BOOOMMMM....!!!!
Suara ledakan terdengar, Setelah Seorang ibu membawa dua anaknya menjauh dari mobil yang di tumpangi nya.
Restiana Putri Dharma dan Putrinya bernama Andara Putri Dharma serta adiknya yang bernama Andrian Putra Manggala, terpental karena ledakan tersebut masih begitu dekat.
Beruntung ia telah keluar dari mobil.
"Nyai...!!"
Suara terdengar lirih karena begitu jauh. Suara kembali terdengar memanggil 'nyai' seperti semula.
Dengan nafas tersengal, Restiana memeluk kedua anaknya. Beruntung keduanya selamat dari ledakan tersebut.
"Gun....!" Teriak Restiana sambil menelisik asap yang mengepul karena mobil yang ditumpanginya tadi telah meledak dan terbakar.
Kini mereka berada di bawah jurang, meski tidak terlalu tinggi namun ini menjadi musibah. Bukan musibah, tapi karena ada musuh yang menyerangnya. Hingga mobil tidak terkendali dan masuk ke jurang ini.
"GUN....!" Teriak Nyai Restiana yang melihat orang kepercayaan suaminya merangkak ke arahnya.
"Nyai...!, Alhamdulillah kalian selamat!" Ucapnya. Perlahan Gunawan pun mendekatinya. Dengan nafas tersengal karena kondisinya saat ini.
Beruntung tempat ini banyak rerumputan dan ilalang yang membuat Restiana dan putra putrinya selamat.
"Dara dan Andrian...Gun!" Teriaknya, sambil menggoyangkan badan putra-putrinya itu.
Gunawan pun mendekatinya sambil mengambil alih Andrian ke dalam dekapannya.
"Nyai...!"
"Gun !, bawa mereka pergi, biar aku yang menghadapinya!" Ucap Restiana kepada Gunawan.
"Tapi Nyai..?"
"Aku masih kuat. Bawa mereka menjauh dari tempat ini. Dan jaga Dara hingga usia tujuh belas tahun. Untuk menentukan takdirnya!" Perintah Nyai Resti kepada Gunawan.
"Ba..baiklah nyai. Hati-hati menghadapi mereka!" Ucap Gunawan. Perlahan berdiri dan kemudian menggendong Dara serta Andrian.
.
.
.
Nyai Restiana pun akhirnya seorang diri berada di tempat itu. Untuk menunggu musuhnya datang.
Ia duduk bersila dan berkonsentrasi, dan meminta petunjuk kepada sang pencipta agar mampu menghadapi musuhnya kali ini
Ibliss kecil yang memang mengejarnya karena dendam.
Hingga tak lama kemudian sekelebat bayangan muncul di hadapannya. Ia berdiri tegak.
Kepalanya bertanduk dan berambut panjang. Giginya bertaring seakan ingin memangsa Nyai Resti yang ada di hadapannya.
Grrrr.....!!!
"Hahahaha....!!!"
Tawa dari ibliss kecil itu ketika melihat Nyai Resti yang sudah tampak lemah.
Namun tak lama kemudian, tubuh Nyai Restiana pun terangkat kemudian sebuah kilatan petir menyambar di sekitar itu.
Ibliss kecil yang tak mau lengah pun segera menyerang Nyai Resti.
Hingga keduanya pun bertarung saling menyerang. Pukulan dan hantaman ibliss kecil sempat mengenai Nyai Resti.
Ctaaarrrr.....!!!
Suara kilat menyambar, namun tidak mengenai iblis kecil tersebut. Hingga ia kemudian membalasnya dengan pukulan dari telapak tangannya yang mengeluarkan api menyambar Nyai Resti.
Beruntung Nyai Resti cepat menghindar, meski tangannya terluka. Bahkan tubuhnya juga sudah banyak luka akibat kecelakaan yang terjadi tadi.
Keduanya kembali bertarung hingga hingga malam semakin gelap. Suara gelegar kilat tanpa hujan menyambar kesana kemari.
Terdengar suara lolongan serigala dari berbagai penjuru. Seakan ingin memangsa karena kelaparan.
.
.
.
Sementara itu Gunawan membawa putri dan putra Nyai Restiana menuju padepokan tempat kediaman Adrian Manggala, suami dari Nyai Restiana atau ayah dari Dara dan Andrian.
Para penjaga siaga dengan yang terjadi. Terlebih Gunawan membawa kedua anak pimpinan mereka dalam keadaan pingsan saat ini.
Kemudian dibawa lah mereka masuk ke dalam pondok untuk di pulihkan.
"Apa yang terjadi mas Gun?" Tanya Hendra, salah satu pengawal dari Andrian Manggala. Orang tua Dara.
"Kami di serang oleh ibliss kecil di tebing. Dan sekarang Nyai Resti masih melawannya." Sahut Gunawan yang sudah sangat lemas karena berlari menghindari pertarungan antara Nyai Resti dan ibliss kecil.
Meski ia menggunakan ajian kaki seribu, namun dalam kondisi menggendong putra dan putri dari Nyai Resti, ia pun kelelahan.
Hingga tak lama kemudian, ia pun tak sadarkan diri.
Hendra terkejut ketika memeriksa bagian lengan Gunawan yang terdapat luka yang mulai mengering. Begitupun bagian badan lainnya. Ia segera memanggil anak buahnya untuk segera memberikan pertolongan.
Sementara Dara tampak menggerakkan tangannya. Lambat Laun matanya terbuka.
"Bunda...!" ucapnya sambil berteriak memanggil orang yang ada.
"Neng..!!" Sahut pak Hendra kemudian membantu Dara untuk bangun dari pembaringannya.
"Bunda mana..!!, Drian mana?" tanyanya sambil menelisik sekitar. Namun tidak ia temukan.
Ia kemudian melihat Gunawan yang terbaring di balai sebelahnya
"Paman...!!" Teriaknya, kemudian turun dari balainya di bantu oleh Hendra.
Dara menangis, kemudian mencari adiknya yang belum di temukan pandangannya.
"Drian mana om?"
"Nak Andrian ada di dalam kamar." Sahut Hendra kemudian membantu Dara menuju ke kamar.
Gadis cantik berusia 15 tahun itupun melangkah dengan tertatih. Dan semua yang berada di tempat itu tidak berani membantahnya sebab, jika Dara belum bertemu dengan Andrian adiknya maka ia akan meronta-ronta.
Namun berbeda dengan ibundanya. Sebab ia percaya jika bundanya akan selalu hadir melindungi ia dan adiknya.
Meski saat ini belum ia temukan keberadaan ibundanya.
Usia Dara yang masih terbilang muda ini sudah terbiasa dengan kejadian yang di alami seperti saat ini. Bahkan kemampuannya yang masih di rahasiakan pun tak luput dari didikan ibundanya.
Berbeda dengan ayah Dara yang menjadi seorang perwira dan menjadi salah satu prajurit negara.
Ayah Dara memang salah satu anggota pasukan khusus di medan pertempuran. Meski mempunyai ilmu bela diri yang cukup, namun bertemu dengan senjata modern pun ia akan kalah.
Namun kini ayah Dara telah tiada ketika mengemban tugas di wilayah konflik beberapa tahun silam.
Tinggallah Dara bersama ibundanya dan adik satu-satunya.
Andrian Putra Manggala mempunyai kekurangan karena ia autis dan lamban untuk bicara. Bahkan lemah dalam pergerakan maupun tenaga.
Namun ia mempunyai otak yang cerdas, meski kadang rasa ketakutan menyelimutinya menjadi trauma.
"Drian..!, hiks..hiks...!"
Dara menangis seketika, ketika melihat keadaan Andrian saat ini. Banyak luka di tubuhnya, bahkan kepalanya juga perlu jahitan.
Tampak dokter sudah selesai dalam tindakan medis untuk Andrian.
Berbeda dengan Dara, meski terluka dan tergores maupun tertusuk. Akan cepat pulih tanpa bekas.
Semua itu adalah faktor keturunan yang ia dapatkan dari nenek buyutnya. Berbeda jauh dengan Andrian yang terlihat lemah seperti saat ini, meski sama sama satu darah dengan Dara.
.
.
.
Andara Putri Dharma
Beberapa Minggu kemudian, Dara dan Andrian pun tampak duduk di taman samping rumah tempat tinggalnya.
Keduanya merenung, sebab ibundanya sampai saat ini belum kembali. Andrian tampak memeluk kakaknya, karena hanya dialah saat ini yang bisa di peluknya.
"Kakak, bunda mana?"
Setiap harinya Andrian menanyakan keberadaan ibundanya. Karena setiap hari keduanya menunggu.
Kadang Andrian sampai mengamuk ketika dara pergi ke sekolah dan tidak ada yang menemani Andrian.
Hanya orang-orang kepercayaan ayah ibundanya yang masih setia menemani Dara dan juga Andrian saat ini. Termasuk Gunawan dan Hendra yang merupakan orang kepercayaan ayah Dara.
"Sebentar lagi ya, nanti kakak akan jemput bunda." Sahur Dara memberi pengertian kepada Andrian.
Andrian hanya bisa mengangguk, karena ia tidak bisa berucap banyak dan protes kepada Dara, kakaknya.
Hari berganti malam, dan Dara mengajak Andrian menuju ke dalam rumah. Di luar sana masih banyak penjaga bersenjata lengkap saat ini.
Dara menemani Andrian untuk makan malam, kemudian istirahat di dalam kamar. Andrian masih merasa takut dengan kejadian-kejadian yang di alaminya. Meski lukanya sudah sembuh namun dalam memori otaknya kejadian menyeramkan itu selalu menghantui pikirannya.
Setelah Andrian tertidur, Dara menuju kamar sebelah untuk melakukan pencarian terhadap ibundanya.
Ia duduk termenung, mengosongkan pikirannya untuk bisa bertemu dengan leluhurnya.
Serrrrttt......!!!
.
.
.
BERSAMBUNG
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Dara...."
Panggilan lirih terdengar oleh Dara saat sedang bermeditasi di dalam kamarnya.
Ia sudah dilatih sejak usia 5 tahun untuk bisa mengendalikan semua yang ada di dalam dirinya.
Tiba-tiba angin menerpa dirinya, menghempaskan rambut panjangnya hingga tergerai.
"Eyang....!" Panggil Dara yang perlahan membuka matanya.
Ia sudah bukan berada di dalam kamar seperti sewaktu bermeditasi.
Kini dirinya berada di sebuah taman yang sejuk di area pegunungan.
Dimanakah itu, hanya Dara dan leluhurnya yang tahu. Sebab tempat itu merupakan tempat ghaib yang hanya bisa di lalui oleh Dara dan keluarganya. Namun tidak dengan Ayahandanya yang memang bukan keturunan dari nenek moyang dari Dara.
Dari garis ibundanya lah tempat itu di ketemukan.
Banyak tanaman bunga, maupun berbagai tanaman obat-obatan untuk kehidupan manusia di alam nyata.
"Kau sudah datang nak?" Tanya nenek buyut Dara yang perlahan mendekatinya.
"Sugeng ndalu eyang." Ucap Dara kemudian menyalami eyang buyutnya.
Tampak wanita tua yang berpakaian serba putih itu tersenyum, kemudian mengusap kepala Dara.
"Mau ketemu ibundamu kan?" ucapnya sambil tersenyum, kemudian mengusap rambut Dara yang tergerai.
Wajahnya yang cantik, mungil dan lentik matanya membuat setiap orang yang memandangnya pasti akan tertarik. Meski usia Dara saat ini baru 15 tahun.
"Iya eyang." sahutnya.
Keduanya pun melangkah menuju sebuah pendopo yang agak masuk ke area taman. Dan di tengah-tengahnya terdapat sebuah pondok dan juga sebuah pendopo untuk tempat berkumpul anggota keluarga lainnya.
"Bunda....!!" Teriak Dara ketika melihat ibundanya berada di pendopo dan sedang bermeditasi.
Dara tahu, jika ibundanya sudah sembuh. Sebab sudah 40 hari semenjak kejadian itu, pasti ibundanya akan memulihkan tenaga di tempat ini. Dan baru kali ini ia menemuinya.
"Kau datang Nak?" tanya ibundanya. Kemudian melonggarkan kakinya dan turun dari balai tempat ia duduk.
"Bunda, Dara dan Andrian kangen bunda."Ucapnya sambil berlari, kemudian memeluk bundanya itu.
Air mata pun membanjiri pipi putihnya membuat Eyang Sekar Langit mengulum senyumnya.
Setelah beberapa lama melepaskan rasa rindu kepada ibundanya, Dara dan Nyai Resti pun diminta menemui Eyang di persinggahannya.
Keduanya pun masuk ke dalam pondok dan kini duduk bersila di lantai beralaskan bebatuan marmer yang tersusun rapi.
"Nduk cah ayu." Ucap Eyang Sekar Langit kepada Dara yang masih bergelayut manja di pelukan ibundanya.
"Dalem Eyang." Sahut Dara.
Kemudian ia menegakkan kepalanya dan menatap Eyang Sekar Langit.
"Menurut weton dan hari lahirmu nduk, kamu mendapatkan tugas yang begitu berat. Dan ibundamu sudah Eyang kasih tahu dahulu ketika dirimu di lahirkan." Ucapnya.
"Apa itu eyang?"
"Carilah batu mustika naga berwarna biru kembar. Karena batu mustika biru itu adalah kunci untuk memusnahkan raja ibliss yang sedang membangun kekuatan." Ucap Eyang perlahan, agar Dara bisa mencerna kata-katanya.
"Eyang yakin, jika dia sedang membangun kekuatan itu, agar bisa menguasai dunia. Namun raja ibliss bisa musnah jika dia dalam bentuk yang sempurna. Dan batu mustika biru itu akan menyatu dengan Pedang Sekar Jagad yang akan muncul ketika dirimu berusia tujuh belas tahun." Lanjutnya.
Hal itu membuat Dara termangu, karena semua terkait dengan dirinya.
Lalu Eyang Sekar Langit pun memberitahukan tentang semua yang akan terjadi dengan Dara suatu saat nanti.
"Kamu sudah dekat dengan mustika naga itu. Jadi berhati-hatilah. Karena jika mustika itu jatuh ke orang yang salah. Maka akan banyak korban dari manusia, serta alam lelembut. Semua bisa hancur dan bumi akan musnah."
Dara mendengarkan semua perkataan Eyang dengan lebih intensif. Sebab hal ini bukan main-main.
Begitu juga dengan Nyai Resti, ibunda dari Dara. Namun entah kedepannya, iapun belum mengetahui apa yang akan terjadi. Semua ia serahkan kepada sang pencipta.
Setelah cukup lama mereka berbincang, akhirnya Dara dan ibundanya pamit undur diri. Sebab sudah saatnya bagi Nyai Resti kembali ke dunia fana kembali.
Terutama untuk sang putra yang saat ini masih butuh asuhannya.
Dalam kondisi putranya saat ini, Nyai Resti belum tega jika meninggalkannya jauh-jauh. Sebab masih banyak musuh bebuyutannya yang ternyata menaruh dendam.
Dara akhirnya sampai di kamar kembali. Namun saat ini ibundanya masih mengikutinya dalam wujud sukma.
Kemudian Dara keluar meski hari sudah hampir pagi, kemudian mencari keberadaan paman Gunawan untuk mengantar menjemput raga ibundanya.
.
.
.
Dara melihat jika raga ibundanya berada di dalam gua dan tersembunyi, tidak jauh dari tempat dahulu kecelakaan. Kemudian Dara duduk dibelakang raga ibundanya untuk memberikan energi sesuai perintah Eyang Sekar Langit.
Gunawan pun membantunya berjaga, karena untuk hal ini ia tidak mampu. Meski ilmu kanuragannya juga linuwih, karena dia sudah belajar bersama Nyai Resti dan Andrian Manggala, orang tua Andara Putri Dharma.
Gunawan memperhatikan setiap sudut ruangan yang sempit untuk memastikan keamanan tempat ini.
Hingga tak lama kemudian terlihat cahaya dari telapak tangan Dara merasuk ke tubuh ibundanya.
Tak lama kemudian Nyai Resti pun tersadar. Sesaat hening karena hal ini terjadi. Dara segera memeluk ibundanya karena sudah berhasil melalui masa penyembuhannya meski di dalam gua ini sendirian.
Raga yang selama 40 hari tidak terkena asupan gizi maupun mineral, membuat Nyai Resti lemas. Meski Dara telah memberikan energi untuk ibundanya.
Dara belum bisa maksimal dalam penyaluran energi ini, karena dirinya masih terlalu muda dan belum banyak pengalamanya.
.
.
.
"Bunda....!!"
Andrian sang putra mendekati ibundanya yang terbaring di dalam kamar.
Lambaian tangan Nyai Resti sontak membuat Andrian terharu senang. Apalagi sudah lebih dari satu bulan ia tidak bertemu.
Sementara Dara, kini sedang berada di luar pondok untuk memberitahukan beberapa hal terkait pesan dari Eyang Sekar Langit kepada paman Gunawan.
Namun paman Gunawan seperti tidak memahami maksud dari Dara, karena tentang hal-hal yang berkaitan dengan makhluk tak kasat mata. Bahkan ia tidak mengerti tentang Mustika Naga yang di maksud oleh Dara.
Walau tidak memahami, namun paman Gunawan tetap bersedia membantu. Meski nyawa taruhannya.
Karena ia memang mengabdi kepada keluarga Andrian Manggala sampai usianya tutup di kemudian hari.
.
.
Kebahagiaan keluarga Dara pun semakin bertambah, ketika Dara lulus sekolah menengah pertama dan melanjutkan ke menengah atas.
Andrian yang memang sekolah khusus pun tampak ikut senang. Sebab Dara merupakan saudara satu-satunya yang selalu menemaninya. Meski Andrian lebih suka bermain game dan komputer untuk mengisi hari-harinya ketika Dara tidak berada di sisinya.
Nyai Resti merayakan putrinya dengan membuat nasi kuning untuk keluarga maupun orang-orang yang masih bertahan di tempat ini.
Sebagai ucap syukur, sebab putra-putrinya diberi kesehatan dan dilindungi tumbuh kembangnya hingga saat ini.
Banyak pengikut Andrian dahulu yang masih bertahan. Terutama karena tempat ini sudah di anggap padepokan tempat berlatih ilmu beladiri semenjak ayah Dara masih hidup.
Meski hanya puluhan yang masih tersisa, namun mereka masih setia. Walaupun memang ada beberapa yang berkhianat karena lebih memilih untuk keduniawian dan nafsu sementara.
Bahkan ada yang ikut menganut dari perkumpulan penyembah raja ibliss.
.
.
.
Sekilas Tentang awal mula Dara.
BERSAMBUNG
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"BUNDA.....!!!!"
Dara berteriak, kala melihat ibundanya terlempar ketika melawan sosok hitam di samping pondok rumahnya. Ia bergegas lari untuk membantu sang ibunda.
Namun Dara berhenti ketika melihat Andrian berada dekat dengan sosok hitam menyeramkan itu.
Giginya runcing, seluruh tubuhnya ditumbuhi bulu hitam, serta tanduk di kepalanya. Sementara telinganya panjang dan di punggungnya terdapat sayap hitam. Sekilas ia menatap Dara yang ada di tempat itu.
Dara tanpa rasa takut kemudian mendekati Andrian.
Namun Nyai Resti segera menyambar Andrian tatkala tangan makhluk itu ingin menghantam Andrian dan Dara secara bersamaan.
Arrrgghhh....!!!
Dara terpental karena tidak sempat di tolong oleh bundanya. Kepalanya terbentur dinding pondok sehingga mengeluarkan darah.
Sudut bibir dara terluka karena pukulan dari makhluk tersebut.
Perlahan Dara berdiri, meski badannya terhuyung dan kepalanya pusing akibat benturan di dinding pondok rumahnya.
Tangannya terkepal, matanya menyala berwarna biru. Kemudian tangannya bersatu dan dilepaskan kembali. Kakinya memasang kuda-kuda untuk menyerang makhluk di hadapannya. Hingga.....
Haaappp...!!!
Dara melompat kemudian memukulkan telapak tangannya yang menyala hingga membuat makhluk itu terpental. Begitu juga Dara yang memang kemampuannya belum bisa maksimal saat ini.
Darah merah kental keluar dari bibir Dara, ia terbatuk dan tertunduk.
Nyai Resti yang melihat kejadian itu segera menyerang makhluk berbentuk kelelawar raksasa itu, meski punggungnya menggendong Andrian.
Kibasan tangannya mengeluarkan cahaya kilat, membuat kelelawar raksasa itu terpental.
Dalam jatuhnya, raksasa kelelawar itu melemparkan bola api ke arah Nyai Resti dan putranya.
Hingga nyai Resti terpental jauh dari tempat itu.
Hal itu membuat Amarah Dara semakin menjadi, hingga tangganya di angkat ke atas.
Kilatan cahaya menyambar tangan Dara, lalu dilemparkan ke arah makhluk kelelawar raksasa tersebut hingga terbelah menjadi dua.
Setelah itu Dara lambat Laun tubuhnya lunglai hingga iapun terjatuh pingsan.
Mengetahui pimpinan mereka telah tumbang, para anak buah manusia kelelawar itu pun mengamuk sejadi-jadinya.
Hendra yang mengetahui Dara dalam keadaan pingsan, segera mengambilnya dan membawanya pergi.
Sementara Gunawan dan teman yang lainnya, sekuat tenaga melawan makhluk yang membabi-buta di pondok tersebut.
.
.
.
Dara dibawa Hendra pergi jauh ke arah barat. Meski keadaan terluka, Hendra tetap mengendarai mobilnya dengan cepat.
Kondisi Dara yang pingsan membuatnya khawatir, karena saat ini hanya Dara yang bisa di selamatkan.
Hingga beberapa jam kemudian, Hendra sampai disebuah rumah sakit, agar luka Dara segera di tangani.
Hendra mencoba menghubungi Gunawan yang saat ini masih melawan penyerang di markas Andrian Manggala.
Namun ia tidak segera mendapatkan jawaban. Helaan nafas panjang pun dilakukan oleh Hendra sambil menunggu Dara yang sedang di tangani oleh dokter rumah sakit tersebut.
Tak lama kemudian dokter keluar dari ruangan. Memberitahukan jika Dara sudah selesai di tangani.
Hendra segera masuk ke dalam ruangan untuk melihat kondisi Dara yang terbaring di brankar ruang UGD.
Ia tidak tahu jika luka Dara bisa cepat sembuh dari perkiraan. Terlebih saat ini dibalut oleh kain kasa steril untuk menutupi lukanya.
Badan Hendra bergetar karena melihat kondisi Dara saat ini. Ia teringat kejadian tadi. Bahkan Hendra tidak menyangka jika Dara mempunyai kekuatan seperti bundanya.
Namun kekuatan Dara lebih kuat, hingga mampu menumbangkan makhluk raksasa yang menyerang pondok ayahnya.
.
.
.
"Bang!, apa itu?, seperti manusia tergeletak." Ucap seorang wanita di sebelah pengemudi dan saat ini bersama suami di dalam mobil.
Ia baru kembali dari luar kota karena ada urusan keluarga.
"Iya, sepertinya tabrak lari." Ucap sang suami.
"Kita tolong bang. Kasihan!" sahut wanita di sebelahnya.
Hingga kemudian mobil di hentikan karena ingin menolong orang yang tergeletak tersebut.
"Sepertinya ibu-ibu."
"Lihat, disana juga ada yang tergeletak. Mungkin anaknya!"
Hingga ibu-ibu yang pingsan itupun dibawa masuk ke dalam mobil. Begitu juga seorang lelaki yang pingsan tak jauh dari tempat itu.
"Kita nyasar, kenapa malah dapat beginian sih bang?" celetuk wanita yang menolong ibu dan anak yang pingsan di pinggir jalan tersebut.
"Mungkin memang kita diminta untuk menolongnya. Padahal aku merasa jalan tadi sudah benar. Kenapa sampai lewat jalur alternatif kayak gini?"
"Mungkin bang. Ya sudah!, mungkin ini maksud dari salah jalan kita dan kita harus kita menolongnya." Sahut sang istri.
Hingga keduanya pun membawa ibu dan anak yang pingsan di pinggir jalan menuju ke rumah sakit terdekat.
Pasangan suami istri itu justru bertanggungjawab terhadap korban yang ditemukan di pinggir jalan tadi, hingga seorang dokter pun menemuinya.
"Maaf nyonya dan tuan. Pasien mengalami luka dalam. Tapi kamu mohon maaf karena rumah sakit kami kecil. Kami tidak bisa menangani dalam kondisi seperti saat ini. Lebih baik di bawa ke rumah sakit yang lebih besar." Ucap Dokter sambil menatap pasangan suami istri di hadapannya.
"Luka dalam?"
"Iya tuan. Seperti benturan yang sangat keras. Bahkan ada luka bakar di tubuhnya."
Lelaki yang menolong itu termangu, sebab luka yang di maksud bukan dari tabrak lari. Namun seperti sebuah perkelahian hingga keduanya mengalami luka yang cukup serius.
"Dok!, apa boleh saya minta tolong untuk mengantar mereka dengan ambulan rumah sakit?" Tanya wanita yang menolongnya.
"Boleh. Mau di bawa kemana?"
"Jakarta Dok!" Sahut pasangan suami istri tersebut.
Atas persetujuan dokter pihak rumah sakit dan pasangan suami istri itu, akhirnya kedua korban itupun dibawa ke Jakarta.
Pasangan suami-istri itu ingin membawa keduanya ke rumah sakit miliknya di Jakarta. Meski mereka tidak mengenal korban, namun ia tetap peduli dengan sesama.
Hingga beberapa jam kemudian mereka pun telah sampai di rumah sakit yang di tuju. Rumah sakit besar dan cukup terkenal di kota ini.
Pasangan suami istri itupun segera meminta dokter terbaik untuk melakukan pemeriksaan serta pengobatan kepada ibu dan anak tersebut.
.
.
Di lain tempat, Dara sudah mulai sadar dari pingsannya. Ia mengerjapkan matanya. Ruangan putih bernuansa rumah sakit tempatnya kini berada.
Ia mencoba mencari sekelilingnya, siapa tahu ada yang di kenal. Namun cukup lama ia tidak mendapatkan siapapun di sana.
Badannya terasa kaku dan kebas akibat kejadian tadi. Meski sudah lebih dari 4 jam lebih lamanya, Dara masih terasa kesakitan.
Kemudian mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, namun terasa ada benda yang melilit.
"Ternyata aku di perban, pantas saja terasa kebas dan kaku." Ucap Dara dalam hati.
Tangan kanannya terdapat selang infus untuk dirinya. Entah apa yang dilakukan dokter dalam menanganinya tadi.
"Bunda dan Andrian bagaimana ya?"
Dara mencoba memejamkan matanya, menelisik dan meyakinkan apa yang terjadi sebelum dirinya sampai tempat ini.
"Hmmm, ternyata banyak korban yang berjatuhan. Dan Bunda serta Andrian di tolong oleh seseorang. Semoga orang baik." Monolog Dara dalam hati.
"Peppp...paman Gunawan...!!" Teriak Dara dengan mata terpejam. Karena paman Gunawan menjadi salah satu korban disana.
Ceklek...!!
"Neng....!"
Hendra yang menunggu di luar ruangan mendengar teriakan Dara memanggil Gunawan. Sehingga ia bergegas masuk ke dalam ruang perawatan Dara.
"Paman Hendra...!" Ucap Dara kaget, karena paman Hendra masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Ada apa Neng?"
"Papp...paman Gunawan me..meninggal...!" ucap Dara bergetar, setelah menggunakan telepati nya untuk mengetahui keadaan di pondok tempatnya tinggal selama ini.
"Innalilahi wa innailaihi rojiun.....!"
.
.
BERSAMBUNG
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!