Raysa meluruskan kakinya di rerumputan, sekujur tubuhnya juga sudah basah kuyup oleh keringat. Raysa tersenyum melihat ke arah jam digital di tangannya, dia berhasil membakar kalorinya dengan banyak dan juga melangkahkan kakinya sebanyak 5000 langkah. Kalau di total kan untuk hari ini sudah hampir 10000 langkah yang dia lakukan.
“Capek sih, tapi aku harus bisa.” Ucap Raysa didalam hatinya, belakangan ini Raysa memang rajin olahraga untuk menjaga stamina tubuhnya.
Raysa menengadahkan kepala menatap langit yang perlahan mulai gelap, wanita itu pun segera bangkit karena sebentar lagi malam akan menjelang.
Raysa memasukkan botol minuman ke dalam tas dan mengeluarkan kunci mobil, setelah itu dia melangkah menuju parkiran.
Dor…suara tembakan terdengar di taman, semua orang berteriak histeris ketika melihat seorang pria tertembak di bagian lengannya. Raysa yang akan membuka pintu mobil terkejut luar biasa, wajahnya memucat. Raysa bergegas membuka pintu dengan tangan gemetar, apalagi suasana disana mulai mencekam. Beberapa orang pria berlarian, begitu juga dengan pria yang tertembak. Dia berusaha menyelamatkan dirinya, karena musuh terus mengejar.
“Astaga, apa yang terjadi disini.” Ucap Raysa didalam hati akan menyalakan mobil tapi sebuah ketukan di pintu mobil kembali membuatnya terkejut.
“Buka…buka…pintunya.” Teriak seorang pria dari luar, pria itu juga selalu melihat ke arah belakang.
“Cepat buka.” Teriak pria itu lagi, Raysa akhirnya menurunkan kaca mobilnya.
“Ada apa?” Tanya Raysa ketakutan melihat lengan pria itu bersimbah darah.
“Bukan pintunya.”
“Tapi…
“Saya mohon, selamatkan saya.” Pinta pria itu dengan wajah memohon, Raysa dengan perasaan takut tapi juga kasihan akhirnya membuka pintu mobil dan pria itu langsung masuk ke dalam.
“Jalan sekarang.” Perintah Elang ketika dia melihat segerombolan musuh mulai mendekati mobil Raysa.
Raysa dengan tangan gemetar segera melaju pergi, bahkan dia mengemudikan mobil dengan kecepatan maksimal dan sangat jarang sekali dia lakukan selama ini.
“Kenapa kamu terluka, apa yang terjadi?” Tanya Raysa memberanikan diri untuk bertanya, tapi tidak ada jawaban dari Elang.
Elang lebih fokus mengurus lukanya, Elang bahkan sampai merobek kemeja yang dia pakai dan mengikat lukanya itu biar darahnya berhenti.
“Kamu bertengkar? Mereka siapa?” Raysa kembali bertanya, Elang langsung menoleh ke arahnya dengan tatapan mata tajam.
“Kamu bisa diam tidak, sebaiknya kamu fokus mengemudi dan antarkan saya ke rumah sakit.” Ucap Elang, Raysa terkejut dan menoleh cepat ke arah depan, dia takut melihat wajah marah Elang.
Dret…ponsel Elang berdering, Elang langsung menjawabnya.
“Lang.” Panggil Gavin.
“Vin, gue sekarang jalan ke rumah sakit. Lu jemput gue disana.” Balas Elang.
“Oke.” Ucap Gavin mengakhiri panggilannya.
Selama perjalanan menuju rumah sakit, Raysa tidak lagi membuka suara. Dia memilih untuk diam dan berharap segera sampai biar cepat terlepas dari situasi yang mencekam saat ini. Berbeda dengan Elang, mata pria itu menelusuri setiap sudut isi didalam mobil Raysa dan dia tertarik melihat tanda pengenal yang digantung di spion depan.
Elang membaca tanda pengenal itu dan sekarang dia sudah mengetahui siapa nama gadis di sampingnya dan dimana dia sekolah.
……
Raysa menghela nafas lega menghentikan mobilnya di depan pintu rumah sakit, beban yang dia rasakan selama perjalan perlahan mulai menghilang ketika Elang turun dari mobilnya.
“Terima kasih….Raysa.” Ucap Elang tertawa kecil, pria itu melambaikan tangan sebelum menutup pintu dan berjalan masuk kedalam.
Raysa terkejut ketika Elang menyebut namanya, padahal mereka tidak saling kenal.
“Semoga aku tidak pernah lagi bertemu dia.” Ucap Raysa segera melajukan mobilnya pergi meninggalkan rumah sakit.
…..
Elang berjalan masuk kedalam rumah sakit, dia melewati meja pendaftaran dan terus melangkah, semua orang menatap heran kepadanya, ada juga yang meringis ngeri ketika melihat lengan bajunya yang basah karena darah dan juga sobek-sobek. Tujuan Elang saat ini adalah ruangan sepupunya, kebetulan sepupu Elang, Bastian dokter di rumah sakit itu.
“Bastian.” Panggil Elang membuka pintu, Bastian sedikitpun tidak terkejut dan malah menatap sinis kepadanya.
“Kamu terluka lagi?” Balas Bastian, Elang tidak menjawab dan langsung mendudukan tubuhnya di ranjang pasien.
“Kamu ini, padahal kamu sudah tahu apa resiko yang akan kamu terima kalau terus seperti ini. Apa kamu sudah siap meninggalkan negara ini?” Tanya Bastian segera mengobati luka Elang.
“Bukan gue yang memulainya.” Jawab Elang meringis ketika Bastian mengorek lukanya dan segera mengeluarkan peluru yang bersarang di sana.
“Kamu memang tidak memulai Lang, tapi kamu incaran mereka. Seharusnya kamu tidak usah berkeliaran.” Balas Bastian.
“Lu pikir gue gadis perawan yang hanya berdiam diri di rumah, lagian gue tidak takut dengan mereka.”
“Terserah kamu, tapi jangan lupa janji kamu Lang. Kamu sendiri yang menyetujuinya, jadi sebaiknya kamu beberes setelah ini.” Ucap Bastian tersenyum mengejek, dia menjahit luka Elang tanpa menggunakan obat bius.
Elang menggigit bajunya ketika jarum menusuk kulitnya, rasa sakit yang dia rasakan masih bisa ditahan, makanya dia tidak pernah minta untuk di bius ketika Bastian mengobatinya.
“Selesai, kamu pulang dengan siapa?” Tanya Bastian mencuci tangannya dan memberikan sebuah kemeja yang baru kepada Elang, untung saja Bastian punya baju cadangan disana.
“Gavin menunggu gue di luar.” Jawab Elang segera mengganti baju dan pergi tanpa mengucapkan terima kasih, Bastian cuma bisa tersenyum tipis sambil menggelengkan kepala dan kembali melanjutkan pekerjaannya.
…..
Gavin sahabat Elang sudah menunggunya di luar, pria itu berdiri didepan mobil.
“Jalan Vin.” Perintah Elang begitu sampai di mobil dan langsung masuk ke dalam.
“Lu tadi kesini sama siapa?” Tanya Gavin melajukan mobil pergi.
“Sama seseorang, situasi gue mendesak. Tanpa pikir panjang gue masuk saja ke dalam mobil dia.” Jawab Elang tersenyum tipis kembali mengingat wajah Raysa.
“Cewek?” Tanya Gavin lagi, Elang menganggukkan kepala.
“Maaf tadi gue terlambat, mereka juga memburu gue. Makanya gue sembunyi dulu, setelah mereka pergi baru gue masuk kedalam mobil.” Ucap Gavin merasa bersalah.
“Brengxxx, dimana mereka mengetahui keberadaan kita.” Umpat Elang kesal.
“Entahlah.” Balas Gavin mengangkat kedua bahunya.
…
Flashback satu jam sebelumnya.
Elang dan Gavin di dalam perjalanan menuju pulang, sesampai di depan taman kota Elang meminta Gavin untuk berhenti.
“Mau apa lu disini?” Tanya Gavin heran.
“Otak gue mumet, cari angin dulu yuk.” Jawab Elang keluar dari mobil, Gavin pun akhirnya mengikuti.
Mereka berdua duduk di kursi taman di depan kolam ikan buatan sembari mengunyah makanan ringan yang mereka beli disana. Elang menghirup nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya, dia melakukan sampai beberapa kali hingga perasaan mulai tenang.
“Vin, disana.” Tunjuk Elang ke arah seorang wanita yang sedang berjalan kaki seorang diri, pesona wanita itu menarik perhatiannya.
“Mau lu, sudah sana kenalan.” Sahut Gavin, Elang tertawa mendengarnya tapi seketika tawa Elang menghilang ketika melihat kearah segerombolan pria berlari ke arah mereka.
“Brengxxx, Dani dan semua anggotanya menyerbu kita. Lari Vin, sebaiknya kita berpencar. Kamu segera ambil mobil, saya tunggu di sana.” Teriak Elang berlari, Gavin juga melakukannya dan mereka berlari berbeda arah.
Elang dan Gavin sebenarnya bukan lah pria-pria pengecut, tapi jumlah mereka tidak seimbang dan para musuhnya juga terlihat memegang senjata, sedangkan Elang dan Gavin sengaja meninggalkan senjata mereka di mobil. Gavin dan Elang tidak mau mati sia-sia disana, makanya mereka memutuskan untuk menghindar.
“Jangan lari kamu Elang, dasar pengecut. Bangxxx, brengxxx.” Umpat Dani mengejar Elang, anggota Dani terbagi dua. Sebagian mengejar Elang dan sebagian mengejar Gavin.
Elang tidak memperdulikan teriakan Dani, dia berusaha menyelamatkan diri tapi sayangnya peluru yang ditembakkan Dani bersarang tepat di lengan kirinya.
“Brengxxx.” Umpat Elang meringis kesakitan, Elang melihat sekeliling untuk mencari tempat sembunyi yang aman dan seketika matanya langsung tertuju ke arah Raysa yang memasuki mobil. Elang akhirnya memutuskan untuk meminta bantuannya, hanya itu satu-satunya cara untuk menyelamatkan dirinya saat ini.
Bersambung....
“Malam.” Ucap Elang memasuki rumahnya, Arya Wiguna sang papa langsung terkejut melihat ke arahnya.
“Kenapa lagi dengan kamu Lang? Kamu terluka lagi?” Tanya Arya meraih tangan Elang dan membuka paksa kemeja yang dipakai anaknya biar bisa melihat kondisi luka Elang.
“Bukan aku yang memancing mereka.” Jawab Elang pelan.
“Sudah beberapa kali papa bilang, jangan buat masalah terus. Perusahaan kita sedang tidak baik-baik saja, papa tidak mau pamor kamu menjadi jelek. Papa berusaha keras membangun perusahaan ini, bukan hanya untuk papa tapi juga untuk kamu. Zaman semakin berkembang Elang, jadi sebaiknya kita jangan lagi dikenal sebagai Mafia. Kita harus memulai bisnis yang bersih, biar nanti keturunan kita bisa bebas bergaul di luar.” Ucap Arya kesal, Arya mendudukan tubuhnya di sofa.
Kirana mama Elang dan adiknya Aruna memilih untuk diam dan tidak ikut berbicara, mereka sudah terbiasa dengan situasi seperti ini.
“Maafkan Elang pa.” Sahut Elang.
“Papa memaafkan kamu, tapi kamu tetap menepati janjimu. Kamu sudah berulang kali diingatkan, tapi terus melanggar. Malam ini kemasi semua pakaian kamu, besok sore kamu terbang ke Swiss.” Balas Arya, Elang terkejut dan melihat ke arah papanya.
“Pa.”
“Tidak ada lagi bantahan, kamu sebaiknya papa ungsikan demi keamanan kamu dan juga perusahaan kita.” Ucap Arya, Elang menghela nafas pasrah mendengarnya.
Elang berjalan gontai menuju kamar, keputusan Arya membuatnya patah semangat. Mau tidak mau Elang harus mengikuti perintah dari papanya itu dan entah kapan dia bisa kembali lagi ke negara ini.
……
“Sekolah menengah Atas Sukma Jaya.”
Elang membaca tulisan yang berada di pintu gerbang sebuah sekolah, dia sangat yakin disini lah tempat gadis yang menolongnya kemarin sekolah.
Elang akan terbang ke Swiss sore nanti dan hatinya memerintah untuk dia harus menemui gadis itu terlebih dahulu.
Elang memarkir mobilnya tidak jauh dari pintu gerbang, pria itu segera turun dan besandara di badan mobil dan tatapannya lurus ke arah pintu gerbang
Elang melirik jam di tangan, saat ini sudah waktunya semua murid di sekolahan itu pulang dan Elang sangat berharap bisa bertemu lagi dengan Raysa.
Satu persatu murid di sekolah mulai keluar, suasana menjadi ramai. Terutama ketika para siswa perempuan yang berkumpul melihatnya, daya tarik Elang membuat mereka terpesona. Elang tetap dengan tatapan tajam dan wajah datarnya, sedikitpun dia tidak tersenyum kepada mereka. Mata Elang menatap lurus kedepan, mencari keberadaan gadis yang sampai saat ini dia masih ingat dengan jelas rupanya.
Raysa berjalan beriringan bersama kedua sahabatnya Meta dan Wila, sesekali gelak tawa mewarnai candaan mereka.
“Ray, tumben gerbang ramai. Ada masalah apa ya?” Tanya Wila menatap heran, Raysa dan Meta sama-sama mengangkat kedua bahu mereka.
“Kecelakan mungkin atau ada copet?” Jawab Meta, Raysa dan Wila menganggukkan kepala setuju.
“Willy, kenapa di depan ramai. Ada apa?” Teriak Meta kepada Willy, siswa pria yang juga satu kelas dengan mereka.
“Ada cowok ganteng, mobilnya juga keren.” Jawab Willy.
“Siapa sih, penasaran aku. Lihat yuk.” Ajak Meta semangat, Wila juga. Mereka berdua berjalan lebih dulu dan Raysa menyusul di belakang.
“Benar lo, ganteng banget. Artis ya?” Tanya Meta kepada Wila, Wila menggelengkan kepala.
“Sepertinya bukan.” Jawab Wila, Raysa yang penasaran juga ikut melihat dari balik punggung Wila dan Meta.
Raysa terkejut luar biasa, dia belum lupa dengan wajah pria yang ditemuinya kemarin sore. Jantung Raysa langsung berdebar-debar dan wajahnya memucat. Raysa memundurkan langkahnya sebelum terlihat oleh Elang, dia segera menuju mobil di parkiran.
“Kenapa dia kesini, apa dia mencari aku? Ada masalah apalagi ini?” Gumam Raysa ketakutan didalam hati, tangannya langsung gemetar.
Raysa memutuskan untuk melaju pergi, dia sengaja mengambil kesempatan disaat suasana digerbang lagi ramai dan berharap Elang tidak menyadarinya.
Mata tajam Elang langsung tertuju ke arah mobil yang baru saja keluar dari pintu gerbang, dia masih ingat dengan mobil itu dan juga pemiliknya. Elang pun bergegas masuk kedalam mobil dan melaju mengejar mobil Raysa.
Raysa menambah kecepatan ketika menyadari kalau Elang mengikutinya, dia semakin ketakutan dan wajahnya menjadi pucat pasi.
Tiit…Elang beberapa kali membunyikan klakson meminta Raysa untuk berhenti, tapi laju wanita itu semakin cepat. Elang akhirnya mendahului Raysa dan menghentikan mobilnya tepat didepan mobil Raysa.
Brak…
Raysa terkejut dan langsung menginjak rem, tapi sayang Raysa terlambat dan menabrak bagian belakang mobil Elang.
Elang segera keluar dari mobil dan melihat kondisi belakang mobilnya, kondisi mobil Elang dan Raysa hampir sama, sama-sama penyok.
“Turun.” Ucap Elang mengetuk pintu mobil, Raysa semakin ketakutan.
“Turun.” Teriak Elang, Raysa akhirnya mau tidak mau membuka pintu mobil dan turun.
“Kenapa berhenti mendadak?” Tanya Raysa dengan suara gemetar.
“Makanya berhenti, bukannya tambah cepat.” Jawab Elang tersenyum tipis melihat wajah ketakutan Raysa.
“Mobil kamu.” Ucap Raysa pelan.
“Ayo ke bengkel, mobil kamu juga rusak.” Jawab Elang, Raysa terkejut dan mengangkat kepala menatap Elang.
“Tidak usah, nanti biar diperbaiki papa.” Tolak Raysa, Elang menggelengkan kepala.
“Ini salah aku, kamu ikuti mobil aku. Awas kalau kamu kabur, aku akan membuat mobilnya semakin hancur.” Ucap Elang mengancam Raysa, Raysa menganggukkan kepalanya pelan.
Elang dan Raysa sama-sama kembali masuk kedalam mobil, Elang melaju lebih dulu dan Raysa mengikuti dari belakang.
“Kenapa aku kembali terjebak oleh pria ini, siapa dia dan apa yang dia inginkan?” Gumam Raysa lirih, dia masih ketakutan luar biasa.
Elang membelokkan mobilnya ke dalam sebuah bengkel mobil yang sangat besar, Raysa juga melakukan hal sama.
Gavin dan Nando yang kebetulan berada di bengkel langsung mendekati mobil Elang dan menunggu sahabatnya itu keluar, mereka cukup terkejut melihat kondisi belakang mobil Elang yang penyok.
“Mobil lu kenapa Lang?” Tanya Nando, Elang mengarahkan matanya ke arah mobil Raysa menjawab pertanyaan kedua sahabatnya.
“Lu ditabrak?” Tanya Nando lagi.
“Gue yang salah, gue sengaja berhenti mendadak di depannya.” Jawab Elang tersenyum tipis ketika Raysa keluar dari mobil.
“Lu kenal sama dia?” Sekarang Gavin yang bertanya.
“Dia yang menyelamatkan gue kemarin sore.” Jawab Elang berjalan mendekati Raysa yang masih berdiri terpaku di depan mobilnya.
“Kamu tunggu di sana, biar aku lihat dulu kondisi mobil kamu. Kalau tidak selesai hari ini, maka besok kamu bisa menjemputnya.” Ucap Elang.
“Sebaiknya aku pulang saja, biar diurus sama papa.” Tolak Raysa, Elang tersenyum menggelengkan kepala.
“Bisa tidak kamu menurut saja dengan perkataan aku.” Balas Elang, Raysa terkejut mendengarnya.
“Sudah sana, duduk.” Lanjut Elang memerintah, Raysa akhirnya melangkah kakinya menuju ruang tunggu dan duduk disana.
“Elang mobil ini tidak akan selesai hari ini.” Ucap Nando setelah memeriksa kondisi mobil Raysa.
“Kalian bisa lembur malam ini dan besok harus selesai.” Balas Elang.
“Tapi kami ingin mengantarkan lu nanti sore Lang.” Sela Gavin, Elang terharu mendengarnya.
“Gue pasti kembali, jadi kalian tidak perlu mengantarkan gue. Sebaiknya kalian selesaikan mobil Raysa dan besok tolong kalian antarkan langsung ke sekolahnya di SMA Sukma Jaya.” balas Elang tersenyum menepuk bahu kedua temannya dan berjalan ke arah Raysa.
Bersambung...
“Ray, mobil kamu tidak siap sekarang. Besok kamu tidak usah jemput, biar mereka yang mengantarkan ke sekolah.” Ucap Elang mendudukan tubuhnya di sebelah Raysa.
“Biar aku bawa saja mobilnya pulang kak.” Tolak Raysa, Elang tersenyum tipis mendengar panggilan Raysa kepadanya.
“Kamu nurut saja, ayo aku antar pulang, nanti orang tua kamu cemas.” Ucap Elang kembali berdiri, Raysa terkejut dan menoleh cepat kepada Elang.
“Kak, aku pulang naik mobil aku saja. Biar kerusakan itu aku tanggung sendiri.”
“Kamu kenapa selalu membantah perkataan aku, bisa tidak kamu jadi anak yang baik dan nurut saja sama perkataan aku.” Balas Elang menatap Raysa, kedua mata mereka saling bertatapan.
“Tapi kak..”
“Tidak ada tawar menawar lagi Ray, ayo pulang.” Ucap Elang memotong perkataan Raysa, Elang meraih tas Raysa dan menariknya.
Raysa akhirnya ikut berdiri, walau perasaannya masih takut tapi mau tidak mau dia harus mengikuti Elang.
Selama perjalanan Raysa dan Elang sama-sama diam, mereka sibuk dengan pemikiran masing-masing. Sesekali Elang melirik Raysa dan ketika Raysa menyadarinya Elang segera menatap kedepan.
Elang menyadari kalau belum ada rasa untuk Raysa, tapi pesona Raysa berhasil menarik dirinya. Di mata Elang, Raysa sedikit berbeda dari para wanita yang selama ini dekat dengannya. Namun sayang, Elang tidak punya kesempatan untuk mengenal Raysa lebih dalam lagi, sore ini dia harus terbang ke Swiss dan entah kapan akan kembali.
“Yang mana rumah kamu Ray?” Tanya Elang, mereka sudah memasuki kawasan perumahan Raysa.
“Itu kak, pagar cat putih.” Jawab Raysa menunjuk rumah paling ujung, Elang menganggukkan kepalanya.
Elang menghentikan mobilnya tepat didepan pintu pagar rumah Raysa, Raysa bersiap untuk turun dan melihat ke arah Elang.
“Terima kasih kak, maaf kalau aku menabrak mobil kakak.” Ucap Raysa sungkan.
“Aku yang salah Ray.”
“Aku turun ya kak.” Sambung Raysa segera membuka pintu dan menurunkan kakinya.
Seorang wanita paruh baya keluar dari pintu gerbang rumah Raysa, wanita itu memegang kantong plastik di tangannya dan dia terkejut melihat Raysa keluar dari mobil Elang.
“Ray.” Panggil Lestari.
“Mama.” Sahut Raysa terkejut, Elang yang mendengar perkataan Raysa bergegas turun untuk menyapa Lestari.
“Siang Tante.” Sapa Elang mengulurkan tangan, Raysa terpana melihatnya.
“Siang juga.” Balas Lestari dengan mimik wajah kebingungan, Lestari segera meletakkan kantong plastik dan membersihkan tangannya sebelum menjabat tangan Elang.
“Saya Elang, saya mengantarkan Raysa pulang karena mobil Raysa berada di bengkel. Maaf saya tadi berhenti mendadak, jadi Raysa terkejut dan menabrak mobil saya. Tante jangan marah sama Raysa, ini semua salah saya.” Ucap Elang menjawab kebingungan di mata Lestari.
“Astaga, tapi kalian berdua baik-baik saja kan? Apa kamu terluka nak?” Sahut Lestari cemas meraih badan Raysa dan memeriksanya.
“Aku baik-baik saja ma.” Jawab Raysa.
“Lalu kamu Elang?”
“Saya juga baik-baik saja Tante, jadi mobil Raysa sekarang di bengkel teman saya. Besok mereka akan mengantarkan ke sekolah, sekali lagi saya minta maaf.”
“Syukurlah kalian berdua baik-baik saja, terima kasih ya Lang, sudah mengantarkan Raysa pulang. Nanti biar tante yang menjelaskan kepada papa Raysa.”
“Baik Tante, saya pamit dulu.” Ucap Elang, Lestari menganggukkan kepalanya.
“Ray, kakak pulang ya. Sampai bertemu lagi.” Sambung Elang tersenyum melihat ke arah Raysa.
“Hati-hati kak Elang.” Balas Raysa, Elang langsung tertawa tipis begitu Raysa memanggil namanya, tapi perasaannya langsung sedih karena ini pertemuan terakhir mereka.
Elang menurunkan kaca mobil, dia kembali tersenyum kepada Raysa dan Lestari sebelum melaju pergi.
“Ayo masuk.” Ajak Lestari setelah meletakkan kantong plastik di tong sampah, Raysa menganggukkan kepala tapi matanya masih melihat mobil Elang yang perlahan menghilang dari pelupuk mata.
….
Elang melaju cepat menuju rumah, waktunya sudah mepet. Satu jam lagi dia harus sampai di Bandara, kalau tidak papanya akan benar-benar marah kalau Elang batal berangkat.
“Dari mana saja kamu nak?” Tanya Kirana mama Elang.
“Maaf ma, aku ada urusan penting.” Jawab Elang.
“Sudah sana mandi, ganti baju…sebelum papa kamu datang dan marah besar, koper kamu sudah ada di mobil. Nanti Pak Agus yang akan mengantarkan ke Bandara.” Balas Kirana, Elang menganggukkan kepala berlari menaiki tangga menuju kamarnya.
….
Elang melangkahkan kakinya menuju pesawat yang akan membawanya ke Swiss, Elang mau tidak mau harus memenuhi janjinya. Dia sudah beberapa kali membuat kesalahan yang membuat papa nya sangat marah dan tidak mau lagi memberi toleransi.
Elang langit perkasa, nama yang memiliki arti tangguh dan kuat. Nama yang merupakan doa dari kedua orang tuanya, mereka berharap Elang memiliki sifat yang tangguh karena dia nantinya yang akan menjadi pewaris Utama dari kejayaan keluarga Perkasa.
Keluarga Perkasa bukanlah keluarga sembarangan, Perusahaan Perkasa group merupakan salah satu perusahaan terbesar dan memiliki cabang yang tersebar di beberapa negara berkembang. Selain bisnis bersih, keluarga perkasa juga memiliki sebuah organisasi di dunia hitam yang bekerja sama dengan para-para Mafia di seluruh penjuru dunia. Organisasi ini diwariskan oleh kakeknya, Perkasa Laksmana. Seorang mafia yang sangat terkenal dan menakutkan di zaman kejayaannya. Sekarang Perkasa Laksmana telah tua, pria itu memilih untuk menetap di Swiss, di negara asal istrinya, Sofia Elmer.
Sofia Elmer juga bukan wanita sembarangan, dia berasal dari keluarga Bangsawan, keluarga Elmer. Perkasa Laksmana menginginkan hidup yang tenang dan tentram di masa tuanya, makanya dia meninggalkan negara asalnya dan berpindah ke Swiss. Dan kesanalah tujuan Elang saat ini, dia akan tinggal bersama Oma dan Opanya.
….
Pesawat yang ditumpangi Elang sudah take off atau lepas landas, Elang menghela nafas melihat keluar. Satu wajah langsung terlintas di dalam benaknya, tiba-tiba saja dia merindukan pemiliknya.
“Raysa, apa kita akan bertemu lagi. Apa takdir akan berpihak kepada kita.” Gumam Elang lirih, pria itu tersenyum kecut.
…..
Langit sudah gelap, Raysa telah selesai membersihkan diri. Gadis cantik itu keluar dari kamarnya, perutnya terasa sangat lapar.
“Sayang, ayo makan.” Ucap Kirana, Raysa menganggukkan kepala setuju dan sedikit berlari menuju meja makan.
“Jadi tadi kamu menabrak mobil di depanmu? Kenapa kamu tidak fokus sayang, apa pelajaran di sekolah terlalu berat?” Tanya Fajar, papa Raysa.
Raysa menggelengkan kepala sambil mengunyah makanannya.
“Tiba-tiba saja mobil dia berhenti di depanku.” Jawab Raysa.
“Kamu ingat nama bengkelnya?”
“Ingat.” Jawab Raysa mengatakan nama bengkel dan juga alamat bengkel milik Gavin teman Elang.
“Kamu yakin sayang? Kamu tidak salah?”
“Ya tidak lah papa sayang, masa aku salah.” Bantah Raysa heran.
“Bengkel yang kamu katakan itu bukan bengkel sembarangan, mobil kamu tidak layak masuk ke sana. Beda kelas, itu bengkel khusus mobil mewah. Sepertinya pria yang membantu kamu juga beda kelas dengan kita, orkay dia mah.” Ucap Fajar menjelaskan sembari tertawa.
Raysa menganggukkan kepala setuju karena dari mobil yang dipakai Elang saja sudah menjelaskan siapa dirinya.
Setelah makan malam bersama, Raysa kembali ke kamar karena dia harus membuat tugas. Tapi di sela-sela aktivitasnya, Raysa teringat akan Elang. Sampai saat ini Raysa masih heran, kenapa Elang mencarinya tadi siang dan siapa sebenarnya pria itu. Kenapa Elang tertembak dan siapa yang menebaknya? Beribu tanda tanya muncul di dalam otak Raysa, membuatnya tidak lagi fokus dan semangat belajar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!