NovelToon NovelToon

Crazy Wife (Transmigrasi)

Gwen dan Melody

Happy Reading

.......

.......

Paris, Perancis

"Bagaimana Gwen?"

Seorang wanita bernama Gwen mengangguk sambil memegang pistol di tangannya. "Aman."

"Baiklah, kita masuk."

Gwen dan temannya masuk dengan mengendap-endap. Matanya menatap tajam setiap sudut ruangan memastikan tidak ada seorang pun di sana.

Gwen memasuki satu ruangan dan langsung mencari sesuatu yang dibutuhkannya. Bibirnya seketika tertarik ke atas ketika mendapatkan benda itu.

"I got it," Gwen keluar dari ruangan itu sambil tersenyum. Namun senyum itu luntur ketika melihat sang teman mengarahkan pistol kepadanya.

"Apa yang kau lakukan?" Gwen menatap waspada. Jika gegabah dipastikan dia akan tertembak dan mati.

"Berikan itu padaku!"

Gwen mengernyit. "Tunggu-tunggu! Shenna! Apa maksudmu?"

"Diamlah sialan! Berikan itu padaku atau peluru ini menembus kepalamu! Kau tahu bagaimana pistol ini kan?"

Gwen terdiam. Sial! Dia terjebak. Dia tentu tahu pistol apa yang digunakan Shenna sekarang. Bisa-bisa tubuhnya hancur tak tersisa.

S&W 500M. Pistol revolver buatan pabrikan Amerika Serikat diperkenalkan sejak 2003. Peluru yang ditembakkan S&W 500M bisa menembus serta meledakkan objeknya. (Sumber: google)

"Dengar Shenna, tidak masalah jika kau menginginkan benda ini. Tapi tolong turunkan pistol mu."

Shenna tersenyum smirk, "Kau takut?" Shenna tertawa, "Seorang Gwen sang pembunuh bayaran termahal takut?" Shenna tertawa sambil tetap mengarahkan pistolnya pada Gwen.

Gwen menatap datar Shenna. Menyebalkan! Dia bukan takut, hanya saja pistol itu bisa meledakkan mereka berdua nanti! Lalu dia akan mati begitu saja tanpa mendapatkan apapun begitu?! Tidak! Gwen tidak mau merugi dalam hal apapun!

"Berikan itu padaku!"

Gwen menghela napas. Ia maju perlahan kemudian menyodorkan tangannya. Secepat kilat Shenna mengambil benda itu. "Sudah, sekarang ayo kita kembali. Kau bisa mengatakan pada bos jika kau yang mendapatkannya."

"Kali ini aku tidak akan ikut andil atau mengatakan jika aku yang mendapatkannya. Kau bisa mengatakannya atas namaku."

Shenna terkekeh sinis, "Begitukah? Sayangnya aku tidak peduli. Berikan itu atau peluri ini akan bersarang dan meledakkan tubuhmu Gwen!"

Gwen dengan mimik tenangnya masih tetap diam. Ia menatap Shenna lalu menghela napas. "Shenna, ayo kita kembali sekarang. Jangan menghabiskan waktu dengan seperti-"

"Kita? Bukan Gwen, hanya aku yang kembali," ujar Shenna sembari berjalan ke arah jendela dan,

Dor!

Dor!

Dua tembakan berhasil Gwen Terima secara tiba-tiba dan bersamaan dengan Shenna yang melompat keluar dari jendela.

Dalam sekejap terdengar sebuah ledakan besar gedung membuat Shenna tersenyum puas menatap bangunan itu. "I win Gwen!"

Gwen hanya mampu menatap kosong, saat tubuhnya terlempar karena ledakan besar itu. "Di kehidupan selanjutnya, aku akan membalas semua perbuatanmu Shenna. Tunggulah aku kembali."

.......

.......

"Jangan mendekat!"

Seorang wanita mundur perlahan-lahan ketika seseorang bertopeng maju dengan sebilah pisau di tangannya. Dia terus maju dengan menodongkan pisaunya.

"Kau harus mati Melody! Harus mati! Hanya aku yang bisa mendapatkan Damian!"

Itu seorang wanita, dan Melody tidak asing dengan suaranya. Justru ia sangat mengenalinya. Melody menggeleng, "Silahkan jika kau ingin mengambilnya! Tapi jangan bunuh aku! Aku masih harus merawat kedua anakku! jangan bunuh aku."

"DIAM SIALAN! HIYAA!" Wanita bertopeng itu menyerang Melody tiba-tiba. "Mati! Kau harus mati! Mati! Matilah wanita sialan!"

Melody menahan sekuat tenaga tangan wanita itu agar tak Melukainya. Dengan kekuatan yang tersisa ia berhasil membuat pisau wanita itu terlempar ke samping.

Melihat kesempatan, Melody mendorong wanita itu dan berlari menuju tangga. Sekencang mungkin ia berlari namun sialnya, tubuhnya tiba-tiba terdorong. "AAAAAA!"

Tubuh Melody berguling-guling di tangga. Samar-samar ia menatap wanita bertopeng itu yang perlahan-lahan membuka topengnya dan tersenyum.

"Kau-"

"Damian hanya milikku Melody! Hanya milikku!"

Jlep!

Melody melotot kala wanita menusuk perutnya secara tiba-tiba.

"Matilah kau sialan!"

Jlep!

Jlep!

Tusukan demi tusukan Melody dapatkan dari wanita itu. Melody menatap sayu pada wanita yang kini menatapnya sambil tersenyum puas.

"Hanya aku! Hanya aku yang pantas! Wanita lemah seperti mu tidak akan pantas bersama Damian! Hahahaha! Mati kau Melody!"

Wanita itu pergi meninggalkan Melody yang tergeletak bersimbah darah.

"Setidaknya beri aku kesempatan untuk membalas mereka tuhan."

Setelah itu, kegelapan benar-benar menyapa Melody. Ntah apa yang terjadi setelahnya, ia tak tau.

.......

.......

Di Dua tempat yang berbeda, dua orang wanita yang sama sama mengalami kematian tragis akibat seorang yang membenci mereka. Gwen dan Melody, Dua kematian yang berbeda dengan harapan yang sama. Menginginkan kehidupan selanjutnya.

Di sebuah taman bunga yang begitu luas, seorang wanita menatap Bingung sekelilingnya. Aneh tapi nyata, dia memakai gaun putih yang tampak bercahaya.

Tidak jauh darinya tampak seorang wanita berdiri membelakanginya. Rambut panjang dengan pakaian putih yang persis seperti dirinya.

"Hei," panggilnya ragu. Tangannya terulur hendak menyentuh punggung wanita itu.

Wanita itu berbalik dan tersenyum. "Hai Gwen."

Gwen mengernyit. "Dari mana kau mengetahui namaku?"

Wanita itu tersenyum lebar. Ia memegang kedua tangan Gwen. "Aku hanya meminta satu hal. Tuhan mengabulkan doamu Gwen. Jagalah suami dan anak-anakku. Kau bebas menggunakan tubuhku sepuasmu. Aku yakin kau bisa menjaga mereka lebih dari aku."

Gwen mengerutkan keningnya tak mengerti, "Apa maksudmu? Menjaga? Suami? Anak-anak? Aku bahkan belum menikah, punya pacar saja tidak.." tanya Gwen. "Dan lagi siapa kau?"

"Satu lagi Gwen, Berhati-hatilah dengan orang-orang sekitarmu. Jangan mudah percaya dengan orang lain selain keluargamu sendiri. Beri mereka pelajaran dan hiduplah dengan bahagia Gwen, terima kasih dan semoga kau berhasil."

"Hei apa yang? HEI.. KEMANA KAU PERGI?" Gwen berteriak kala sosok wanita itu tiba-tiba menghilang dari pandangannya. Gwen menatap ke sekelilingnya mencari keberadaan sosok wanita itu.

"Dia aneh. Apa maksudnya? dan bagaimana bisa aku berada di sini? Tempat apa ini? Bukannya aku sudah mati karena gedung itu meledak? Dan kenapa aku memakai pakaian putih seperti ini? " Gwen berjalan menyusuri taman yang seakan tak ada ujungnya. Ia seakan terus berputar putar saja di sana dan kembali ke tempatnya semula. Begitulah seterusnya.

"Aaaargh sialan! Ini dimana? Mengapa aku bisa ada di sini?" Gwen mengacak rambutnya frustasi. Ia sama sekali tak mengerti dengan semua ini.

Karena terlalu lelah berjalan ke sana ke mari, Gwen pun duduk di atas hamparan bunga-bunga itu. Menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya.

Pada akhirnya, ia membaringkan tubuhnya dengan posisi terlentang. Perlahan-lahan mata indahnya tertutup dan kegelapan pun menyapa.

Tidak jauh dari sana, sosok wanita tadi menatapnya tersenyum. "Balaskan semua orang yang menyakitimu  Gwen. Jagalah anak dan suamiku. Aku yakin kau pasti akan berhasil."

Perlahan-lahan sosok wanita itu menghilang begitupun dengan Gwen yang perlahan-lahan seakan melebur ditelan oleh cahaya.

.......

.......

Seorang Istri dari Pria Batu

...Selamat Membaca...

.......

.......

Di ruangan serba putih, seorang wanita terduduk merenungi apa yang terjadi. Kepalanya masih berusaha mencerna apa yang terjadi sebenarnya.

"Sial! Apa ini sebenarnya?!"

Wanita itu mengacak frustasi rambutnya. Berulang kali dia mencoba mengingat semuanya namun sialnya yang dia ingat hanya dirinya yang tertembak lalu meledak di gedung itu dan pertemuannya dengan wanita misterius itu. Gwen, wanita itu mencak-mencak kesal di tempatnya.

"Shenna sialan! Ini semua karena kelakuan bodoh wanita itu!" Umpatan demi umpatan keluar dari bibirnya yang masih terlihat pucat. "Jadi ini maksudnya? Aku diberi kesempatan terbangun di tubuh orang lain?!"

Braak!

Gwen terkejut dan berbalik melihat ke arah pintu ruangannya yang terbuka kasar. Keterkejutan kembali menyapanya, melihat dua bocah laki-laki berwajah samandan satu pria dewasa masuk ke dalam ruangannya.

"Mami! Apa mami sudah baik-baik saja? Apa mami masih sakit?"

Gwen mendadak linglung mendengar pertanyaan salah satu bocah laki-laki yang kini berada di hadapannya. Sementara yang satunya berdiri tepat di sebelah pria itu.

"Mami? Aku?" Gwen menunjuk dirinya sendiri dengan wajah bingung.

Bocah laki-laki itu mengangguk. "Tentu saja. Mami kenapa?"

"Tunggu-tunggu! Kalian semua siapa? Kenapa berada di kamarku?" Oh ayolah Gwen sama sekali tidak tahu siapa ketiga laki-laki ini. Belum lagi dengan dirinya yang tiba-tiba di panggil mami. Menikah saja belum bagaimana mau punya anak. Apa jangan-jangan ini yang dimaksud wanita itu. Mereka suami dan anak-anaknya?

"Jangan berpura-pura Melody!"

Lagi dan lagi Gwen mengernyit, "Melody? Itu namaku?" tanya Gwen.

Terlihat pria itu menghela napas kasar. Kemudian dia menghubungi seseorang dan segera mematikan teleponnya.

Tidak lama setelah itu seorang dokter masuk ke dalam ruang rawat Gwen. Dia menunduk sekilas pada pria itu membuat Gwen sedikit takjub. "Seberapa berkuasa dia sampai di hormati seperti itu?"

"Ada apa dengannya?" tanya pria itu melirik Gwen sekilas.

"Maaf tuan. Dari hasil pemeriksaan, nyonya dinyatakan mengalami amnesia akibat benturan yang cukup keras di kepalanya. Oleh karena itu nyonya sama sekali tidak mengingat apapun tuan."

Pria itu menatap Gwen datar kemudian menatap dokter itu dan mengangguk.

"Kalau begitu saya permisi tuan."

Sekarang hanya ada mereka berempat di dalam ruangan itu. Gwen yang masih bingung hanya menatap mereka satu persatu. "Bisa jelaskan kalian siapa?"

"Mami!" panggil satu bocah yang masih berada di dekat Gwen. "Aku mau naik."

Gwen mengangguk. Dia mengangkat bocah laki-laki itu dan mendudukkannya tepat di sebelah dirinya.

"Jadi siapa namamu?"

"Mami benar-benar tidak mengingatku?"

Gwen menggeleng.

"Kakak?"

Lagi-lagi Gwen menggeleng.

"Kalau dengan papi bagaimana?"

Lantas Gwen mendekatkan mulutnya ke telinga bocah itu, "Dia papimu? Pria itu papi kalian?" tanya Gwen berbisik.

Bocah itu mengangguk, "Iya mami. Nama Papi adalah Damian Maximilian Adelard. Namaku Kevin King Adelard, lalu kakak adalah Kevan King Adelard dan mami adalah Melody Dee Viktoria."

"Seperti tidak asing, tapi siapa?" Gwen berpikir mencoba mengingat nama-nama itu di kepalanya. Sedetik kemudian dia melotot dan berdiri dari kasurnya. Menatap satu persatu dari ketiga laki-laki di kamarnya.

"Secara tidak langsung aku menjadi istri dari Damian? Pria batu itu?! Oh Tuhan kenapa nasibku malang sekali?!"

"Jangan banyak drama!" ucap Pria Dewasa yang diketahui itu adalah Damian.

Gwen mendelik tajam. "Hei tuan, apa kau tidak lihat aku benar-benar bingung?! Aku memang tidak mengenal kalian, oke?! Jadi tolong tutup saja bibir mu!" Gwen berdecak kesal setelahnya, memandang sinis ke arah Damian. Sungguh diriku yang malang.

"Tidak papa jika mami tidak mengingat kami. Yang terpenting mami selamat dari kejadian itu."

Gwen tertarik mendengarnya.Melody sang pemilik tubuh asli memang tak memberikan ingatan mengapa ia bisa di rumah sakit, keluarga suaminya bahkan orang-orang yang dia kenal. wanita itu hanya memberikan sekedar ingatan mengenai kehidupan rumah tangganya. "Kejadian apa?" tanya Gwen penasaran.

Kevin menggeleng, "Tidak perlu diingat mami. Sekarang mami fokus saja untuk sembuh karena itu akan menjadi urusan papi. Ya kan papi?" Kevin menatap Damian dengan tersenyum.

Damian mengangguk. Dia dan Kevan menghampiri Kevin dan mengacak rambut anaknya itu. "Ini." Damian memberikan tote bag pada Gwen. "Cepat berganti pakaian atau kau kutinggal!"

Gwen menerima sambil menatap sinis Damian. "Terimakasih," ketusnya. "Rumor itu benar! Dia seperti batu!" gumam Gwen yang sialnya Damian mendengar ucapan terakhirnya.

"Cepat atau kutinggal!"

Gwen mempercepat langkahnya menuju kamar mandi. Secepat kilat dia berganti pakaian sebelum pria batu itu kembali memarahinya.

Gwen memperhatikan penampilannya di cermin. Wajah cantik dan postur tubuh yang bagus. Pakaian yang tampak elegan dan mahal melekat indah di tubuhnya.

Jika biasanya dia hanya berhubungan dengan pistol dan senjata lainnya, kini Gwen melihat sisi lain dari dirinya meskipun ini bukan tubuhnya.

"Baiklah, karena sekarang aku adalah istri dari seorang Damian. Maka aku akan memerankan semuanya dengan sangat baik." Gwen tersenyum samar.

Gwen keluar dari kamar mandi. Ketiga laki-laki itu sudah menunggunya sambil duduk di sofa. Satu kata, kagum. Ketiganya benar-benar sangat tampan dan berwibawa. Biarpun kedua bocah itu masih kecil, Gwen bisa merasakan aura pemimpin di dalam diri mereka.

"Mami sudah selesai?"

Gwen mengangguk kaku. Jujur ia masih sedikit geli mendengar panggilan 'mami' yang ditujukan untuknya.

Kevan dan Kevin menghampiri Gwen. Dua bocah itu menggenggam tangan Gwen di kedua sisi. Damian pun segera bangkit dari tempat duduknya dan berjalan lebih dulu.

"Pria aneh! Bisa-bisanya dia meninggalkan istrinya di belakang dan berjalan lebih dulu?! Dasar tidak punya hati!"

Baru beberapa langkah keluar dari ruangannya, tiba-tiba saja tubuh Gwen sedikit oleng membuat kedua bocah itu menjadi panik.

"Mami tidak papa?" tanya Kevan khawatir.

Gwen menggeleng, "Tidak papa, hanya sedikit pusing dan lemas." Gwen tersenyum manis membuat kedua bocah itu tersenyum.

Kevin melepaskan genggaman tangannya pada maminya itu, kemudian menghampiri Damian dan menariknya mendekati Gwen. "Papi, mami masih pusing dan lemas. Bisakah papi menggendongnya?"

"Menyusahkan!" gumam Damian.

Gwen yang mendengarnya mendelik kesal. Ia menatap kedua bocah itu. "Tidak perlu, mami baik-baik saja. Sungguh."

"Baik-baik saja darimana? Tadi saja mami hampir terjatuh," celetuk Kevan membuat Damian menatap datar dirinya.

Apa-apaan dia menatapku seperti itu?! Dasar batu!" Batin Gwen kesal.

Damian menghampiri Gwen dan langsung menggendongnya ala bridal style. "Ini demi anak-anak, jangan berharap lebih!" bisik Damian datar.

Gwen menatap Damian. Wajah tampan dan rahang tegas dengan alis tebal nan tajam, begitupun sorot matanya yang tajam ketika melihat seseorang. Gwen akui Damian itu..sempurna. "Ya sudah! Siapa yang berharap lebih padamu?!" ketus Gwen memutar bola matanya malas.

Sejenak Damian menatap Gwen. Sedikit aneh rasanya melihat sikap Melody sedari tadi. Jika biasanya sang istri akan tersenyum ketika melihat dirinya, kini Damian hanya melihat wajah galak dan sikap ketus Melody sejak tadi.

....... ......

.......

Satu Kamar

...Selamat Membaca...

.......

.......

Karena permintaan si kembar yang ingin jalan-jalan sebelum pulang, Mereka pun sampai dikediaman saat malam hari. Damian tidak tega menolak permintaan kedua putranya melihat ekspresi bahagia mereka.

Begitu sampai di kediaman mereka, Gwen yang sekarang menjadi Melody di sambut pelukan hangat dari seorang wanita paruh baya.

Melody melirik Damian yang hanya diam di sebelahnya. Ia sedikit menyenggol lengan pria itu seolah menanyakan siapa wanita yang memeluknya ini.

"Dia mamaku, Mama Audrey."

Wanita yang tak lain adalah mama Audrey melepas pelukannya dan menatap heran pada menantunya ini. "Ada apa ini? Kenapa kau mengatakan itu Damian? Tentu saja Melody mengenal mama."

"Dia amnesia."

Mama Audrey menutup mulutnya shock. Menatap iba pada Melody yang terlihat tersenyum padanya. "Astaga, jadi kamu tidak mengingat mama?"

Melody mengangguk. Dari ingatan yang dia dapat, mama Audrey adalah salah satu orang yang baik padanya di keluarga ini. Mama Audrey adalah salah satu orang yang selalu mendukungnya dan menyayanginya.

"Aku minta maaf karena melupakan mama," sesal Melody menunduk sedih.

Mama Audrey tersenyum, "Tidak masalah sayang. Lama kelamaan ingatan mu pasti akan kembali."

Melody mengangguk.

"Sampai kapan kalian akan terus berdiri di luar seperti ini?" celetuk Kevin. "Tidak bisakah kita masuk terlebih dahulu?"

Plaak

"Mulutmu itu mau aku jahit hah?! Tidak sopan!" cibir Kevan memukul pelan bibir adik kembarnya.

Kevin memanyunkan bibirnya. "Suka sekali memukul bibirku! Kau kan punya bibir, pukul saja bibirmu sendiri!"

"Hei.. sudah-sudah. Kenapa malah bertengkar, kalian ini." Mama Audrey menarik kedua cucunya untuk masuk ke dalam, meninggalkan Melody dan Damian yang masih berdiri.

"Eem.. Damian," panggil Melody ragu.

Damian menoleh menatap Melody.

"Kau tidak masuk?"

Bukannya menjawab, Damian justru melangkah masuk ke dalam meninggalkan Melody yang menatapnya cengo.

"Mungkin saja mama mengidam batu saat mengandungnya dulu!" kesal Melody menyusul Damian masuk ke dalam.

Melody melangkah masuk ke dalam mengikuti Damian yang berjalan menujukan lantai atas. bahkan Melody juga mengikuti Damian yang masuk ke dalam sebuah kamar.

"Ini kamar apa gudang? Kenapa gelap sekali? Benar-benar suram seperti pemiliknya," gumam Melody melihat ke sekeliling kamar yang hanya diisi warna hitam dan abu.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Melody terkejut.

"Kenapa kau bisa ada di kamar ku?!"

Melody mengernyit, "Kamarmu? Bukannya kita satu kamar?" Melody bingung, pemilik asli tak memberi ingatan mengenai hal ini.

"Kita tidak pernah satu kamar."

Kalimat yang baru saja di keluarkan oleh Damian membuat Melody terkejut bukan main. Jadi mereka pisah kamar? Pernikahan macam ini? Suami istri tapi pisah kamar.

"Lalu kamarku dimana?"

Damian menghampiri Melody dan menarik tangan istrinya itu menuju pintu. Namun sialnya pintu malah terkunci dan tidak bisa dibuka. Berulang kali Damian menekan knop pintu namun tetap saja tak bisa dibuka.

"Sial! Kenapa bisa terkunci?!"

Damian mengusap wajahnya frustasi. "Ini pasti ulah mereka! Awas kalian."

Tapi seketika ia sadar bahwa Melody tidak ada di sampingnya. "Melody dimana–" Damian terdiam dengan ekspresi datarnya. Di kasurnya, Melody tengah berbaring sambil menyelimuti tubuhnya.

Dengan emosi yang sudah mencapai ubun-ubun, Damian menghampiri Melody dan menarik kasar tangan istrinya. "Siapa yang mengizinkan mu tidur di sana?!"

"Ck.." Melody melepaskan tangannya. Menatap Damian dengan sinis. "Kau suamiku, apa salahnya aku tidur di sini?"

"Kau tidur sofa!" tegas Damian. "Aku tidak ingin seranjang denganmu!"

Melody memutar bola matanya malas. Menguap pelan sambil menutup mulut. "Hei tuan, kenapa tidak kau saja yang tidur di sofa? Kenapa harus aku?" Melody maju mendekati Damian, menatap tajam sang suami. "Kau yang tidak ingin seranjang denganku kan? Maka dengan begitu, silahkan tidur di sofa." Melody mendorong pelan tubuh Damian ke arah sofa.

"Beraninya kau memperlakukan ku seperti ini?!" geram Damian.

Melody berkacak pinggang. "Tentu saja berani! Kenapa aku harus takut padamu?!" Melody kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia tidak menghiraukan Damian yang menggeram kesal padanya.

Tak mau pusing akan hal itu, Melody lebih memilih menutup matanya untuk tidur. Namun baru beberapa detik, Ia merasakan jika kasur sebelahnya seperti ditiduri. Ia kembali membuka mata, menemukan Damian yang sudah berbaring membelakanginya tanpa menggunakan atasan. "Cih, katanya tidak mau seranjang!"

"Aku mendengarmu!"

"Dasar pria batu!"

"Tutup mulutmu itu!"

Sejenak Melody terdiam. Namun sedetik kemudian, smirk tipis muncul di wajah cantiknya. Melody merubah posisinya mendekati Damian perlahan.

Tangannya mulai melingkar pada tubuh Damian. "Kau tidak ingin melakukan sesuatu malam ini Damian?" bisik Melody.

"Menyingkir Melody!" sentak Damian. "Jangan sampai aku melakukan hal kasar padamu!" lanjutnya tegas.

Bukannya berhenti, Melody semakin gencar melakukan aksinya. Ia meletakkan kepalanya di bahu Damian, tangannya perlahan meraba tubuh Damian. "Kau yakin tidak mau–”

"Kau sengaja menggodaku?!"

Posisi mereka kini berubah, Damian menindih tubuh Melody dengan kedua tangan berada sisi kepala Melody.

Melody terkekeh. "Kau tergoda? Heem?"

"Jangan bermain-main denganku atau kau akan menyesal!"

"Menyesal? Memangnya kau ingin melakukan apa padaku?" Melody memberanikan diri mengecup bibir Damian lalu tersenyum tidak berdosa. "Kenapa diam? Ayo lakukan Damian," tantang Melody.

Damian tersenyum tipis, "Kau menantangku?"

Keduanya saling tatap satu sama lain. Posisi Damian yang menindih Melody pasti akan membuat orang lain mengira jika mereka sedang bercinta. Namun sebenarnya, justru keduanya tengah beradu argumen dan menantang satu sama lain.

"Menurutmu? Bagaimana?" tanya Melody lirih.

"Kau yakin tidak–”

Cklek

Keduanya menoleh. Di sana, tepat diambang pintu, Mama Audrey terdiam dengan nampan di tangannya. Mulutnya sedikit menganga karena terkejut melihat pemandangan di depannya.

"Mama?" Buru-buru Damian menjauh dari Melody, begitupun dengan Melody yang merubah posisinya menjadi duduk.

"Maafkan mama. Mama tidak akan mengganggu, hanya ingin mengantarkan makanan saja." Mama Audrey menyengir. "Silahkan dilanjutkan."

"Mama ini tidak seperti yang mama pikirkan."

Mama Audrey menggeleng melihat Damian yang akan menghampirinya. "Jangan ke sini. Lanjutkan saja, mama tidak akan mengganggu. Twins juga sudah tidur. Tenang saja."

Damian menggeleng. "Jangan bilang pintu terkunci itu–"

"Shuuut! Sudah. Silahkan lanjutkan. dan jangan lupa kedap suaranya sayang."

Blaam

Damian mendekati pintu. Sepertinya ia kalah cepat dengan Mama Audrey yang lebih dulu mengunci pintu kamar. "Sial!"

Melody sendiri hanya menggelengkan kepalanya. "Sudahlah Dami, kenapa kau terlihat stress seperti itu? Jika kau ingin tidur ya tidur saja. Aku tidak akan mengganggu. Kecuali...." Melody tersenyum sambil menggigit bibir bawahnya menggoda Damian, "Kau yang memintanya."

"Diam kau!"

Melosy terkekeh pelan. Ini belum seberapa Damian, kau akan melihat kegilaan lain dari ku nanti.

.......

.......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!