NovelToon NovelToon

Menikahi Kakak Tiri Mantan

Bab 01 : Bunuh Diri

Pengumuman :

Kepada para pembaca author yang tercinta. Jikalau kalian mampir di novel ini. Mohon dukungannya ya untuk author. Dengan cara beri like, vote, subscribe, dan komentar di setiap bab, supaya author bersemangat up cerita seru. ❤️

Tokoh Utama :

1. Berlian Puspa Lingga (23 tahun)

Adalah putri bungsu keluarga Lingga yang manja dan ceria. Ayah Berlian sudah meninggal. Lingga group sekarang dipimpin kakak sulung Berlian. Berlian memiliki tiga kakak laki-laki dan satu kakak sepupu perempuan. Berlian sendiri sudah berpacaran selama tiga tahun dengan Nino dan bertunangan sudah tiga bulan.

2. Saka Cakra Tama (30 tahun)

Adalah CEO Tama group yang kejam dan dingin. Saka Sangat tergila-gila pada Berlian. Meskipun Saka tampak seram diluar tapi dia selalu lembut jika berhadapan dengan Berlian.

3. Nino Atmaja (25 tahun)

Adalah tunangan Berlian yang tidak tau diri. Dia berasal dari keluarga miskin, berkat Berlianlah dia berhasil mendirikan perusahaan properti miliknya hingga bisa hidup enak. Nino jatuh cinta pada kakak sepupu Berlian yang licik.

4. Raima Ananda (23 tahun)

Sejak kecil Raima selalu iri pada Berlian. Dia sepupu Berlian dari pihak ibu Berlian. Dia yatim piatu dan berkat kebaikan Nyonya Elsa Lingga lah dia bisa tinggal di kediaman keluarga Lingga. Tiga kakak laki-laki Berlian tidak suka pada Raima, Berlian pun demikian. Hanya Elsa yang menyukai Raima. Raima tidak pernah mencintai Nino, tapi dia selalu ingin merebut milik Berlian termasuk Nino. Itulah sebabnya, Raima merebut Nino dari Berlian.

5. Miko Tirta Lingga (30 tahun)

Adalah kakak pertama Berlian yang berwibawa sekaligus CEO Lingga group. Dia dingin tapi lembut. Dia selalu melindungi keluarganya.

6. Dirli Tirta Lingga (27 tahun)

Adalah kakak kedua Berlian. Dia bar-bar dan berpenampilan seperti preman. Dirli tidak tertarik pada dunia bisnis. Dia seorang polisi. Dirli juga sangat menyayangi setiap anggota keluarganya.

7. Vito Tirta Lingga (25 tahun)

Adalah teman baik Nino. Vito seorang pria playboy. Dia asisten Miko di kantor. Walau seorang playboy tapi dia tidak terima kalau Berlian-adik tunggalnya disakiti sahabat baiknya.

8. Elsa Lingga (55 tahun)

Adalah ibu Berlian, Miko, Dirli dan Vito. Elsa merasa bersalah pada Raima karena mendiang ayah Raima memberikan jantungnya pada Elsa. Setelah Raima menjadi yatim piatu, Elsa membawa Raima tinggal bersama mereka. Elsa sadar keempat anaknya tidak menyukai Raima, jadi Elsa berusaha menjadi pelindung Raima. Tanpa Elsa tau, dia telah membesarkan ular berkepala dua. Kebaikan Elsa, Raima balas dengan menyakiti Berlian.

9. Juan Athar (40 tahun)

Adalah asisten sekaligus orang kepercayaan Saka. Dia loyal pada Saka, selalu melaksanakan perintah Saka tanpa banyak bertanya.

10. Ella Atmaja (50 tahun)

Adalah ibu kandung Nino sekaligus ibu tiri Saka. Ella adalah ibu tiri kejam yang selalu menyiksa Saka saat kecil. Ella juga membuat ibu Saka meninggal. Ella yang jahat tapi dia merasa menjadi korban. Mereka hidup miskin karena Saka mengambil perusahaan dan harta mereka dan mengubahnya atas nama keluarga Tama, keluarga dari pihak ibu Saka.

11. Dion Atmaja (60 tahun)

Adalah ayah kandung Nino dan Saka. Suami Ella. Dia sama jahatnya dengan istri dan anaknya. Sampai sekarang Dion selalu mencari cara untuk mendapatkan kembali harta kekayaan mereka yang diambil Saka.

***

Berlian menangis tersedu-sedu setelah mendengar perkataan Nino. Berlian merasa sudah memberikan segalanya untuk Nino, termasuk membantu Nino membangun bisnisnya. Berlian bahkan berlutut pada kakak sulungnya agar kakak sulungnya mau berinvestasi pada bisnis Nino. Namun, apa yang Berlian dapat? Nino malah memutuskannya demi perempuan lain.

"Cinta di hatiku untukmu sudah tidak ada. Berlian, aku sudah berusaha bertahan. Aku juga sudah beberapa kali mengelak pada perasaanku. Tapi sekarang aku yakin, aku sangat mencintai Raima. Ini bukan salah Raima. Ini salahku karena aku jatuh cinta padanya. Tolong kamu jangan salahkan Raima. Salahkan saja aku. Mengenai hutangku padamu, aku janji akan menyicilnya sedikit demi sedikit. Tolong lepaskan aku, Berlian," itulah yang dikatakan Nino.

Perkataan itu sangat menyakiti hati Berlian. Sejak SMA, Berlian jatuh cinta pada Nino dan berusaha mengejarnya sampai Nino mau menerima cintanya. Di sisi lain, Berlian juga sadar akan kedekatan Nino dan Raima. Berlian kerap cemburu dan melampiaskan kekesalan pada Raima. Namun, semua itu menciptakan imej Berlian tidak baik di hadapan Nino. Nino menganggap Berlian gadis kaya yang kejam, sementara Raima gadis polos yang harus dilindungi.

"Nino, aku tidak mau putus sama kamu. Aku janji akan lebih baik lagi kedepannya. Sebentar lagi kita akan menikah," Berlian menangis sambil memohon. Sudah ratusan kali Berlian memohon agar Nino tidak putus dengannya, tapi semua itu membuat harga diri Berlian tidak berarti bagi Nino.

"Biar aku yang mengurus pembatalan pernikahan kita. Aku juga akan menjelaskan semua pada kakak-kakakmu. Maafkan aku, aku tetap mau putus," kata Nino kekeh.

"Kalau kamu kekeh mau putus, jangan salahkan aku kalau aku bunuh diri," ancam Berlian.

"Itu yang membuat aku tidak suka padamu. Kamu selalu mengancam. Kamu sangat kekanak-kanakan. Terserah, aku sudah tidak peduli lagi. Kamu matipun, itu bukan urusanku," kata Nino, kesal.

Nino pun berdiri, hendak meninggalkan Berlian di meja itu. "Kamu mau kemana? Jangan tinggalkan aku," pinta Berlian lagi.

"Cukup Berlian! Lihatlah, semua perhatian mengarah ke kita! Apa kamu tidak malu?" tegur Nino.

Semua mata memang mengarah ke mereka, terlebih restoran mewah ini sekarang sedang ramai pengunjung. "Aku tidak peduli. Pokoknya aku tidak mau putus dari kamu."

"Aku ingin putus. Titik." Tanpa perasaan, Nino pun pergi meninggalkan Berlian.

"Tunggu!" Berlian berusaha mengejar Nino. Di antara para pengunjung restoran yang melihat pertengkaran Berlian dan Nino, terlihat seorang pria berkacamata dengan sorotan mata tajam di antara mereka. Pria itu tersenyum sinis melihat Berlian mengejar Nino sambil mengemis.

"Apa wanita zaman sekarang sangat murahan? Sudah ditinggalkan prianya, malah mengemis," ucap pria itu, yang tidak lain adalah Saka Cakra Tama.

"Itulah cinta, Presdir. Cinta itu buta dan tuli," jawab Juan Athar, sekretaris sekaligus orang kepercayaan Saka.

"Cinta hanya membuat kita bodoh," jawab Saka lagi.

Kembali ke Berlian, dia berhasil mengejar Nino sampai parkiran. Nino masih tetap berjalan cepat demi menghindari Berlian. "Nino, aku akan buktikan. Lebih baik aku mati daripada putus sama kamu!" teriak Berlian.

Nino tetap mengacuhkannya. Nino masuk ke mobil. Berlian telah hilang akal. Otaknya dipenuhi keputusasaan. Dalam otaknya hanya ada Nino dan cinta butanya. Di pikirannya hanya satu, jika tidak bersama Nino, lebih baik dia mati.

Berlian langsung berlari ke arah jalan besar, di depan restoran. Di sana banyak kendaraan lalu lalang. Tanpa banyak berpikir, Berlian langsung merentangkan kedua tangannya, ingin bunuh diri.

"Dasar wanita gila!" umpat Nino dalam mobil, saat melihat aksi Berlian yang nekat.

Berlian memejamkan matanya, berharap ditabrak sampai mati oleh kendaraan yang lewat. Suara klakson dari mobil-mobil maupun truk-truk yang lewat tidak Berlian hiraukan. Dia nekat sekali.

Bruk... Berlian tertabrak oleh sebuah mobil. Badan Berlian terpental.

"Berlian!" Nino terkejut melihat kejadian itu. Dia langsung keluar dari mobil dan berlari ke arah Berlian.

Berlian tergeletak di jalan, tidak bergerak lagi. Nino merasa panik dan khawatir.

Bab 02 : Pasangan Selingkuh

Berlian dilarikan ke rumah sakit secepat kilat. Semua anggota keluarga terkejut menerima kabar mengenai Berlian yang ditabrak mobil. Miko dan Vito langsung ke rumah sakit, meninggalkan semua pekerjaan penting demi adiknya.

"Nino, apa yang terjadi?" tanya Miko dengan panik.

"Sebaiknya tidak usah ku katakan kalau Berlian mencoba bunuh diri karena aku minta putus. Bisa-bisa hari ini aku mati dibunuh tiga kakak Berlian," batin Nino.

"Kami janjian bertemu di restoran untuk makan siang. Aku tidak tau apa yang terjadi, tiba-tiba saja dia tertabrak mobil di jalan besar," jawab Nino, berbohong.

"Bohong! Pasti kamu mengatakan sesuatu yang menyakiti Berlian. Kamu pikir kami bodoh!" sahut Dirli, yang datang setelah Miko dan Vito. Dia kelihatan gagah dan garang dengan seragam polisinya.

Dirli langsung menarik kerah baju Nino, membuat Nino tercekik. Dirli emosi tingkat dewa. "Dari awal aku sudah tidak suka sama kamu. Kamu selalu saja menyakiti adikku!" kesal Dirli.

"Kak, lepaskan!" pinta Vito.

"Kenapa? Karena dia temanmu?" Dirli menatap tajam Vito yang dia anggap membela Nino. Vito langsung terdiam.

"Sudah! Jangan ribut! Berlian di dalam sana sedang berjuang!" titah Miko. Hanya satu kalimat yang keluar dari mulut Miko, tapi kalimat itu tidak bisa dibantah.

Dirli terpaksa melepas cengkeramannya. "Kalau ada apa-apa dengan adikku, ku bunuh kau!" ancam Dirli lagi.

Nyonya Elsa dan Raima datang. Terlihat wajah Elsa pucat pasi mendengar berita kecelakaan anak bungsunya. "Kenapa adik kalian bisa kecelakaan?" tanya Elsa, sambil menangis, hatinya tidak karuan.

Miko menggeleng, sebagai tanda tidak tau. "Ulah siapa lagi kalau bukan pria brengsek ini!" jawab Dirli.

"Bukan, Tante. Saya tidak bersalah," sahut Nino, membela dirinya.

"Kak Dirli, kamu jangan asal tuduh. Mana mungkin Kak Nino menyakiti Berlian, dia kan tunangannya," bela Raima pada Nino.

"Aku bukan kakak kamu, jangan panggil aku Kakak!" sahut Dirli.

"Sudah, jangan ribut, tolong!" tegur Elsa, menengahi mereka.

"Dirli sialan!" umpat Raima dalam hati, merasa kesal dengan sikap Dirli yang keras kepala.

Seorang dokter keluar dari ruang tindakan, wajahnya terlihat serius. "Berlian harus dioperasi secepat mungkin karena kepala Berlian terluka parah," kata dokter itu.

Mereka pun langsung setuju, tidak ada waktu untuk berpikir panjang. Dokter juga memberitahu bahwa setelah operasi, kemungkinan besar Berlian akan mengalami amnesia dalam jangka panjang.

"Tapi jika tidak dioperasi, nyawa Berlian terancam," tambah dokter itu.

Pihak keluarga tidak keberatan, bagi mereka nyawa Berlian adalah yang terpenting. Mereka lebih memilih untuk mengambil risiko daripada kehilangan Berlian selamanya.

Sementara itu, Nino merasa lega. "Akhirnya Berlian berhenti merecoki hidupnya," batin Nino. Dengan amnesianya Berlian, pasti Berlian akan melupakan dirinya.

Di sisi lain, Raima merasa kesal. "Sialan, semua jadi tidak menyenangkan lagi. Padahal aku belum puas menyiksa Berlian dengan mengambil tunangannya," batin Raima. Dia wanita licik, baik di luar tapi busuk di dalam.

Berlian dioperasi selama 4 jam. Selama itu pula semua anggota keluarga Lingga berjaga, mereka setia menunggu selesainya operasi Berlian. Miko, Vito, dan Dirli tidak mau meninggalkan ruang tunggu, mereka menunggu kabar dari dokter.

Sementara Nino, dia diam-diam pulang. Baginya operasi Berlian tidak penting. Dia diam-diam pulang bersama Raima ke apartemennya. Nino tinggal sendiri di apartemen, ayah dan ibunya tinggal di apartemen mereka sendiri.

"Bagaimana kabar Berlian?" tanya Raima saat mereka berada di dalam mobil.

"Belum tahu, aku tidak menunggu kabarnya," jawab Nino dengan nada yang santai.

Raima tersenyum, dia tahu bahwa Nino tidak peduli dengan Berlian. "Aku senang kamu tidak peduli dengan Berlian," kata Raima.

Nino hanya tersenyum, dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Mereka berdua terus menuju apartemen Nino, tanpa memikirkan keadaan Berlian yang sedang berjuang untuk hidupnya.

"Sayang, apa setelah operasi Berlian akan melupakanmu?" tanya Raima, bersuara manja dan penuh harap. Dia memandang Nino dengan mata yang penuh kasih sayang, berharap bahwa Nino akan menjawab apa yang dia inginkan.

"Mungkin, tapi itu bagus," jawab Nino dengan senyum dingin. "Jadi kita bisa bersatu. Aku tinggal membatalkan pertunangan kami," kata Nino, seolah-olah tidak ada masalah besar yang akan terjadi.

Raima tersenyum, merasa bahwa Nino telah membuat keputusan yang tepat. Namun, dia juga memiliki kekhawatiran sendiri. "Bagaimana dengan perusahaanmu? Bukankah perusahaanmu sedang membangun proyek besar? Kalau kamu putus dengan Berlian, pasti Kak Miko akan berhenti berinvestasi di perusahaanmu," kata Raima, mencoba mempertimbangkan konsekuensi dari keputusan Nino.

Nino tersenyum, seolah-olah dia telah memikirkan hal itu sebelumnya. "Jangan khawatir Raima sayang. Perusahaanku sekarang sudah stabil. Beberapa minggu lalu Berlian memberikan banyak uang untukku. Tanpa uang Miko, perusahaan ku tetap berdiri," kata Nino, berusaha meyakinkan Raima.

Tapi Raima masih memiliki rasa penasaran. "Tapi apa?" tanya Raima, mencoba mengetahui apa yang masih menjadi kekhawatiran Nino.

Nino terdiam sejenak, sebelum menjawab. "Kendalanya sekarang bukan uang Miko, tapi kakak tiriku yang sialan itu," kata Nino, dengan nada yang penuh kebencian.

Raima penasaran, siapa yang dimaksud Nino. "Siapa?" tanya Raima, mencoba mengetahui identitas orang yang dibenci Nino.

Nino tersenyum dingin, sebelum menjawab. "Siapa lagi kalau bukan CEO Tama Group," kata Nino, dengan nada yang penuh kebencian. "Bukannya aku pernah bilang kalau Tama group dulu adalah perusahaan milik ayahku. Kakakku yang mirip mafia itu menggunakan cara licik mengambil perusahaan kami. Dia membuat ibu dan ayahku takut keluar rumah. Pasti dia sedang menyusun rencana untuk menjatuhkan perusahaanku," kata Nino, dengan nada yang penuh kemarahan.

"Bagaimana kalau dia berhasil?" tanya Raima, dengan nada yang sedikit khawatir.

"Tidak akan ku biarkan," jawab Nino dengan percaya diri. "Aku punya kartu As di tanganku. Itulah kenapa sampai sekarang dia tidak berani menyentuhku," kata Nino, dengan nada yang penuh percaya diri.

Raima penasaran, apa yang dimaksud Nino dengan kartu As tersebut. "Apa itu?" tanya Raima, dengan rasa penasaran yang besar.

Nino tersenyum dingin, sebelum menjawab. "Tulang belulang ibunya aku gali dari makam dan ku simpan di tempat rahasia. Tanpa aku, dia tidak akan menemukan tulang ibunya," kata Nino, dengan nada yang penuh kemenangan.

Raima tersenyum, merasa bahwa Nino memiliki kekuatan besar untuk mengendalikan situasi. "Tenang saja, kamu pasti bahagia bersamaku," kata Nino, sambil membelai wajah Raima.

Raima tersenyum menggoda, merasa bahwa Nino masih bisa menjadi ATM berjalan untuknya. "Nino, aku mencintaimu," kata Raima, menatap manja wajah Nino.

Nino tertawa dan tergoda, merasa bahwa Raima sangat menggoda. "Kamu sangat menggoda, Sayang," kata Nino, sebelum langsung menyerang Raima.

Dia mencium bibir Raima dengan rakus, sementara tangannya tidak tinggal diam. Seluruh badan Raima sepuasnya dia remas dan sentuh. Raima mengerang manja, membuat Nino semakin bergairah mendengarnya. Keduanya tenggelam dalam kegairahan dan keinginan mereka sendiri.

Raima dengan berani membuka kancing baju Nino. Setelah melemparkan baju Nino ke lantai, kini giliran resleting celana Nino yang dia buka. Suasana semakin panas.

Nino paling suka berada di bawah Raima. Posisi itu adalah posisi favorit Nino. Raima pun memberikan kepuasan yang Nino mau sampai Nino merasa terbang ke langit ke tujuh. Itulah yang dia suka dari Raima. Raima mampu memuaskannya sementara Berlian selalu menolak tidur dengannya. Nino menganggap Berlian kuno dan sok suci. Bersama Raima, Nino merasa menjadi laki-laki sejati. Nino merasa bahwa dia bisa menjadi dirinya sendiri dan menikmati hubungan yang lebih bebas dan menyenangkan.

Nino dan Raima menjalin hubungan yang sangat dekat, meskipun secara rahasia. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, menikmati setiap momen yang mereka miliki. Namun, hubungan mereka tidak lepas dari bayang-bayang ketidaksetiaan, karena Nino masih bertunangan dengan Berlian. Mereka terus mencari cara untuk bersama, meskipun harus melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Raima dan Nino tampaknya tidak peduli dengan perasaan Berlian, dan mereka terus melanjutkan hubungan mereka tanpa memikirkan konsekuensi yang mungkin timbul di masa depan.

Bab 03 : Amnesia

Operasi Berlian berhasil dan dia akhirnya diperbolehkan pulang setelah seminggu pemulihan. Namun, Berlian mengalami amnesia dan lupa siapa dirinya, ibunya, dan kakak-kakaknya. Kakak-kakak Berlian memutuskan untuk tidak memberitahu tentang Nino, mantan tunangan Berlian, dan membatalkan pertunangan mereka.

Malam itu, keluarga berkumpul di meja makan untuk pertama kalinya sejak Berlian pulang. Miko membuka acara makan malam dengan senyum hangat. "Semuanya, mari kita makan," ucapnya, sementara mereka mulai menyantap hidangan yang lezat.

Berlian memperhatikan Raima dengan rasa penasaran. "Aneh sekali, kenapa aku merasa tidak nyaman melihat wajah Kak Raima? Padahal dia selalu bersikap baik padaku," pikir Berlian, sambil mencoba memahami perasaan aneh yang muncul dalam dirinya.

Sementara itu, Raima tersenyum tipis, menyembunyikan rencana licik yang sedang dia rencanakan untuk Berlian.

Raima tersenyum licik dalam hati, "Setelah Berlian amnesia, hidupnya semakin tenang. Aku tidak suka melihatnya. Lihat saja, akan ku pertemukan dia dengan Nino. Kita lihat, apa dia bisa mengingat Nino?"

Raima mengalihkan perhatiannya pada Berlian dan mengajaknya dengan senyum manis, "Berlian, malam ini aku mau ke tempat karaoke. Dulu kita sering karaoke bersama untuk menghilangkan stres. Kamu mau ikut?"

Miko langsung melarang, "Tidak usah keluar malam ini. Tidur saja."

Raima memasang wajah sedih, "Setelah Berlian sembuh, dia pasti bosan di rumah. Aku hanya membawanya bersenang-senang. Tidak punya niat apapun."

Berlian memohon pada Miko, "Aku mau ikut. Aku bosan di rumah. Kak Miko, malam ini saja ya?"

Miko menggelengkan kepala, "Tidak boleh!"

Vito ikut campur, "Sudahlah kak Miko, kamu jangan kuno. Berlian sudah dewasa. Dia perlu refreshing."

Miko berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk, "Baiklah, hanya sampai jam 10 malam."

Berlian bersorak gembira, "Ye, aku bisa keluar malam ini!" Raima tersenyum dalam hati, yakin bahwa rencananya akan berjalan sesuai keinginan.

Setelah selesai makan malam, Berlian dan Raima langsung naik ke atas untuk mengganti pakaian. Raima sibuk mengetik pesan di ponselnya, memberitahu Nino untuk datang ke club malam Rose. Berlian tidak menyadari bahwa Raima sedang merencanakan sesuatu.

Setelah setengah jam berlalu, mereka tiba di parkiran club malam. Berlian melihat sekitar dengan penasaran, "Ini tempat apa, Kak Raima? Sepertinya bukan tempat karaoke?"

Raima tersenyum manis, "Oh, ini club malam. Aku berbohong tadi agar Kak Miko mengizinkan kita keluar. Tapi jangan khawatir, tempat ini aman. Kita sering datang ke sini tanpa ketahuan kakak-kakak kita."

Berlian memandang Raima dengan ragu, "Masa sih kak?"

Raima mengelus lembut tangan Berlian, "Berlian, kamu sedang amnesia, jadi kamu tidak ingat semuanya. Kamu tenang saja, ada aku di sini. Percayalah padaku, aku kakakmu."

Berlian masih ragu, tapi Raima berhasil membuatnya percaya. Mereka masuk ke dalam club malam, sementara Raima terus menyembunyikan rencana sebenarnya.

Raima memesan ruang VIP untuk mereka. Tentu dengan berbagai macam minuman anggur yang mahal di dalamnya.

Diam-diam Raima juga memesan obat perangsang pada pelayan, untuk dimasukan ke minuman Berlian.

Pelayan memberikan minuman yang dibawanya. Minuman itu langsung diteguk sampai habis oleh Berlian.

"Kena kau," batin Raima.

Raima memberikan kode lewat gerakan tangannya pada pelayan. Pelayan itu mengerti, lalu keluar.

"Berlian, tunggu sebentar, aku mau ke toilet," kata Raima.

"Hm, jangan lama-lama kak," jawab Berlian.

"Baik," jawab Raima. Dia pun keluar menemui pelayan itu, untuk memberi uang atas pekerjaannya.

Obat perangsang yang diberikan Raima lewat minuman itu tampaknya mulai bereaksi bereaksi.

Berlian menunggu Raima dengan tenang di sofa. Entah kenapa semakin lama tubuhnya semakin panas. Tenggorokannya juga terasa panas. "Ada apa denganku?" Berlian merasa ada yang aneh pada dirinya.

Karena Raima belum kunjung datang, Berlian pun keluar mencarinya di toilet terdekat.

"Mana toiletnya?" kata Berlian dengan panik. Tubuhnya semakin panas. Langkahnya semakin gelisah.

"Itu Raima," akhirnya Berlian menemukan Raima. Raima sedang bicara di sudut ujung dengan pelayan tadi, membuat Berlian penasaran. Berlian pun diam-diam melangkah, untuk menguping pembicaraan mereka.

"Sebentar lagi Nino datang. Setelah Nino masuk, langsung kunci ruangannya. Aku mau Berlian memperkosaa Nino. Dengan begitu Berlian pasti mengingat Nino. Obat perangsang yang sudah Berlian minum pasti sekarang sudah bereaksi," kata Raima, tersenyum licik.

"Baik, Nona," jawab pelayan.

Berlian terkejut. Dia langsung bersembunyi. Dia hampir tak percaya dengan apa yang dia dengar.

"Ternyata firasatku benar. Raima tidak sebaik yang ku kira. Semua ini gara-gara aku amnesia. Siapa Nino? Kenapa dia ingin aku tidur dengan Nino. Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus mencari bantuan. Tapi bagaimana cara melepas pengaruh obat ini?" Berlian semakin panik. Berlian pun berjalan mencari bantuan. Dia pergi tanpa pamitan pada Raima.

Di ujung sana, Berlian melihat lift terbuka. Dari lift keluarlah seorang pria dengan memakai setelan jas berwarna hitam, berkacamata dan berwajah dingin.

Berlian merasa sudah tidak mampu menanggung pengaruh obat ini. Dia pun berlari ke arah sang pria. Yang tidak lain adalah Saka.

"Tolong aku!" Berlian langsung memeluk Saka. Membuat Saka terkejut.

"Lepaskan!" titah Saka dengan suara berat. Dia tidak suka tubuhnya di sentuh orang lain.

"Tolong aku. Aku akan berikan apapun," kata Berlian lagi, memohon.

"Lepaskan!" Saka melepaskan pelukan Berlian dengan paksa.

"Wanita ini?" batin Saka. Dia kenal dengan Berlian walau Berlian tidak mengenalinya. Dia juga tau hubungan Berlian dengan Nino, termasuk perselingkuhan Nino.

"Aku di jebak, tolong aku," pinta Berlian lagi.

Saka melihat wajah Berlian memerah. Sekali lihat saja Saka sudah tau, kalau Berlian berada di bawah pengaruh obat perangsang.

Tanpa berkata apapun, Saka langsung menggendong Berlian di tangannya. Dia kembali masuk ke lift untuk kembali ke lantai dasar. Secepat mungkin Saka membawa Berlian ke mobilnya. Pergi ke hotel terdekat untuk membantu Berlian.

Sesampai di hotel, Saka melempar Berlian ke bak mandi. Dia menyirami tubuh Berlian dengan air dingin.

"Dingin, dingin," kata Berlian tanpa sadar.

"Itu lebih baik dari pada kamu tidur dengan sembarang pria," jawab Saka.

"Aku mau kamu." Berlian menarik dasi Saka dengan kuat. Membuat wajahnya dengan wajah Saka tak berjarak. Hembusan nafas keduanya saling beradu dan terdengar. Saka tanpa sadar meneguk ludahnya sendiri.

"Airnya dingin, aku mau kamu, tolong," pinta Berlian lagi.

Entah kenapa Saka mulai tergoda dengan wajah polos Berlian yang sedang memohon.

"Baiklah, tapi jangan menyesal," jawab Saka.

"Tidak akan," sahut Berlian dengan yakin. Saka pun kembali menggendong Berlian dengan tangannya. Membawa Berlian keluar dari kamar mandi, lalu menjatuhkannya dengan pelan di atas ranjang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!