Di sebuah gua yang sunyi, hanya terdengar desah napas dan gemuruh samar dari luar.
"Bagaimana keadaanmu, Kak Wayne?" tanya Linrue pelan.
Wayne membuka mata dan tersenyum tipis. "Aku baik-baik saja. Hanya luka kecil. Tapi lukamu tampaknya lebih parah... kau yakin baik-baik saja?"
Linrue mengangguk sambil menarik napas dalam. "Masih bisa kupulihkan dengan tenaga dalamku."
"Baiklah. Kita fokus saja pada pemulihan sekarang," ujar Wayne dengan senyum cemas yang samar.
Keduanya duduk bersila, memasuki meditasi, mengalirkan tenaga dalam ke seluruh tubuh. Cahaya lembut dari kristal di dinding gua berpendar samar di sekeliling mereka.
---
Sementara itu, di luar gua...
Ledakan menggema. Benturan pedang beradu dengan keras. Tanah bergetar.
Namun Wayne dan Linrue tetap bertahan dalam konsentrasi, tak goyah sedikit pun.
Di antara rerimbunan, dua sosok muncul. Fengyu dan Banxue sedang bertarung sengit melawan dua lawan kuat.
"Fengyu... aku hampir kehabisan tenaga. Kalau terus seperti ini, kita akan terpojok," ujar Banxue lewat telepati, napasnya terengah.
"Tak jauh dari sini ada sebuah gua. Kau pergi lebih dulu. Aku akan menahan mereka dan membukakan jalan." suara Fengyu terdengar tenang namun tegas.
Banxue mengangguk cepat. "Baik... aku mengerti."
"SEKARANG!!" teriak Fengyu keras, memberi sinyal.
Ia berbalik menghadang dua lawan mereka, sementara Banxue segera melompat ke arah hutan, menggunakan keahlian Qigong untuk melesat ringan di antara pepohonan.
"Mereka terlalu kuat... tak ada cara lain selain mundur," pikirnya. Dalam satu gerakan cepat, Fengyu melempar benda kecil ke tanah. Seketika, asap hitam pekat membumbung dan menelan area pertempuran.
Fengyu berlari keluar dari kepungan asap, menuju arah Banxue yang sudah menunggunya dengan cemas.
"Fengyu! Kau tak apa-apa?" tanya Banxue, suaranya berat oleh kekhawatiran.
"Aku baik. Ayo, kita masuk ke dalam gua itu. Mereka mungkin masih mengejar."
Tanpa menunggu, Fengyu mendorong Banxue ringan ke dalam gua.
"Bagaimana kau tahu ada gua di sini? Bukankah ini pertama kalinya kita ke hutan ini?"
"Pertama bagimu. Aku pernah ke sini bersama Master dulu," jawab Fengyu sambil menoleh ke belakang, berjaga-jaga.
"Begitu, ya..."
Meski tubuh mereka tak mengalami luka parah, keduanya hampir kehabisan tenaga setelah pertarungan berat tadi.
"Tunggu... aku merasakan energi dari dalam gua ini. Seperti ada orang lain."
"Aku juga merasakannya," sahut Banxue, kini lebih waspada. "Ayo masuk perlahan."
Semakin dalam mereka melangkah, dua aura samar mulai tampak di kedua sisi gua. Sesosok pria dan wanita terlihat sedang bermeditasi, terdiam dalam keheningan.
"Ssst... jangan ganggu mereka. Mereka sedang memulihkan diri," bisik Banxue, menaruh jari telunjuk di bibir.
Fengyu mengangguk.
Mereka pun memilih duduk di sisi lain gua, menjauh dari kedua sosok itu. Meski telah bersama dalam waktu lama, Fengyu dan Banxue tak pernah menjalin hubungan lebih dari sekadar saudara seperjalanan.
Beberapa jam berlalu.
Wayne membuka matanya perlahan, napasnya stabil. Matanya langsung menangkap dua sosok asing yang kini duduk di dalam gua.
"Siapa kalian?" tanyanya waspada.
Fengyu berdiri pelan. "Namaku Fengyu dari kota Limoe. Ini temanku, Banxue, dari kota Ruye."
Banxue mengangguk kecil, memberikan senyum dan lambaian singkat.
"Aku Wayne dari kota Timo. Yang sedang bermeditasi di depan sana adalah Linrue, dari kota Weju."
Mereka saling menatap sejenak, menimbang kehadiran satu sama lain.
"Apakah kami boleh beristirahat di sini sampai cukup pulih untuk melanjutkan perjalanan?" tanya Fengyu dengan sopan.
"Tentu. Kita semua sama-sama pengembara. Berbagi tempat peristirahatan bukanlah masalah," jawab Wayne ramah.
Banxue menyilangkan tangan. "Kau terlihat terlalu percaya. Apa kau tidak khawatir kami bisa saja mencelakai kalian?"
Wayne tersenyum tipis. "Kalau kalian berniat buruk, sudah sejak tadi kami diserang. Tapi itu tidak terjadi. Itu sudah cukup menjadi jawabannya."
"...Kau punya logika yang bagus," balas Fengyu. "Kami akan beristirahat dan memulihkan tenaga. Mohon bantuannya untuk berjaga."
Wayne mengangguk dan tersenyum.
Tak lama kemudian, Linrue membuka matanya. Ia tersenyum melihat Wayne.
"Kau sudah selesai? Bagaimana kondisi tubuhmu sekarang?"
"Sudah jauh lebih baik. Kau sendiri?"
"Sudah membaik juga. Tapi... siapa mereka?" tanyanya sambil melirik ke arah dua orang asing yang duduk tak jauh dari mereka.
"Mereka pengembara seperti kita. Fengyu dari Limoe dan Banxue dari Ruye," jelas Wayne sambil menunjuk keduanya bergantian.
"Wow... wanita itu cantik, dan pria itu... bahkan lebih tampan dari kakak sendiri. Haha! Apa mereka sepasang kekasih?"
Wayne mendecak kecil. "Wajah itu bukan segalanya. Dan mereka hanya berteman. Tapi... kau tertarik pada Fengyu?"
"Siapa yang tidak akan tertarik? Dan... kau sendiri, tak tertarik pada gadis di sebelahmu itu?"
Wayne menoleh sebentar ke arah Linrue dan berkata pelan, "Bagiku, kau juga cantik. Tapi aku tak memilih seseorang hanya dari penampilan, Rue."
"Ih... kau membuatku mual," ejek Linrue sambil berpura-pura muntah, menutup mulut dengan tangan.
"Apa mereka akan ikut perjalanan kita?"
"Tidak. Mereka hanya singgah sebentar untuk beristirahat," jawab Wayne.
"Sayang sekali... Bagaimana kalau kakak mengusulkan mereka ikut bersama kita? Lebih ramai akan lebih seru."
Wayne menghela napas ringan. "Tunggu sampai mereka selesai bermeditasi. Nanti akan kubicarakan. Sekarang tidurlah, malam sudah larut."
Ia mengusap rambut Linrue dengan lembut.
"Baiklah... kau akan berjaga, kan?"
"Iya. Akan berbahaya kalau tak ada yang berjaga."
Linrue pun memejamkan matanya dan tertidur.
Wayne menatap Banxue yang masih bermeditasi, lalu tersenyum kecil.
"Dasar Linrue..." gumamnya, menggeleng pelan.
Menjelang sepertiga malam, Fengyu dan Banxue perlahan membuka mata setelah beberapa jam meditasi. Nafas mereka kini lebih teratur, tubuh mereka sudah terasa ringan meski kelelahan masih membekas.
“Wayne, beristirahatlah. Sekarang giliran kami yang berjaga,” ucap Banxue, nada suaranya terdengar datar, hampir sinis.
Wayne tersenyum tipis. “Terima kasih sudah repot-repot menggantikanku. Aku memang agak lelah. Selamat malam.”
Baru beberapa menit setelah berbaring, Wayne sudah terlelap, napasnya terdengar lembut dalam kesunyian gua.
Fengyu melirik Banxue. “Xuer, kau terlalu sinis pada orang lain. Apa kau tak takut dikutuk?”
“Dikutuk?” Banxue mendengus pelan. “Kutukan itu hanya berlaku kalau kita punya hubungan dekat. Kita bahkan tak mengenal mereka, Feng.”
“Memang… Tapi orang yang merasa disakiti, bahkan tanpa kedekatan, bisa meninggalkan luka yang dalam. Kutukan mereka kadang jauh lebih membekas, Xuer.”
Banxue menghela napas, menepis rambut dari wajahnya. “Iya, iya... Aku akan coba bersikap baik. Puas?”
Fengyu tertawa kecil, lalu meliriknya dengan tatapan menggoda. “Tapi, hei... Wayne cukup tampan. Tidak tertarik?”
Banxue mendecak. “Jangan konyol. Apa kau lupa tujuan kita ke tempat ini? Aku tak butuh hubungan yang hanya jadi kelemahan. Semua pria yang kutolak, tampan semua.”
“Kau itu perempuan. Tak baik berkata seperti itu. Apa kau ingin hidup selamanya sendiri dan kesepian?”
Banxue menyilangkan tangan, lalu menoleh ke arah lain. “Kalau itu lebih sederhana, kenapa tidak? Hubungan seperti itu hanya bikin pusing.”
Fengyu menatap langit-langit gua, kelelahan tergambar jelas di wajahnya. “Ya sudah... terserah kau saja.”
“Kau mengantuk, ya?” tanya Banxue, suaranya lebih lembut dari biasanya.
“Sedikit. Tapi aku masih bisa berjaga. Aku tidak mau meninggalkanmu sendirian.”
Seketika Banxue diam. Ia menatap api unggun yang nyaris padam, lalu berkata pelan, “Fengyu... Kau tahu kenapa aku tidak mau menjalin hubungan seperti itu?”
Fengyu menoleh serius. “Kau tidak pernah menjelaskan. Tapi aku tahu alasanmu menolak pria-pria itu... selalu terdengar dibuat-buat.”
Banxue menggigit bibir bawahnya. “Aku memang tidak bisa memberitahumu... atau siapa pun.”
Fengyu menahan helaan napas. “Apakah itu karena ancaman seseorang? Atau hal lain? Kau bisa jujur padaku.”
“Aku ingin menjelaskannya... sungguh. Tapi aku tidak bisa,” ucap Banxue lirih, tatapannya murung menembus kegelapan.
Fengyu menghela napas. “Baiklah. Kalau kau belum siap, aku tidak akan memaksa. Kau boleh menyimpannya sendiri.”
“Aku lelah... Boleh aku tidur lebih dulu?” tanyanya pelan, matanya mulai berat.
“Tidurlah. Lagi pula, sebentar lagi fajar,” jawab Fengyu lembut. “Nanti aku akan bergantian dengan yang lain.”
Banxue pun memejamkan matanya. Tak lama, napasnya berubah menjadi lembut dan tenang.
Fengyu tetap duduk, menjaga api unggun kecil yang tersisa. Ia menatap ke arah Banxue sambil bergumam dalam hati.
"Aku tahu kau menyimpan sesuatu, Xuer. Sesuatu yang tak sanggup kau ucapkan. Kau bukan tak tertarik pada siapa pun. Aku ingat saat kau menolak Anyu... malam itu kau menangis diam-diam di balik pintu kamarmu. Suaramu memang pelan... tapi aku mendengarnya."
---
Beberapa waktu kemudian, Linrue perlahan terbangun. Ia melihat Fengyu masih terjaga, duduk sendiri.
“Kau belum tidur?” tanyanya pelan.
Fengyu menoleh dan tersenyum kecil. “Masih berjaga. Apa kau mau bergantian?”
“Tentu saja,” jawab Linrue sambil meregangkan badan.
“Terima kasih…” ucap Fengyu, lalu pelan-pelan membaringkan tubuhnya di sisi api unggun.
Linrue duduk sambil memeluk lutut, memandangi sisa bara unggun. Beberapa saat kemudian, perutnya berbunyi lirih.
“Ah... aku lapar...” gerutunya pelan. Ia mengelus perut, lalu melirik sekeliling. “Tapi semua orang masih tidur. Aku tidak bisa meninggalkan mereka.”
Ia bangkit perlahan, lalu mendekati Wayne yang masih tertidur.
“Kak Wayne... bangun. Ayo bangun sebentar,” bisiknya sambil menggoyang bahu pria itu.
Wayne mengerjap pelan. “Hm...? Ada apa, Linrue?”
“Aku lapar. Mau cari makanan keluar sebentar. Bisa kau gantikan berjaga?”
Wayne mengangguk pelan. “Pergilah, tapi jangan terlalu jauh. Dan jangan terlalu lama.”
“Tenang... Aku ngerti,” jawab Linrue, lalu berbalik dan melangkah keluar gua, menyelinap di antara embun dini hari.
Sudah beberapa Lama linrue belum juga kembali.
membuat Wayne khawatir.
Banxue terbangun dari tidur nya melihat ekpresi gelisah pada Wayne .
"Kenapa kau terlihat gelisah?"(tanya banxue)
"Linrue sudah cukup lama meninggalkan gua untuk mencari sarapan,aku khawatir terjadi sesuatu padanya."(ujar Wayne dengan rasa khawatir).
"pergilah Cari Dia"(ujar banxue dengan menggerakan kepalanya menunjuk keluar gua)
"Baiklah ,aku akan pergi mencarinya"(wayne sambil berdiri dan berjalan menuju arah keluar gua)
Tak lama Linrue datang dengan nafas terengah-engah.
Wayne yang melihatnya langsung membantunya masuk kedalam gua dengan menopang satu lengan nya dipundaknya.
"Apa terjadi sesuatu?apa yang membuatmu seperti ini?"(tanya Wayne dengan khawatir)
"Tidak ada,aku baik-baik saja,hanya saja tempatku mencari sarapan lumayan cukup jauh jadi membutuhkan tenaga dan waktu sedikit lama"(ucap linrue).
"Sudah kubilang jangan terlalu jauh,aku kira sesuatu terjadi padamu tadinya aku berpikir untuk mencarimu keluar"(ucap Wayne)
"aku hanya mendapat beberapa buah ini cukup untuk sarapan ,untuk makan malam nanti kita pikirkan lagi."(sambil menunjukan beberapa buah yang berada di tasnya)
Linrue memberikan apel pada banxue dan Wayne .tak lama fengyu terbangun dari tidurnya.
"apa yang kau makan banxue?"(tanya fengyu dengan mengubah posisi tidurnya ke posisi duduk)
"Ah ini apel yang diberikan linrue."(jawab banxue)
"ini untukmu,,"(ucap linrue sambil mengulurkan tangannya yang memegang apel).
"terimakasih,"(sambil menerima apel yang diberikan linrue).
Linrue lirik dengan gerakan matanya perlahan memberi isyarat pada Wayne.
"Fengyu kemana tujuanmu setelah ini?"(tanya Wayne)
"aku akan menuju ke kota yure"(fengyu melirik ke arah banxue)
"ada apa kenapa kau melirik seperti itu kearahku"(banxue dengan nada sinis)
"tidak ada,,"(jawab fengyu)
"tujuan kita sama ,,Apa kau mau pergi bersama dengan kami?"(ucap Wayne )
"Tidak!!,,,aku tidak ingin pergi bersama dengan kalian"(banxue menatap Wayne dan linrue)
"Kenapa?apa kau merasa tak nyaman dengan kami?"(Wayne menatap banxue)
"Kalo kau tau ,kenapa masih bertanya padaku."(jawab banxue sedikit menyolot)
fengyu yang memerhatikan banxue berdecak sedikit menggelengkan kepala.
"Xuer,,sudah cukup apa yang semalam aku katakan padamu apa kau tak ingat atau mau kubantu ingatkan?"(ujar fengyu yang sedari tadi menatap banxue)
"ya aku mengerti,,"(sambil menunduk dan membuang muka )
"Wayne tolong maafkan dia, dia sudah terbiasa dengan tabiatnya yang seperti itu selalu keras kepala dan egois"(sambil menatap Wayne dan mengulurkan tangannya menunjuk kearah banxue)
"kenapa kau minta maaf padanya,memang apa salahku?!"(kembali menatap fengyu dengan sedikit sinis)
"BANXUE!!,,,,,,"(balas fengyu dengan suara penekanan)
Banxue kembali terduduk dengan sedikit menunduk.
"Tidak masalah ,Aku mengerti apa yang coba kalian katakan,jika kalian tidak setuju maka kita akan pergi secara terpisah"(ujar Wayne)
"tidak perlu,kita akan pergi bersama karena arah tujuan kita sama,tak masalah buatku dan banxue ,Benarkan banxue."(tanya fengyu dengan nada sedikit penekanan suara saat menyebut nama banxue)
"Baiklah kalo begitu ."(jawab Wayne dengan sedikit tersenyum)
"Apa apaan dia ,tersenyum seperti itu apa mereka sebegitu senangnya ingin pergi bersama kami."(Gumam banxue)
Linrue yang sedari tadi mendengar mereka bertiga berbincang ,merasa lega mendengar akhir perbincangan mereka dan tersenyum menatap fengyu.
"kenapa wanita ini menatap fengyu dengan senyum seperti itu,memang kedua orang ini sepertinya tidak beres"(Gumam banxue)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!