Diantara banyak ras yang ada di dunia, Ras Naga merupakan salah satu dari beberapa ras terkuat yang pernah ada.
Ras Naga yang sejak awal dianugerahi kekuatan yang luar biasa, pernah menguasai dunia dan membuat banyak ras termasuk manusia dibuat berlutut didepan mereka.
Dengan kepemimpinannya, Ras Naga membuat dunia diliputi banyak kekacauan. Mereka menjadikan ras lain tidak lebih dari sekedar mainan atau budak yang bisa dibunuh kapan saja sesuai keinginan mereka.
Sudah banyak pihak ingin menghentikan kekuasaan dari Ras Naga namun tidak pernah ada yang berhasil melakukannya. Kebanyakan dari mereka tidak berkutik ketika menghadapi raja dari ras tersebut.
Ras Naga sendiri mempunyai dua raja yang sangat kuat, mereka disebut sebagai Raja Naga Cahaya dan Raja Naga Kegelapan.
Sudah tidak tidak terhitung jagoan mati dihadapan dua raja naga itu, tidak ada yang bisa menandingi kekuatan mereka yang luar biasa hingga suatu hari datanglah seorang kultivator misterius yang menantang kedua raja tersebut untuk bertarung.
Tidak diketahui asal-usul kultivator misterius itu namun ia menunjukkan kekuatan yang besar didalam tubuhnya. Dengan begitu mudahnya, kultivator itu mengalahkan dua raja naga yang tidak tertandingi tersebut dalam waktu yang relatif singkat.
Kultivator misterius itu kemudian mengambil masing-masing satu mata dari dua raja naga itu sebagai bentuk hukuman karena mereka telah membuat dunia diambang kehancuran.
Mata naga itu kemudian disimpan oleh kultivator misterius tersebut disebuah tempat yang rahasia, dikatakan bahwa siapapun yang memiliki dua mata naga itu maka mereka bisa duduk dipuncak kekuatan.
Tidak hanya sampai di sana, Ras Naga juga diusir dari dunia itu dan tidak boleh kembali ke sana untuk selama-lamanya.
Sejak saat itu, Ras Naga tidak pernah terlihat lagi, ribuan tahun berlalu mereka menjadi sebuah dongeng belaka bahkan sampai di titik tidak ada yang mempercayai keberadaan ras tersebut.
Sayangnya hilangnya Ras Naga tidak membuat dunia otomatis menjadi damai, pada akhirnya selalu ada konflik dan peperangan diantara mereka yang masih hidup.
Kekuatan, kekuasaan, kekayaan, menjadi dasar para ras terutama manusia terus menginginkan perang.
Perdamaian dunia seolah menjadi omong kosong sampai akhirnya ada sebuah ramalan besar yang mengabarkan adanya seorang perempuan yang akan lahir dan merubah dunia menjadi dipenuhi kedamaian.
Bertahun-tahun berlalu ramalan itu tidak pernah terbukti kebenarannya hingga banyak orang mulai meragukannya, sampai disuatu malam fenomena langit tiba-tiba terbentuk dan menggemparkan seluruh dunia.
***
"Apakah aku sudah mati?"
Shan Lao membuka matanya perlahan dan mendapati dirinya sedang diposisi berbaring di sebuah ruangan yang tertutup.
Mata Shan Lao hanya menatap atap ruangan itu yang terbuat dari kayu yang kini sudah mulai lapuk. Shan Lao berusaha menggerakkan badannya namun tubuhnya tidak mau mengikuti keinginannya.
Yang terakhir Shan Lao ingat sebelum tak sadarkan diri adalah ketika dirinya bertarung dan menghadapi ratusan kultivator seorang diri.
Salah satu serangan lawannya membuat Shan Lao terluka parah dan jatuh pingsan di lautan lepas. Shan Lao pikir ia akan mati di sana tetapi setelah merasakan ada rasa sakit ketika ia berusaha menggerakkan tubuhnya, Shan Lao menyadari dirinya ternyata masih hidup.
"Padahal kupikir mati ditengah laut tidak terlalu buruk bagi pendosa sepertiku, ternyata takdir masih berkata lain..."
Entah harus bahagia atau sedih ketika menjumpai dirinya masih hidup, Shan Lao bingung dengan perasaannya sendiri.
"Ah, apa kau sudah terbangun?"
Shan Lao terkejut ketika mendengar suara tak jauhnya darinya berbaring, ia berusaha menoleh namun tidak bisa sehingga Shan Lao hanya bisa melirik dari diujung matanya.
Shan Lao merasakan suara itu seperti seorang anak laki-laki, terlebih ia sedang berjalan pelan ke tempat tidurnya.
"Nak, apa kau yang menolongku?"
"Suara berat ini... Mungkinkah anda laki-laki?" Anak laki-laki itu bertanya.
Shan Lao mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan tersebut, dalam sekali lihat saja semua orang akan mengetahui dirinya merupakan seorang pria terlebih ia memiliki wajah sangat tampan yang bahkan jarang laki-laki miliki.
Shan Lao sendiri terlihat seperti pemuda 20-an tahun namun usia aslinya sebenarnya sudah lebih dari seratus tahun. Berkat teknik yang Shan Lao miliki, ia bisa mempertahankan kemudaanya.
Shan Lao ingin mengumpat tetapi menahannya, "Benar Nak, aku memang seorang laki-laki."
"Wah, berarti anda juga sepertiku, mungkinkah anda lelaki yang tampan." Suara anak laki-laki terlihat bersemangat.
"Tentu saja, tidak hanya tampan tetapi sangat tampan. Apakah kau tidak bisa melihat parasku yang-..."
Kata-kata Shan Lao langsung terhenti ketika anak laki-laki itu akhirnya masuk ke dalam jangkauan pandangannya. Shan Lao hampir tersedak nafasnya sendiri ketika mengetahui anak laki-laki tersebut berjalan menggunakan tongkat dengan mata yang terpejam.
Anak laki-laki itu mulai meraba sekitarnya hingga akhirnya tangannya menyentuh tempat tidur Shan Lao. Tidak perlu diperjelas lagi bahwa bocah tersebut merupakan seorang tunanetra.
"Nak, ini..."
"Maaf jika aku tak bisa melihat ketampanan anda." Bocah itu tersenyum tipis.
"Tidak, bukan itu maksudku. Tadi aku hanya sedikit..." Shan Lao menjadi salah tingkah.
"Aku becanda..." Anak laki-laki itu tertawa kecil, seolah ia bisa melihat ekspresi Shan Lao yang gugup. "Ngomong-ngomong kenapa anda menyebutku dengan panggilan 'Nak? Apakah itu berarti anda lebih tua dariku ya? Apa yang harus aku panggil? Kakak? Paman?"
Shan Lao merasa malu serta mengumpati dirinya yang terkadang selalu tersinggung oleh masalah yang sebenarnya sepele.
"Kau bisa memanggilku Paman Shan, Nak, dimana aku sekarang?"
"Ah, Paman sedang berada dirumahku. Ngomong-ngomong namaku Zhi Tian Paman..."
Shan Lao menaikan alisnya, ia kemudian menatap Zhi Tian dari bawah sampai atas, setelah melihatnya lebih jelas bocah tersebut terlihat masih berusia 8 tahunan.
Shan Lao lalu bertanya bagaimana dirinya bisa ada di rumah bocah tersebut.
"Ceritanya panjang paman, tapi intinya saat aku mencari kerang dipantai kemarin tanpa sengaja aku menginjak tubuh Paman yang tergeletak disisi pantai. Kupikir Paman semacam anjing laut yang diceritakan Bibi Yue tetapi setelah mengetahui paman punya dua kaki dan dua tangan, aku baru menyadari paman adalah manusia sepertiku."
Shan Lao terdiam, ternyata setelah pertempuran terakhir dirinya, ia terbawa arus laut hingga berakhir terdampar di tempat tinggal Zhi Tian.
Sebuah keajaiban bagi Shan Lao bisa mempertahankan nyawanya di lautan lepas,
Shan Lao ingin mengatakan sesuatu tetapi rasa sakit tiba-tiba menyerang dirinya, Shan Lao mengerang kesakitan selama beberapa waktu sebelum akhirnya ia tidak sadarkan diri kembali.
Sebelum pingsan, Shan Lao mendengar teriakan Zhi Tian yang panik namun sayangnya Shan Lao tak bisa menjawab karena kesadarannya yang perlahan memudar. Pandangan Shan Lao seketika menjadi gelap kembali.
Shan Lao mendapatkan kesadarannya kembali ketika hari sudah malam, karena tidak ada pencahayaan dirumah Zhi Tian membuat suasana tempat tinggal itu gelap.
Untungnya bulan tampak bersinar cerah dimalam itu, cahayanya menembus sela-sela dinding rumah Zhi Tian yang terbuat dari kayu.
Yang pertama kali Shan Lao lakukan ketika bangun dari pingsannya adalah mengatur pernafasannya.
Gerakan nafas yang Shan Lao lakukan bukan pernafasan biasa melainkan untuk mengumpulkan sesuatu yang disebut qi ke dalam tubuhnya.
Setelah beberapa waktu, qi yang terkumpul kemudian dialirkan keseluruh tubuh. Akibatnya rasa sakit yang sebelumnya Shan Lao rasakan kini perlahan mulai mereda dan Shan Lao bisa menggerakkan sedikit tubuhnya.
Meski masih kesulitan, tapi setidaknya Shan Lao sekarang bisa bangun dari posisi tidurnya. Shan Lao melihat sekeliling lalu menemukan Zhi Tian yang tertidur dilantai dengan nyenyak.
"Apa disini tidak siapapun, dimana ayah dan ibu anak ini?" Shan Lao terlihat kebingungan.
Malam terlihat sudah begitu larut, seharusnya selama apapun bekerja kedua orang tua Zhi Tian sudah kembali ke rumahnya.
Shan Lao hanya bisa berpikir positif, 'Mungkin orang tuanya nelayan, bukankah dia mengatakan telah menemukanku di pesisir pantai sebelumnya.'
Seorang nelayan biasanya bekerja dimalam hari dan pulang ketika pagi hari tiba, tidak heran jika mereka mengubah malam menjadi waktu bekerja dan siang menjadi waktu beristirahat.
Setelah bisa melihat sekitarnya dengan baik, Shan Lao menemukan rumah Zhi Tian tidak lebih dari sekedar gubuk tua yang sedikit reyot.
Meski terlihat usang dan lapuk, didalam rumah bocah itu setidaknya terawat dan cukup bersih.
Shan Lao tidak memikirkan rumah Zhi Tian lebih jauh, ia mengambil posisi duduk bersila lalu mulai memeriksa kondisi tubuhnya. Setelah beberapa menit, Shan Lao tiba-tiba menghela nafas cukup panjang.
"Sudah kuduga, tidak mungkin dalam pertempuran sebesar itu aku tidak mengalami luka sama sekali..." Shan Lao menggelengkan kepalanya.
Jika dilihat dari luar, Shan Lao tidak memiliki luka goresan sedikitpun karena hal ini disebabkan regenerasi tubuhnya yang tinggi namun kenyataannya, Shan Lao mengalami luka dalam yang cukup serius ditubuhnya.
Luka dalam inilah yang membuat Shan Lao sebelumnya merasa kesakitan hebat hingga membuat tak sadarkan diri. Shan Lao kemudian mengeluarkan beberapa pil penyembuh lalu ditelannya dalam sekali gerakan.
Shan Lao memejamkan mata dan mulai mengekstrak seluruh nutrisi pil penyembuh itu kita ke dalam tubuhnya.
"Benar-benar luka yang parah, bahkan pil penyembuh berhargaku hanya bisa memulihkan beberapa persen dari luka ini..." Shan Lao menghela nafas panjang.
Shan Lao hanya memiliki beberapa pil penyembuh tingkat tinggi sementara sisanya hanya pil penyembuh biasa, setidaknya dengan pil penyembuh tersebut rasa sakit akibat luka dalam itu bisa ditekan.
Ketika Shan Lao berhasil mengekstrak pil penyembuh yang terakhir, matahari pagi sudah terbit dari timur dan diwaktu yang bersamaan, Zhi Tian juga terbangun dari tidurnya.
"Nak, apa kau sudah terbangun?" Tanya Shan Lao saat melihat Zhi Tian merenggangkan tubuhnya.
"Oh, apa paman sudah sadar kembali?!" Zhi Tian merasa terkejut dan lega diwaktu yang bersamaan. "Kupikir sudah terjadi sesuatu pada Paman kemarin."
"Aku baik-baik saja, hanya butuh sedikit waktu untuk beristirahat..." Shan Lao tersenyum tipis.
Tiba-tiba perut Shan Lao berbunyi, pemuda yang terlihat berusia 20-an tahun itu memegang perutnya yang kini terasa demikian lapar.
Kalau dipikir-pikir lagi, Shan Lao tidak mengetahui sudah berapa lama dirinya tak sadarkan diri. Pasalnya ia belum pernah merasakan lapar sehebat ini.
"Apakah Paman lapar?"
"Ehm, sepertinya memang demikian." Shan Lao menggaruk kepalanya dengan canggung, entah kenapa ia merasa sedikit malu mengakuinya.
"Kalau begitu paman tunggu sebentar sampai Bibi Yue kesini, ia biasanya datang saat agak siang. Bibi Yue yang nanti akan memberikan makanan pada kita."
"Bibi Yue?" Shan Lao menaikan salah satu alisnya.
"Iya, dia adalah wanita yang selalu membawakan makanan padaku setiap hari."
Shan Lao menggaruk pipinya yang terlihat kebingungan. "Kalau begitu dimana orang tuamu?"
"Ah itu... Ayah dan ibuku sudah lama meninggal paman."
Shan Lao langsung terdiam, merasa sedikit bersalah ketika bertanya demikian. "Apa... Apa kau tinggal sendiri disini?"
"Iya Paman..." Zhi Tian tersenyum lalu bangkit dan meraih tongkat kayu yang selama ini menemaninya. "Maaf sebelumnya tapi aku harus mencari kerang terlebih dahulu sebelum Bibi Yue datang, paman. Kita bisa lanjut berbicara lagi setelah aku mendapatkan cukup banyak kerang."
Dengan tongkat kayu yang selalu ia bawa, Zhi Tian berjalan pelan keluar dari rumah gubuknya.
Shan Lao menatap bocah itu dalam diam, pikirannya campur aduk ketika mengetahui fakta Zhi Tian adalah seorang yatim-piatu yang hidup sendiri di rumahnya.
Hal ini memicu ingatan masa lalu Shan Lao yang juga merupakan yatim piatu sejak kecil, bedanya ia masih bisa melihat kala itu.
Shan Lao kemudian beranjak dari tempat tidurnya, langkahnya masih lemah namun ia akhirnya bisa keluar dari rumah Zhi Tian.
"Ini..."
Shan Lao terpana melihat pemandangan pantai dan hamparan laut yang berada di depan halaman rumah Zhi Tian. Ternyata gubuk bocah itu sangat dekat dengan pesisir pantai.
Biarpun sudah mengetahuinya, melihatnya secara langsung jelas demikian berbeda terutama karena pemandangan pantai dan laut itu yang indah.
Zhi Tian sendiri sedang berada disisi pantai sambil berusaha mencari kerang yang terbawa ombak dengan tangan dan kakinya sebagai indra peraba.
Bocah itu terlihat bahagia memungut kerang-kerang tersebut meski mempunyai kekurangan, dari gerakannya, sepertinya Zhi Tian sudah terbiasa mencari kerang seperti ini.
"Tidak hanya dia hidup sendiri, tetapi dia tinggal menyendiri disini?!" Shan Lao sampai kesulitan berkata-kata.
Tidak ada rumah disekitaran tempat tinggal Zhi Tian, bocah itu dibiarkan hidup terpencil dipantai bersama rumah gubuknya yang sudah reyot.
Jika Shan Lao tidak mendengar tentang Bibi Yue yang dikatakan Zhi Tian sebelumnya, mungkin ia akan menganggap Zhi Tian benar-benar hidup sendiri disini.
"Aku harus mengetahui dimana lokasi ini sebenarnya?"
Shan Lao masih mengingat tempat terakhir dirinya bertarung sebelum ia tak sadarkan diri, Shan Lao ingin memastikan dimana dirinya sekarang.
Shan Lao mengeluarkan selembar kertas dari jubahnya yang tergambar sebuah simbol sihir diatas kertas tersebut.
Shan Lao lalu meletakkan lembaran kertas itu ditanah, ia kemudian mengigit ibu jarinya hingga berdarah sebelum melakukan segel tangan yang cukup rumit.
"Teknik Pemanggil..."
Ketika segel tangan itu selesai, Shan Lao meletakkan telapak tangannya yang berdarah ke kertas tersebut, seketika seekor elang dewasa muncul di atas kertas tersebut.
"Kelilingi daratan ini, aku ingin melihat dimana lokasiku berada." Titah Shan Lao pada elang tersebut.
Elang itu kemudian mengepakkan sayapnya dan mulai terbang ke langit, sekitar lima belas menit kemudian ia kembali dan bertengger di tangan pemuda tersebut lagi.
Elang itu menyampaikan informasi dengan bahasa yang dimilikinya namun Shan Lao seolah bisa mengerti.
"Jadi ini adalah pulau..." Shan Lao kesulitan menyembunyikan keterkejutannya.
Pulau yang menjadi tempat Shan Lao terdampar merupakan pulau terpencil yang memiliki luas sekitar ribuan kilometer persegi. Selain pantai, pulau ini juga ada gunung dan hutan.
Shan Lao merenung, ia belum pernah mendengar adanya pulau seperti ini sehingga ia menyuruh elang peliharaannya untuk mencari lebih jauh dimana letak pulaunya sekarang.
"Apa mungkin aku terdampar sampai keluar benua?!" Shan Lao memikirkan segala kemungkinan yang terjadi.
"Si-siapa kau..."
Lamunan Shan Lao terpecah ketika tiba-tiba ia mendengar ada suara didekatnya.
Saat Shan Lao menoleh, ia menemukan suara itu berasal dari perempuan yang baru saja tiba di rumah Zhi Tian lewat jalan belakang.
Perempuan itu terlihat masih muda, berusia 20-an tahun dan memiliki paras yang cukup manis. Kulitnya yang putih bagai mutiara dilautan tampak begitu cantik dengan rambut biru sebahunya.
Shan Lao mengerutkan dahi, pandangannya jatuh pada bingkisan makanan yang tengah perempuan tersebut bawa.
Pandangan Shan Lao itu justru membuat perempuan tersebut menjadi takut dan waspada. Dia berpikir Shan Lao adalah orang jahat yang menginginkan tubuhnya.
Jika tidak mengingat keselamatan Zhi Tian, mungkin perempuan itu sudah sejak lama lari tetapi ia berusaha menunjukkan keberaniannya untuk anak tersebut.
Shan Lao batuk pelan saat menyadari tatapannya membuat perempuan itu menjadi ketakutan. "Maafkan aku Nona tetapi sebaiknya anda tidak salah paham, aku tidak berniat jahat kepadamu."
Perempuan itu menyipitkan matanya, ia tentu tidak percaya begitu saja namun setelah melihat Shan Lao lebih lama, pemuda tersebut tidak terlihat berbahaya seperti yang ia pikirkan.
Bahkan untuk beberapa saat, perempuan itu terpana dengan ketampanan Shan Lao sebagai seorang pria.
"Bibi Yue, apa bibi sudah datang?"
Buta sejak lahir membuat indra pendengaran Zhi Tian lebih tajam daripada manusia pada umumnya sehingga ia masih mendengarkan percakapan singkat dua pemuda-pemudi itu.
Perhatian perempuan yang dipanggil Bibi Yue itu segera teralihkan ke arah Zhi Tian yang kini sedang berusaha bergerak ke arahnya.
Perempuan tersebut menjadi panik, ia berlari ke arah Zhi Tian lalu menggenggam pergelangan tangannya agar Zhi Tian tidak melangkah lebih jauh.
"Tian'er, tatap disisi Bibi!" Perempuan itu mengingatkan Zhi Tian dengan nada tegas.
"Hm, ada apa Bibi, apakah ada masalah?"
"Mungkin kau sulit mempercayainya tetapi saat ini ada pria asing yang berada didekat rumahmu."
"Pria asing?" Zhi Tian kebingungan sebelum mendadak wajahnya menjadi cerah. "Oh, apa maksud Bibi pria asing itu adalah Paman Shan."
"Paman Shan?"
"Iya, dia adalah Paman yang baru aku temui kemarin."
***
"Maafkan atas ketidak sopananku, aku tidak bermaksud menyinggungmu..."
Perempuan itu beberapa kali meminta maaf pada Shan Lao setelah mendengar semua penjelasan dari Zhi Tian.
"Tidak apa Nona Yue, sudah sewajarnya anda waspada terhadapku jadi tidak perlu meminta maaf sampai seperti ini." Shan Lao tersenyum canggung.
Shan Lao akhirnya mengetahui identitas perempuan itu yang tak lain adalah Bibi Yue yang diceritakan Zhi Tian sebelumnya. Bibi Yue memiliki nama lengkap Yue Qiao, usianya baru menginjak 23 tahun.
Shan Lao lalu memperkenalkan namanya serta alasan ia bisa disini, ia tidak menjelaskan bahwa dirinya terdampar karena terluka oleh sebuah pertarungan melainkan mengarang bahwa kapal yang ia bawa hancur oleh badai.
Yue Qiao tampak terkejut mendengar cerita itu terutama ketika mengetahui Shan Lao berasal dari luar pulau.
"Aku pernah mendengar bahwa diluar lautan lepas ini terdapat daratan yang dihuni oleh manusia sepertiku tetapi ini kali pertama aku melihat seseorang berasal dari luar pulau." Ujar Yue Qiao.
Shan Lao mengerutkan keningnya, "Apakah Nona Yue belum pernah melihat daratan lain?"
Yue Qiao menggeleng, ia menceritakan bahwa dirinya dan penduduk desa di pulau ini hampir semuanya adalah nelayan, selama ratusan tahun berlaut mereka belum pernah menjumpai daratan selain pulau yang mereka tinggali.
Shan Lao jelas cukup terkejut mendengar informasi tersebut, ini menunjukkan bahwa pulau ini dan daratan yang ia tinggali berjarak sangat jauh.
'Benua Daratan Feniks tidak memiliki pulau sebesar ini kecuali pulau dari Ras Elf, tapi pulau ini jelas bukan milik wilayah ras tersebut...' batin Shan Lao sambil berpikir keras.
Hanya satu dugaan yang masuk dipikiran Shan Lao mengenai lokasinya sekarang, yaitu ia berada di pulau yang berada diluar benua yang ia tinggali.
Shan Lao hanya berharap elang yang ia kirim bisa mendapatkan jawaban atas keberadaannya saat ini.
Shan Lao ingin bertanya lagi tetapi suara perutnya kembali terdengar, Shan Lao jadi teringat lagi dengan rasa laparnya.
"Sepertinya Paman Shan sudah kelaparan Bibi, bagaimana kalau kita masuk ke rumah dulu." Ucap Zhi Tian sambil menarik tangan Bibi Yue.
Bibi Yue tersenyum lembut dan mengelus kepala bocah itu, ia lalu mengajak Shan Lao masuk ke rumah Zhi Tian lagi.
Dari sikap gadis itu saat memasuki rumah, Shan Lao mengerti bahwa Yue Qiao lah yang membersihkan rumah Zhi Tian ini hingga terawat dan cukup bersih.
Yue Qiao membawakan beberapa roti serta air minum lalu ditaruh disebuah napan kosong, ia kemudian mempersilahkan Shan Lao dan Zhi Tian memakannya.
Shan Lao yang sudah kelewat lapar langsung menyantap roti itu dengan lahap. Yue Qiao hanya tersenyum melihat tingkah pemuda tersebut.
***
Roti yang dibawa Yue Qiao tidak cukup untuk mengenyangkan perut Shan Lao namun setidaknya cukup untuk mengganjal perutnya.
Jumlah roti yang dibawa Yue Qiao sejak awal hanya untuk Zhi Tian seorang selama seharian namun karena ada Shan Lao, mereka harus membaginya.
"Terimakasih untuk makanannya, aku akan membayarnya dengan ini." Shan Lao memberikan satu keping perak pada Yue Qiao. Shan Lao merasa tidak enak hati jika menerima roti itu begitu saja tanpa membayarnya.
Yue Qiao terlihat kebingungan, "Aku tidak tahu benda apa ini tetapi anda tidak perlu membayarnya, aku memberikan ini karena murni ingin membantu."
"Benda ini disebut koin uang, alat tukar saat membeli sebuah barang." Shan Lao sedikit terkejut Yue Qiao tidak mengetahui tentang sistem moneter.
Yue Qiao sama sekali tidak mengerti maksud Shan Lao meski pemuda itu sudah menjelaskannya lebih jauh, disisi lain Zhi Tian yang masih memakan sepotong roti mulai memahami maksud penjelasan Shan Lao.
"Paman, disini uang tidak berlaku. Kami menggunakan semacam sistem barter untuk bertransaksi." Jelas Zhi Tian.
"Kau mengerti tentang uang?" Shan Lao cukup terkejut pasalnya Yue Qiao yang bisa melihat sekalipun tak bisa mengerti maksudnya.
"Ya, ayahku pernah menceritakan padaku bahwa di dunia lain ada yang namanya uang sebagai alat tukar yang lebih efisien. Dengan uang segala hal menjadi lebih sederhana termasuk memperjelas nilai dari sebuah barang."
Yue Qiao menatap Zhi Tian, ia tidak menyangka Zhi Tian cukup berpengetahuan. Saat itulah Yue Qiao teringat dengan sesuatu. "Benar juga, aku baru ingat dulu ayah Zhi Tian berasal dari luar pulau sama sepertimu."
Berbeda dengan Shan Lao yang terdampar, ayah Zhi Tian berlabuh di pulau ini disebabkan kapalnya yang kehilangan arah.
Mendengar cerita ayah Zhi Tian, ekspresi Shan Lao menjadi cerah karena ini berarti masih ada kemungkinan dirinya kembali ke tempat asalnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!