NovelToon NovelToon

Terjebak Bersama Sumpah Cinta

Bab 1 Pertemuan

Syahila.

Dia seorang gadis umur 19 tahun.

Dia baru 1 tahun lulus SMA. Ia tak mampu kuliah karena sang ayah mulai sakit-sakitan. Namun bebannya semakin berat, karena sakit sang ayah semakin bertambah. Saat ini ayahnya sakit jantung, dan tengah berada di rumah sakit menjalani pengobatan.

Ayahnya hanya seorang pedagang beras di toko kecil di yang terletak di sudut pasar. Namanya Mukhlis.

Ibu Syahila meninggalkan Syahila ketika umur 4 tahun dan sang ayah, untuk mengejar dan memenuhi mimpi mimpinya yang tak mampu di kabulkan suaminya. Hingga ia tak perduli dan tega meninggal kan anak dan suaminya.

Sedari kecil hingga sekarang Syahila hanya hidup dengan ayahnya. Ia dan ayahnya pendatang di kota ini, tak punya keluarga, hanya tetangga dekat lah yang seakan jadi keluarga mereka.

Ayahnya tak ingin menikah lagi, karena takut syahila hanya jadi korban kekerasan ibu tirinya nanti.

Syahila melihat langsung, bagaimana besarnya jerih payah perjuangan Ayahnya mengurusnya dari kecil hingga sekarang. Dan pahlawan sesungguhnya di hidup Syahila itu terbujur di ranjang rumah sakit, menanti pengobatan yang entah, kapan akan dia dapat kan.

Syahila memandangi wajah Ayahnya yang tak sadar diri. Hatinya hancur, tak bisa berbuat untuk kesembuhan sang Ayah. Semua benda yang ada sudah ia jual, untuk pengobatan Ayahnya. Namun itu masih kurang.

Lamunannya terhenti saat perawat datang, mengatakan kalau Dokter memanggilnya.

Segera syahila bangkit untuk menemui Dokter yang menangani Ayahnya.

Syahila sudah berada di ruangan Dokter .

"Nona ... apakah anda sudah melunasi administrasi oprasi ayah anda?" Tanya Dokter.

"Maaf Dok ... saya tak punya apapun lagi," Sahut Syahila.

"Nona ... coba kamu minta bantuan pada dinas dinas kesehatan, atau minta bantuan pada para Dermawan, demi ayah anda nona ...." lirih Dokter.

"Jika anda terlambat ... maka kemungkinan Ayah anda tak dapat bertahan lagi." jelas Dokter.

setelah selesai di ruangan Dokter, ia berjalan kembali keruangan Ayahnya. Ia duduk di kursi menatap wajah tua yan pucat itu. Perkataan Dokter terus terngiang di kepalanya.

"Apa lagi yang harus kujual ayah ... harus kah aku menjual ginjalku ...? Maaf ayah aku tak bisa membalas jasa-jasa mu, membuatmu sadar saja, aku tak bisa ...." lirih hati Syahila.

Hatinya sungguh hancur melihat Ayahnya yang tak berdaya dan akan segera mati jika tak di oprasi. Syahila kalut dan kehilangan kesadaran berpikirnya. Ia menyeret kakinya menjalani lorong lalu memasuki lift. Ia memencet tombol lift pada lantai paling Atas dari gedung Rumah Sakit itu.

Disisi lain ...

Seorang pemuda yang tampan dan mapan duduk disisi wanita tua yang tak sadarkan diri. Wanita tua itu ibunya. Nama pemuda itu Rendra. Sang ibu sudah Di vonis Dokter tak memiliki umur panjang.

Ia masih belum bisa memenuhi ke inginan terakhir sang ibu. Padahal ia punya segalanya. Namun entah kenapa ke inginan ibunya itu sangat berat ia kabulkan. Ibunya hanya ingin melihatnya Menikah di depan matanya.

Bukan tak ada perempuan yang mau, namun ia tengah menunggu pujaan hatinya. Sehingga ia tak bisa membuka hatinya untuk wanita lain. Saat mendengar keterangan Dokter ia pun kalut.

Satu sisi wanita yang ia tunggu tengah mengejar mimpinya di luar Negri. Satu sisi, wanita yang berjasa besar dalan hidupnya hanya meminta 1 hal "Menikah " Namun harus segera, karena wanita itu sedang menunggu ajalnya. Mungkin itulah keinginan Wanita itu sebelum Ia mati.

"Semakin lama kau tak menunaikan ke inginannya semakin lama ia tersiksa. Mungkin kau akan selamanya menyesal, jika ia tak sanggup lagi bertahan, dan kau belum juga memenuhi ke inginannya," kata seorang Dokter menepuk bahunya.

Rendra kalut, bingung, sedih dan sakit . Dia menyeret kakinya berjalan hingga ia sampai pada lantai teratas Gedung Rumah Sakit.

***

Rendra mematung melihat seorang gadis menangis disisi pagar pembatas lantai teratas Gedung itu.

Dan menyimak keluh kesah wanita itu.

"Ayah ... apa lagi yang harus kulakukan untuk menyelamatkanmu ayah!" Jerit Syahila

"Jika ayah tak di izinkan hidup hanya karena aku tak mampu membantu ayah ... lebih baik aku mati!!! Agar aku tak melihat ayah menderita " lirih Syahila.

Syahila melangkahi pagar pembatas lantai atas gedung itu.

Melihat apa yang akan di lakukan gadis itu

Rendra langsung berteriak.

"Hei gadis bodoh!!! Berhenti!!" Teriak Rendra.

Mendengar teriakan Syahila mundur kembali.

"Tolong tuan ... segera tinggalkan lantai ini, sebelum aku terjun. Aku tak ingin membawamu dalam masalah karena kematianku," Ucap Syahila.

"Kenapa tuan kemari?" Tanya Syahila

"Hem, tadinya aku juga ingin terjun bebas ... tapi sebaiknya tidak hari ini. Karena kau lebih dulu," kata Rendra.

"Haah? Apa tuan juga punya masalah sangat berat ?" Tanya Syahila.

"Hem ...." sahut Rendra mengerucutkan bibirnya

"Okey ... baiklah aku permisi. Silahkan lanjutkan, aku akan cari waktu lain setelahmu." kata Rendra sambil berjalan mundur.

"Hei ... dia seorang gadis Frustrasi, seseorang yang frustrasi pasti mau melakukan apa saja." lirih hati Rendra.

Syahila pun menarik nafas dalam untuk melanjutkan terjun bebasnya.

"Hei nona ... boleh tau apa masalahmu? Yah ... barang kali kita bisa saling bantu," seru Rendra

Glegk! Syahila terkejut.

"Apa anda tak bercanda tuan?" Tanya Syahila.

"Yahh setidaknya kita saling bicara dan cerita dulu. Tapi menjauhlah dari sisi itu, keberanianku hilang karena kau lebih dulu di sana "seru Rendra.

"Hem ... kita bicara dulu ... ayo menjauh dari sana. Kalau aku tidak bisa membantu mu ... silakan kau melanjutkan ke inginanmu." seru Rendra

Syahila pun menjauh dari sisi gedung itu dan mendekati Rendra.

"Rendra," kata rendra mengenalkan diri.

"Syahila," kata Syahila, sambil menyambut jabatan tangan Rendra.

"Apa masalahmu?" Tanya Rendra langsung.

"Ayahku kritis ... dan harus segera dilakukan Operasi pemasangan ring di jantungnya, sedang aku? Aku tak punya apapun untuk membayar semua biayanya. Dari pada aku melihat Ayah ku mati karena ketidak mampuan ku, lebih baik aku mati duluan." jawab Syahila

Rendra memandangi wajah Syahila lekat,

"Hem ... lumayan juga orangnya ...." lirih hati Rendra.

"Aku bisa menolong mu ... tapi kamu juga harus menolongku," kata Rendra.

"Anda serius?" Tanya Syahila,

"Hem ...." Sahut Rendra mengangguk santai.

"Pertolongan apa yang anda mau dari saya?" Tanya Syahila.

"Menikahlah denganku sekarang! Maka aku akan segera membayar semua biaya oprasi ayahmu. Eem ... bukan cuma itu aku akan menanggung semua biaya hidupmu dan ayahmu." jawab Rendra

"Anda bercanda???" Tanya Syahila.

"Yah ... terserah kalau kau tak percaya.

Ku mohon cuci tanganmu dulu, sebelum kau terjun bebas. Aku tak mau repot ber urusan dengan mayatmu nanti, karena sidik jariku ada di tanganmu," kata Rendra sambil meninggalkan Syahila.

"Menikah? Kenapa tidak? Jika ayah bisa sembuh dan sehat menukar dengan nyawaku pun, aku rela," lirih hati Syahila.

"Tuan tunggu! Aku bersedia!" Ucap Syahila.

Mendengar ucapan Syahila, Rendra pun berbalik

"Kalau kau bersedia ... Ayoo turun ikuti aku," ajak Rendra. Syahila segera mengikuti langkah Rendra.

"Tuan ... apa masalahmu?" Tanya Syahila.

"Ibuku,

ibuku sekarat, keinginan yang paling besar di akhir hayatnya, ia ingin melihatku menikah." jawab Rendra.

"Oh ... jadi itu tujuan anda menikah untuk memenuhi permintaan ibu anda?" Tanya Syahila,

"Hem ..." sahut Rendra.

"Huh ... Baiklah ... kita akan ke ruang ibumu, perkenalkan aku," kata Syahila.

"Tidak kita harus segera selesaikan semua urusan untuk operasi ayahmu." sahut Rendra

"Tapi setidaknya beri semangat dulu ibumu, barangkali dia semangat mendengar anda akan segera menikah." lirih Syahila.

"Kau benar ... Ruangan ibuku tak jauh ... ayoo kita keruangan ibuku sebentar," seru Rendra.

***

Rendra dan Syahila pun kini berada di ruangan ibu Puspa. Syahila pangling melihat ruang perawatan ibu Rendra. Sangat luar biasa, tak seperti ayahnya yang di rawat di ruangan Bangsal. Pasien berjejer di satu ruangan yang di sekat horden sebagai pembatas antar pasien.

"Assalamu alaikum bu, ibu … kapan ibu sadar? Ini Rendra bawa calon istri Rendra bu. Apa ibu nggak mau lihat calon menantu ibu?" lirih Rendra berbicara di samping ibunya, yang masih betah menutup matanya.

"Ibuku," lirih Rendra menatap Syahila.

"Semoga ibu anda cepat sadar." lirih Syahila menatap sayu ke arah ibu Rendra.

"Ayo kita temui ayah mu ... kita harus persiapkan akad nikah kita," seru Rendra mengedipkan matanya.

"Siapa yang jaga ibu?" Tanya Syahila.

"Ada perawat khusus. Tenang saja Ayo ...." lirih Rendra.

Mereka pun meninggalkan ruangan ibu Rendra.

Rendra segera melunasi semua pembayaran operasi ayah Syahila dan membelikan semua obat obat penunjang yang di perlukan untuk operasi.

Mukhlis segera di bawa keruang operasi.

Syahila menatap lekat wajah Ayah nya yang masih belum sadar.

"Tenang ... ayahmu pasti akan sehat kembali." seru seorang dokter, lalu dokter itu menutup pintu ruang operasi.

"Kita harus membuat perjanjian sebelum menikah, karena aku ingin kau tahu apa batasmu dan hakmu," lirih Rendra.

"Terserah anda ... apapun aku akan setuju, demi ayahku." Sahut Syahila.

Ponsel Rendra berbunyi.

"Halo?" Seru Rendra.

"Pak ... ibu anda sadar," seru di seberang telepon.

Rendra langsung menutup teleponnya.

"Berikan nomer ponselmu padaku" seru Rendra.

"Maaf, aku tak punya ponsel lagi." sahut Syahila

"Hem ....apakah kau kira aku bodoh? Di zaman canggih ini anak kecil saja punya ponsel!! Kau ingin lari dari ku?" Bentak Rendra.

"Maaf, aku benar-benar tak punya, karena aku jual untuk pengobatan ayah. Aku bersumpah demi umurku, aku tak akan lari dari janjiku." lirih Syahila.

"Heh! umurmu?! Umurmu saja tidak kau sayang, bagaimana aku bisa percaya, bersumpah demi Ayahmu!" seru Rendra.

"Aku bersumpah demi Ayahku … aku tak akan mengingkari janjiku," ucap Syahila.

"Baiklah, aku pergi menemui ibuku, sampai jumpa," seru Rendra.

"Tunggu! Bisakan saya meminta nomer ponsel anda?" Tanya Syahila.

Rendra pun memberi kartu namanya pada Syahila. Setelah itu ia meninggalkan Syahila di depan ruang operasi pak Mukhlis.

Bab 2 Kesepakatan

Rendra sampai di ruangan ibnya.

"Ibu ..." Pekik Rendra, ia berlari menuju ibunya yang sudah membuka mata nya.

"Ibu senang, akhirnya kau memenuhi ke inginan ibu," lirih Puspa.

"Maaf bu ... aku baru bisa sekarang,"

Puspa berusaha tersenyum kepada Rendra.

,,,,,,

Operasi mukhlis berjalan lancar, kini Mukhlis sudah berada di ruangan baru. Karena Rendra yang meminta agar Mukhlis di pindahkan keruangan ini.

Syahila senantiasa setia berada disamping Ayah nya. Namun tiba-tiba dia teringat Rendra. Segera Syahila berlari ke meja perawat.

"Suster ... bisa saya pinjam telepon? Saya harus mengabari keluarga saya," lirih Syahila.

"Silahkan," sahut Perawat.

Syahila langsung menekan nomer Rendra.

"Hallo, siapa ini?" Tanya Rendra.

"Aku Syahila, terimakasih ... berkat pertolongan mu operasi ayah ku berjalan lancar," kata Syahila.

"Baguslah ... saat Ayah mu baikan kita segerakan pernikahan kita. Kita bertemu di kantin," bisik Rendra.

Telepon berakhir

"Ibu ... boleh kah aku menemui calon Istri ku ...? Ayahnya tengah sakit dan dirawat disini juga" lirih Rendra.

"Pergilah ... bawa calon menantu ibu nanti kemari," lirih Puspa.

Rendra meninggalkan ibu nya dan segera menemui Syahila di kantin rumah sakit.

Mereka bertemu di depan kantin, mereka langsung mencari meja untuk bicara lebih lanjut. Rendra memilih meja yang di sudut, lalu memesan makanan. Mereka kini sudah duduk.

"Aku menikahi mu hanya untuk membahagiakan ibuku, juga memenuhi keinginan terbesarnya. Aku sudah mencintai seseorang, tapi kami tidak bisa menikah cepat. Aku terpaksa menikahi mu karena ingin melihat ibu ku bahagia, bagaimana kedepannya nanti itu urusan ku, kau hanya perlu patuhi apa yang aku minta, kamu penuhi tugas mu, aku penuhi semua kebutuhan mu, hidupmu dan ayah mu, juga untuk kesehatan ayah mu." tukas Rendra

"Apa maksud anda?" Tanya Syahila.

"Kau hanya istri di depan ibuku juga di depan ayah mu, selebihnya kita teman, urusan cerai atau tidak itu hak ku. Kamu tidak boleh minta cerai padaku, namun nantinya jika aku menceraikan kamu, aku harap kita masih bisa jadi teman," terang Rendra

"Setuju!!!" Jawab Syahila.

"Kekasihku masih Study di luar negri, saat dia kembali aku pasti menikahi nya, jadi kau sudah tahu bukan kedepan nya? Kita terjebak bersama dalam sumpah pernikahan, tapi ku harap kita bisa menjalani nya, karena pernikahan ini demi kebaikan orang tua kita," kata Rendra

"Tidak masalah ..." Syahila tersenyum

Makanan mereka tiba.

"Ayo makan setelah ini kita menemui ayah mu, jika dia sadar aku akan melamar mu secara resmi pada nya," lirih Rendra.

"Apa? Melamar? Kau ingin membunuh Ayahku karena membicarakan lamaran secepat ini," tanya Syahila.

"Kau ingin membunuh ibuku jika menunda pernikahan ini ...?" Tanya Rendra juga.

"Baiklah ... aku ikut apa mau mu, tapi setidak nya bantu aku berbohong pada Ayah ku," Syahila memohon.

"Sedikit? Pernikahan ini suatu kebohongan yang besar!!! Aku menikahimu karena ibu ku, kamu menikah dengan ku demi operasi ayah mu." Seru Rendra.

Syahila diam. Mereka segera memakan makanan mereka. Selesai makan, mereka segera beranjak menuju ruangan ayah Syahila. Sesampai di ruangan ternyata ayah Syahila sudah sadar, Mukhlis tengah di periksa perawat yang menjaga nya.

"Ayah ..." Sapa Syahila,

Mukhlis menatap pria yang berjalan ke arah nya bersama Syahila.

"Siapa dia?" Tanya Mukhlis

"Dia pacar ku ayah. Tidak sengaja kami bertemu disini, ternyata ibu nya juga dirawat disini. Dia marah padaku ayah ... karena aku tidak bilang kalau ayah sakit. Dia menghukum ku dan hukuman itu aku harus membiarkan dia membayar semua biaya operasi ayah." Lirih Syahila.

"Itu saya lakukan karena saya mencintai anak om, Syahila." Rendra menyela.

"Saya Rendra, kekasih anak om," seru Rendra

"Mukhlis," sahut nya

"Om ... saya sangat mencintai Syahila. Namun Syahila selalu menolak lamaran ku, dia menolak menikahi ku dengan alasan ingin merawat om, Sekarang, saya tidak bisa lagi menunggu, Syahila … aku janji kita akan merawat Ayah mu bersama sama, Syahila ... Menikah lah dengan ku," lirih Rendra

"Syahila, benarkah kamu mencintai pemuda ini?" Tanya Mukhlis

Syahila mengangguk dan tetap menunduk.

"Kau benar benar membuat ku merasa menjadi ayah nak, lihat anaku malu di depanku," lirih Mukhlis tersenyum.

Padahal Syahila menunduk karena merasa sangat bersalah berbohong pada ayah nya.

"Om … sebelum menikah, aku ingin om berjanji, om mau menerima apapun nanti yang aku berikan," kata Rendra,

"Aku tidak ingin apapun, aku hanya ingin anak ku bahagia," sahut Mukhlis

"Om ... aku akan membawa permatamu yang sangat istimewa ini pergi kerumahku setelah menjadi istriku, izinkan aku memberi secuil kasih sayang, itu tidak sebanding dengan permata om ini," lirih Rendra menggenggam tangan Syahila di depan Mukhlis

"Syahila, bersediakah kau menjadi istriku?" Kata Rendra lagi.

Syahila menatap Ayahnya, Mukhlis mengangguk.

Syahila juga mengangguk.

"Tapi satu hal om. Aku tidak bisa menikahi Syahila secara resmi, karena ibuku sedang sakit, tapi ibu sangat mendesak pernikahan kami. Apakah om keberatan jika kami menikah siri?" Tanya Rendra.

"Jika demi kebaikan ibu mu, baiklah, kapan kalian akan menikah?" Tanya Mukhlis.

"Besok, di ruangan ibuku, aku akan persiapakan semuanya," lirih Rendra.

"Baiklah lakukan apa yang menurut kalian mudah, pernikahan itu yang penting sah," sahut Mukhlis.

"Terimakasih om ... tapi … bolehkah aku menculik anak om sebentar? Ibuku sangat ingin bertemu dengannya, ibuku juga baru tahu hubungan kami," seru Rendra.

"Bawalah ..." jawab Mukhlis.

Mereka pergi. Rendra mengandeng tangan Syahila meninggalkan ruangan Mukhlis.

Mukhlis merasa bahagia melihat kemesraan mereka. Namun setelah keluar Rendra melepaskan tangan Syahila dari genggaman nya.

Sesampai di ruangan Puspa, Rendra masuk membawa Syahila

"Bu … lihat siapa yang aku bawa," kata Rendra,

"Menantuku??? Sini sayang kemari peluk ibu," lirih Puspa.

Syahila duduk di sisi ranjang rumah sakit tempat puspa berbaring.

"Namanya Syahila, kami semua sudah sepakat akan menikah secara siri, besok, disini," lirih Rendra

"Tidak masalah, ibu bahagia nak, Syahila sayang ... ibu titip Rendra, tolong, bahagiakan anak ibu." Lirih Puspa

"Aku akan berusaha semampuku untuk membahagiakan anak ibu," sahut Syahila.

"Lumayan juga akting ne anak," lirih hati Rendra.

"Bu, sudah ya, kasian ayah syahila sendirian kalo Syahila lama disini," kata Rendra.

"Oh iya … silahkan sayang kamu kembali ke ruangan ayahmu, titip salam buat ayah ya sayang" lirih puspa

"Iya bu, saya permisi bu. Assalamu alaikum," lirih Syahila.

"Wa alaikum salam, Rend ... tolong Antar dia," lirih Puspa.

"Jangan bu ... dia pasti lelah bolak balik terus, aku bisa sendiri bu," sahut Syahila.

"Baiklah sayang, sampai ketemu besok, nanti malam akan ada sekretarisku yang akan menemui mu. Bye sayang ..." kata Rendra. Rendra menarik tubuh Syahila kepelukan nya, lalu mengecup pucuk kepala Syahila. Syahila kaget.

"Biasa kan hal ini, ingat kamu istriku di depan ibu dan di depan ayahmu nanti," bisik Rendra.

"Cup," ciuman halus dari bibir Rendra mendarat satu satu di pipi kanan dan kiri Syahila.

"Sampai ketemu sayang," lirih Rendra.

"C**uih sayang ..." batin Syahila.

Puspa sangat bahagia melihat pemandangan itu. Hingga Syahila menghilang di balik pintu.

*****

Rendra duduk di sofa sambil mengotak atik Laptop nya. Semua tugas sudah Rendra jalan kan. Jam sekarang menunjuk Angka 9 malam. Bunyi ketukan pintu terdengar, Rendra membuka pintu ternyata Effan sekretaris pribadi nya.

"Pak … ini permintaan anda," kata Effan,

menyerahkan map dan menenteng beberapa paperbag

"Untuk besok, apa semua nya sudah siap?" Tanya Rendra

"Sudah pak ..." sahut Effan

"Baiklah ....tolong kamu antar semua ini keruangan Anggrek lantai 3, nomer A11, Namanya Syahila. Sebut saja namaku dia akan Faham."

Effan langsun permisi dari kamar Puspa. Segera Effan menuju ruangan yang di maksud bos nya itu.

_____

"Permisi ada yang bernama nona syahila?" Tanya Effan yang nyelonong masuk

Syahila yang tadi duduk langsung berdiri, menghampiri Effan.

"Saya," sahut nya

"Saya Effan, Sekretaris pribadi pak Rendra," kata Effan

"Bisa saya bicara serius?" Tanya Effan,

"Bicaralah," sahut Mukhlis yang berbaring di ranjang perawatan rumah sakit.

"Saya kemari membawa pesan dari pak Rendra. Mau saya bacakan pesan nya?" Tanya Effan.

"Silahkan ..." sahut Mukhlis.

Effan mulai membaca isi surat dari Rendra :

Om Mukhlis ... jika om keberatan atas permintaan di bawah ini, anda boleh membatalkan pernikahan besok.

Sebelum semua terjun lebih dalam, saya ingin memberikan perlindungan extra terhadap Om yang akan menjadi mertua saya, juga pada Syahila calon istri saya.

Saya mencintai Syahila dengan segenap hati dan saya akan melindungi kalian sekuat kemampuan saya. Karena saya mencintai syahila, maka om dan Syahila adalah prioritas saya dalam perlindungan.

Saya seorang pengusaha om, tentu banyak pesaing saya yang akan memakai segala cara untuk menyerang saya, termasuk Syahila dan Om Mukhlis,

Saya khawatir, jika saya mengenalkan Syahila pada publik sebagai istri saya, itu akan mengancam keselamatan Syahila dan om, atau menggunakan om atau Syahila untuk menyerang saya.

Saya tidak akan pernah memaafkan diri saya jika om. Mukhlis atau Syahila berada dalam bahaya karena saya. Maka saya meminta persetujuan om Mukhlis, saya akan menyembunyikan pernikahan kami di mata publik.

Dan saya hanya mengenalkan Syahila sebagai salah satu pekerja saya kepada Publik. Cukup lingkup keluarga yang tahu ikatan pernikahan kami

Saya jamin, saya akan tetap menjaga kehormatan Syahila. Saya juga meminta Syahila agar menjaga harga diri nya untuk kehormatan saya. Saya menyembunyikan syahila hanya sementara Waktu. Jika saat nya tepat, saya akan menikah secara resmi, dan mengenalkan nya pada seluruh dunia kalau Syahila istri saya, tapi nanti. Semua ini saya lakukan demi melindungi om dan Syahila. Demi keselamatan om dan Syahila.

Jika om setuju, tolong rahasiakan perjanjian ini dari ibu saya.Saya takut ibu semakin panik, karena ibu saya sangat menyayangi syahila. Jika om bersedia terimalah pemberian saya yang akan di terangkan oleh sekretaris saya nanti.

Salam

Rendra

*******

"Bagaimana pak ?" Tanya Effan selesai membacakan pesan Rendra.

"Syahila, apa pekerjaan Rendra?" Tanya Mukhlis

"Dia Pengusaha terbesar kedua di kota ini Setelah tuan Danarto," jawab Effan.

Mukhlis terkejut, hingga mulut nya terbuka menganga .

"Syahila, hidup mu akan jauh lebih baik, biarlah pernikahan kalian di rahasiakan," lirih Muhklis.

"Aku bersedia nak Effan, aku tidak keberatan, namun selama bos mu masih menyembunyikan status pernikahan nya dengan Syahila, aku harap selama itu juga bos mu tidak membuat Syahila hamil. Sebagai perlindungan buat Syahila. Aku tidak mau anaku di kira orang hamil diluar nikah " Seru Mukhlis.

"Baik, akan saya sampaikan. Masalah kehamilan, pak Rendra sudah konsultasi ke dokter, bagaimana menunda kehamilan tanpa efek samping yang mengerikan pada Syahila." Sahut Effan.

"Baik ..." sahut Mukhlis.

Sedang Syahila hanya diam.

"Nona Syahila silahkan pilih salah satu cincin yang pas buat anda," kata Effan menyodorkan box cincin yang bermacam ukuran dan jenis.

Syahila melotot melihat Cincin di depan mata nya.

"Ayo ... pilih satu nona, kalau anda mau semua silahkan, namun pilih 1 untuk pernikahan besok," kata Effan.

"Tidak perlu semua nya, Aku tidak butuh, aku pilih ini" sahut Syahila mengambil 1 cincin dan itu pas di jarinya.

"Pas!!!" Lirih Syahila.

Effan langsung menyimpan cincin yang dipilih Syahila dalam kotak beludru merah.

"Pak … ini surat surat roko yang telah Rendra belikan buat bapak, ini di jalan utama di daerah bapak tinggal dan toko beserta isi nya semua lengkap, sudah disiapkan pak Rendra, khusus buat bapak, juga lengkap dengan pegawai yang akan membantu bapak nanti, jadi bapak jangan capek capek," seru Effan.

"Besok ada perawat yang di sewa pak Rendra, ntuk merawat bapak di rumah nanti, karena nanti Syahila akan tinggal di rumah pak Rendra," terang Effan lagi.

"Terakhir, ini gaun untukmu kau pakai besok buat akad nikah nanti Syahila, dan ini jas buat ayah mu, semoga ukuran nya pas " Seru Effan

"Nak Effan, memang saya berjanji akan menerima apapun pemberian nak Rendra, tapi ini berlebihan nak ..." lirih Mukhlis

"Jangan kecewakan bos saya pak. Pak Rendra memberi semua itu dengan cinta. Tolong terima dengan cinta juga pak," sahut Effan.

"Baiklah, urusan saya selesai, saya permisi, selamat malam, dan sampai jumpa besok " kata Effan.

Syahila mengangguk.

Effan segera pergi meninggalkan ruangan Mukhlis.

Bab 3. Nikah.

Rendra begitu santai menatap layar laptopnya.

"Sayang, kamu nggak bohongin ibukan?"

"Bohong?" Rendra heran

"Apa ini hanya pernikahan bohongan, seperti di novel atau di film? Ibu nggak rela kalau kamu melakukan hal demikian "

"Bu … ini pernikahan beneran, bukan mainan, semua sudah di urus Effan, penghulu, saksi, semua nya. Mungkin setengah jam lagi mereka semua sudah di sini," sahut Rendra.

"Berjanjilah, kalau kamu tidak akan menceraikan Syahila, walaupun ibu sudah mati "

Rendra mengangguk.

"Ibu ingin mendengar sumpahmu!"

"Bu, aku mencintai Syahila segenap hatiku, aku tidak akan menceraikannya walaupun ibu pergi dari kami,"

Puspa tersenyum.

"Andai tubuh ibu lebih bertenaga sedikit, ibu sangat ingin berteriak mengungkapkan kebahagiaan ibu,"

"Ibu akan semakin sehat, karena nanti menantu ibu setia menemani ibu, menemani Rendra di sini," kata Rendra.

"Sudah ya bu, aku mau bersiap untuk menghalalkan wanitaku,"

Rendra segera bersiap lalu mengganti baju santainya dan memakai jas yang serasi dengan gaun panjang yang dia belikan buat syahila, yang dibawakan Effan asisten pribadinya.

Tok tok tok,

Suara ketokan pintu, Rendra segera membuka pintu sambil membenarkan dasinya. Setelah dibuka ternyata pak Mukhlis yang duduk di kursi roda, ditemani perawat laki-laki serta Syahila yang nampak anggun dengan gaun yang dia kenakan.

"Om ... ayo masuk semua kenalan sama ibu. " Rendra mempersilahkan semuanya masuk, kecuali perawat laki-laki itu.

"Pagi nyonya," sapa Mukhlis.

Ayah Syahila dan ibu Rendra pun berkenalan.

"Nyonya sakit apa?" Tanya pak Mukhlis.

"Yah ... macam-macam pak, komplikasi gak bisa disebut satu-satu," kata Puspa.

"Bapak sendiri bagaimana keadaannya?" Tanya Puspa.

"Saya sekarang lebih baik bu," jawab Mukhlis.

"Pak nitip rendra ya, Rendra anak tunggal saya, ayahnya meninggal lima tahun yang lalu, kalau saya meninggal, dia gak punya orang tua lagi," kata Puspa.

"Jangan begitu bu, optimis! Semoga lebih baik kedepannya, semoga ibu juga lebih sehat panjang umur, hingga kita bisa melihat kelahiran cucu-cucu kita nanti." sahut Mukhlis.

Puspa hanya tersenyum.

Effan datang bersama tiga orang. Yaitu, satu orang penghulu dan dua orang saksi. Effan langsung mempersiapkan untuk ijab kabul di hadapan ibu Rendra. Semua orang kini menempati posisi mereka masing masing.

"Mas kawin nya 100.000 rupiah," kata Effan menyerah kan bingkai kecil yang berisi uang 100.000.

"Apa? Seratus ribu?!" Puspa geram dengan mahar yang Rendr berikan.

"Jangan pandang maharnya bu, yang penting sah!" seru Mukhlis.

Puspa terpaksa menuruti.

"Silahkan semua sudah siap?" Tanya Effan.

Penghulu menerangkan apa saja yang akan di ucap Rendra dan Mukhlis.

"Apa kalian faham?" Tanya penghulu.

Rendra dan Mukhlis mengangguk.

"Silahkan jabat tangan ayah calon istri anda." pinta penghulu kepada Rendra.

Akad nikah pun dimulai. Dengan lancar Rendra mengucapkan ijab kabul.

"Bagaimana para saksi?" Tanya penghulu.

"SAHH!!!" Kata kedua saksi.

Rendra menyematkan cincin ke jari manis Syahila, kemudian Syahila pun menyematkan cincin ke jari Rendra, Syahila menyalami tangan Rendra dan rendra mencium kening Syahila.

Pupsa sangat bahagia menyaksikan anaknya menikah di depan matanya.

Effan menelpon seseorang, lalu berjalan menuju pintu dan keluar, tidak lama Effan masuk lagi ia membawa kotak-kotak makanan, lalu keluar lagi dan kembali masuk membawa dus minuman.

"Silahkan dinikmati," kata Effan memberi kotak nasi kepada semua yang di ruangan itu, lalu memberikan minuman.

"Maaf seadanya ya, karena ini rumah sakit " kata Effan.

"Ini lebih dari cukup," kata salah satu saksi.

"Ibu mau makan?" Tanya Syahila, ibu menggeleng.

"Kalian makan lah," sahut Puspa.

Syahila berjalan mendekati ibu dan memeluknya.

"Syahila, sekarang kamu sudah menjadi bagian keluarga ibu sayang, sudah makan dulu sana," lirih Puspa.

Semua orang menikmati makanan mareka. Setelah semua selesai, penghulu dan saksi pamit pulang.

"Fan, tolong bagikan makanan ini pada perawat di luar," pinta Rendra.

"Baik." sahut Effan.

"Oh ya pak Mukhlis, kamar perawatan anda sudah saya pindahkan, kasian Syahila terlalu jauh berjalan jika bapak masih di bawah sana, sekarang kamar bapak di kamar sebelah." terang Effan.

"Iya, kalau ayah dekat sini, kami mudah memantau keadaan ayah, aku sudah jadi menantumu, boleh kan aku memanggilmu ayah?" Tanya Rendra.

Mukhlis tersenyum dan memeluk Rendra.

"Syahila, kamu harus fokus merawatku sekarang, karena ada perawat khusus yang merawat ayahmu di kamar sebelah," Rendra mengedipkan matanya

Syahila melotot memandangi Rendra.

"Sayang ... antar ayah ke ruangannya, ayah pasti lelah, setelah itu kembali kemari, aku butuh kamu di sini," lirih Rendra.

Syahila pergi mengantar Ayahnya ke kamar yang berada di sebelah ruangan ibu Rendra.

Kini hanya Rendra dan ibunya yang ada di kamar ini.

"Apakah masih ada mimpi ibu yang inginkan? Mimpi ibu yang belum terwujud?" Tanya Rendra.

"Ibu bahagia nak, ibu sangat bahagia, Ibu hanya ingin kamu menjaga istri kamu dan mencintainya, binalah rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warohmah bersama Syahila."

"Apa ibu ingin aku menikahi tiga perempuan lagi? Sakinah , Mawaddah, Warahmah, di mana aku menemukan sisanya bu?" Rendra berusaha bercanda.

"Kamu nakal sekarang," lirih Puspa.

"Aku bahagia bisa lihat ibu tersenyum," seru Rendra

"Rendra ingat janjimu pada ibu, kalau kamu tidak akan menceraikan Syahila hanya karena ibu sudah tidak ada, jika kau melanggar janjimu, maka hatimu tidak akan pernah tenang "

"Aku berjanji bu, selama Syahila tidak menginjak harga diriku, aku tidak akan menceraikannya "

"Syahila bukan wanita sembarangan sayang," kata Puspa.

____________

Di kamar baru Mukhlis, Mukhlis sudah berbaring di ranjangnya.

"Dek, boleh keluar sebentar," pinta Mukhlis pada perawat yang menjaganya, perawat itu pun keluar dari kamarnya.

Kini hanya Mukhlis dan Syahila di kamar itu.

"Nak, maukah kamu berjanji pada ayah?"

Syahila mengangguk.

"Nak, mengabdilah pada suamimu,berbakti padanya, jangan pikirkan ayah, pikirkan keluargamu nanti, berjanjilah pada ayah, kalau kamu akan tetap mendampingi suamimu bagaimanapun dia nanti. Lihat apa yang dia berikan pada ayah, ayah tidak akan mampu membayar semua ini sekalipun ayah banyak uang. Perhatiannya pada ayah. Berjanjilah, kamu tidak akan meminta cerai darinya. berjanjilah," pinta Mukhlis.

"Aku berjanji ayah," Syahila menangis, karena berjanji pada suatu yang tidak mungkin bisa dia penuhi.

"Sudah … sudah, pergi sana temani suami mu dan suruh perawat itu masuk kembali," ucap Mukhlis.

"Baik ayah," sahut Syahila.

Syahila keluar dari kamar ayahnya, lalu menyuruh perawat itu masuk, Syahila langsung masuk ke kamar mertuanya.

"Syahila … sini sayang peluk ibu," pinta Puspa. Syahila pun mendekati Puspa ingin memeluknya.

"Tidak, peluk aku dulu," lirih Rendra menangkap Syahila dan mengurung tubuh mungil Syahila dalam pelukannya.

Ada perasaan aneh yang Syahila rasa karena perlakuan Rendra.

Puspa tersenyum melihat kelakuan Rendra. Syahila melepaskan pelukan Rendra, lalu memeluk Puspa. Puspa membalas pelukan Syahila.

Tiba-tiba Effan masuk membawa tas travel, lalu meletakannya disudut ruangan, karena tugasnya selesai, Effan pun pamit pergi pada Rendra.

Kebahagiaan Puspa sungguh terpancar pada rona wajahnya. Dokter yang menanganinya pun tersenyum.

"Selamat pak Rendra, ibu anda sungguh bahagia." lirih Dokter. Dokter pergi dari ruangan itu.

Air mata Rendra menetes, segera ia sapu. Dia begitu bahagia melihat ibunya, tidak pernah dia melihat ibunya sebahagia ini.

Jam menunjukkan jam 11 Rendra hanya rebahan si sofa berbantal paha Syahila. Puspa sangat bahagia melihat pemandangan ini.

Rendra sengaja bermanja ke pada Syahila di hadapan ibunya. Dan bersikap romantis di hadapan ibunya.

Rendra tengah mandi.

"Syahila!!!" Teriak Rendra dari kamar mandi.

Syahila yang duduk santai di samping Puspa terperanjat.

"Rendra memanggilmu, datangi sana," pinta Puspa.

Syahila segera beranjak menuju kamar mandi.

"Ada apa kau memanggilku," kata Syahila yang berdiri didepan pintu kamar mandi.

Rendra menarik Syahila masuk kedalam kamar mandi. Sengaja Rendra dan Syahila berdiam lama di kamar mandi, agar Puspa menduga kalau mereka tengah melakukan hubungan suami istri di dalam kamar mandi.

"Berapa lama kita diam di dalam sini?" Bisik Syahila.

"Yah ... kira-kira aja, anggap aja kita sedang akhhemmm," kata Rendra.

Lumayan lama mereka mengurung diri di kamar mandi.

"Baju-baju kamu sudah aku sediakan, nanti ambil aja dalam tas yang di sudut ruangan." lirih Rendra.

"Iya,"

"Iiihh ... itu apa ya? Apa itu ular?" Kata Rendra.

"Akh ...." pekik Syahila, namun mulutnya di bekap Rendra.

"Bukan, itu cuma tali," seru rendra. Syahila pun lega.

Di luar puspa tersenyum mendengar jeritan Syahila, sudah lama mereka di kamar mandi mereka belum juga keluar. Puspa sangat Bahagia.

"Tunggu!!!" Rendra menarik Syahila kehadapannya, lalu mengacak rambut Syahila.

"Kamu apa-apaan si?"

"Sudah diam!!!" Ucap Rendra.

Rendra memberi stempel merah di leher Syahila. Jantung Syahila seakan meledak saat Rendra melakukan itu.

"Basahi rambutmu sebelum keluar." pinta Rendra.

"Nggak mau," sahut Syahila.

Rendra mendorong Syahila, hingga Syahila terjebak di bawah guyuran Shawer.

"Rendra!" Teriak Syahila.

Namun Rendra malah keluar meninggalkannya.

"Kamu tunggu, aku ambilkan baju ganti buat mu." kata Rendra, Rendra keluar mengambil tas lalu dia berikan ke Syahila, yang masih di kamar mandi, setelah itu ia duduk di sofa.

Puspa tersenyum memandangi Rendra yang mengacuhkan pandangannya.

Syahila keluar dari kamar mandi dengan rambut basah, Puspa tersenyum melihat tingkah mereka. Di tambah Syahila yang salah tingkah dengan pandangannya, karena mata puspa tertuju pada tanda merah yang ada di lehernya.

"Kalau mau puas dan bebas, kalian pulang aja kerumah," kata Puspa melirik Rendra.

" Ibu ...." lirih Rendra

"Sayang ... jaga ibu ya, kamu kan udah mandi sekarang giliran aku mandi." seru Rendra mentoel hidung Syahila.

Rasanya ingin melompat Puspa melihat pemandangan didepan matanya.

*****

Malam hari Syahila dan Rendra tidur di lantai beralas matras tipis. Rendra sengaja mengurung Syahila dalam pelukannya, agar ibunya bahagia melihat itu.

Rasanya puspa tidak ingin menutup matanya melihat pemandangan didepannya. Namun kantuknya membuat matanya harus terpejam.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!