NovelToon NovelToon

Terikat Janji Dengan Princess

Anak dengan Ramalan

Prologue :

Malam itu petir menyambar keras. Hujan rintik-rintik membasahi dedaunan. Seorang marshal (pemimpin prajurit elit istana) berlari sekuat tenaganya ke hutan. Nafasnya memburu dengan kotak yang berisikan bayi ditangannya. Jantungnya berdetak tak beraturan diiringi suara langkah kaki yang cepat.

Sampailah ia di depan sungai yang mengalir. Jika kau terus mengikuti aliran air sungai, kau akan sampai ke panti asuhan jika beruntung. Namun jika tidak, kau akan mati bersama air terjun yang tinggi.

"Ini adalah malam paling menyedihkan. Aku akan punya kenangan buruk yang terus saja menghantui ku di sungai ini." Ia menelan ludah dengan susah payah.

Sosok yang mengejarnya adalah pasukan iblis yang menginginkan bayi itu mati. Marshal itu menekukkan lututnya lalu menghanyutkan anaknya ke sungai dalam posisi setengah duduk. Tak lama, datanglah pasukan iblis yang berbondong-bondong menginginkan nyawa sang bayi dan nyawa sang marshal.

"Sial... kita terlambat," ucap salah satu iblis. Suaranya naik satu oktaf.

Sang marshal akhirnya membalikkan badannya lalu mengusap air matanya yang tak bisa ditahan. Para iblis menatap tajam sang marshal. Kini pedang sang marshal diangkat ke langit kemudian matanya merah menyala tanda sudah siap dihajar.

Pertarungan hebat antara keduanya pun tak bisa dihindarkan lagi. Pasukan iblis yang begitu banyak tak cukup kuat untuk bisa mengalahkan marshal satu ini. Dengan penuh amarah dia mengayunkan pedang, satu persatu iblis pun tumbang.

Pasukan iblis pun akhirnya berhasil dikalahkan, walau dengan luka di sekujur tubuh. Bukan hanya luka fisik, melainkan luka pada hatinya juga sangat terasa. Setelah semua iblis tumbang, ia berjalan pulang dengan langkah yang berat. Jalan pria ini pelan dengan wajah yang terus saja menunduk diguyur hujan kecil.

Sesampainya di rumah, betapa sesaknya dada sang marshal. Dinding rumahnya dipenuhi bercak darah. Kasur yang ditempati istrinya basah dengan noda merah.

"Kau yang menyuruh ku percaya bahwa takdir akan mempertemukan aku dengannya." Sang marshal menggenggam erat tangan istrinya yang sudah tak bernyawa.

"Dia akan menjadi anak yang hebat, benar kan sayang? Aku akan selalu menantikan menantikan momen indah bersamanya." Air matanya jatuh dalam keheningan.

"Tahun-tahun yang akan ku lalui adalah mimpi buruk yang tak pernah aku inginkan. Malam bisa saja berganti, namun tidak dengan mu"

ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

8 tahun kemudian.

Di sebuah istana tampak seorang raja sedang duduk si singgasananya menunggu kehadiran seseorang. Tak lama seseorang yang ditunggunya muncul dan langsung menunduk memberi hormat.

"Pietro Marshal, momen yang paling kau nanti nantikan akan terjadi dihari ini. Sudah 8 tahun sejak insiden itu, kau pasti sangat menantikannya," ucap King Mizaliott of Tudor.

"Benar paduka."

King Mizaliott pun menyuruh Pietro Marshal untuk segera berangkat dengan kereta kuda. Dalam perjalanan tak henti-hentinya hati Pietro bernyanyi. Langit terbentang cerah tanpa awan, suasana terasa begitu hangat ketika membayangkan dirinya dengan anak yang ia rindukan itu.

Singkat nya, Pietro sampai di panti asuhan yang dekat dengan sungai. tanpa membuang-buang waktu, dengan cepat dan singkat Pietro mengadopsi anak yang tak lain tak bukan adalah anak kandungnya sendiri. Namun setelah dilihat dengan seksama, wajah anaknya itu tampak begitu murung. Kepalanya menunduk menghindari tatapan semua orang. Wajahnya menatap ke depan dengan tatapan kosong, kepala sibuk dengan pikirannya sendiri.

Singkatnya, anak itu berhasil diadopsi dan dibawa ke kereta kuda. Pietro pun mulai bertanya kepada anak itu. "Ehh... nak, siapa namamu?" tanya sang Marshal pelan. "A... aku... aku William paman, bukankah paman adalah seorang Marshal?" tuturnya halus terbata-bata. Matanya terus memperhatikan lencana yang bersinar-sinar di baju Pietro.

"Iya nak, nama paman Pietro, dan mulai sekarang hidup berbahagialah sebagai anak paman ya! Dan jangan manggil paman, panggil saja ayah." Pietro mengatakannya dengan penuh senyuman.

"Baik ayah, aku senang diadopsi seperti ini, terimakasih," Setelah senyuman, dia menundukkan kepalanya. "Tapi aku benci kepada orang tuaku yang telah membuang ku seperti ini. Aku sangat membenci mereka," suaranya naik. Wajah anak itu mengeras.

Pietro langsung terdiam sejenak, perkataan anak itu membuat hatinya sesak. Biar bagaimanapun dia tidak bermaksud membuat William berada di panti asuhan.

Setelah dia sejenak, Pietro menggunakan sihir kegelapannya dan membuat matanya menjadi merah menyala. Saat itu juga William yang menatap mulai kehilangan kesadarannya. William merasa tidak bisa memalingkan wajahnya itu, tanpa William sadari matanya juga jadi merah menyala dan ia merasa kalau ia nyaman berada di dekat Pietro walau tak tahu alasannya kenapa.

Sihir kegelapan Pietro pun dihentikan, wajah seramnya beralih menjadi wajah yang penuh dengan senyuman lagi.

"Nak... orang tua mu tak bermaksud menghanyutkan mu ke sungai, itulah yang harus kau percaya!" ucap Pietro, terdengar tak ada candaan dalam nada bicaranya itu.

"Sudahlah ayah, ucapan mu tidak masuk akal, aku rasa mereka memang tidak menginginkan keberadaan ku. Bisa bisanya mereka melakukan hal bodoh, apa mereka tak berfikir aku bisa saja mati tenggelam?" ucap William dengan nafasnya yang memburu.

"Kurasa dengan diadopsinya aku, aku bisa melupakan kenangan buruk yang kudapat akibat di panti asuhan itu," tambahnya.

Tak butuh waktu lama untuk Pietro memahami apa yang dimaksud dengan kenangan buruk yang dialami William. Pietro melihat ada luka kecil ditelinga anaknya itu, melihat hal itu Pietro langsung mendapat kesimpulan.

"Sudahlah nak, setelah kau diadopsi kau akan mendapat banyak teman," ucap Pietro menenangkan. Tangannya mengusap punggung mungil William.

"Aku benci teman, istilah teman terasa sangat jahat untuk didengar. Telinga ku terasa panas jika mendengar kata itu," ucapannya sembari menggigit bibir bawah, hampir berdarah.

"Aku yakin sebelumnya mereka mengajak anakku ini berteman, lalu setelah diterima satu persatu kenangan buruk mulai masuk kedalam memori William." Ucap Pietro dalam hati.

Saat hendak menasehati putranya, Pietro mendapat sambutan dari rekannya yang lain. Tanpa ia sadari ternyata sudah sampai di istana. Perjalanan terasa begitu singkat saat bersama dengan anaknya sendiri. Setelah sampai, Pietro mendapat perintah untuk segera menghadap raja. Saat itu juga Pietro pergi meninggalkan anaknya sendirian tak sempat bilang apa-apa.

William awalnya senang. Wajahnya tampak bahagia begitu melihat banyak anak-anak seumuran dengannya. William berfikir bisa memulai semuanya dari awal dan berteman baik dengan anak-anak prajurit elit lainnya.

Akan tetapi, wajah William berubah saat Dante yang merupakan salah satu anak dari prajurit elit bilang "Hai, berteman yuk!" ajak Dante. Wajahnya tampak begitu tulus saat mengatakan itu.

Namun saat mendengar hal itu seketika sikap dan wajah William berubah drastis. Ia malah berlari menjauh dari anak-anak disana. Melihat respon William yang seperti itu, Princess Mary yang merupakan putri kecil kerajaan Tudor pun menghampiri Dante. "Aku merasa ada yang tidak beres, jadi kau harus melihat waktu yang pas untuk mendekatinya!" tegurnya.

Anak anak disana ada 5 orang, dan mereka semua dibuat kebingungan oleh sikap Dante yang seperti itu. Biar bagaimanapun mereka tak ada niatan untuk menyakiti anak yang baru diadopsi itu.

William pun duduk sendirian di kursi taman. Kepalanya tertunduk dalam diam. Dia mulai memikirkan kehidupan menyedihkannya selama di panti asuhan. Setiap hari selalu saja terjadi hal buruk padanya.

Duduk sendirian dengan wajah penuh kesedihan, terlihat sangat kesepian, itulah yang dilihat oleh anak anak pasukan kerajaan. Dante yang melihat William merasa tak tega. William hanya duduk, tak melakukan apapun, hanya menunggu ayahnya datang menghampirinya.

Dante merasa sangat kasihan pada William. Setelah membulatkan tekad, ia pun menghampiri William. "Tidakkah kau tahu aku telah muak? Pergi sana! Aku tak menginginkan keberadaan mu." Kata kata William pedih, penuh hinaan tajam, nadanya pun sungguh tinggi.

Padahal belum sempat mendekat, Dante pada akhirnya benar benar pergi dan ia pun mengadukan ini semua kepada Princess Mary serta 3 kawannya yang lain.

Pertemuan Pertama

Waktu menunjukkan pukul 4 sore. William benar benar tak melakukan apapun selama berjam-jam. Akhirnya Pietro telah selesai dengan urusannya dan mulai mencari William. Betapa terkejutnya dia melihat anaknya itu hanya duduk-duduk sendirian sementara anak yang lain sedang asyik bermain bersama.

"Kau kelihatan mengantuk, apa kau tadi hanya duduk-duduk saja tanpa melakukan apapun?" tanya Pietro. Langkah kakinya mengarah mendekati bangku yang diduduki William.

"Iya yah, aku tidak mau berteman dengan mereka," balas William dengan nada lemas dan muka kusut. "Kau hanya salah paham William anakku," ucap Pietro. Tangannya mulai mengusap kepalanya William.

"Salah paham apa yah?."

"Sekarang kita pergi dulu ke rumah ayah ya, nanti ayah akan beritahu kamu beberapa hal."

"Oke"

Setelah sampai di rumah Pietro, betapa terkejutnya William dengan mewahnya rumah itu. Dekorasi disana semuanya keliatan mahal. William pun merasa senang bisa tinggal disana.

"I... ini rumah ayah?" tanya William. Hatinya senang mengiringi langkah kakinya. "Iya, ini rumah pribadi milik ayah." Balas Pietro, wajahnya tampak dipenuhi senyuman.

"Ini sangat besar yah, sepi lagi. Aku suka rumah ini," ungkap William. Kini dia dan ayahnya duduk di sofa empuk. "Iya rumah ini memang bagus, tetapi ayah merasa sangat kesepian disini. Rasanya tidak menyenangkan jika rumah tempat tinggal kita besar tapi tak ada seorangpun yang memberikan cinta," ungkap Pietro dengan tangan menyentuh dada.

"Lah... jadi penyebab ayah mengadopsi ku adalah karena tidak punya istri?"

"Hehehe, iya aku belum pernah menikah," ucap Pietro penuh kebohongan, tangannya menggaruk kepala bagian belakang.

"Padahal emang aku tidak menikah lagi setelah kehilangan istriku," ucap Pietro dalam hati.

"Nah... nak, mari kita ke ruang makan! Pasti kamu lapar, ayah akan bikinin kmu makanan." Tangannya menuntun buah hati. "Wah beneran? baiklah yah." Wajah William tampak begitu riang.

William pun duduk di kursi yang sangat nyaman. Dia merasa bahwa rumah itu terlalu besar untuk seorang diri. William sekarang jadi kepikiran bahwa ayahnya mempersiapkan ini semua untuk istrinya nanti.

Setelah menunggu, akhirnya Pietro selesai memasak dan ia pun memanggil William ke meja makan. Tampak wajah riang gembira memenuhi wajah William saat melihat betapa banyaknya makanan yang ayahnya buat. Pietro mulai menjelaskan tentang apa itu pasukan elit Zeyynmaloth.

"Nak, kau kan tahu kalau ayah itu seorang Marshal, atau bisa dibilang ketua, pemimpin dari prajurit elit di kerajaan kita yaitu kerajaan Tudor."

"Kalau kau tahu, raja Tudor pada masa itu King Hans IX of Tudor mendapati para prajurit yang kemampuannya lebih dari prajurit biasa."

"Disanalah mulai terbentuk prajurit elit dengan nama Zeyynmaloth. Setiap anak keturunan akan menjadi penerus untuk meregenerasi Zeyynmaloth yang baru," jelas Pietro.

"Tapi ayah bilang keturunan akan menjadi penerus, lalu apakah aku ini anak kandung ayah?" tanya William.

"Bukan, kau itu anak dari adik ayah. Namun karena istrinya meninggal dan dia gugur dalam perang, jadi aku lah yang mengadopsi mu agar kau tidak terus terusan disana," jawab Pietro. Matanya tak mau melihat mata William.

"Baguslah, aku emang tadi berharap kau bukan ayah kandung aku, kalau tadi bilang iya mungkin aku akan mencoba membenci ayah," ucap William setelah sesuap makanan masuk kedalam mulutnya.

"Kau tahu, disaat dimana kau lahir, tak ada seorangpun yang datang, itu karena ayahmu melarangnya. Semua dilarang datang, termasuk aku. keesokan harinya tahu tahu ayahmu sudah gugur dalam perang di tepi sungai, dan ibu mu di bunuh di kamarnya," ucap Pietro mengada ada cerita.

"Baiklah untuk sekarang, kau akan menjadi kuat seperti ayah mau tidak?" tanya Pietro. Wajahnya bersiap menerima jawaban. "Mau yah, aku ingin agar bisa menjadi Marshal sama seperti ayah," nadanya terdengar meyakinkan.

Kenyataan tentang Zeyynmaloth adalah keponakan tidak bisa mewarisi atau tidak bisa jadi penerus Zeyynmaloth. Pietro berbohong atas semuanya. Selain berbohong, Pietro juga tak mahu menceritakan tentang ramalan dimana William di masa depan nanti akan menjadi seorang pahlawan.

Alasan kenapa Pietro tadi langsung dipanggil untuk menghadap raja dengan segera adalah karena besok akan ada kunjungan dari kerajaan Sundr. King Edward XIV of Sundr memiliki urusan penting dengan King Mizaliott dan pasukan Zeyynmaloth.

Hari pun berganti, tampak pintu istana dibuka lebar. Karpet merah digelar untuk menyambut bangsawan Sundr. King Mizaliott sudah siap berada di depan pintu dengan sang ratu, sementara anak anak dari pasukan Zeyynmaloth termasuk William hanya bisa melihat dari atas.

Akhirnya bangsawan Sundr lewat. Ada 1 raja, 2 anak kecil, dan 2 pengawal Sundr. Anak anak dari pasukan Zeyynmaloth tersanjung akan kedatangan mereka.

Setelah penyambutan, anak anggota Zeyynmaloth berada di luar dan sedang bermain, disini William mulai merasa bahwa perlakuan dirinya kemarin terlalu keras, terutama pada Dante. Akhirnya dia duduk sendirian tak punya teman.

Tak lama datanglah 2 orang anak bangsawan tadi menghampiri Dante dan yang lainnya. Mereka memperkenalkan diri dan meminta ikut bermain.

"Hai semuanya, perkenalkan aku Prince Henry of Sundr. Aku anak pertama dari raja Sundr. Salam kenal semuanya."

"Hai, aku Guinevere, Princess Guinevere of Sundr, kenapa yang disana itu sendirian aja?." Tangannya menunjuk kearah William. Wajahnya tampak begitu kebingungan.

"Ohh itu, dia adalah William, dia selalu mau sendiri dan tidak mau berteman," jawab Princess Mary. Tangannya menyilang di dada, dan wajahnya dibanting.

Mendengar hal itu, Princess Guinevere mencoba untuk mendekati William. Dia ingin mencari tahu apa yang dialami William, dan kenapa dia begitu.

"Haー" ucapan Guinevere langsung dipotong. "Apa kau mau berteman denganku kan? Tidak, terima kasih. Aku sudah muak berteman," William berucap dengan mengangkat alis dan nada tinggi.

"Lalu kenapa?" tanya Guinevere. Langkahnya tak henti henti mendekati William.

"Kau akan bersama ku untuk memanfaatkan ku kan?." Sentak William. Matanya menusuk tajam ke mara Guinevere.

"Kau ini bicara apa?" Kini langkah Princess Guinevere terhenti.

"Lalu apa mau mu hah?" tanya William dengan nada keras.

"Entah apa yang sedang kau bicarakan ini, aku tak berniat menyakitimu kau tahu?"

"Apa benar?" Ucap William dengan nada yang mulai pelan.

"Duh kau ini ya... kalau kamu tak mau aku jadi teman mu aku akan menjadi sahabat mu, gimana?" Guinevere terus melangkah kemudian duduk disebelahnya William. Terasa baju William menyentuh kulit halus Guinevere.

"Sahabat? Kau serius kah?" William benar benar dibuat takluk. Sikap dan nada kasarnya hilang.

"iya aku serius, lagian melihatmu sih seperti melihat diriku saja."

"Seperti mu?"

"Aku tidak diajak main oleh anak seumuran ku karena aku anak bangsawan. Mereka takut aku sesuka hati memerintah, padahal aku gak mau bersikap sejahat itu." Tawa palsunya terdengar hampa.

"Kupikir kau hanya salah mengartikan apa itu teman, baiklah mulai sekarang cobalah untuk dekat dengan anak Zeyynmaloth yang lain!"

"Aku malu lahh, aku rasa aku udah terlalu kasar pada mereka.

"Hihihi... wajahmu ternyata lucu ya kalau tak sedang marah." Yang sebenarnya ingin Guinevere katakan adalah tampan.

"Yaudah deh, kalo gitu cobalah untuk meminta maaf pada mereka, kalau gak bisa sekarang ya nanti aja. Untuk sekarang mari bermain," tambah Guinevere.

Pada akhirnya mereka berdua bersama bersama dan saat itu juga bagi keduanya merasakan pengalaman pertama mendapat sahabat, bagi Guinevere sendiri, dia jarang diajak main oleh kakaknya karena sibuk, dan tidak diajak main oleh penduduk di wilayah nya.

Mereka berdua menghabiskan banyak waktu untuk bermain, bahkan sampai lupa waktu. Mereka lupa ternyata hari sudah sore. Hasil rapat tadi belum mendapat keputusan, jadi King Edward memutuskan untuk pulang besok sore.

Di malam harinya, William menceritakan hari baiknya kepada sang ayah bahwa ini merupakan hari dimana ia bisa berekspresi. Rasanya hari kebahagiaan sudah dimulai dan akan terus berlanjut nantinya. Itu semua berkat Guinevere.

keesokan harinya. William mengajak ayahnya dari rumah untuk segera bergegas ke istana. Disana dia ingin cepat cepat untuk bermain lagi. Dan benar saja di istana sudah ada Guinevere yang menunggu.

Anak Zeyynmaloth yang lain pun mulai heran akan perubahan sikap William. Sikap yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Guinevere bilang pada mereka saat sebelum bertemu lagi dengan William, bahwa William hanya salah mengartikan apa itu teman.

"Untuk sekarang biarkan aku saja dulu yang mencoba membuka hati William." Pesan Guinevere pada anak-anak anggota Zeyynmaloth yang lain.

Berbeda dengan permainan di hari sebelumnya. Guinevere sekarang mengajak William untuk bermain di hutan belakang istana.

"Ayo nangkap kumbang, pasti di hutan sana ada banyak kumbang!"

"Kau bercanda? Mana boleh kita main di sana, siapa tahu ada iblis yang menyeramkan."

"Lah kau ini penakut, ayo aku yakin tidak ada hal buruk yang akan terjadi." Tangan Guinevere menggenggam erat tangan William lalu membawanya pergi.

Saat mendekatinya hutan, William merasakan firasat buruk, dia merasa dia punya kekuatan sihir gelap yang bisa mendeteksi akan adanya keberadaan sihir gelap lain. William benar benar merasa ada sesosok iblis disana. Tapi William tidak bisa berbuat apa-apa.

William merasa jika ia menolak ajakan sahabatnya itu dia akan dijauhi. Maka dari itu William hanya nurut saja.

Janji Setia

Setelah sampai di hutan, suasana begitu mencekam. Lain halnya dengan Princess Guinevere yang tak menyadari sesuatu. Udara terasa begitu sejuk, suara kicauan burung terdengar ke telinga mereka. Kini mereka langsung bergerak mencari kumbang dan tak buang-buang waktu.

"Baiklah, kau kesana, dan aku ke arah situ." Ucap Guinevere dengan wajah riang, jari telunjuknya menunjukkan kearah yang berlawanan.

Mendengar hal itu William hanya mengangguk saja. Dia melihat seekor kumbang di pohon. Namun bukannya bahagia William malah makin gelisah, dia merasa energi gelap itu semakin dekat dengan mereka.

"Arghh....."

"Tolonggg!!" Suara teriakan itu datang dari arah Guinevere.

William yang mendengar hal itu langsung bergegas kearah Princess Guinevere. Dia mendapati Princess sedang duduk terpojok. Dibelakangnya ada pohon besar yang membuat dia tak bisa mundur lagi. William dengan sigap langsung berlari da kemudian berdiri tepat dihadapan Princess Guinevere dengan tangan tang terbentang.

"Kalau kau ingin menyakitinya, lewati aku dulu!" Suara anak itu tinggi dan wajahnya mengeras.

"Apa yang kau lakukan bocah? Aku bisa membunuh kalian berdua hanya dengan 1 kali serang. Lihat ekorku yang beracun ini! Apa yang bisa kalian lakukan?" Iblis yang merangkak itu memamerkan ekornya yang fleksibel.

"Apapun yang terjadi aku tak ingin Putri Guinevere terluka. Kalau berani habisi aku dulu, baru dirinya!" Hembusan nafasnya memburu.

"Masa bodoh dengan apa yang kau katakan, dengan ini aku bisa membunuh putri raja, bahkan sekaligus calon anggota Zeyynmaloth. Muahahahaha..." Iblis itu tertawa dengan mata ungu yang menyala nyala.

Karena merasa terancam, William secara tak sadar membangkitkan kekuatan kegelapan dan membuat matanya memerah disertai sinar terang.

"Apa yang terjadi dengan anak itu?"

"Arghh bodo amat sihh."

Tanpa pikir panjang iblis itu langsung menggerakkan ekor beracunnya untuk menusuk jantung kedua anak itu sekaligus.

"Matilah!!!!"

"Arghh!!!" Princess Guinevere teriak sambil memejamkan mata. Dia tak sanggup melihat adegan menyeramkan itu.

Terdengar suara tebasan, bukan tusukan di telinga Guinevere. Perlahan dia membuka matanya. Betapa terkejutnya dia ketika mendapati dirinya masih hidup dan William terkapar ke tanah dengan rintihan kesakitan yang masih terdengar. Wajah iblis yang tadi malah berubah menjadi pucat.

"Apa yang terjadi?" dia berucap seolah tak percaya dengan matanya sendiri. Entah apa yang terjadi, semua terjadi begitu cepat.

Guinevere pun mengangkat tangannya untuk membalikkan tubuh William yang ambruk. Dia melihat ada nanah dan racun yang ikut mengalir pada darah nya William. Tampak William terbaring tak sadarkan diri dengan luka tebasan pada mata. Dia kemudian mengangkat wajahnya lalu melihat sosok iblis berdiam mematung dengan mata merah menyala.

"William, William, bangun! Cepat bangun! Jawab aku!" ucapannya dengan nada takut kehilangan. Tangannya menggenggam erat William dan terus saja menggoyangkan William yang tak sadarkan diri.

Air mata itu akhirnya jatuh tanpa bisa ditahan. Perlahan terdengar suara tangisan dari mulut Princess Guinevere. Ia menarik nafas dalam-dalam menahan sesak.

Terdengar suara langkah kaki yang menuju ke arah Guinevere. Rupanya itu adalah prajurit Zeyynmaloth, anak anak prajurit dan kakaknya.

"Apa yang terjadi?" Tanya Prince Henry. Matanya menatap sekitar dengan cepat.

Terjadilah kerusuhan disana. Terdengar bunyi "Apa yang terjadi?" terus saja bergema di hutan itu. Princess Guinevere masih dengan tangisan kerasnya sehingga mengganggu raja.

Setelah melihat kondisi William serta melihat iblis tadi, dia mulai mengerti satu hal. "Rupanya William menggunakan kekuatan Blood Demonnya ya" Ucap Pietro dalam hati. Perlahan tapi pasti, iblis tadi menghilang menjadi partikel-partikel merah dan kemudian eksistensi iblis itu sungguh terhapus.

Kini terik matahari bisa membakar kulit. Tengah hari ini Princess Guinevere bersama dengan kakaknya dan ayahandanya sedang makan bersama. Tampak putri kecil itu tak mau makan karena mengikuti nafsu yang tak bagus.

"Ayah senang kau baik-baik saja nak," ucap King Edward XIV memulai pembicaraan. "Aku hampir mati." Dibalas Guinevere dengan cepat dan singkat. Wajah sedihnya tak berubah.

"Aku akan memarahi William itu karena telah mengajak kamu ke hutan." Melihat respon putrinya, dia berkata begitu. "Apa maksud ayah? Aku yang mengajaknya. Dia terus memberi tahu aku tapi aku tak mendengar," ucap Guinevere emosional.

"Apa yang kau pikirkan nak? Kenapa kau main ke hutan?" nadanya begitu tinggi. Tanpa sadar tangan sang raja menggenggam kuat pada meja.

"Aku tahu aku salah. Maaf yah, aku juga ingin meminta maaf pada William," ucapan King Edward hanya membuat Guinevere tambah sedih.

"Kau tahu? Iblis yang kau hadapi tadi adalah ras iblis Shadow Tail. Itu adalah iblis dengan bisa yang kuat. Kemungkinan hidup jika terkena racun itu hanya 30.08%. Prince Henry menyela pembicaraan mereka.

"Apa?"

"Aku serius. Tapi disaat kau nangis tadi, iblis itu menghilang tahu. Menariknya, iblis itu bukan menghilang karena melarikan diri, tetapi karena eksistensinya benar-benar terhapus," jelas panjang Henry.

Princess Guinevere hanya memakan makanannya sedikit lalu bergegas ke ruang pengobatan untuk melihat kondisi William.

"Ehh nak, kau mau kemana?" Tangan King Edward mengarah pada putrinya.

"Aku tak mau gara-gara aku ada nyawa yang hilang," balas Guinevere tanpa menatap wajah sang ayahanda sama sekali. Dia terus berlari saat ditanya seperti itu.

"Paman, bagaimana kondisi William?" Suara itu datang dari lorong. Tampak Guinevere yang ngos-ngosan saat menanyakan itu.

"Dia mungkin masih bisa hidup. Aku belum tahu berapa kemungkinan hidup setelah terkena bisa iblis tadi," Senyum palsu Pietro menghiasi wajahnya.

"Huhuhuu... paman, kemungkinan hidup William hanya 30,08%." Putri kecil Guinevere merespon perkataan Pietro dengan tangisan.

"Yang benar kamu?" nadanya tinggi seolah tak mau percaya dengan kenyataan pahit itu. Guinevere hanya mengangguk. Tampak air matanya terus berjatuhan.

"Padahal aku baru saja mengadopsi nya," nadanya mulai rendah.

"Jadi William anak adopsi om?" tangannya mengusap air mata.

"iya, "

"Ternyata benar dugaan ku. kasihan William, kasihan paman Pietro."

"Apa kau masih berharap pada kecilnya persentase hidup William tuan putri?"

"Iya. Aku harap dia tetap hidup. Aku ingin meminta maaf pada nya karena telah mengajak nya ke hutan."

"Aku tak menyangka kau begitu mengharapkannya hidup."

"Aku harap masih ada kesempatan untuk bisa bertemu dengan nya lagi," tak terdengar nada candaan pada ucapan Guinevere satu ini. Mendengar ucapan Guinevere. Pietro pun pergi ke gudang untuk mengambil sesuatu.

"Guinevere, benar saja rupanya kau disini," ucap Henry yang baru datang.

"Kakak... William masih bisa hidup kan?" tanya Guinevere dengan tangan yang terus saja mengusap air mata.

Prince Henry akhirnya memutuskan untuk menemani adiknya. Usapan lembut Henry begitu terasa sehingga tangisan Guinevere berakhir.

Sang dokter keluar dari kamar perawatan. Wajahnya penuh dengan keringat.

"Apa William masih bisa diselamatkan?" tanya Guinevere penasaran. Matanya berkaca-kaca penuh harapan.

Sang dokter hanya menghela nafas berat dan kemudian menggeleng kepala. Guinevere mulai menangis lagi, dia tidak terima akan fakta bahwa sahabatnya tidak bisa diselamatkan.

Tiba tiba datang Pietro Marshal dengan membawa sesuatu yang dikantungi.

"Dokter, boleh aku melihat kondisi anakku?" wajahnya tampak berani.

"Boleh pak, namun untuk sekarang hanya boleh bapak saja yang masuk," dia membukakan pintu lalu menutup lagi dengan rapat.

Kemudian Pietro pun masuk dan mulai membaca sebuah mantra. Bagi yang bisa mendeteksi energi negatif pasti akan merasakan energi gelap dari arah ruangan perawatan.

Namun tak seorangpun yang menyadari hal itu. Pietro melakukan sesuatu hal yang magis, dan saat itu juga dia memasukan sedikit cairan berwarna merah yang tak lain tak bukan itu adalah darah segar.

"Aku rasa ini tidak akan baik untuk mu nak... tapi ini demi menyelamatkan mu."

Tak lama, Pietro keluar dari ruangan itu dan disaat itu pula Guinevere langsung menanyakan keadaan nya.

"Bagiamana om? Apa William masih bisa hidup?"

"Dia masih bisa diselamatkan, jadi kau jangan khawatir. Nanti sore kau bisa melihat nya dan mengobrol dengan nya lagi," ucap Pietro dengan wajah berseri-seri.

Sontak Guinevere dan Henry pun terheran heran akan hal itu. Mereka merasa bahwa paman itu hanya bercanda. Tapi dari wajahnya terlihat jujur. Entah apa yang terjadi itulah yang mereka berdua pikirkan, yang jelas Guinevere mulai senang.

Sore pun tiba, ternyata benar apa yang diucap Pietro Marshal bahwa William tetap hidup, William berjalan kearah dapur karena lapar, mata kanan William diperban, melihat hal itu Guinevere langsung menghampirinya.

"William... kau sudah sehat ya?" ucap Guinevere dengan wajah gembira.

"Yap aku sudah sehat, namun sedikit lemas karena lapar, aku mau makan dulu." William membalas perkataan Guinevere disertai senyuman. Setelah itu dia menyentuh perutnya sendiri.

"Baiklah, nanti abis makan temui aku ya"

"Ya, baiklah."

Setelah makan mereka pun bertemu, William memutuskan untuk bertemu Guinevere. Setelah melihat ke depan istana, ternyata Guinevere akan segera pulang.

"Walau hanya sebentar, pertemuan kita sangatlah menyenangkan." pikir William, hatinya bergetar memikirkan hal itu. Perlahan langkah kakinya maju kearah Guinevere.

"William!" ucap Guinevere. Berlari kearah William.

"Aku janji William akan membalas budi padamu. Aku minta maaf atas kecerobohan ku. Kau hampir kehilangan nyawa," ucap Princess Guinevere, kedua tangannya memegang tangan William.

"Ya, tidak apa apa Guinevere," ucap William. Tampak senyum tipis di wajahnya.

"Kau harus berjanji untuk berteman baik dengan mereka," ucap Guinevere sambil menunjuk kearah anak-anak Zeyynmaloth.

"Iya, jika aku bisa punya teman, itu pasti berkat kamu," kata-kata indah William membuat Guinevere terdiam sejenak.

"Ayo kita berjanji. Di masa depan kita harus menikah, aku janji hanya akan memilih mu William," ucap Guinevere. Nadanya pelan namun begitu berarti. Raut wajahnya tak menunjukkan candaan sama sekali.

"Aku janji akan menjaga mu, apalagi jika kau istriku." Walau dia mengatakan itu dengan senyuman, tapi nadanya sangat meyakinkan.

"Hahaha, kau ini lucu" tawa kecil Guinevere.

"Baiklah sampai jumpa lagi Princess Guinevere."

Keduanya pun akhirnya berpisah, dan keduanya saling melambai satu sama lain.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!