, menandakan betapa dia sangat bahagia mendengar apa yang di katakan oleh Papa Fahri. Tapi rasa kecewanya pun sudah menciptakan lautan kesedihan, yang dia luapkan di saat itu juga.

Kekecewaan yang sudah menciptakan goresan luka di hati Melda, membuatnya tidak ingin menatap laki-laki tampan di hadapannya itu. Apalagi di saat itu, Reza terlihat begitu tenang tanpa ada rasa bersalah.

Apakah tangisan Melda sama sekali tidak menyentuh hati laki-laki dingin itu?

Hampir setengah jam suasana haru itu menguras air mata Melda, dan para wanita yang ada di situ. Dan setelah itu, mereka kembali tersenyum di saat Mama Alira yang selalu bisa merubah suasana hati orang, menceritakan masa-masa kecil Faris, Melda, juga Almira yang sangat lucu juga sangat menggemaskan, dan itu mampuh membuat mereka semua langsung tersenyum, bahkan tertawa dengan begitu kerasnya.

Tepat pukul 9:30 malam, mereka semua langsung memilih untuk kembali ke kamar mereka masing-masing. Aleta dan Melda melangkah menuju lift yang tidak jauh dari situ, dan di ikuti oleh Faris dan Reza dari belakang, karena kamar mereka sama-sama berada di lantai atas. Melda melangkah tanpa memperdulikan Reza, begitupun sebaliknya.

Melda terlihat sudah lebih tenang walaupun dia masih sangat kesal dengan sikap Reza. Tapi tiba-tiba, jiwanya seketika terguncang di saat mendengar apa yang di katakan oleh Faris, setelah mereka sudah berada di dalam lift dengan posisi saling berhadapan.

"Zaa,, cantik ngga wanita yang kemarin?" Tanya Faris sambil mencubit kecil lengan Aleta. Dan Aleta yang sudah mengetahui cerita tentang wanita itu dari Faris langsung tersenyum.

"Cantik!" Jawaban Reza yang membuat hati Melda hancur berkeping-keping.

Wanita mana yang tidak sakit hati di saat mendengar laki-laki yang dia cintai, memuji wanita lain tepat di hadapannya. Tapi Melda mencoba untuk tetap tenang walaupun hatinya mengamuk, mendengar semua yang baru saja di ucapkan oleh Reza.

"Kalau kamu mau, aku akan urus semuanya!" Faris kembali berkata-kata, yang membuat Melda semakin terdiam penuh ketegangan.

"Ngga ah! Aku belum mau memikirkan hal itu!" Jawaban Reza yang membuat Melda langsung menemukan jawaban, dari sikap Reza terhadapnya selama ini.

Kekecewaan Melda semakin bertambah parah, setelah mengetahui kalau laki-laki yang dia cintai itu, belum mau memikirkan hal yang lebih serius mengenai seorang wanita. Harapan Yang begitu besar seketika hancur berantakan, setelah mendapatkan jawaban atas semua pertanyaan, yang belum sempat dia tanyakan kepada Reza.

Apa artinya Melda di mata Reza selama dua bulan ini?

Tidak lama pintu lift pun terbuka dan mereka langsung melangkah keluar. Melda buru-buru melangkah dengan mata yang sudah berkaca-kaca menuju kamarnya, meninggalkan mereka bertiga yang masih terus mengobrol di belakang sana. Dia sudah tidak sanggup mendengar semua yang sedang mereka bertiga bicarakan, tentang wanita yang Melda sendiri tidak tahu siapa orangnya.

Sampainya di dalam kamar, Melda langsung beranjak naik ke atas tempat tidur dengan berlinang air mata. Hatinya sangat terluka oleh tajamnya kata-kata Reza. Dia tidak menyangkah, rasa cintanya yang begitu besar ternyata tidak ada kepastiannya.

Sedangkan Reza yang sudah barada di dalam kamarnya, merasa sangat gelisah memikirkan Melda yang terlihat begitu terpukul, di saat mendengar apa yang dia dan Faris bicarakan tadi. Dia ingin segera menjelaskan semuanya kepada Melda tadi, tapi dia tidak bisa melakukannya, karena hubungan antara dia dan Melda masih menjadi rahasia, yang belum di ketahui oleh siapapun di dalam rumah itu.

Reza ingin sekali menunjukan keseriusannya kepada wanita cantiknya itu, tapi keraguan yang besar di dalam hatinya membuat dia tidak berdaya. Bagi Reza Melda bukanlah wanita biasa yang bisa dia dapatkan dengan begitu mudah. Apalagi dia sudah mengetahui, semua pernikahan dalam keluarga Permana terjadi atas dasar perjodohan bukan cinta.

Dengan wajah yang terlihat penuh beban, Reza melangkah masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan badannya. Sedangkan Melda yang berada di dalam kamarnya, tidak henti-hentinya menangis memikirkan hubungan yang tiada pasti antara dia dan Reza.

Malam itu begitu sangat sepi tanpa ada cahaya bulan yang bersinar. Hanya terdengar suara rintik hujan yang begitu deras di atas atap rumah mewah itu. Alam sepertinya mengerti dengan perasaan Melda yang begitu pilu dan menyedihkan saat itu.

Reza yang sudah selesai mandi, memutuskan untuk menemui Melda di kamarnya dengan hanya memakai celana panjang tanpa baju. Begitulah kebiasaan Reza setiap malam, dia tidak suka mengenakan baju di saat mau tidur. Reza melangkah menuju kamar Melda dengan tampang yang terlihat sangat dingin, sedingin cuaca di malam itu.

Sampainya di depan pintu kamar Melda, Reza berdiri di sana sambil mengetuk pintu kamar berulang-ulang. Dan Melda yang sedang memeluk guling sambil menangis di dalam kamar, dengan buru-buru langsung menghapus air matanya, di saat mendengar suara ketukan pintu dari luar. Dia berfikir orang yang sedang mengetuk pintu itu, kalau bukan Aleta pasti Mama Alira. Karena hanya mereka berdua yang sering mengetuk pintu kamarnya di malam hari seperti itu.

Selesai menghapus air matanya, Melda segera melangkah untuk membuka pintu kamarnya. Dan di saat pintu terbuka, dia langsung kaget dan memasang wajah sedatar mungkin, di saat melihat Reza di depan pintu tanpa mengenakan baju, sedang menatapnya dengan tatapan kebingungan.

Reza begitu bingung sampai tidak bisa berkata-kata, di saat melihat wajah Melda yang terlihat sangat sembab. Reza memang laki-laki yang sangat tidak mengerti naluri seorang wanita, sampai-sampai dia tidak menyadari, kalau Melda seperti itu karena perbuatannya.

Sedangkan Melda sebagai seorang wanita yang ingin di mengerti, semakin kesal dengan tatapan Reza yang terlihat seperti orang bodoh di depannya. Rasa-rasanya dia ingin sekali berteriak, untuk menyadarkan kebingungan laki-laki kaku di depannya itu. Tapi dia tidak mau membuat seisi rumah terbangun di tengah malam seperti itu.

Hampir semua wanita memiliki sifat yang sama, mereka selalu ingin di mengerti dan di perdulikan dengan kata-kata ataupun tindakan, dari laki-laki yang sangat mereka cintai. Tapi Reza si kutub Utara tidak melakukan apa-apa sejak tadi. Sementara Melda ingin sekali dia menanyakan keadaannya, walaupun hanya sekali saja. Karena tidak ada reaksi apapun dari Reza, akhirnya dengan terpaksa Melda pun membuka suara.

"Mau apa kamu ke sini di tengah malam seperti ini?" Tanya Melda sambil menatap Reza dengan tatapan bingung juga kesal.

Melda sunggu tidak habis fikir ada laki-laki seperti Reza di dunia ini. Laki-laki yang sama sekali tidak mengerti keadaan juga perasaan wanita. Padahal Reza itu memiliki wawasan yang sangat luar biasa dalam pekerjaannya. Dan karena itulah sehingga membuat Faris, tidak ingin melepaskannya kembali ke Malaysia.

"Kamu ke sini buat apa? Apa kamu hanya ingin menatapku seperti ini saja?" Tanya Melda kembali karena Reza belum juga bersuara.

"Aku ingin bicara denganmu, tapi bukan di sini!" Jawab Reza.

"Kenapa? Kamu takut ada yang lihat? Sampai kapan kita harus kucing-kucingan kaya gini? Aku capek tau ngga!" Melda berkata dengan penuh emosi.

"Tolonglah untuk bersabar sedikit Melda!" Reza berkata-kata dengan tatapan memohon.

"Sampai kapan aku harus sabar? Sampai kamu mendapatkan wanita cantik seperti kemarin di luar kota itu..?" Kata Melda dengan nada yang sudah mulai naik.

"Kamu sudah salah faham! Lebih baik kita masuk dulu ke dalam!" Kata Reza sambil menatap ke sana ke mari dengan tampang begitu khawatir.

"Aku ngga mau dengar apapun dari mulut kamu lagi! Yang aku mau, kamu cepat berfikir bagaimana caranya, agar bisa menikahiku secepatnya!" Ujar Melda penuh ketegasan.

"Apa,, nikah..? Ngga mungkin orang tua kamu mau menikahkan kita!" Jawab Reza sambil menatap Melda, dengan tampang kaget juga kebingungan.

"Makannya aku suruh kamu untuk berfikir!" Ujar Melda yang membuat Reza semakin bingung.

"Berfikir apa?" Tanya Reza bingung.

"Berfikir untuk menghamiliku secepatnya, biar keluargaku terpaksa menikahkan kita," Melda berkata dengan penuh keyakinan, yang membuat jantung Reza hampir berhenti berdetak saking kagetnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!