Di dunia para pendekar....
Nampak ribuan mayat bergeletakan di tanah, berbagai macam pusaka dan barang berharga juga bergeletakan di mana-mana.
Suasana sangat kacau pada saat ini, maklum saja ini adalah perang yang sangat brutal dari 2 kelompok aliansi pendekar fraksi gelap yang di pimpin oleh hamso seorang pendekar yang menapaki jalan kegelapan. Dan fraksi terang yang di pimpin oleh pendekar bernama wisopati seorang pria paruh baya yang sangat berbakat, saking berbakatnya dia di pilih oleh gabungan aliansi fraksi terang untuk menjadi pemimpin mereka dalam perang brutal ini.
Namun sayang sekali, kemenangan berada di tangan fraksi gelap yang di pimpin oleh hamso.
Baik dari fraksi terang maupun fraksi gelap semuanya sudah tewas, kecuali wisopati dan hamso.
Nampak dari ribuan mayat yang bergeletak wisopati dan hamso saling tatap dengan tatapan tajam.
"Aku benar-benar tidak menyangka, kekuatanmu sekuat ini, hamso."
Hamso memasang wajah datar, "di dunia ini tidak ada yang bisa mengalahkanku, aku adalah pendekar tidak terkalahkan!"
Wisopati menghentakan kakinya ke depan, "seni jiwa, jurus pisau pemo--" sebelum wisopati berhasil mencapai hamso, hamso terlebih dahulu menebaskan pedangnya dan langsung memenggal kepala wisopati dengan kecepatan yang benar-benar tidak terduga.
Kepala wisopati menggelinding begitu saja, dan kelopak matanya perlahan menutup.
Malang, pukul 02.00 WIB.
Seorang penyapu jalanan terlihat sedang menyapu dan membersihkan jalanan kota malang, lebih tepatnya di bumiayu.
Angin yang berhembus dini hari ini begitu dingin, namun penyapu itu tetap melaksanakan tugasnya.
Ya, dia adalah salah satu pegawai dinas lingkungan hidup yang ada di kota malang, bertugas untuk membersihkan jalanan.
Pernahkah anda lewat jalanan-jalanan kota? Di pagi hari? Mengapa jalanan itu bersih?
Itu semua berkat tukang sapu yang bekerja dini hari seperti dia ini.
Namun sayang sekali, tukang sapu ini terlihat pucat dan seperti sakit-sakitan walaupun dia masih muda.
"Uhuk!" Bahkan pada saat ini dia batuk kering, jelas ada yang salah dengan tubuhnya ini.
Tiba-tiba saja penyapu jalanan ini terhuyung-huyung ke sebuah parit, terjatuh kemudian meregang nyawa begitu saja.
Wuss...
Angin dingin kota malang berhembus di jalanan yang sangat sepi ini karena ini masih dini hari, tidak ada satupun orang yang mengetahui kematian penyapu jalanan ini.
Sungguh kasihan sekali, namun setelah beberapa menit berlalu, ketika suhu tubuh mayat penyapu jalanan ini mulai dingin, tiba-tiba kelopak mata penyapu jalanan ini terbuka lebar dengan cepat.
"Tidaakkk!" Dia berteriak dengan sangat keras, "aku akan membunuhmu, hamso!" Teriaknya dengan marah.
"Eh, dimana aku?" Tanya penyapu jalanan itu sambil matanya mengedar ke segala arah, "tempat macam apa ini?" Penyapu jalanan itu nampak kebingungan.
Dia kemudian duduk di tepi parit, dia sangat ingat bahwa dia sedang bertarung mati-matian dengan hamso, namun dia kalah dan mati begitu saja.
"Tunggu, tempat ini bukan dunia para pendekar!" Kemudian pria itu langsung meraba-raba wajahnya, "tunggu! Ini bukanlah tubuhku!" Ucapnya dengan panik.
"Aku wisopati, mati di tangan hamso dan bangun di tubuh antah berantah?"
Tiba-tiba gelombang rasa sakit langsung menyelimuti kepala pria ini. Aliran ingatan langsung membanjiri otaknya, rasa sakit menjalar dengan sangat mengerikan.
"Aaarrrgghhh!!" Namun sekuat tenaga dia menahan rasa sakit itu dan mengumpulkan segala ingatan yang ada.
Setelah beberapa menit berlalu pria itu menyeringai.
"Oh, jadi tempat ini bernama bumi tepatnya di indonesia. Tempat ini sangat berbeda dengan dunia para pendekar." Ucap pria itu.
Kemudian pria itu melihat tangannya sendiri yang tampak sangat rapuh dan kurus, "orani ini bernama aji, dipa sena aji. Pecundang yang suka mabuk-mabukan dan tidak mau menjaga tubuh... dan pekerjaannya hanya seorang tukang sapu jalanan."
"Aji merasalah terhormat, di kematianmu yang menyedihkan kamu telah memberikan tubuh kepada wisopati, pemimpin fraksi terang!"
"Sekarang namamu bukan lagi dipa sena aji, melainkan wisopati!" Ucap wisopati.
Kemudian wisopati memandangi langit, "meskipun aku sudah mewarisi ingatan dari bocah ini, namun sepertinya aku harus mengikuti alur yang ada dulu." Ucap wisopati.
***
Waktu berjalan dengan sangat cepat, siapa sangka pagi berikutnya tiba begitu saja. Di pinggir jalan bumiayu, terlihat wisopati dan beberapa pekerja harian lepas berjejer di pingir jalan, menunggu pembagian amplop gaji mereka.
Namanya juga pekerja harian lepas, mereka di bayar setiap harinya, kalau mereka ingin uang ya harus kerja.
Setelah mendapatkan amplop itu wisopati langsung membukanya dan melihat uang yang ada di tangannya.
"Oh... jadi ini uang, sesuatu yang di puja-puja oleh pejab-- ahh orang-orang di negri ini.." wisopati mengangguk-angguk melihat uang sambil membolak-balikannya.
Di dunia para pendekar penduduk di sana lebih suka menggunakan sistem barter. Sedangkan warga biasa kelas bawah mereka menggunakan emas.
Bukan kertas rapuh seperti ini.
"Akan aku ikuti terlebih dahulu... sembari belajar tentang dunia ini." Ucap wisopati.
Wisopati kemudian memandangi langit, "aku bisa tiba di dunia ini, pasti ada cara untuk kembali ke dunia para pendekar dan kembali menantang hamso!"
Wisopati kemudian melihat kaca spion motor, kemudian dia berucap, "namun sebelum itu aku harus menguatkan tubuhku yang sangat rapuh ini... sialan kamu aji, kamu sama sekali tidak merawat tubuhmu.." ucap wisopati.
***
Waktu berjalan dengan sangat cepat, siapa sangka saat ini sore hari tiba.
Di sore hari ini terlihat wisopati berada di pinggiran wagir, lebih tepatnya di hutan yang masih sangat asri di pinggiran wagir.
Wisopato duduk di sebuah pohon rindang dan duduk bersila, mencoba mengolah teknik meditasi yang dia gunakan di kehidupan sebelumnya. Sebuah teknik meditasi yang mengolah kekuatan jiwa.
Di dunia para pendekar ada banyak sekali macam teknik meditasi, seperti teknik pernafasan dan gerakan jurus untuk memperkuat kekuatan tempur seorang pendekar.
Wisopati sendiri sudah terkenal dengan teknik meditasi yang memperkuat kekuatan jiwa miliknya. Wisopati curiga, dia mati dan pindah ketubuh ini karena teknik meditasinya.
Wisopati terlihat bemeditasi dengan tenang, mencoba sebaik mungkin mengolah teknik meditasi jiwanya.
Sementara itu di kejauhan tepatnya di perbukitan terlihat 2 orang yang berjalan menuju wisopati.
Mereka bernama kakek harto, dan cucunya yang bernama niken.
"Lihat kek, ada orang. Beraninya oeang itu masuk ke dalam wilayah tanah kita dan bermeditasi di sini!" Niken terlihat tidak senang dengan kehadiran wisopati.
Namun kakek harto tidak tampak marah, dia menujukan ekspresi penasaran pada pemuda yang tampak kurus, jelek dan lusuh bermeditasi di bawah pohon sana.
"Mari kita amati lebih dekat..." ucap kakek harto.
"Hah?!" Niken tampak kaget dengan apa yang di ucapkan oleh kakeknya. Sebagai cucu kakek harto niken tahu betul, kakeknya sangat membenci seorang penyusup. Namun mengapa dia melihat kakeknya tersenyum.
"Apakah aku tidak salah lihat?" Tanya niken, kemudian ia buru-buru mengikuti langkah kakeknya yang mendekati wisopati.
"Kakek, dia hanya penyapu jalanan. Mengapa kakek terlihat tertarik padanya!"
"Sssttt! Diam, dia bukan penyapu jalanan biasa."
Keheningan seketika menyelimuti tempat ini. Kakek harto tampak mengamati wisopati dengan seksama. Kakek harto tidak bisa untuk tidak mebyembunyikan ekspresi kagumnya, sebab wisopati terlihat sangat tenang bagaikan air yang dalam.
Tidak lama kemudian wisopati membuka matanya secara perlahan, wisopati memandangi sejenak kedua orang itu.
Kemudian ia berdiri dan hendak berjalan pergi dari tempat ini.
"Mau pergi kemana anak muda? Mengapa tidak menjadi muridku saja?" Tanya kakek harto.
Yang tersentak kaget adalah niken, "kakek! Apa yang kakek bicarakan! Bagaimana mungkin penyapu jalanan menjadi murid kita."
"Sstt, diam. Sudah kakek bilang, dia bukan penyapu jalanan biasa!"
Wisopati berbalik menatap niken dan kakek harto, "kamu tidak layak menjadi guruku, bahkan menjadi pelayanku saja sama sekali tidak pantas." Ucapnya dengan dingin hampir tidak ada ekspresi di wajahnya.
Seketika niken dan kakek harto tercengang mendengar ucapan penyapu jalanan di depannya.
Dia adalah wisopati seorang veteran pendekar sakti yang di dapuk oleh aliansinya sebagai pemimpin yang langsung berduel dengan hamso, ya meskipun harus mati melawan hamso, namun bagaimanapun juga wisopati adalah pendekar yang berdiri di ribuan mayat pendekar lainnya.
Bagaimana mungkin seorang kakek tua dan lemah ini menjadi gurunya?
Ini benar-benar sangat konyol bagi wisopati.
Sementara itu niken jelas tidak terima, berani sekali tukang penyapu jalanan rendahan ini merendahkan kakeknya, "hei, kurang ajar kamu! Beraninya kamu merendahkan kakek!" Teriak niken tidak terima.
"Ada ribuan pemuda di dunia ini yang memohon kepada kakek, berharap kepada kakek untuk menjadikan mereka murid. Namun beraninya kamu seorang penyapu jalanan rendahan merendahkan kakek!"
Wisopati menghela nafas panjang dengan wajah tanpa ekspresi.
Wisopati sangat buang-buang waktu meladeni orang-orang lemah ini, wisopati lebih baik pergi dan mencari tahu caranya kembali ke dunia para pendekar.
Wisopati kembali melangkahkan kakinya untuk pergi.
"Kurang ajar! Beraninya kamu!" Niken terlihat menggertakan giginya dengan geram. Dia baru kali ini melihat ada seorang pria penyapu jalanan yang berani mengabaikan dia dan kakeknya.
"Apakah kamu tahu siapa kakekku, beraninya kamu mengabaikan beliau!" Niken tiba-tiba berlari ke arah wisopati dan menyerang wisopati.
"Seni api, jurus tinju api!" Tangan niken terlihat terselimuti energi prana api dan terlihat sangat panas.
Namun siapa sangka wisopati menoleh dan menahan tinju niken hanya dengan satu jarinya!
Dalam momen ini wisopati mengamati tinju niken. Jujur saja dia tidak menyangka bahwa di bumi ada seseorang yang bisa memanfaatkan energi prana seperti ini.
Bagi yang tidak tahu prana, prana adalah energi yang ada di alam semesta ini atau energi alam. Energi alam di bagi menjadi 2 tingkatan yaitu energi alam/prana dan kundalini di mana tingkatan energi kundalini jauh lebih tinggi dari energi prana dan hanya orang-orang tertentu saja yang mampu mencapai tingkat kundalini.
"Menarik..." ucap wisopati dalam hati.
"Mu--mustahil..." niken tampak kaget dan tergagap, penyapu jalanan ini dengan mudahnya menahan tinjunya. Bahkan dengan wajah tanpa ekspresi dan hanya menggunakan jari!
Hanya dengan sebuah jari dia menahan tinju api miliknya ini. Niken menggertakan giginya dengan lebih kuat, berusaha untuk membuat jari wisopati mundur atau patah.
Namun seberapa kuat niken berusaha, jari itu sama sekali tidak bergerak.
Siapa sangka oada saat ini kakek harto langsung membungkuk di hadapab wisopati.
"Maafkan rendahan ini yang mempunyai mata namun tidak bisa melihat betapa hebatnya anda..." ucap kakek harto.
"Ka--kakek! Apa yang kakek lakukan?!" Teriak niken tidak percaya mengapa kakeknya membungkuk di hadapan penyapu jalanan ini.
Niken buru-buru mundur sambil menarik tinjunya dan berdiri di samping kakeknya.
"Kakek, apa yang kakek lakukan?" Niken tampak bergetar melihat kakeknya seperti ini.
"Maafkan saya yang tidak becus mendidik cucu saya, tuan." Ucap kakek harto berusaha meminta maaf pada wisopati.
Wisopati memandangi dua orang ini tanpa ekspresi, kemudian ia berucap, "untuk kali ini saja aku memaafkan kalian, namun kalau kalian mencoba menggangguku lagi, maka jari kalian yang akan menjadi bayarannya..." ucap wisopati kemudian berjalan pergi menghilang dari tempat ini.
"Kakek, mengapa kakek membungkuk seperti tadi?" Tanya niken yang masih tidak rela melihat kakeknya membungkuk di depan seorang penyapu jalanan.
"Cucuku, kamu harus tahu. Kalau beliau ingin membunuh kita, beliau bisa melakukannya dengan sangat mudah. Kekuatannya tidak terukuran dan pastinya sangat mengerikan." Kakek harto menundukan kepalanya, "betapa lancangnya diriku berani menjadikan sosok yang lebih kuat sebagai murid. Kesalahan yang aku lakukan sudah cukup untuk membuatku mati..."
"Tunggu kek, pria penyapu jalanan itu lebih kuat dari kakek?"
Kakek harto menganggukan kepalanya, "benar sekali!"
"Tidak mungkin, kek!" Terlihat niken yang masih tidak percaya.
"Niken!" Bentak kakek harto dengan tegas.
Niken kaget mendengar benatakan kakek harto yang selama ini belum pernah membentaknya.
"Kamu sudah lancang pada tuan itu, sekarang kamu pergi dan undang tuan itu untuk jamuan makan malam!"
"Hah?!" Niken masih kaget.
***
Sementara itu saat ini wisopati terlihat sedang memakan ayam geprek. Terlihat wisopati memasang ekspresi sangat aneh.
"Makanan macam apa ini?! Hambar dan tidak mengandung kekuatan sama sekali..." tentu saja wisopati mengumpat hal tersebut dalam hati, karena bagaimanapun adab nomer satu, tidak mungkin dia terang-terangan mengucapkan hal ini.
Meskipun mengomel seperti ini namun wisopati tetap menghabiskan makanannya.
Ketika malam tiba wisopati kembali ke kosannya yang ada di bumiayu.
Dia memandangi interior kamar ini dengan pandangan dalam, "orang ini benar-benar pencundang bahkan untuk mencari rumah yang lebih bagus dari ini saja tidak mampu." Ucap wisopati pada dirinya sendiri, lebih tepatnya tubuh aji.
Wisopati kemudian melakukan meditasi lagi untuk mengolah kekuatan jiwanya.
Waktu berjalan dengan sangat cepat....
Ketika malam menunjukan pukul dua dini hari terlihat wisopati keluar dari kamar kosannya dan berjalan sendirian di sebuah gang. Tentu saja untuk bekerja dan menyapu jalan.
Wisopati berfikir lebih baik menjalani kehidupan aji terlebih dahulu, sembari memcari jalan untuk kembali ke dunia para pendekar.
Di sepanjang jalan wisopati beberapa kali melihat orang-orang yang berjalan sambil membawa perangkat yang beranama handphone. Wisopati ingat, aji sebenarnya memiliki bendan semacam itu, namun aji jual untuk perawatan kecantikan pacarnya.
"Sampah.." hanya itu yang bisa wisopati ucapkan kepada tubuh aji.
Ketika wisopati sudah keluar dari gang, tiba-tiba terdengar sebuah teriakan yang sangat keras.
"Aji!"
Jelas wisopati diam saja karena tidak ada yang memanggilnya.
"Aji, dasar budeg!" Teriak wanita itu sekali lagi.
"Eh?" Pada saat ini wisopati baru ingat, bahwa pemilik tubuh ini sebelumnya bernama dipa sena aji.
Wisopati menoleh ke arah orang yang memanggilnya. Nampak seorang wanita dengan celana pendek dan rambut blonde. Tentu saja bukan blonde yang indah namun kusam karena kurangnya perawatan.
Lagu nella kharisma-bidadari kesleo adalah lagu yang sempurna untuk menggambarkan sosok wanita ini.
"Apakah kamu budeg, ji?!" Tanya wanita itu yang mendekati wisopati.
Wisopati termenung, kemudian dia melebarkan matanya, "kamu pacarku?!" Teriak wisopati yang kaget, akhirnya dia ingat wanita yang mirip dengan lagu bidadari kesleo ini adalah nining pacar aji yang selama ini hanya memanfaatkan aji.
Nining menggertakan giginya ketika mendengar teriakan aji, aji seolah memandang nining seperti kuntilanak baru pulang proyek.
Plak!
Siapa sangka nining langsung menampar aji.
"Dasar bodoh!" Teriak nining pada wisopati.
Sebenarnya ini adalah sebuah pengginaan bagi wisopati, seorang pendekar veteran sakti tingjat tinggi yang di hormati di dunia para pendekar, di tampar oleh seorang bidadari kesleo.
Namun pada saat ini wisopati tidak marah, karena sejatinya yang di tampar saat ini adalah aji pecundang yang tidak berguna ini.
Wisopati yakin, kalau ini adalah aji pasti aji akan berlutut dan memasang wajah melas pada nining ini, membiarkan dirinya di injak-injak oleh nining.
"Aji bersyukurlah, tubuhmu saat ini sudah aku ambil alih, aku adalah kamu sekarang."
"Akan aku bantu kamu menjadi pria sejati!"
Nining terdiam setelah menampar aji dia sedikit bingung, "menangislah, mengapa kamu tidak menangis seperti kemarin?"
Wisopati mendengus..
Plak!
Giliran wisopati yang menampar nining, "mulai sekarang kita putus!" Ucap wisopati dengan dingin kemudian melangkahkan kakinya pergi dari sini.
Aaaarrrgghhh!!!
Nining merasakan pergi di pipinya, jujur saja dia tidak pernah menyangka akan di tampar oleh aji, budak rendahan yang selama ini ia manfaatkan.
Tentu saja tamparan yang di berikan aji tidak hanya melukai pipi nining, namun juga melukai harga diri nining.
"Aji, bajingan kamu!"
"Beraninya kamu memutuskanku!"
"Aku yang akan memutuskanmu, kita putus! Sekarang jangan cari aku lagi!" Teriak nining.
Namun wisopati sama sekali tidak menanggapi.
Wajah nining memerah seperti hendak meledak, "Aji!" Teriak nining dengan geram, "bersujudlah di bawah kakiku, memohonlah agar tidak aku putuskan!" Teriak nining dengan lantang.
Namun apakah wisopati akan menurut dengan ucapan nining? Tentu saja tidak! Mungkin kalau ini aji dia akan langsung melakukan apa yang nining minta.
Nining benar-benqr tidak menyangka dia akan di abaikan oleh Aji ini.
"Berhenti Aji, cepat berikan uangmu kemarin. Lalu enyahlah dari sini!" Teriak nining yang frustasi.
Wisopati menoleh ke arah nining sambil tersenyum sinis, "apakah kamu fikir aku bodoh?"
"Aji cepat berikan uangmu, lalu kamu boleh pergi dari sini." Nining berusaha untuk mengejar aji, namun entah mengapa langkah kaki aji sangat cepat.
"Aji berikan uangmu terlebih dahulu sebelum kamu pergi!" Itulah teriakan terakhir yang di dengar wisopati.
***
Wisopati kembali menyapu di jalanan yang sepi ini.
"Ayo ji, Angkat ke sini."
Ketika truk pengangkut sampah tiba wisopati segera mengangkat sampah yang ada di dalam gerobak sampahnya untuk dia taruh ke dalam truk.
Seperti biasa ketika semua pekerjaan sudah beres para pekerja lepas harian inu nampak berbaris untuk mendapatkan amplop.
"Ji, sini ji." Siapa sangka wisopati di ajak oleh salah satu penyapu jalanan yabg ada di sini untuk berkumpul di bawah pohon, Untuk menikmati beberapa tegukan alkohol.
Wisopati menganggukan kepalanya, dia ingin memcicipi alkohol di dunia ini.
Ketika semua orang yang ada di sini duduk melingkar dengan cepat gelas berputar.
Wisopati menegak alkohol yang ada di gelas kecil itu.
Ugh!
Wisopati hampir memuntahkan alkohol itu, sebab rasa dari alkohol itu sangat tidak enak.
"Sialan, ini minuman sampah!" Ucap wisopati dalam hatinya.
***
Waktu berjalan dengan sangat cepat, siapa sangka pada saat ini waktu menunjukan pukul pagi hari.
Wisopati berjalan santai di pagi hari ini untuk mencari sarapan.
HP saja aji tidak punya, apalagi motor?
Ini semua karena sudah aji jual. Dan di berikan kepada nining. Setelah sarapan wisopati terlihat terus berjalan-jalan ke arah kedungkandang.
Siapa sangka sebuah mobil mewah langsung menepi di trotoar tempat wisopati berjalan.
Secara tidak terduga yang keluar dari mobil itu tidak lain tidak bukan adalah niken. Anak ayam yang kemarin mencoba meyerang wisopati dengan tinju prana apinya.
Seperti biasa, wisopati memandangi niken dengan tanpa ekspresi.
Niken menggertakan giginya, namun dia tahan. Ketika dia sudah berada di depan wisopati dia membungkukan badannya, "kakekku mengundangmu untuk jamuan makan malam, kamu harus datang." Ucap niken sembari menyeeahkan sebuah undangan berwarna hitam
"Hmm.." wisopati menerima undangan utu dan hanya bergumam saja.
Niken melanjutkan, "mohon untuk datang, kakekku menunggumu."
"Perlu kamu ingat ada ribuan orang yang ingin bertemu dengan kakek, namun kakek tidak mau menemui mereka, dan saat ini kamu mendapatkan undangan dari kakek, kamu mendapatkan kehormatan yang sangat besar."
Wisopati diam saja mengamati undangan dan mengabaikan niken.
Tentu saja niken mengetahui nama aji, karena dia langsung menyelidik aji setelah kejadian itu.
Niken benar-benar tidak menyangka, ternyata orang yang di hormati kakeknya adalah seorang pecundang dan pemabuk.
Tanpa menunggu jawaban dari wisopati niken langsung pergi begitu saja.
Wisopati tersenyum tipis, "menarik juga... kebetulan aku sudah bosan dengan ayam geprek, tidak ada salahnya aku mencoba hidangan lain di dunia ini." Ucap wisopati.
***
Waktu berjalan dengan sangat cepat, siapa sangka pada saat ini waktu menunjukan pukul delapan malam.
Adegan menujukan Aji yang berdiri di depan restoran yang terlihat besar nan mewah. Uniknya adalah hampir tidak ada kendaraan yang terparkir di halaman restoran ini, menandakan bahwa tidak banyak orang di dalam.
Tantu alasannya bukan karena mahal, namun karena tidak semua orang bisa makan di sinj.
Ketika wisopati hendak melangkah ke pintu utama, beberapa rombongan mobil tiba di halaman restoran mewah ini.
Ketika pintu mobil terbuka keluarlah pemuda dan pemudi yang mengenakan pakaian serba mewah.
"Tuan muda roan, anda benar-benar hebat, bisa menyewa restoran semewah ini."
"Benar itu, anda memang hebat, aku dengar tidak semua orang kaya bisa menyewa restoran mewah ini."
Tentu dengan sanjungan dari teman-temannya membuat tuan muda roan di sana membusngkan dadanya dengan wajah penuh kebanggaan.
Wisopati tetap diam dan cuek, dia tidak perduli dengan sekelompok bocah-bocah ini. Wisopati terus melangkahkan kakinya menuju ke dalam pintu restoran.
"Hei, bung. Jaga parkir yang benar." Salah satu kelompok pemuda pemudi ini langsung mengolok-olok wisopati.
Wisopati terdiam kemudian dia menjawab, "sepertinya kalian salah paham, tukang parkir adalah dia. Aku adalah pengunjung restoran." Ucap wisopati sambil menujuk tukang parkir.
Keheningan langsung menyelimuti tempat ini.
"Hahahaha!" Siapa sangka gelak tawa langsung menyelimuti halaman restoran ini.
"Lihatlah kamu ini bung, bagaimana mungkin kamu pengunjung restoran, sedangkan pakaianmu seperti ini."
"Haha! Dia kira restoran ini adalah angkringan, sangat naif sekali."
"Ah aku tahu, dia ini ingin mencari makanan sisa di dalam restoran."
Seluruh anggota kelompok remaja ini langsung mengejek wisopati.
Wisopati ingin mengabaikan remaja-remaja ini dan ingin melanjutkan langkah kakinya, namun tiba-tiba tangan roan memegang pundak wisopati, "apakah kamu tidak dengar? Kamu tidak layak masuk ke dalam."
Seketika wisopati melirik ke arah roan dengan tatapan sedikit tajam.
Merasakan hawa kematian roan langsung menarik tangannya dan terhuyung-huyung kebelakang.
Melihat tuan muda mereka terhuyung-huyung kebelakang, beberapa pria dengan badan kekar dan jas hitam menghampiri wisopati, "hei, apa yang kamu lakukan kepada tuan muda roan?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!