Gadis itu sedang duduk merenung di teras rumahnya. Kepalanya menengadah menatap hamparan bintang yang kelap kelip di langit malam itu. Setiap melihat bintang, gadis itu tersenyum, membayangkan kedua orang tuanya yang terlihat sangat indah diatas sana. Sambil berharap, gadis itu juga berdoa untuk kedua orang tuanya yang lebih dulu pergi sejak ia kecil. Kini, gadis kecil itu sudah tumbuh dewasa dan mandiri. Di usianya yang genap dua puluh tahun, gadis itu menjalani hidup dengan baik didampingi paman serta bibi dari keluarga mendiang sang ayah.
Airin Isabelle namanya, gadis berparas cantik yang kini sedang menghapus bulir air mata dikedua sudut matanya. Ia tidak kuasa jika sudah membayangkan kedua orang yang sangat ia rindu dan ia cintai. Airin terus mengingat kenangan masa kecil bersama mereka. Dan Airin sangat berharap kelak kedua orang tuanya akan bangga dan bahagia telah memiliki seorang puteri sepertinya, meski hanya melihatnya dari atas sana.
Airin menghela nafas panjang, ia segera bangun dan beranjak kedalam kamarnya. Ia harus segera tidur karena besok harus melanjutkan rutinitas seperti biasanya.
•••
Lima jam telah berlalu, Airin sudah menyelesaikan mata kuliahnya. Bersama sahabatnya Vina, Airin berjalan menuju kantin untuk menikmati makanan ringan dan minuman dingin kesukaannya. Keduanya asik berbincang, membahas segala hal yang menimbulkan gelak tawa hingga membuat Airin tersedak minumannya.
"Eh, Rin, Rin?." Vina menyikut Airin, kedua matanya fokus menatap kearah laki-laki yang berjalan seorang diri memasuki kantin
Airin pun membalas seruan Vina sambil terus menyeruput minumannya, "Kamu kenal nggak sama cowok itu?."
"Yang mana?." Airin mengedarkan pandangan, matanya menyipit kearah satu-satunya laki-laki yang terlihat dikantin saat itu
"Oh? Adrian?."
Vina menjerit saat Airin menyebut nama sosok itu, membuatnya tersentak seketika, "Kenapa, sih?."
"Kamu kenal dia, Rin? Kok bisa?."
"Kenal. Waktu SMA aku satu sekolah sama dia."
"Tapi gak akrab, sih." Jelas Airin
"Hmm." Vina mengangguk paham, "Keliatannya dia baik, ya."
"Iya, setau aku, dia orangnya emang baik."
"Terus, terus, apalagi yang kamu tau? Ceritain dong, Rin." Tanya Vina yang semakin penasaran
"Apaan sih? Aku gak begitu kenal, Vin, haha."
"Yang aku tau, dia juga tegas, bertanggung jawab, karena dia mantan ketos."
"Ha? Mantan ketos juga? Wah, pantesan ya. Auranya itu loh, berkharisma, hahaha."
"Gak sia-sia aku naksir dia."
"APA?." Airin tersentak sekali lagi, tatapannya membulat menatap sahabatnya itu
"Coba ulangin?." Pinta Airin
"Hehe, iya, Rin. Jujur aku naksir sama dia dari jaman maba."
"Pandangan pertama, gitu?."
"Iya! Sumpah, naksir berat."
"Ha? Kok kamu nggak pernah cerita, sih?." Tanya Airin yang kini penasaran, tangannya pun berpindah menopang dagu
"Hehe, aku malu, Rin. Selama ini aku cuma mengagumi Adrian dari jauh aja, gak berani ngajak kenalan apa lagi deketin dia..."
"Aku insekyur mau deketin dia."
"Loh, kenapa insinyur?."
"Insekyur, Airin. IN-SE-KYUR".
"Haha, iya iya. Bercanda kok..."
"Yaudah kalo gitu sekarang kamu deketin dia. Tenang, aku dukung."
"Hmm, berat, Rin. Saingannya banyak..."
"Aku tau kok, banyak yang naksir juga sama dia. Bener kan?."
"Ya, bener sih." Airin mengangguk setuju, harus ia akui sosok Adrian memang salah satu mahasiswa yang banyak menarik perhatian, sama hal nya saat mereka SMA, jabatan ketua OSIS yang disandang oleh Adrian saat itu, membuatnya menjadi siswa dambaan dari kebanyakan siswi disana.
"Tapi kenalan dulu kan gak apa-apa, Vin. Temenan gitu?."
"Ayo, aku temenin kalo mau kenalan sama dia." Airin bangun dari tempatnya dengan semangat
"Nanti dia pergi, lho." Sambung Airin sambil memperhatikan Adrian yang sedang membayar minumannya
"Tapi, Rin? Aku-"
"Udah. Ayo!."
Airin melenggang terlebih dulu, meninggalkan Vina dan berencana menahan langkah Adrian yang hendak meninggalkan kantin,
"Minimal aku bantuin Vina buat kenalan dulu, sisanya terserah Vina."
"Adrian?!." Panggil Airin dari belakang, membuat sosok itu berhenti dan berbalik kearahnya
"Ya?..."
"Airin?."
Airin terbelalak saat Adrian menyebut namanya, "Eh? kamu tau aku, ya?."
"Ya, tau. Bukannya lo alumni Tunas Bangsa juga? Kita seangkatan, kan?."
"Ah? Haha, iya, seangkatan." Airin mendadak canggung, tangannya pun reflek menggaruk tengkuk
"Ada apa?."
Pertanyaan Adrian membuat Airin hening sejenak sebelumnya menyadari sesuatu, "Oh, iya, temen aku mau kenalan sama kamu."
"Temen?..."
"Yang mana?." Adrian sedikit celingukan mencari sosok yang dimaksud Airin
"Ini..." Telunjuk Airin perlahan turun saat sosok Vina tidak ada dibelakangnya
"Lho? Vina?
"Kok gak ada?."
"Nggak ada siapa-siapa?." Adrian menatapnya heran, sosok yang ditunjuk Airin tidak ada disana
"Iya, ya. Harusnya dia ada disini..."
"Yaudah, mungkin lain kali, aja? hehe."
"Sumpah, malu banget."
"Ya, terserah." Adrian pun pergi meninggalkan kantin,
-----
Haaayyy guys...
selamat datang di novel pertamaku di akun baru hehehe
udah berapa tahun ya aku nggak nulis lagi? Maklum, lagi sibuk sama keluarga
Jujur udah kangen banget nulis cerita cerita lagi, tapi sayang akun yang dulu udah gak bisa dipake, terpaksa bikin akun baru deh
Next aku upload chapter selanjutnya ya,
Jangan lupa klik love, dan tinggalkan jejak lainnya
Terimakasih banyak ♥️♥️♥️♥️
"Ayah..."
"Ibu..."
"Gimana kabar kalian?..."
Airin menarik nafas panjang, kedua kakinya pun turut bersila diatas tempat tidurnya
"Airin mau cerita, Yah, Bu..."
"Hari ini Airin capek...banget..."
"Resto lagi banyak orderan, banyak yang makan di tempat juga..."
"Kuliah sambil kerja bener-bener menguras tenaga..."
"Tapi mau gimana lagi, Airin harus jalanin ini kan?..."
"Maafin Airin ya, Ayah, Ibu, kalo Airin ngeluh terus..."
"Entah kapan Airin bisa ceritain hal yang bahagia ke kalian."
Airin menaruh bingkai foto yang ada ditangannya. Matanya menatap jam dinding sambil menutupi tubuhnya dengan selimut
"Jam sebelas..."
"Aku harus tidur..."
"Karena besok tanggal merah, jadi aku ke resto pagi-pagi..."
"Biar pulang gak terlalu malam..."
"Semangat Airin."
Hendak mematikan lampu tidur disebelahnya, Airin dikejutkan dengan suara gebrakan pintu kamarnya. Suara keras terdengar dari luar, suara Susan, bibinya, melengking hebat memanggil namanya. Airin bergegas, ia ketakutan dengan apa yang terjadi disana.
"Tante?..."
"Ada apa, Tante?."
"ADA APA?! ADA APA?!."
"KAMU KENAPA NGGAK DATANG KERUMAH PAK BENNY, SIH?."
"BOHONGIN TANTE, LAGI."
"KAMU SENGAJA YA MAU BIKIN TANTE MALU?!."
Airin mematung mendengar ucapan Susan. Ia sadar telah membuat kesalahan dengan berbohong dan ingkar janji. Tentu ada alasan dibaliknya mengapa Airin melakukan itu semua.
"Maafin Airin, Tante..."
"Iya, sebenarnya Airin gak datang kerumah Pak Benny..."
"Airin cuma gak mau dipaksa terus sama Tante..."
"Airin pengen bebas, pengen tentuin hidup Airin sendiri."
"ENAK AJA!..."
"TANTE DAN OM YANG BIAYAI HIDUP KAMU DARI KECIL..."
"KALO BUKAN KARENA KAMI, KAMU NGGAK BISA SEKOLAH SAMPAI SETINGGI INI..."
"DAN CUMA TANTE YANG BERHAK NGATUR HIDUP KAMU..."
"MINIMAL KAMU TAU ARTI BALAS BUDI. PAHAM?!..."
Susan melenggang setelah puas berteriak, membuat Airin menghela nafas panjang sambil memijat keningnya
"Kenapa sih Tante ngotot banget pengen nikahin aku sama Pak Benny?."
•••
Restoran tempat Airin bekerja masih ramai oleh pengunjung. Adanya beberapa menu baru menjadi daya tarik dari restoran yang perlahan-lahan terkenal di kalangan dari berbagai generasi saat ini. Airin mengencangkan tali apron dipinggangnya sebelum mengantarkan menu selanjutnya.
"Silahkan." Ucap Airin sambil tersenyum setelah menyajikan makanan diatas meja. Namun senyumnya semakin lebar setelah seorang wanita paruh baya memasukkan beberapa lembar uang kedalam saku apronnya.
"Untuk kamu..."
"Semangat kerjanya ya, Nak."
"Wah, terimakasih banyak, Oma."
Sambil memeluk nampan ditangannya, tidak henti-hentinya Airin tersenyum sambil terus bersyukur. Memang rezeki tidak akan kemana dan tidak akan tertukar, Airin selalu menerima berapa pun "tips" dari pengunjung restoran yang membuatnya semakin semangat untuk bekerja.
Beberapa jam telah berlalu, Airin sedang bersiap untuk pulang kerumah. Teman yang akan melanjutkan pekerjaannya pun sudah datang dan bersiap. Lega rasanya setelah melewati jam kerja yang terasa panjang dan melelahkan. Tidak sabar rasanya bagi Airin untuk segera membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur.
"Akhirnya pulang juga..."
"Gak sabar nyampe rumah. Capek banget."
TIN TIN TIN TIN
Suara ribut klakson mobil menghentikan langkah Airin yang hendak mencari angkutan umum disisi jalan. Airin berbalik ke sumber suara, menatap sosok dibalik kemudi mobil mewah berwarna hitam yang perlahan berjalan kearahnya.
"Itu kan?..."
"Pak Benny?..."
Airin terkesiap, ia panik seketika, "Duh, aku kabur kemana nih."
Airin bergegas pergi, berlari sekencang mungkin menghindari mobil Benny yang terus membuntutinya. Namun sayang, usahanya gagal karena mobil itu berhasil menghadang, membuat si pemilik turun dan menghampirinya tanpa jarak.
"Hey, Airin..."
"Mau kemana lagi kamu?."
"Pak? Saya-"
"Diam! Kamu jangan banyak bicara..."
"Bisa-bisanya semalam kamu nggak datang kerumah, saya..."
"Kamu dengar, ya. Om kamu itu, si Pandu, dia sudah memberikan kamu ke saya..."
"Karena apa? Karena dia tidak bisa membayar hutang-hutangnya pada saya."
"Hutang? Hutang apa?."
"Bapak ngomong apa? Maksudnya-"
"Kamu bisa tanya Pandu nanti. Sekarang kamu ikut saya."
"ENGGAK!." Airin berteriak sambil menghempas tangan Benny yang hendak menyentuhnya
"Jangan melawan saya, Airin!."
"Saya nggak mau ikut Bapak!."
•••
Gimana gimana?????
Siapa yang makin penasaran sama ceritanya? jangan lupa tinggalin jejak ya biar aku Makin semangat up chapter baru...
Terimakasih Banyak guyysss ♥️
Airin tiba dirumah. Dengan cepat kakinya melangkah menghampiri sang Paman dan Bibi yang sedang asik menyeruput teh hangat di meja makan. Raut wajah Airin yang terlihat emosi, menimbulkan tanda tanya dari Susan, sang Bibi
"Kamu kenapa?."
"Sekarang Airin tau Tante, kenapa Tante ngotot minta Airin nikah sama Pak Benny..."
"Karena kalian punya hutang kan? Iya?."
"Kamu udah tau?."
"Iya! Airin tau dari Pak Benny sendiri! Tadi dia ngikutin Airin, maksa Airin buat ikut sama dia!..."
"Sebenarnya Om dan Tante punya hutang apa sih? Kenapa sampai Airin harus nikah sama orang itu?."
"Itu semua kami lakukan dengan terpaksa, demi kamu, buat kamu..."
"Memangnya kamu fikir, kamu bisa hidup berkecukupan dan sekolah sampai setinggi ini karena siapa? Karena kami."
"Oh ya? Demi Airin, Tante? Dan sekarang Airin yang harus bayar semuanya?."
"Bagus kalau kamu paham arti balas budi."
"Enggak! Pokoknya Airin nggak mau nikah sama orang itu."
"Jangan membantah!..."
"AIRIN!!!."
Susan berteriak kesal, cangkir teh miliknya ia banting sampai tidak berbentuk, "Anak ini, gak tau terima kasih..."
"Sudah bagus kita rawat dia dari kecil sampai sekarang..."
"Berani-beraninya dia membangkang."
•••
"Apa, Rin? Jadi kemarin bapak-bapak itu dateng ke restoran?." Pertanyaan Vina dibalas anggukan Airin
"Dia nggak masuk sih, tapi diluar, terus ngikutin aku."
"Ih, creepy bgt. Itu orang udah gila kali, ya?."
"Entah lah, gak ngerti aku."
"Ya, aku bingung aja sih, Rin. Kamu sering cerita katanya orang itu berusaha deketin kamu terus, tapi kenapa, ya?."
"Hutang. Karena hutang."
Airin terdiam, ia enggan menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Tidak mungkin ia memberitahu alasan Benny mendekatinya.
Sambil bersandar dan menyeruput minumannya, kedua mata Airin menatap sosok laki-laki yang baru saja keluar dari mobilnya. Ia adalah Tommy, mantan kekasihnya saat SMA. Laki-laki yang sempat mengisi hatinya selama dua tahun, namun harus pergi karena satu kesalahan fatal yang dibuat oleh laki-laki itu.
Vina melirik Airin sejenak sebelum menyadari sesuatu hal. Hal yang membuat Airin tidak mengalihkan tatapannya sedikit pun dari Tommy.
"Cieee." Vina mulai menggoda Airin
"Ngeliatin siapa, tuh...?"
"Mantan terindah, ya? Hehehe."
"Ck, nggak ada yang namanya mantan terindah..."
"Karena kalo terindah, nggak bakal jadi mantan."
"Ya, ya juga, sih..."
"Terus kenapa ngeliatin Tommy sampe lupa kedip begitu?."
"Nggak apa-apa. Cuma..."
"Luka yang dia kasih masih belum bisa aku lupain."
"Udah ah. Jangan dibahas."
Keduanya kembali fokus pada ponsel masing-masing. Cukup lama, sampai mereka tidak menyadari sosok Tommy sudah duduk pada kursi dihadapan mereka. Lebih tepatnya, di depan Airin yang seketika terkesiap dengan kedatangan laki-laki itu.
"Tommy? Kamu ngapain?." Airin bangun dari duduknya. Sungguh, ia malas berurusan lagi dengan laki-laki itu. Entah apa yang membuatnya datang menghampiri.
"Rin? Duduk dulu." Vina menahan tangannya, namun Airin tetap melenggang meninggalkan kantin. Di susul Tommy yang berlari dibelakangnya
"Rin, tunggu." Tommy berhasil menahan tas nya, membuat Airin kesal
"Apa lagi, Tom?."
"Kamu jangan salah paham dulu..."
"Ada yang mau aku omongin ke kamu."
"Apa?."
"Aku ngundang kamu ke pernikahan aku sama Bella."
"Oh? Pernikahan ya? Jadi Bella udah lahiran?."
"Ya." Suara Tommy berubah pelan, namun nada penyesalannya terdengar jelas. Tentu saja, karena ia sudah menghianati gadis setulus Airin dengan berselingkuh dengan wanita lain sampai menghasilkan seorang bayi.
"Maafin aku, Rin. Aku tau kamu nggak akan pernah bisa maafin aku."
"Terus? Kenapa kamu undang aku ke acara itu? Nggak cukup udah nyakitin aku?".
"Ini permintaan Bella, Rin. Dia mau ketemu sama kamu."
"Buat apa? Buat ngejek aku? Karena dia berhasil rebut kamu dari aku? Begitu?."
"Enggak, Rin-"
"Stop. Aku kasih tau dari sekarang kalo aku nggak akan datang."
Airin pergi begitu saja. Tidak peduli Tommy meneriakkan namanya berkali-kali,
"Udah gila, dia. Sengaja banget mau nyakitin aku lagi."
BRUK
"Adrian?!." Airin panik seketika. Karena emosi yang meledak, ia berjalan sangat cepat tanpa memperdulikan sekitar. Ia tidak sengaja menabrak Adrian di tikungan koridor, membuat dahi laki-laki itu memar karena terbentur tembok
"Ya Tuhan, ini gimana?." Airin bergumam, ia semakin panik, "Adrian? Maaf ya. Aku nggak sengaja..."
"Sakit, ya?."
"Nggak apa-apa, Rin. It's ok."
"Maafin aku." Ucap Airin penuh penyesalan. Karena dirinya Adrian terluka
"Nggak perlu minta maaf, cuma luka kecil..."
"Lo mau kemana buru-buru gitu?."
"Eum, nggak kemana-mana, tapi..."
"Gara-gara Tommy, jadi begini."
"Oh iya, aku baru inget, aku harus pulang sekarang..."
"Adrian? Aku pergi dulu."
"Sekali lagi aku minta maaf." Dan lagi, Airin melesat dengan cepat
"Ya, ok."
"Entah siapa yang ketabrak lagi kalo lari-larian begitu." Adrian bergumam sambil menggeleng-gelengkan kepalanya
•••
Yuk yuk, seperti biasa jangan lupa tinggalkan jejak
Terimakasih dukungannya♥️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!