"Uhuk. Uhuk uhuk! Uhukk."
"Yang Mulia!" Pelayan setia kaisar muda ini dengan sigap mendekat dan bertanya menghawatirkan.
Sudah satu bulan ini Kaisar Shen Wang batuk-batuk dan tak kunjung sembuh. Tapi ia terus melambai pelan tanda tak apa pada pelayannya.
Kreeett.
Tiba-tiba terdengar suara deritan kursi pertemuan yang terseret mundur dari sebelah Kaisar Wang.
Semua mata tertuju pada pemilik kursi itu.
Ia adalah permaisuri yang tak lain merupakan istri pertama Kaisar Wang. Seorang putri sulung dari Kerajaan Song yang dijodohkan dengan Kaisar Shen Wang. Namanya adalah Song Min Mi, orang dengan diam-diam menjulukinya sebagai permaisuri manja.
"Yang Mulia, sebaiknya yang mulia memanggil Tabib Cheng dan tarik dia dari medan perang. Saat pulang tadi, kenapa tidak membawa pulang Tabib Cheng juga?" tanya Permaisuri Min Mi.
Kreeeett.
"Itu mana mungkin? Banyak korban berjatuhan di perbatasan sana. Kalau sampai tak ada yang mengobati mereka, kita bisa kehilangan banyak pasukan. Belum lagi jika kita kalah." Ibu suri ikut berdiri dari tempatnya.
"Aku baik-baik saja, Min Mi." Lagi lagi Kaisar Shen Wang mengelak akan penyakitnya. Ia tak ingin terlihat lemah.
Min Mi mundur satu langkah ketika Shen Wang membuka mulut untuk bicara padanya.
Shen Wang menyadari hal itu. Ia pun terkekeh.
"Kenapa? Kamu takut kalau aku menularkan penyakit?" Shen Wang menatap tajam Min Mi.
Ibu suri menatap mereka berdua cemas. Keduanya memang kurang akur. Shen Wang tidak pernah menunjukkan cintanya, sedangkan Min Mi selalu meminta perhatian. Min Mi yang adalah putri kerajaan tak terbiasa harus melayani kaisar, apa lagi bersentuhan dengan virus.
"Permaisuri, Permaisuri keterlaluan. Apa begitu cara seorang permaisuri melayani kaisar?" Selir Kehormatan Yue Xi mengambil kesempatan ini untuk menjatuhkan Min Mi.
Sementara Selir Luan Lu hanya menonton kejadian ini dengan bosan. Sudah terlalu lama kedua istri kaisar itu bermusuhan dan saling menjatuhkan, padahal Shen Wang sama sekali tak tertarik pada permainan kedua manusia itu.
Min Mi menatap tajam pada Yue Xi. Sementara Yue Xi membalas tatapan tajam itu tanpa rasa takut.
Apa Selir Yue Xi sudah gila? Apa dia tidak jera dengan hukuman-hukuman dari Permaisuri Min Mi? Dia lupa ya kalau dia itu hanya selir? pikir Luan Lu. Ia menggeleng dan mendecakkan lidahnya pelan.
"Kau berlutut dan minta maaf padaku sekarang!" Min Mi menunjuk Yue Xi dengan jari telunjuknya.
"Kenapa? Apa aku salah? Permaisuri bahkan tidak berbakti pada kaisar." tantang Yue Xi tanpa rasa malu.
Walau begitu, para petinggi kerajaan yang sedang berkumpul di pertemuan ini masih menunduk tak berani membicarakan apa lagi menertawakan kebodohan keduanya.
"Sudah... sudah. Hentikan!" marah Kaisar Shen Wang.
"Uhuk uhuk. Uhuk! Uhuk! Uhuk uhuk!!" Kaisar Shen Wang kembali terbatuk-batuk. Suara batuknya terdengar cukup parah dan menyakitkan. Ia terus terbatuk dan membekap mulutnya hingga terjatuh berlutut ke tanah.
"Yang Mulia!!"
"Yang Mulia!"
Semua petinggi berdiri karena khawatir.
Sementara A Yong, pelayan pribadi Kaisar Shen Wang dan beberapa pelayan laki-laki lainnya segera berlutut melihat keadaan kaisar.
"Yang Mulia! Lebih baik Yang Mulia istirahat! Lihat, Yang Mulia tidak mau mendengarkan A Yong tadi..."
Kaisar Shen Wang mengangguk angguk. Setelah melihat anggukan itu, A Yong dan yang lainnya mulai memapah kaisar menuju kediamannya.
Dengan refleks Permaisuri Min Mi mundur selangkah lagi.
"Awas Nona, Nona bisa tertular." Pelayan pribadi bawaan dari Kerajaan Song ini mendukung usaha nonanya untuk menghindar.
"Ibu Suri, utus seseorang untuk memanggil Tabib Cheng!" Yue Xi berlutut dan menunduk sampai ke tanah pada ibu suri.
"Ya Ibu Suri! Yang mulia butuh tabib sekarang! Luan Lu khawatir penyakitnya bukan penyakit biasa. Apa gunanya memenangkan perang jika kaisar kerajaan ini tumbang." Luan Lu ikut berlutut.
Dasar kau kerjaannya ikut-ikutan! batin Yue Xi dengan lirikan tak suka.
"Tutup mulutmu! Apa maksud ucapanmu barusan?! Apa kau kira yang mulia akan tiada?!" marah Yue Xi.
Min Mi tersenyum dan berjalan mendekat. Caranya berjalan begitu anggun, ia memang putri kerajaan sungguhan.
"Apa kau tidak bisa berhenti mengacau Selir Kehormatan Yue Xi? Luan Lu tidak salah mengatakan kekhawatirannya." Min Mi mengangkat dagu Yue Xi dan mempermalukannya.
"Kalian semua, diam dan berhenti meributkan hal-hal tak penting!" bentak ibu suri.
Ketiganya langsung menunduk tak bernyali.
Tiba-tiba terdengar suara derap kaki yang berlarian menuju ruangan itu.
"A Yong?" gumam ibu suri.
"Hosh hosh hosh." Nafasnya memburu setelah berlarian kemari, istana memang terlalu luas untuk diputari seperti ini.
A Yong langsung berlutut dan menunduk sampai ke tanah.
"Yang mulia terus batuk-batuk hingga lemas. Ibu Suri, hamba mohon selamatkan yang mulia! Hamba tidak tega melihatnya seperti ini."
"Apa? Apa Kaisar Shen Wang baik-baik saja?" cemas Luan Xu dan Yue Xi secara bersamaan.
Luan Lu sudah cinta mati pada kaisar. Yue Xi mencoba menjadi perhatian. Sedangkan Min Mi hanya bisa cemas tanpa mau menjenguk ataupun mendekat sekarang. Virus adalah hal yang paling menjijikan buatnya.
"Tidak. Kita tidak bisa membiarkan prajurit disana berperang tanpa tabib handal. Apa tidak ada tabib yang lebih hebat dari Tabib Cheng?" Ibu suri menoleh cepat dan menatap satu-persatu para petingginya yang masih duduk di meja pertemuan itu.
"Ibu Suri, Luan Lu mohon ijin menemui kaisar!"
"Ibu Suri, Yue Xi juga mohon ijin menemui kaisar!"
Keduanya langsung berlari pergi dengan cemas. Tinggal lah Permaisuri Min Mi sendiri.
"Eh tunggu kami, Nona!" Pelayan pribadi mereka dengan panik berlari menyusul.
Ibu suri menggeleng tak menghiraukan.
"Apa kalian tahu sesuatu?" ulang ibu suri dengan wajah cemas.
Tapi semuanya hanya menunduk tak berani. Tak ada satupun yang punya informasi yang sesuai.
"Yang Mulia Ibu Suri.... anak dari Tabib Cheng yang paling kita percayai itu sudah lama mengikuti jejak ayahnya. Ia memang belum terlalu terpandang, tapi ia pasti banyak belajar pengobatan dari ayahnya." A Yong mengangguk-angguk meyakinkan.
"Hamba mohon Ibu Suri turunkan titah." A Yong mengatupkan tangannya lagi.
"Baiklah. Dia harus bisa menyembuhkan Shen Wang bagaimanapun caranya. Panggil dia!" titah ibu suri.
"Baik!" A Yong mengucap dengan tegas. Ia segera berdiri dan berlari mencari Kim Hwa, kenalannya. Ia masih ingat, pernah sekali saat ia terluka setelah melindungi kaisar, tabib muda bernama Kim Hwa lah yang menolongnya.
Walau harus berlari sepanjang seratus meter pun akan A Yong jalani. Ia adalah pelayan setia yang tak pernah berkhianat. Semua pelayan pribadi tak akan peduli hidup dan mati, berbakti pada atasan adalah kewajiban dan tujuan hidup! Karena memang seperti inilah ideologi yang berkembang di kerasnya zaman kerajaan.
Tibalah A Yong di sebuah gapura istana bertuliskan 'Bangunan Tabib Kerajaan'.
"Aku A Yong! Pelayan pribadi kaisar! Minggir kalian!" A Yong menerobos masuk menghiraukan ketatnya penjagaan istana itu.
LIKE dan masukkan cerita ini dalam RAK FAVORITE kamu di NovelToon, dan jangan malas memberi semangat pada author lewat komentarmu~♡ SANGAT DIPERBOLEHKAN UNTUK SPAM KOMENTAR. Entah itu "up!" "up up!" "Lanjut!" "Semangat" atau apapun itu asal bukan kata kata jorok atau kasar. INGAT! SILAHKAN SPAM KOMEN. Terimakasyiii para pembaca ai lope you all 🙆♀️💗
Para penjaga gapura itu segera mundur memberi jalan.
"Tabib Kim Hwa! Tabib Kim Hwa!!" A Yong berteriak keras sembari memasuki lorong-lorong bangunan besar itu.
Penghuni bangunan besar itu hanyalah manusia-manusia bergelar tabib kerajaan saja. Kebanyakan adalah murid-murid Tabib Cheng, tabib terbaik di wilayah istana ini.
Pelayan-pelayan yang sedang membersihkan tempat itu segera melempar sapunya, berlari, dan memberi hormat ketika melihat seorang terhormat dari istana memasuki kediaman para tabib ini.
"Dimana putrinya Tabib Cheng?! Ibu suri memanggilnya!" ucap A Yong dengan suara tegas.
Seorang pelayan diantaranya langsung menunduk, "Hamba akan memanggil Nona Kim Hwa." ucapnya.
Pelayan itu berlari terbirit-birit memasuki kediaman Tabib Kim Hwa, "Nona, Nona... gawat!" serunya.
"Ah i-iya?" Seorang gadis yang tengah merebahkan dirinya dengan buku medis ditangannya itu pun berdiri dengan cekekal.
"Ibu suri memanggil Nona! Mungkin ada yang perlu diobati! Cepat keluarlah, Nona. Utusan dari kerajaan itu terus berteriak memanggil Nona seperti orang kesurupan!" panik pelayan itu.
"Ah i-iya iya tenang saja. Aku akan kesana sekarang." Kim Hwa berlari keluar.
"Permisi, permisi." Kim Hwa menerobos kerumunan pelayan-pelayan kediaman yang menghadap pada A Yong.
"Tuan, hamba adalah Kim Hwa." Kim Hwa menunduk hormat.
"Kim Hwa! Ya kau gadis yang merawatku saat aku terkena luka sayat kan? Ya itu benar kau." simpul A Yong sendiri.
"Saat ini yang mulia sedang sakit dan ibu suri memanggilmu. Ayo ikut aku." tegasnya.
Belum selesai Kim Hwa berfikir dan mencerna kata-kata A Yong, pergelangan tangan kecilnya itu sudah di genggam dan dipaksa mengikut.
Kim Hwa begitu takut menghadapi orang-orang istana. Apa lagi kalau harus mengobati kaisar. Kalau sampai tidak sembuh, nyawa Kim Hwa bisa jadi taruhan.
"Hah? Ke-kenapa aku, Tuan? Aku bukan tabib handal. Senior-senior dari perguruan ayahku masih banyak." Walau dipaksa berjalan cepat, Kim Hwa terus berusaha bicara.
Tep.
A Yong menghentikan langkahnya, ia berbalik dan menatap tajam pada Kim Hwa. Jiwa militernya terlalu tinggi untuk seorang Kim Hwa yang begitu lembut.
"Jadi kau menolak?" Pertanyaannya terdengar dingin dan mengancam.
Kim Hwa langsung menggeleng tak berani dan menunduk takut.
"Kalau begitu jangan protes! Tidak tahu malu!"
"Ah!" Pergelangan tangan Kim Hwa kembali ditariknya dengan kuat.
Seorang pelayan sekaligus pelindung pribadi seorang kaisar seperti A Yong sudah biasa berlatih fisik. Itulah mengapa kekuatannya tidak seperti orang biasa.
Kim Hwa tak bisa melawan. Ia hanya bisa memasrahkan diri dan mencoba tenang.
Kau pasti bisa Kim Hwa! Jangan sampai ayah malu karena kemampuan putrinya yang buruk. Kim Hwa mengangguk sendiri meyakinkan dirinya.
Semoga bukan penyakit yang aneh. Jadi aku tidak perlu takut dihukum mati. Kim Hwa menatap ke langit sebisanya untuk memohon pada Tuhan.
.
.
"Nona! Nona! Tunggu kami!"
Para pelayan selir itu berlari mengejar dengan kewalahan.
"Nona, Nona jangan menyepelekan hal ini. Bagaimana jika penyakit yang mulia itu memang menular?" Xiao Qi, pelayan pribadi Selir Kehormatan Yue Xi itu mencegah majikannya masuk ke dalam kediaman kaisar.
Yue Xi mengangguk mengiyakan dan berhenti tepat di depan pintu kediaman kaisar, dan memahami kekhawatiran pelayannya.
Sedangkan An An, pelayan pribadi Selir Luan Lu juga ikut mencegah majikannya untuk masuk. "Nona, jika Nona sampai tertular juga, ibu suri bisa marah besar. Kalau Nona sakit, semuanya jadi bertambah cemas dan direpotkan. Yang mulia sakit, dan Nona juga sakit..." bujuk An An.
"Uhuk uhuk uhuk!" Suara batuk itu terdengar hingga luar kediaman.
Mendengar itu, Luan Lu meronta agar An An melepas genggaman tangan pada lengannya.
"Tidak... Yang Mulia..." Luan Lu berlari masuk.
"Nona!" cemas An An. Dengan terpaksa ia juga harus ikut masuk untuk mendampingi Selir Luan Lu.
"Uhuk! Uhuk! Uhuk!!" Shen Wang sedang duduk di atas kasurnya. Ia terus membekap mulutnya dan tampak begitu tersiksa.
Shen Wang menoleh.
"Kenapa kau disini? Pergilah!" seru Shen Wang.
"Kenapa yang mulia?" lirih Luan Lu. Ia tak tahu mengapa ia dibentak barusan.
"Aku bilang pergi!!" bentak Shen Wang. "Uhuk!! Uhuk!!" Ia kembali membekap mulutnya.
Shen Wang sangat benci dikasihani. Apa lagi terlihat lemah dan sakit-sakitan di depan wanita. Ini semua karena didikan dari istana, laki-laki adalah makhluk terkuat yang tak punya kelemahan.
Luan Lu mundur beberapa langkah dengan mata berkaca-kaca.
"Nona..." cemas An An.
Ia langsung berbalik dan berlari pergi sekencang mungkin.
"Nona!" An An segera berlari menyusul.
Shen Wang hanya melirik sekilas dengan nafas terengah-engah.
Sementara itu Yue Xi hanya berani melihat Shen Wang dari jendela, setidaknya ia sudah memberi perhatian lebih dari Permaisuri Min Mi yang jijik dan menghindar dari kaisar. Ini adalah kesempatan yang bagus bagi Yue Xi untuk meningkatkan derajatnya di hati Shen Wang.
"Tutup jendelanya." ucap Shen Wang lirih.
"Baik!" jawab tegas pelayan-pelayan lain yang berada dalam kediaman itu.
Brak! Brak! Brak!
Tiga jendela ditutup secara bergantian.
Yue Xi menghela nafas berusaha sabar. Ia sudah bisa membayangkan seperti apa jadinya jika ia berteriak marah. Pasti tidak ada bedanya dengan Min Mi yang tak bisa mengontrol diri itu.
"Ayo Xiao Qi. Kita pergi." ucapnya.
"Baik, Nona."
Terdengar suara derap kaki yang tergesa-gesa tengah berjalan ke arah sana. Yue Xi menghentikan langkahnya dan menengok ke belakang.
"Siapa dia?" gumamnya.
A Yong membawa seseorang di sampingnya.
"Tunggu!" Yue Xi menghadang mereka berdua.
"Siapa dia?" tanya Yue Xi dengan tatapan tak suka.
Tampaknya gadis muda berparas cantik ini membuat Yue Xi merasa terancam.
"Gadis ini adalah Tabib Kim Hwa, putri tunggal dari Tabib Cheng. Ini perintah ibu suri. Selir Kehormatan Yue Xi mohon memberikan jalan." kata A Yong sembari menunduk singkat.
Mendengar bahwa tabib ini adalah utusan ibu suri, Yue Xi menahan diri lagi. Akhirnya ia bergeser memberi jalan walau tatapan sinisnya terus mengikuti Kim Hwa.
"Dia itu tabib? Aku tak suka." gumam Selir Yue Xi.
"Benar, Nona. Tabib Kim Hwa adalah anak dari Tabib Cheng." Xiao Qi menanggapi.
"Kenapa bisa lahir dengan wajah cantik begitu? Bagaimana kalau yang mulia jadi suka padanya?" bisik Yue Xi.
"Ah itu tidak mungkin, Nona. Permaisuri Min Mi yang begitu cantik saja tidak bisa membuat yang mulia jatuh cinta." celetuk Xiao Qi.
Yue Xi langsung melotot pada Xiao Qi.
Sedangkan Xiao Qi langsung menciut dan menunduk takut.
"Ampuni Xiao Qi, Nona." Xiao Qi langsung berlutut sampai ke tanah.
"Bangun." ucap Yue Xi.
Xiao Qi segera berdiri, ia masih menunduk takut. Bibir mungilnya itu terkadang suka ceplas-ceplos begitu saja.
"No-nona adalah istri kaisar yang paling cantik." kata Xiao Qi.
"Aku tidak menyalahkan. Min Mi memang cantik. Sayangnya ia hanya permaisuri boneka, kaisar tidak pernah menyukainya." Yue Xi tersenyum miring.
"Uhuk uhuk! Uhuk uhukk!"
Kim Hwa berjalan masuk perlahan. Mendengar suara batuk dari kaisar saja ia sudah takut setengah mati. Ancaman yang baru ia terima dari ibu suri membuatnya ketakutan.
"Jika kau berhasil menyembuhkan putraku, kau akan mendapat dua kotak sedang berisi perhiasan emas. Tapi kalau kau gagal menjalankan peran sebagai tabib istana, kau harus mati."
Kim Hwa membuka kembali matanya, siap tidak siap ia harus bisa lolos dari ujian ini. Selama ini ia gemar membaca, jadi hari ini harus bisa mempraktekkan.
A Yong berlutut sampai ke tanah.
"Yang Mulia, ini adalah Tabib Kim Hwa. Anak dari Tabib Cheng. Yang Mulia percaya saja, Yang Mulia pasti baik-baik saja." ucap A Yong.
Shen Wang belum pernah mau diobati oleh tabib lain selain Tabib Cheng. Tapi mendengar kalau Kim Hwa adalah anaknya Tabib Cheng, ia mencoba melihat parasnya.
"Tabib wanita?!" marahnya.
Kim Hwa langsung menunduk dan bergetar ketakutan.
"Benar, Yang Mulia. Tabib Cheng hanya punya seorang putri saja." A Yong menunduk merasa bersalah.
"Uhuuk uhuk! Uhuk uhuk!! Khuu khuu!" Karena merasa dalam kesempitan, Shen Wang tak bisa menolak untuk diobati.
Kim Hwa masih menunduk di tempatnya karena takut.
"Kau." Shen Wang menoleh pada Kim Hwa.
"I-iya, Yang Mulia?" Kim Hwa mencoba menatap mata kaisar walau jelas bahwa ia terlihat sangat ketakutan.
"Jangan bicarakan penyakitku pada siapapun. Jangan satu orangpun walau permaisuri, selir, atau ibu suri."
Kim Hwa berlutut sampai ke tanah. "Hamba berjanji." ucapnya.
"Baiklah uhuk!!" Shen Wang terbatuk lagi.
"Tuan, aku butuh semua peralatan meracikku." Kim Hwa menatap melas pada A Yong.
"Kau tidak membawanya??" A Yong menaikkan alisnya.
"Tuan terus menarik pergelangan tanganku. Aku bahkan tidak bisa bicara lagi." Kim Hwa menggeleng.
"Khuu khuu!" batuknya terdengar semakin parah.
"Baik aku akan mengambilkan semuanya. Tapi Tabib Kim Hwa, panggil aku A Yong saja. Seorang tabib akan memanggil pelayan pribadi kaisar dengan namanya." A Yong pergi begitu saja.
"Be-benarkah." gumam Kim Hwa dengan gugup.
Karena sifat kutu bukunya, ia sampai jarang bergaul. Selama ini siapa saja yang bekerja di istana akan ia panggil tuan.
"Hahh..." Terbatuk tanpa henti membuat Shen Wang merasa sangat kelelahan. Ia segera merebahkan dirinya sembari membuang nafas.
"Yang Mulia!"
Kim Hwa langsung berlari mendekat dengan panik. Ia tak ingin dihukum mati hari ini juga. Kaisar Shen Wang tak boleh pingsan atau sekarat sekarang.
"Yang Mulia! Bertahanlah!" Kim Hwa memanggil-manggil. Dengan panik ia meraih pergelangan tangan Shen Wang dan memeriksa nadinya.
"Detak jantung masih ada. Iramanya biasa saja. Ada perasaan ganjal artinya ada yang sedang sakit dalam tubuhnya." gumam Kim Hwa bertubi-tubi dengan mata tertutup demi merasakan nadi sang kaisar.
Perlahan Shen Wang membuka matanya dan menoleh kepada Kim Hwa. Ia terus memperhatikan betapa paniknya Kim Hwa saat ini.
Tak terasa ia menahan tawa. Gadis di sebelahnya ini panik bukan main seakan nyawanya sendirilah yang terancam. Padahal memang begitulah kenyataannya, jika kaisar tidak sembuh, nyawanyalah yang jadi taruhan.
"Yang Mulia baik-baik saja?" Kim Hwa secara spontan bertanya begitu menyadari tatapan mata Kaisar Shen Wang.
"Yang Mulia sudah sadar?" tanyanya lagi.
"Aku tidak pingsan. Kau ini tabib sungguhan apa bukan? Memangnya tidak bisa tahu?"
Kim Hwa menunduk takut lagi saat Kaisar Shen Wang memarahinya.
"Khuu khuu! Khuu! Khuu!"
"Yang mulia. Apa Anda merasa pilek?" tanya Kim Hwa.
Kaisar Shen Wang menggeleng.
"Apa batuknya berdahak?" tanya Kim Hwa.
Kaisar Shen Wang mengangguk.
Kim Hwa melihat ke sekitar dan mendekati seorang pelayan kediaman kaisar. "Tuan, bisa ambilkan tempat kosong yang tak terpakai?" tanyanya dengan hormat.
"Ah ada, Tabib. Ini." Pelayan itu dengan sigap menyediakan keperluan Kim Hwa.
Shen Wang meliriknya dari sana masih dengan tangan yang membekap mulutnya.
Tabib kerajaan mana yang memanggil seorang pelayan dengan sebutan tuan, selain Kim Hwa yang bodoh ini?
Shen Wang menggeleng sendiri, entah siapa yang mengobatinya ini. Shen Wang bertanya-tanya 'Apa tampang Kim Hwa yang bodoh ini bisa dipercaya untuk menyembuhkan dirinya?'.
"Panggil mereka pelayan." Suara parau itu menyadarkan Kim Hwa.
"Memanggilnya pelayan?" Kim Hwa bertanya lagi dengan ragu.
"Ya. Seperti kamu memanggil pelayan sendiri di kediaman para tabib." kata Kaisar Shen Wang.
"Ooh begitu ya." Kim Hwa mengangguk-angguk dan bergumam sendiri.
Bodoh. batin Shen Wang.
Sementara Kim Hwa menunduk dan merutuki ketidaktahuannya.
"Tabib. Badanku rasanya mulai panas dingin." kata Shen Wang.
"Ah panas dingin? Be-berarti ada infeksi." Kim Hwa berlari kecil mendekat.
"Pe-permisi yang mulia."
Mau menyentuh kening Kaisar Shen Wang untuk memeriksanya saja Kim Hwa meminta ijin.
"Apa Tabib Cheng tidak pernah mengajarimu?"
"Soal apa yang mulia?"
"Tabib tidak perlu ijin untuk memeriksa. Apa ayahnya jenius dan anaknya bodoh?" Shen Wang tersenyum.
Kim Hwa menunduk lagi.
"Jangan menunduk terus. Kau terlihat semakin bodoh."
Kim Hwa kembali menegakkan dagunya dan menyentuh kening Kaisar Shen Wang tanpa permisi.
"Cukup demam. Apa Yang Mulia sempat terluka?" tanya Kim Hwa.
Kaisar Shen Wang menggeleng.
"Hanya pernah mendapat pukulan disini." Shen Wang menyentuh dada kanannya.
"Apa itu masih nyeri?" tanya Kim Hwa.
Shen Wang mengangguk-angguk.
"Itu sebabnya aku dipaksa pulang dari medan perang. Apa lagi aku terserang batuk." Shen Wang menggeleng seakan tak mau mengakui kelemahan tubuhnya.
"Uhuk uhuk!!"
"Yang Mulia, bila ada dahaknya harus dikeluarkan." Kim Hwa menyodorkan wadah kayu yang sedari tadi ia pegang.
Shen Wang meludahkan dahaknya kesana.
Dari sekali lihat, Kim Hwa langsung paham apa yang sedang terjadi.
"Dahak berbusa." gumamnya.
Shen Wang meliriknya dengan penasaran.
"Dahak berbusa, panas dingin karena luka dalam, luka dalam yang nyeri, merasa kelelahan, dan batuk kronis." ucap Kim Hwa dengan mata tertutup seakan ia sedang mengingat sebaris kalimat dalam buku obat-obatannya.
"Apa?" Shen Wang menyela.
"Yang Mulia. Aku tahu obatnya. Ini ada di buku yang ayahku berikan padaku." Mata Kim Hwa berbinar-binar bagai anak kecil yang menemukan mainan. Ia yakin seratus persen bila resepnya sudah pernah diketemukan, ia tak akan salah apa lagi sampai dihukum mati.
Shen Wang menatap keceriaan si bodoh itu dengan mulut setengah menganga.
"Tabib Kim Hwa. Ini peralatan meracik obatmu." A Yong datang kembali dengan pelayan-pelayan yang membantu membawakan barang di belakangnya.
"Uhuk uhuk!" Shen Wang kembali terbatuk.
"Tabib Kim Hwa! Hamba mohon sembuhkan kaisar!!"
Kim Hwa berjalan mundur karena kaget. A Yong memohon hingga tersungkur dan memegang salah satu kaki Kim Hwa.
"I-iya." jawab Kim Hwa sebisanya.
"Aku butuh bahan bahan obatnya. Tuan tolong carikan untukku." katanya dengan polos.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!