" Mbak!! Cepat...nanti kita terlambat." Teriak Marwah.
" Iya tunggu." Balas Safa dari dalam kamar sembari memasang jilbabnya.
" Selalu begitu, lelet." Gerutu Marwah.
Ini hari pertama bagi keduanya.
Marwah baru saja di terima bekerja di perusahaan raksasa, HG Corp.
Sementara Safa sedang menjalani residensi obgyn nya setelah setahun bekerja di sebuah klinik.
Kenapa tidak ada yang bekerja untuk Brawijaya?
Jawaban dari mereka." Cari suasana baru."
Demi keluar dari zona nyaman, Safa dan Marwah memilih merantau.
Singapura, itulah negara yang menurutnya cukup dekat dengan Indonesia. Kapan saja mereka bisa pulang, apalagi ada opa dan Oma buyutnya yang berdomisili dan sudah menjadi warga negara asing di negara singa itu.
Meskipun demikian, Safa dan Marwah memilih tinggal berdua, membeli sebuah rumah sederhana untuk mereka tempati. Oma Ivana sudah membujuk cicitnya itu, tapi dengan alasan ingin belajar mandiri, Oma dan opa buyut akhirnya membiarkan saja. Membiarkan bukan berarti tidak memantau. Zara dan Ezar tidak tinggal bersama mereka. Jadi sudah tugas opa dan oma buyutlah yang menjaga cicit mereka.
Safa berdiri mematung.
" Ayo cepat."
" Yakin, kamu mau naik ini?"
" Lalu mau bawa mobil? Yang ada telat , mbak."
Marwah melemparkan helm pada Safa dan Safa menangkap helm full face itu dengan sempurna.
" Tapi, aku takut, Ra.."
Marwah menghela nafas.
" Jadi, mbak mau terlambat dan mendapatkan teguran dari rumah sakit, Begitu?"
Safa menggigit kukunya. Tidak punya pilihan, mau tidak mau Safa akhirnya mengikuti Marwah.
" Akh...tapi jangan ngebut ya.." Safa memperingati.
Marwah mengangguk pasrah.
Sebenarnya, keterlambatan mereka karena ulah si Safa juga.
Semalam, Safa mengajak Marwah menonton drama korea hingga larut malam.
Safa naik dan memeluk Marwah dengan erat, tangannya sampai gemetar." Kau sudah janji padaku, kan?" Terangnya lagi.
Marwah memutar bola matanya malas. Tidak balap? bagaimana bisa?
Motor sport berwarna merah keluaran ducati, siap membawa mereka ke tempat masing masing.
Motor melaju dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan padat kota Singapura yang sangat ramai.
Sepanjang jalan, Marwah meringis kesakitan karena di aniaya Safa. Bahu, pinggang dan pahanya terasa kebas karena Safa terus memukul dan mencubitnya.
" Huek..."
Itulah reaksi Safa begitu membuka helm. Dia mual.
Marwah menurunkannya tepat di depan mount Elizabeth hospital.
" Kau ingin membunuh ku!!" Pekiknya dengan kening mengernyit di sertai tatapan tajam.
" Kalau mbak mati, aku juga ikut, orang aku yang bawa motornya. Kalau mau mati ya matinya sama sama." Jelasnya terdengar begitu santai.
Safa menggeleng.
" Ini." Safa memberikan helmnya pada Marwah.
" Pulang jam berapa?"
" Tidak usah menjemput ku, aku bisa naik kereta." Ketus Safa.
" Oke.."
" Bawa motornya jangan kayak tadi, tidak lama kau membuatku konsultasi ke dokter jantung."
" Ya Allah, itu belum seberapa kali, mbak."
" Astaghfirullah ,hati hati kamu."
" Siap, bos.."
Safa memperhatikan adiknya yang membawa kendaraan roda dua itu dengan kencang.
" Betul betul si Ara, dia pikir dia punya nyawa lebih dari satu apa..." Gumam Safa geram.
Sebelum masuk, dia memperbaiki riasannya terlebih dahulu, rasanya seluruh tubuhnya jadi retak menjadi beberapa bagian karena Marwah melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi.
Safa berjalan tergesa, namun ada untungnya juga dia di antar Marwah, karena telat lima menit saja, residensi nya akan di cancel dan menunggu enam bulan kemudian untuk bisa kembali mengajukan proposal.
*
*
Marwah berhenti di lampu merah.
Dua belokan di depan akan segera membuatnya tiba di HG Corp.
Marwah melihat arloji digital di tangan kanannya.
" Masih ada waktu. Go..go..Ra.." Dia tersenyum di balik helm full face ducati yang warnanya senada dengan motornya.
Bentley bentayga hitam berhenti di samping motornya.
Dari dalam mobil mewah tersebut, seorang pria tampan dengan jas mahal nampak menatap Marwah. Tatapan memindai dari ujung kaki ke ujung rambut.
" Kau mengenalnya?" Tanya seseorang yang duduk di belakang dan terlihat jauh lebih tampan dari pria tadi.
" Tidak, tuan."
" Lalu kenapa kau menatapnya seperti itu?"
" Saya hanya ingin memastikan sesuatu saja, tuan."
" Apa yang kau pastikan?"
" Mmmm...dari postur, saya rasa dia seorang wanita."
" Memangnya kenapa kalau dia wanita."
" Keren saja, tuan. Jarang seorang wanita yang berani membawa motor sport sepertinya."
Pria itu menatap sekilas. " Biasa saja." Katanya lalu kembali memainkan ponselnya.
Liam, nama pria yang duduk di balik kemudi itu terus memperhatikan Marwah.
" Aku seperti pernah melihat motornya, tapi di mana , ya?" Batin Liam.
" Kita berhenti di toko perhiasan di sana. Aku mau membeli sesuatu."
" Hadiah untuk nona Priscilla?"
" Mmm, besok dia akan datang ."
" Baik , tuan."
Mobil kembali melaju, dan Bentley bentayga hitam itu berhenti tepat di depan sebuah toko perhiasan.
Marwah yang sedang buru buru, tidak begitu memperhatikan jika di perempatan tempatnya akan berbelok, ada sebuah mobil mewah yang terparkir di bahu jalan.
Karena terkejut dan tidak bisa mengimbangi motor nya yang berat, Marwah menabrak bagian belakang mobil mewah itu.
" Astaghfirullah, mati aku." Ucapnya beristighfar setelah berhasil membuat sedikit goresan di bagian belakang mobil Bentley tersebut.
Sebagai gadis cantik yang terlahir dengan sendok emas, Marwah tau, jenis mobil yang baru saja dia tabrak.
Itu adalah, Bentley bentayga, mobil mewah keluaran Volkswagen yang di banderol dengan harga puluhan miliar jika di rupiahkan.
" Astaghfirullah, sial sekali. Bagaimana ini, aku harus bertanggung jawab. Tapi, aku juga sedang buru buru. Jika telat, aku bisa di pecat di hari pertamaku bekerja."
Marwah berpikir cepat.
Dia mengambil pulpen dan secarik kertas dari dalam tas ranselnya.
Di sana dia menulis nomor telpon dan menyelipkan kertas itu di antara wiper mobil dan segera berlalu setelahnya.
Bosnya masih di dalam toko memilih hadiah untuk sang kekasih, Liam pamit sebentar karena melupakan sesuatu di dalam mobil.
Sedikit terkejut begitu Liam melihat sebuah kertas terselip. Diapun mengambil dan membacanya.
"I apologize for accidentally scratching your car. But I'm in a hurry now, you can call me here..(saya minta maaf karena tidak sengaja membuat mobil mu lecet. Tapi saya sedang terburu-buru sekarang, Anda bisa menelpon saya di sini."
Liam pun mencari di mana letak kerusakan mobil bosnya itu. Dan menemukan kalau di bagian belakang ada sedikit goresan memanjang.
" Dia pemberani juga. Apa dia tau harga mobil ini dan berapa yang harus dia bayar untuk ganti rugi? Aku salut, siapapun itu." Gumam Liam tersenyum.
Tidak lama kemudian , sang bos pun datang menghampiri.
" Apa yang kau lakukan di sini? Aku lama menunggu mu di dalam." Ucapnya dengan nada datar.
" Oo, ini tuan, ada seseorang yang menyelipkan ini."
Barra, nama pria itu, mengambil kertas dari tangan Liam.
Keningnya mengernyit sembari membaca tulisan tangan yang indah itu.
" Periksa dashcam saat kita tiba di kantor."
" Baik tuan."
Bara memasukkan secarik kertas itu ke dalam saku kemejanya.
" Bagaimana pembangunan HG di Indonesia?"
" Finishing, tuan. Sesuai rencana awal, HG akan beroperasi dua bulan lagi."
" Bagus, aku sudah sangat rindu makanan Indonesia."
" Sama , tuan." Liam menimpali .
Mobil melaju memasuki pelataran parkir HG Corp.
" Bukankah hari ini ada perekrutan karyawan baru?"
" Iya , tuan."
" Aku ingin melihatnya."
" Baik tuan."
Sementara itu, di kantor utama HG, Marwah baru saja memperbaiki riasannya. Penutup kepala yang dia kenakan menandakan jika dia seorang muslimah, karena di antara puluhan karyawan yang baru saja di terima, hanya dia yang mengenakan jilbab.
Untuk menutupi kesenjangan, terpaksa Marwah menyimpan hijab syar'i nya di rumah. Namun, dia tetap mengenakan pakaian longgar khas muslimah pada umumnya.
Menggunakan bahasa inggris, staf human resource memberikan sambutan pada semua calon karyawan HG Corp.
" Selamat pagi dan selamat bergabung di HG. Kami sudah melakukan seleksi untuk beberapa posisi di perusahaan ini. Dan dari ratusan ribu yang mendaftar, hanya lima belas orang yang sesuai dengan kriteria kami, dan lima belas itu adalah kalian semua yang hadir di ruangan ini."
Staf human resource sementara memberikan arahan, hingga akhirnya harus berhenti ketika Barra membuka pintu dan melangkah masuk.
Beberapa karyawan wanita yang baru saja di terima bekerja terlihat menatap Bara dengan tatapan memuja.
Tinggi, tampan dengan wajah blasteran. Siapa yang tidak menyukainya?
Tidak ada, kecuali Marwah. Dia terlihat biasa saja.
Mungkin karena dia sudah terbiasa melihat yang bening bening. Di keluarga Brawijaya, semua yang berjenis kelamin laki laki tidak ada yang jelek. Mulai dari opa buyut, opa Grandfa, uncle Zayn, bahkan abinya sendiri, semua serbuk berlian. Terakhir, jangan lupa, pria super super tampan, perpaduan wajah aunty Tatha dan uncle Zayn, siapa lagi jika bukan Azzam, si kanebo kering bermata amber.
Tapi berbeda dengan Bara.
Setelah berdiri di podium, netranya terpaku pada satu orang, gadis cantik berjilbab yang duduk paling di belakang.
...****************...
Assalamualaikum kakak
Farala hadir lagi, nih...
Kali ini, Farala akan menggabungkan kisah kedua putri cantik Abi Ezar dan umi Zara.
Semoga kalian suka🥰🥰
Jangan lupa gerakan jempolnya ya,,,
Farala sangat membutuhkan Like dan komen kakak kakak ku tercinta.
Selamat datang di
" Perjalanan cinta kembar Ezara "
💗💗💗💗💗💗
HG Corp. Perusahaan raksasa yang bergerak di bidang hospitality industry. Hotel dan real estate nya tersebar di seluruh dunia.
HG Corp berkantor pusat di London, Inggris.
Sejak dulu, Marwah ingin sekali bekerja di HG, bahkan proposal penelitiannya di alihkan dari Brawijaya ke HG.
Alasan utama selain mencari suasana baru, Marwah tidak ingin di cap mengambil keuntungan atau pun perlakuan khusus dari petinggi petinggi Brawijaya. Sulit bagi Marwah untuk menutupi identitas nya, karena semua direksi mengenal nya dengan baik.
HG, setara dengan Brawijaya. Hanya saja, kedua perusahaan raksasa bekerja di bidang yang berbeda. Brawijaya adalah perusahaan dengan jaringan rumah sakit terbesar di seluruh dunia, terutama di benua asia.
Perekrutan karyawan baru HG adalah persiapan untuk di tempatkan di kantor HG yang baru. Oleh karena itu, perekrutan ini di lakukan dengan sangat alot untuk menemukan calon calon manajer nantinya. Karena di antara lima belas orang tersebut, kesemuanya adalah lulusan magister di bidangnya masing masing.
Setelah memberikan sambutan , Barra kembali duduk.
Dia memberikan sedikit arahan sebagai salah satu dewan direksi.
Seperti awal masuk tadi, Barra hanya menatap Marwah yang berpenampilan berbeda dari yang lainnya.
" Aku meminta CV wanita yang berkerudung hitam itu." Bisiknya pada Liam, sang asisten pribadi.
Tidak langsung menjawab, Liam menatap ke arah yang di maksud sang bos.
" Wah,,, apa tuan berencana untuk selingkuh?" Tanyanya juga dengan nada berbisik.
Raut wajah Barra seketika berubah.
" Diam kau! Lakukan saja apa yang aku minta." Kesal nya.
" Baik tuan." Liam dalam mode on, setelah membuat Barra kesal, tentu dia takut kekesalan bos nya itu akan berlarut larut dan membuatnya kewalahan sepanjang hari.
Jam istirahat.
HG menyiapkan ruangan besar semacam coffee shop . Tempat itu banyak di gunakan karyawan untuk meluangkan waktu sembari menikmati berbagai macam jenis kopi yang di sediakan.
" Kau lihat pria yang berbicara tadi?" Evelyn, teman Marwah terlihat begitu antusias membicarakan seorang pria sembari menyesap secangkir Americano yang dia pesan.
" Yang mana?" Marwah terlihat cuek, dia masih sibuk dengan ponselnya.
" Itu loh pria seksi nan tampan yang memberikan sambutan. Aku dengar jabatannya cukup tinggi Di HG.
" Oo,,, menurut mu, dia tampan? Bagiku, Biasa saja."
" What? Hei, matamu buta , ya..dia itu pria idaman para wanita , Ara. "
Marwah tertawa.
" Aku sudah biasa melihat modelan kayak gitu."
" Benarkah?" Evelyn mulai penasaran.
Marwah mengangguk.
" Aku tidak percaya."
" Mau bukti?"
" Iya."
Marwah membuka galeri ponselnya.
" Ini, tampan kan?"
Evelyn melihat foto itu, lalu menatap Marwah penuh tanda tanya sembari berbisik." Apa kau simpanan om om..?"
Marwah melotot memandangi Evelyn.
" Hush,, apa aku terlihat seperti ayam kampus?"
Dengan bodohnya, Evelyn benar benar memindai tubuh Marwah.
Namun beberapa detik kemudian, dia menggeleng.
" Tidak."
Marwah menghela nafas . " Dia Abi ku."
" Abi?"
" Maksudku, ayah ku."
" Gila..ini benar benar ayah mu?" Evelyn histeris.
Evelyn merampas ponsel Marwah dan menatap wajah Abi Ezar dengan seksama di dalam layar.
" Pantasan kamu cantik, ayahmu saja macam model begini. Ayahmu pengusaha, ya?"
" Bukan, beliau dokter."
" Wah, Hebat."
Evelyn menggeser ke slide berikutnya. Di sana ada foto Azzam yang sedang tersenyum. Itu adalah foto bersejarah sepanjang masa.
Foto itu adalah foto candid, Marwah diam diam memotret Azzam saat sedang bersenda gurau dengan opa buyut. Itu adalah pertama kalinya Marwah melihat Azzam tersenyum dan sungguh,,,tampan sekali.
" Lalu, ini siapa? Kekasih mu?"
" Bukan, itu sepupu ku."
Netra Evelyn tidak berkedip menata gambar Azzam.
" Pantas, kau tidak tergoda dengan ketampanan pria. Di sekeliling mu taman surga semua."
" Jangan terlalu berlebihan."
Semakin penasaran, Evelyn menggeser layar dan menemukan sebuah foto.
Keningnya mengernyit .
" Tunggu, aku seperti pernah melihatnya."
Marwah melihat siapa gerangan yang di maksud Evelyn, dan secepat kilat dia mengambil ponselnya kembali.
" Kau ada ada saja." Marwah mulai was was.
" Aku tidak bohong, aku pernah melihat nya, tapi di mana?"
Marwah tau siapa yang di maksud Evelyn, karena di slide berikutnya, ada foto uncle Zayn dan opa buyut. Entah dia fokus ke yang mana, yang pasti wajah kedua orang terkasih nya itu berseliweran di majalah majalah bisnis, sosial media dan di televisi yang menampilkan informasi bisnis dalam dan luar negeri.
Safa dan Marwah sangat berhati hati dalam menyembunyikan identitasnya. Beruntung, kedua orang tuanya tidak menyematkan nama Brawijaya di belakang namanya, Karena jika itu terjadi, sulit bagi mereka untuk berbaur dengan orang banyak. Dan sulit juga bagi Marwah yang memiliki jiwa petualang untuk bisa bekerja di perusahaan lain selain di perusahaan keluarga.
Evelyn menyesap kopinya sambil berpikir. Namun sekeras apapun , dia tetap tidak bisa mengingat nya.
" Akh, sudahlah."
Marwah bisa bernafas lega.
Dering ponsel mengagetkan pemiliknya.
Marwah meraih ponselnya di atas meja.
Mrs. Rachel. Begitu yang tertulis di layar. Marwah segera mengangkat nya.
" Ke lantai dua puluh sekarang juga."
" Baik."
Marwah menghabiskan jus buah yang dia pesan sebagai pengganti kopi. Lambungnya sangat tidak bersahabat dengan minuman berkafein itu.
" Kenapa buru buru?"
" Mrs. Rachel, dia menyuruhku ke lantai dua puluh."
" Lantai dua puluh? Bukankah itu ruangan wakil direktur?"
Marwah berhenti dari aktivitas nya sejenak dan beralih menatap Evelyn.
" Kau serius?"
" Iya, itu yang aku baca tadi pagi."
" Ya Allah. Apa aku membuat kesalahan di hari pertama ku bekerja?" Ujarnya lalu setengah berlari meninggalkan Evelyn sendiri.
Setengah mati Marwah mengatur nafas yang saling memburu. Kini dia sudah berdiri di depan sebuah pintu. Otaknya mulai bertraveling.
Bagaimana dia harus bersikap? Apa yang harus dia katakan ? Apa bosnya itu pria tua yang garang dan menyebalkan?
Sederet pertanyaan pertanyaan berseliweran di benak Marwah. Dia trus berspekulasi sebelum masuk dan melihat langsung dari balik pintu itu.
" Kamu bisa , Ra." Batinnya menyemangati diri sendiri.
Tok..tok..tok..
" Bismillahirrahmanirrahim.."
Marwah membuka pintu dan menutupnya kembali.
" Sela... "
Sepi.
" Mungkinkah tidak ada orang?" Gumamnya.
Memindai sekeliling dan tidak menemukan siapapun, Marwah memutuskan untuk keluar.
Namun, begitu dia berdiri di depan pintu dan hendak membukanya, pintu itu justru terdorong dari luar dan membuat kepalanya terantuk.
" Aduh.." Marwah mengusap jidatnya yang memerah.
Liam yang mendorong pintu terkejut. Melihat jika ada yang terluka karena ulahnya, Liam segera meminta maaf.
" Maaf, aku tidak melihatmu. Kamu tidak apa apa?" Ujarnya terdengar khawatir.
" Tidak apa apa, pak." Marwah menurunkan tangannya yang dia gunakan untuk mengusap keningnya yang terasa perih.
" Tapi, keningmu memerah."
" Saya serius. Ini tidak apa apa." Marwah mengulas senyum. Dan senyum gadis tomboy itu di sambut Liam dengah tatapan memuja.
" Oh..my... God...Dia cantik sekali. Pantasan lajang kaya raya itu memutuskan selingkuh."
Liam masih menganggap jika permintaan Barra tadi pagi adalah keinginan tuannya itu untuk membagi hati. Apalagi Liam sangat mengenal Priscilla, wanita cantik yang tidak lama lagi akan menjadi nona mudanya.
" Oiya, apa yang kamu lakukan di sini? Tunggu, siapa nama mu?"
" Saya Arsila Marwah, Pak. Saya di minta Mrs.Rachel ke lantai dua puluh."
" Menemui siapa?"
" Mrs. Rachel tidak bilang, pak."
" Lalu , kenapa kamu ke sini?"
Kening Marwah mengernyit." Bukankah di lantai dua puluh, hanya ruangan ini yang memiliki pintu? Jadi selain di sini, saya harus ke mana? Pasti Mrs. Rachel meminta saya menemui seseorang, hanya beliau lupa mengatakannya."
" Hmm..." Liam salah tingkah.
" Tidak ada orang di dalam, jadi saya memutuskan menunggu saja di luar."
" Benarkah, perasaan tadi ada. Apa dia kabur?" Gumam Liam sekenanya.
Liam masuk dan mencari keberadaan sang bos.
" Tuan, tuan Barra.."
...****************...
Dua jam lalu.
Barra duduk di kursi kebesaran nya, membolak balik CV milik Marwah beberapa kali.
" Hanya ini?"
" Iya tuan."
" Kau tidak salah kan?" Tanyanya kembali menatap profil Marwah yang hanya selembar saja. Itupun tidak full satu halaman.
" Tidak."
" Aku baru melihat CV karyawan ku setipis kesabaran ku."
" Tau diri juga dia." Liam membatin, tersenyum dalam hati.
Benar, di CV Marwah, tidak ada apapun yang tertulis di sana, selain identitas dan dari lulusan mana dia berasal.
Barra tersenyum smirk dan itu mengundang tanya dari Liam.
" Sebenarnya, apa yang tuan pikirkan?"
" Buat janji temu dengan nya siang ini."
Liam kebingungan. Kali ini, dia tidak bisa menebak jalan pikiran tuannya.
Sembari melangkah keluar, otaknya juga terus memikirkan kira kira apa rencana Barra.
" Liam.."
Sontak Liam menoleh.
" Kau sudah menemukan siapa yang membuat si hitam ku terluka?"
Liam menepuk jidatnya." Astaga, maaf tuan, saya lupa."
Di atas meja, ada sebuah vas bunga berukuran kecil namun cukup berat, dan vas itu sudah berada di genggaman Barra. Raut nya mulai tidak bersahabat.
" Saya akan segera memeriksanya, tuan."
Sebelum Barra mengamuk, Liam buru buru keluar dan secepat kilat menutup pintu ruangan bos nya itu.
Barra memiliki temperamental yang sangat mengerikan. Sialnya, Liam bukan lah manusia sempurna sesuai keinginan Barra. Terlalu banyak kesalahan yang dia lakukan hingga terkadang membuat Barra murka.
Namun anehnya, Barra tidak bisa bekerja dengan orang lain selain Liam. Karena itu, meski sering mengacaukan sistem kerja Barra, Liam tetap menjadi tangan kanannya.
Kembali ke ruangan Barra.
Liam mencari keberadaan tuannya setelah beberapa jam lalu sempat membuat bulu kuduknya berdiri karena sang bos yang marah besar akibat kelalaiannya.
Tidak lama kemudian, Barra keluar dengan ponsel yang menempel di telinganya. Lukisan besar seukuran lemari itu ternyata sebuah pintu. Dari sana lah Barra muncul.
Barra seperti menerima telpon yang sangat penting karena tidak begitu menghiraukan keberadaan Liam dan Marwah.
Marwah berdiri di dekat pintu, tetap memegang gagang pintu tersebut. Membiarkan nya terbuka sedikit. Maklum, dia berada di dalam ruangan dengan dua pria dewasa. Walau ini tempat kerja, tapi tetap saja harus berhati hati.
Liam berdiri di depan meja Barra, menunggu sang tuan besar mengakhiri aktifitasnya.
Dari tempat duduknya, Barra bisa memandangi Marwah dengan puas. Sembari menelpon, tatapannya terus tertuju pada Marwah. Dan karena tatapan itu, Marwah jadi risih sendiri.
Barra mengakhiri panggilannya setelah menjanjikan sebuah pertemuan bisnis.
Telpon genggam yang selesai di gunakan dia letakkan di atas meja.
" Tuan, ini nona Marwah." Ucap Liam setengah berbisik.
Sebuah kode Barra berikan pada Liam untuk mempersilahkan Marwah mendekat.
Perlahan Marwah menghampiri Barra. Tepat di depannya ada plang nama di atas meja, ' Barra Arion.'
" Arion?" Batin Marwah." Seperti nya aku pernah mendengar nama itu. " Lamunnya.
" Arsila Marwah Ezara."
" Iya pak." Marwah tersentak.
" Aku sudah periksa CV mu."
Barra menatap Marwah.
" Kau punya koneksi?"
" Maksud bapak?"
" Sebenarnya, apa yang bisa kau jual untuk perusahaan ini? Tidak ada satupun yang istimewa di sini." Sembari mengangkat kertas selembar dan mengibaskan nya.
" Ooo, saya mengerti maksud bapak. Maaf sebelumnya, di CV yang saya kirim ke perusahaan, itu sudah sesuai standar permintaan HG . Kalaupun di antara kami ada yang melebihkan nya sesuai dengan perkataan bapak ' istimewa ' , sekali lagi saya tidak punya keistimewaan tertentu selain mengabdikan diri dan bekerja untuk perusahaan sesuai bidang saya. Dan , saya tidak memiliki koneksi seperti yang bapak tuduhkan."
Liam melongo. " Wow, berani juga dia." Batinnya bersorak gembira.
Barra tersenyum sinis.
" Apa kau punya pengalaman kerja sebelumnya?"
" Saya pernah bekerja di salah satu perusahaan ritel terbesar di Singapura kurang lebih enam bulan."
" Kenapa berhenti?"
" Karena saya melanjutkan kuliah, pak."
Barra kembali memandangi CV di tangannya.
" Magister bisnis manajemen. Lumayan juga. Aku akan mengangkat mu menjadi sekretaris pribadiku." Ujarnya begitu santai sembari meremas kertas di tangannya dan membuang ke tempat sampah.
Marwah terkejut.
" Sekertaris? Saya tidak melamar untuk menjadi sekertaris , pak." Protes Marwah.
Tidak pernah ada yang membantah nya, ini yang pertama kali dan itu seorang wanita yang baru dia kenal dan tentu membuatnya tidak nyaman.
" Kau menolak pekerjaan itu?
" Iya pak." Tegas Marwah.
Barra mengernyit. Begitupun dengan Liam.
Pada umumnya, tidak ada pegawai yang akan menjawab sesingkat itu saat di berikan pertanyaan menjebak. Tapi nyatanya, yang ini sedikit berbeda.
" Harga dirimu tinggi juga."
Marwah terdiam. Namun diamnya justru semakin menyulut emosi Barra.
" Kau tau siapa aku , kan?" Tidak ada jalan lain selain memperkenalkan diri secara narsis.
" Di sini tertulis, bahwa anda adalah wakil direktur eksekutif HG."
Itu jawaban yang sesungguhnya sesuai dengan yang terlihat di depan mata Marwah, tapi bukan itu maksud pertanyaan Barra.
Barra memijit kepalanya . Dia lupa, jika HG Singapura bukan lahan kekuasaannya. Dia lupa jika di sini, tidak ada yang mengenalnya sebagai penerus HG. Dia hanya di kenal sebagai eksekutif direktur di bawah kekuasaan Alden Hatcher , yang sebenarnya adalah kakeknya.
Namun Barra teringat sesuatu dan segera tersadar, jika jabatan itu cukup tinggi untuk membuat wanita tidak tau sopan santun ini tetap menjadi sekertaris nya.
" Berarti kau tau bahwa aku punya kemampuan untuk memecat seorang karyawan yang tidak patuh, kan?"
Perasaan Marwah sudah tidak enak. Mungkinkah ini hari pertama dan terakhirnya di kantor ini? Tidak. Lalu apa dia harus menerima begitu saja keputusan tuan arogan yang memintanya menjadi sekertaris pribadi? No...itu bukan bidangnya.
" Baiklah, bapak bisa pecat saya, karena saya benar-benar tidak bisa menjadi sekertaris anda. Permisi."
Entah keberanian itu datang nya dari mana, tapi semua sudah terjadi. Lidah lemasnya itu dengan gegabah justru meminta sendiri untuk di berhentikan.
Sial sekali hidupnya.
" Gila...dia memang bukan pria tua dan menyebalkan seperti yang ku bayangkan, tapi ternyata jauh lebih parah." Marwah menatap sinis ke arah pintu yang baru saja dia tutup dengan keras." Dasar bos edan! Kalau dia belum menikah, aku sumpahin tidak akan dapat jodoh seumur hidupnya, biar jadi perjaka tua sekalian ! Iiiihhh,,,,aku kesal sekali.." Geramnya dengan satu kaki dia hentakkan ke lantai .
Marwah benar benar emosi. Sepanjang kakinya melangkah, sepanjang itu juga dia mengomel dan menggerutu.
Tiba di basement, dia segera menghampiri motor kesayangannya. Sebelum benar benar meninggalkan gedung HG, dia menghubungi seseorang.
" Kenapa kau selalu mengganggu tidur siang ku, Ace?"
" Siapkan sirkuit..Sekarang juga." Marwah mengakhiri panggilan tanpa mendengar jawaban dari seberang.
Dengan wajah di tekuk, dia melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.
Ace, itu adalah nama samaran yang dia gunakan di dalam klub. Ya, speed Devils, siapa yang tidak mengenalnya? Marwah menjadi bagian dari klub mewah itu sejak beberapa tahun lalu.
Bukan hal mudah untuk bisa bergabung dengan klub. Beberapa kali , tidak. Mungkin lebih dari ratusan kali, Marwah membujuk pemilik Speed Devils untuk memasukkannya ke sana. Tapi pemilik yang tidak lain adalah uncle nya sendiri, tidak pernah mengijinkan.
Sejak sepuluh tahun lalu, Aryan Brawijaya, yang pernah menjadi salah satu bagian dari klub bersama umi Aretha memutuskan membeli saham Speed Devils.
Speed Devil tenggelam dan hancur di tangan Reno. Saham klub motor tersebut anjlok dan membuatnya terkatung katung. Cukup lama Speed Devils menjadi rebutan di antara para perintis sebelumnya. Namun tak satupun yang berhasil menjadi pemilik salah satu klub motor elite itu.
Sejak di tangan Aryan, klub maju semakin pesat. Klub yang dulu bermarkas di Eropa sekarang pindah ke Aussie, tempat tinggal Aryan.
Dengan kegigihan serta tekad yang kuat dari Marwah, akhirnya Aryan memberikan ijin tapi dengan satu syarat. Klub hanyalah tempat bersenang senang. Tempat untuk menyalurkan hobi bermotor nya. Dan Aryan melarang keras untuk Marwah mengikuti balapan. Awalnya, Marwah memang mengikuti semua syarat yang di ajukan Aryan. Tapi itu hanya sementara. Begitu Aryan lengah, Marwah melanggar semuanya.
Memasuki markas Speed Devils, Marwah tidak menghentikan laju motornya yang sangat kencang, hingga pada akhirnya dia masuk lintasan balap tanpa adanya aba aba.
Seperti kilat yang terlihat hanya sebentar, begitu juga bayangan Marwah yang sulit tertangkap saking kencangnya.
" Ada apa dengannya?" James, laki laki yang di telpon Marwah tadi menatap khawatir ke arah lintasan.
" Entah. Mungkin dia sedang putus cinta."
" Tidak. Kau salah, aku mengenalnya dengan baik. Ace tidak pernah menjalin hubungan dengan siapapun."
" Kau yakin?"
James mengangguk. Tubuhnya bersandar di pintu yang tertutup dengan kedua tangan terlipat di dada.
" Ku rasa ini ada hubungan dengan pekerjaan nya."
" Aku dengar dia di terima kerja di HG."
" Mmm, kau benar."
" Lalu apa masalahnya? Dengan kemampuan otak nya yang super encer itu, HG tidak akan mungkin membuatnya di pecat begitu saja."
James nampak berpikir." Bisa, itu semua bisa terjadi jika..."
Pria itu menatap James." Maksud mu, penerus Hatcher Group kembali?"
" Iya, siapa lagi yang bisa melakukan hal hal di luar nalar jika bukan dia."
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!