Di atas ranjang tempat tidur, seorang bocah laki-laki berusia enam tahun terbaring lemas diatasnya. Sedangkan sosok wanita yang terus berada di sampingnya berusaha untuk tegar dan tidak menangis.
"Adnan, putraku! Bunda yakin kamu pasti kuat dengan semua cobaan ini, maafkan Ayah dan juga Bunda karena belum bisa membahagiakan kamu!" Jihan adalah sosok seorang istri sekaligus seorang ibu yang sangat tegar, enam bulan sudah Putranya mengalami sakit Autoimun kronis. harta benda yang mereka miliki sudah habis tak tersisa untuk biaya pengobatan putranya, namun tak ada perubahan sedikit pun, Jihan dan juga Rama yakni suaminya sempat putus asa akan cobaan yang tak kunjung berakhir.
"Mas, apakah sebaiknya kau mencoba meminjam uang kepada Tuan Mahesa? Kita sudah tidak memiliki apapun bahkan sisa uang di tabungan sudah nol rupiah, tinggal uang yang ada di dalam dompetku ini saja yang masih tersisa!" Jihan menunjukan seluruh isi dompetnya kepada suaminya.
Rama Sampai melotot dan menjambak rambutnya."Tiga ratus ribu? Uang segitu tidak akan cukup Jihan, tapi baru saja bulan kemarin kita meminjam uang kepada Tuan Mahesa, aku malu Jihan, padahal aku baru bekerja empat bulan sebagai supirnya!" Rama sampai berdecak kesal, karena sisa gajinya telah habis di potong untuk membayar hutang-hutangnya selama ini dan hanya menyisakan lima ratus ribu saja, Rama sampai frustasi dengan keadaannya saat ini.
"Lantas bagaimana dengan putra kita Mas? Aku tidak mau sampai Adnan Kenapa-kenapa!" kini Jihan sudah tidak kuasa membendung air matanya, meskipun ia berusaha untuk tetap tegar, namun kali ini ia telah menunjukan betapa rapuhnya ia saat ini, rasanya begitu berat menjalankan hidup yang seperti ini.
"Kamu yang sabar Jihan, nanti aku akan coba untuk meminta bantuan Tuan Mahesa kembali, semoga ia bisa mengerti dan mau memberikan bantuan kepada kita!"
"Iya Mas, semoga saja!" lalu Jihan memeluk erat suaminya, ia menangis pilu dalam pelukannya.
Rama begitu terpukul saat melihat sang istri menangis seperti itu, ia merasa telah menjadi sosok suami dan Ayah yang gagal, karena tidak bisa membahagiakan keluarga kecilnya.
Kediaman Lesmana.
Plak!
Plak!
kedua pipi seorang gadis cantik telah terlukis bekas tamparan hingga bersemu merah oleh Papahnya sendiri.
Kini Tuan Mahesa Lesmana sudah tidak bisa menahan amarahnya ketika kecurigaannya selama ini terhadap putri semata wayangnya telah terbukti.
"Dasar anak tidak tahu di untung, Papah jauh-jauh mengirim kamu kuliah sampai keluar negeri agar kau bisa menjadi putri kebanggaanku dan mengelola perusahaan Papah untuk kedepannya, tapi apa hah? Kau telah membuat malu keluarga Lesmana? Apa jadinya jika sampai Kakek dan Oma tahu semua ini hah, bagaimana kalau keluarga besar kita tahu jika kau telah mencoreng nama baik keluarga Lesmana yang sangat terpandang!" amuknya sudah tidak bisa ia kendalikan.
"Ampun Pah, tolong maafkan Mayang, Mayang terlalu bodoh karena mudah percaya degan semua bujuk rayunya Willy, dia malah kabur dengan wanita lain, dan tidak mau bertanggung jawab." Mayang berupaya mendapatkan pengampunan dari Papahnya, ia sampai mengatupkan kedua tangannya dan bersujud di atas kedua kakinya.
"dasar anak bodoh, kau sama bodohnya dengan mendiang ibumu, aarrrkkhhhh..sial!" Tuan Mahesa sampai mengepalkan tangan, ia jadi teringat akan mendiang istrinya yang sama sekali tidak pernah ia cintai, menikah karena suatu perjodohan bukanlah keinginannya selama ini.
Kini Tuan Mahesa pergi meninggalkan putrinya seorang diri di dalam kamarnya.
Tes!
Tiba-tiba ia meneteskan air matanya, rasa kecewa teramat dalam terhadap putrinya telah membuatnya serasa remuk dan juga hancur, Mayang adalah putri yang selalu ia banggakan kini telah membuat dirinya sangat kecewa.
"Tuan, apakah anda baik-baik saja?" tanya Hans assiten pribadinya yang sudah puluhan tahun mengabdi padanya.
"Entahlah Hans, aku benar-benar merasa sangat kecewa dan semua harapanku telah hancur oleh kebodohan putriku sendiri!" Tuan Mahesa sudah tidak bisa berkata apapun lagi, ia benar-benar tidak habis pikir dengan semua kejadian ini.
"Anda harus sabar Tuan, memang cobaan seperti ini serasa tidak adil, tapi ambillah semua hikmahnya, setiap masalah yang datang pasti ada solusi untuk mengatasinya, anda harus bisa bersikap ikhlas dan juga bijak." perkataan dari Hans memang ada benarnya.
Kini Tuan Mahesa mencoba untuk menenangkan dirinya sejenak agar bisa menetralisir hatinya yang berkecamuk menjadi satu antara kecewa, marah dan juga sedih meratapi nasib putrinya yang saat ini telah berbadan dua.
Tak lama Rama datang untuk bertemu dengan Tuan Mahesa.
"Maaf Rama, kalau tidak ada hal yang lebih penting sebaiknya kau tidak menganggu istirahatnya Tuan Mahesa, karena beliau saat ini sedang mendapatkan banyak masalah!" tegas Hans.
Akhirnya Rama memutuskan untuk segera pergi, ia pun merasa sedih karena usahanya kali ini telah gagal, namun ia tidak patah semangat, Rama akan mencoba menemui kembali Tuannya besok pagi.
Keesokan harinya.
"Hans, kemarin Rama ingin bertemu denganku ya?"
"Benar sekali Tuan, dan sepertinya sangat penting!" jawabnya meyakinkan.
Kemudian Tuan Mahesa termenung sejenak."Kasihan juga dengan nasib putranya, padahal masih sangat kecil untuk menanggung penyakit mematikan seperti itu." ucapnya yang merasa iba akan kehidupan sopir barunya tersebut, tidak bisa di pungkiri baru kali ini Tuan Mahesa merasa cukup dekat dengan seorang sopir selain dengan Hans sang Assisten, menurutnya Rama adalah pria yang ulet dan juga cerdas, hanya saja nasib baik tidak berpihak padanya.
"Apakah dia sudah datang Hans?"
"Sudah Tuan, sekarang Rama telah menunggu Tuan di halaman depan, dia sudah ada di dalam mobil" tegasnya.
Tuan Mahesa tersenyum tipis, lalu ia bergegas pergi menuju lantai dasar, ia sempat menatap sekilas pintu kamar putrinya, yang sedari kemarin tertutup rapat, sepertinya Mayang enggan untuk keluar dari dalam kamarnya, dan Tuan Mahesa telah memerintahkan kepala ART yakni Bu Linda untuk merawat dan memenuhi kebutuhan putrinya.
Setelah itu, Tuan Mahesa segera pergi untuk menemui Rama, sedangkan Rama saat ini terlihat gelisah, ia takut jika Tuannya tidak akan meminjamkan uang padanya karena sudah terlalu sering ia melakukan hal itu.
Kecemasan Rama terlihat jelas oleh Tuan Mahesa, kemudian ia segera mendekatinya.
"Selamat pagi Rama! Kata Hans, kemarin malam kau mencariku, boleh tahu kenapa?" Tuan Mahesa menatap dalam Rama yang tertunduk ke arahnya.
Ia pun mencoba mengumpulkan keberaniannya untuk mengatakan apa yang ingin ia katakan sedari malam.
Lalu Tuan Mahesa mengajak Rama untuk duduk sejenak di atas kursi sofa ruang tamu
"Maaf beribu maaf Tuan Mahesa, sebenarnya saya sudah sangat malu mengatakan hal ini, namun hanya andalah saat ini satu-satunya harapan saya!"
Mendengar Rama berkata seperti itu, Tuan Mahesa sampai mengerutkan dahi.
"Coba kau katakan apa masalahmu, aku bisa melihat dari raut wajahmu yang terlihat kusut seperti itu." ujarnya yang terus memperhatikan Rama.
"Jadi begini Tuan, bisakah anda meminjamkan saya pinjaman uang untuk biaya pengobatan anak saya? Saat ini kondisinya tidak ada perubahan sama sekali, Tuan dan saya mendapatkan saran dari Dokter spesialis anak, agar Adnan di bawa ke rumah sakit spesialis Auto imun, dan setelah saya menanyakan informasi, Rumah Sakit tersebut tidak menerima asuransi dalam bentuk apapun, dan mau tidak mau saya harus membayar biaya pengobatan putraku tanpa bantuan asuransi pemerintah!" akhirnya Rama merasa lega karena ia bisa mengatakan apa yang seharusnya ingin ia katakan dari semalam.
Kemudian Tuan Mahesa menghela napas panjangnya."setelah semalaman aku berfikir, sepertinya kau bisa membantu masalahku, Rama! Aku akan membiayai pengobatan anakmu, tapi kau juga harus membantuku, bagaimana apa kau setuju?" Tua Mahesa sampai menatap dalam Rama, berharap Rama memberikan jawaban yang ia harapkan.
"Saya pasti akan membantu anda Tuan, Tuan Mahesa adalah orang yang baik, mana mungkin saya tidak membantu kesulitan Tuan!" jawabnya tanpa tahu kesulitan seperti apa yang sedang di hadapi oleh Tuannya.
Mendengar Rama berkata seperti itu, Tuan Mahesa merasa lega, sedangkan Hans sedari tadi hanya menyimak percakapan mereka berdua dan ia sendiri sangat penasaran terhadap Tuannya yang meminta bantuan kepada Rama.
"Kalau saya boleh tahu, apa yang bisa saya bantu untuk anda, Tuan?"
Kemudian Tuan Mahesa menatap tajam ke arahnya dan dengan mantapnya ia mulai mengatakan apa yang ingin ia katakan." Rama, apakah kau mau menikahi putriku?"
"Apa?" Rama sampai terbelalak karena kaget tidak percaya atas permintaan dari Tuan Mahesa.
Bersambung...
🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Rama sampai menelan ludah berkali-kali, ia masih tidak percaya atas permintaan dari Tuannya tersebut.
Sambil duduk bersandar di atas kursi Sofa ruang Tamu, Tuan Mahesa menunggu jawaban dari Rama.
"Tapi maaf Tuan, apa alasan Tuan ingin menikahkan putrinya Tuan dengan Saya, bukankah Tuan telah tahu kalau saya sudah menikah dan memiliki satu anak!" tegasnya untuk mengingatkan.
Lalu Tuan Mahesa menghela napasnya sejenak."Ya, aku tahu hal itu Rama, aku menerima mu bekerja di sini karena untuk menggantikan posisi pak Syarif, Pamanmu! Mengingat beliau sakit terkena diabetes, Pak Syarif dan dirimu sama-sama memiliki sifat yang baik dan menjunjung tinggi sikap disiplin, sejak pertama kali aku bertemu denganmu, aku langsung suka, dan kau lihat kan sampai sekarang dirimu masih tetap menjadi pegawai ku!" ujarnya berusaha menjelaskan asal muasal dirinya bisa bekerja dengan Tuan Mahesa.
"Tapi maaf Tuan, mengapa anda ingin menikahkan putri anda dengan saya? Saya benar-benar tidak mengerti dengan maksud dan tujuan anda ini!" Rama berusaha mencari jawaban yang logis dari Tuan Mahesa
Akhirnya Tuan Mahesa menceritakan peristiwa naas yang telah menimpa putrinya selama kuliah di luar Negeri, dan saat ini Mayang baru dua minggu menetap di tanah air, Rama sendiri belum pernah berpapasan langsung dengan putrinya Tuan Mahesa, karena keseharian Rama lebih sering berada di perusahaan milik Tuannya.
Rama terkejut tidak percaya dengan musibah yang telah menimpa putri dari Tuannya yang selalu ia anggap baik dan bak dewa penolongnya.
"Kamu cukup memberikan identitas untuk calon cucuku, dan menikah selama dua tahun dengan putriku, setelah itu kau boleh menceraikan Mayang, dan bisa kembali hidup bersama dengan istrimu!" perkataan dari Tuan Mahesa begitu entengnya, sehingga membuat Rama sedikit kesal padanya, baginya suatu pernikahan bukanlah hal yang main-main, pernikahan merupakan suatu ibadah dan itu sangatlah sakral karena berurusan langsung dengan sang Maha pencipta.
"Maaf Tuan, sepertinya saya tidak bisa melakukan hal itu, saya tidak bisa menyakiti Jihan Istriku, selama ini ia selalu setia menemaniku hidup dalam suka dan duka!"
Mendengar Rama berkata seperti itu, Tuan Mahesa sempat kecewa di buatnya, lalu ia mencoba mencari cara lain agar Rama mau menerima tawarannya.
"Aku akan memberikanmu imbalan sebesar 10 M jika kamu mau mengabulkan permintaanku, Rama! Menurutku kamu adalah pria yang pantas dan bisa aku harapkan saat ini, apalagi ini menyangkut nama baik keluarga Lesmana." Tuan Mahesa terus berupaya membujuk Rama agar mau menyetujuinya.
Rama malah terdiam sejenak, saat ia mendengar Tuannya akan memberikan imbalan dengan jumlah yang fantastis, kini ia mencoba untuk memikirkannya kembali, selain itu saat ini ia dan istrinya sangat membutuhkan biaya untuk putra mereka berobat, dan berharap bisa segera di sembuhkan.
"Kalau begitu beri saya waktu, Tuan. Saya tidak bisa memutuskan masalah ini seorang diri, walau bagaimanapun istriku berhak tahu!" jawabnya dengan penuh ketegasan.
Seketika senyum cerah terbit di bibir Tuan Mahesa
'Itu sebabnya aku memilihmu Ramadhan, kau begitu menyayangi keluargamu dan sangat bertanggung jawab, apalagi masalah pekerjaan, kau sangat berdedikasi dan juga ulet, aku suka type pria sepertimu, harusnya Mayang mencari calon suami seperti dirimu, bukannya si brengsek itu!' keluhnya dalam hati.
Menjelang malam, setelah selesai mengantarkan Tuan Mahesa sampai di rumahnya, akhirnya Rama bergegas pergi menuju Rumah Sakit, dimana istri dan Putranya masih berada di sana.
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam." jawab Jihan berbarengan dengan Adnan, putra semata wayang mereka.
Kemudian keduanya mencium punggung tangan Rama secara takzim.
"Bagaimana keadaan Adnan hari ini, Jihan?" tanyanya sembari mengusap kepala putranya dimana rambutnya kian menipis, sampai terlihat kulit kepalanya yang samar, kali ini sekujur tubuh putranya terdapat ruam berwarna merah dan cukup banyak.
Tiba-tiba Adnan mengalami gatal-gatal kembali di sekujur tubuhnya.
"Jangan di garuk nak, ingat apa kata pak Dokter tadi!" Jihan mencoba memperingatkan putranya
"Tapi ini gatal sekali Bun!" jawabnya yang terus saja menggaruk-garuk di sekitar area tangan dan sekujur tubuhnya, tak lama Adnan mengalami sesak nafas, Jihan dan Rama menjadi panik di buatnya dan Rama bergegas pergi memanggil Dokter.
Tak lama Dokter datang dan langsung melakukan tindakan terhadap putra mereka
Jihan kembali menangis saat menyaksikan putranya tersiksa seperti itu, pikirnya mengapa dunia begitu tidak adil terhadap seorang anak kecil yang tak berdosa, rasanya ia ingin sekali yang menggantikan posisi putranya.
Setelah mendapatkan penanganan dari tim medis, akhirnya kondisi Adnan bisa kembali normal dan ia langsung tertidur dengan pulas karena telah di bantu oleh ventilator, yakni alat bantu napas.
Lalu Jihan serta Rama diminta untuk segera menghadap Dokter Jonathan, Dokter spesialis Reumatologi yakni spesialis alergi dan imunologi.
"Dok, bagaimana dengan keadaan putra kami?" Rama bertanya dengan raut wajahnya yang panik, sedangkan Jihan terus menggenggam tangan suaminya, hanya suaminya lah yang bisa membuatnya untuk selalu tegar.
"Jadi begini Pak Ramadhan dan juga Ibu Jihan, kondisi pasien saat ini sudah memasuki tahap kronis, jika tidak segera ditangani lebih intensif, maka penyakit ini akan semakin terus menggerogoti organ vital lainnya, saat ini saja pasien sudah terserang di bagian paru-paru, atau biasa di sebut Rheumatoid Arthirtis yakni pasien mengalami sesak napas disertai gatal-gatal di kulit dan juga terdapat ruam, alangkah baiknya kalian selaku orang tuanya pasien mengikuti saran yang pernah saya katakan tempo hari, karena sudah banyak pasien Auto imun yang berhasil selamat dan sembuh, kenapa saya sampai menyarankan hal ini, itu semua karena keponakan saya juga salah satu pasien di rumah sakit tersebut, meskipun memang tidak bisa menggunakan jaminan asuransi kesehatan apapun baik swasta ataupun Negeri, tapi sistem pengobatan di rumah sakit Edelweis memang sudah tidak diragukan lagi!" tuturnya.
Akhirnya setelah selesai mendapatkan penjelasan serta diagnosa dari Dokter Jonathan, Rama kembali teringat akan tawaran dari Tuan Mahesa, dan ia cukup ragu membicarakan masalah ini terhadap Jihan sang istri.
Kini keduanya duduk di kursi ruang tunggu pasien, tak lupa Jihan menanyakan soal pinjaman dana terhadap suaminya.
"Jadi bagaimana Mas, apakah Mas Rama sudah mendapatkan pinjaman dari Tuan Mahesa?" Jihan terlihat antusias menanyakan hal tersebut.
Kemudian Rama malah diam mematung, entah kenapa lidahnya terasa kelu untuk mengatakan syarat yang telah diajukan oleh Tuan Mahesa, ditambah jumlah imbalan yang sangat fantastis dan tentunya bisa merubah kehidupan keluarga kecilnya serta membawa putranya berobat di Rumah Sakit Edelweis, sesuai rekomendasi dari Dokter Jonathan.
Rama sempat menghela napas sampai berkali-kali, dadanya bergemuruh ia takut seandainya Jihan mengetahui syarat yang pastinya akan menghancurkan perasaanya.
"Mas, kok malah diam sih? Bagaimana mengenai pinjaman dana kepada Tuan Mahesa? Apakah beliau mau membantu kita? Aku butuh jawabanmu sekarang Mas, sudah tidak ada waktu lagi untuk kesembuhan putra kita, Mas dengar sendiri kan tadi Dokter Jonathan memberikan diagnosa dan saran seperti apa?" Jihan seolah mendesak suaminya akibat keputusasaan yang kian menguasai dirinya. Rasa takut kehilangan akan sosok putranya semakin menghantui pikirannya.
Akhirnya Rama dengan mantapnya mengatakan kepada sang istri atas syarat yang telah diajukan oleh Tuan Mahesa.
Sambil mencengkram kuat kedua bahu istrinya, akhirnya Rama mulai mengatakannya.
"Tuan Mahesa akan membantu semua biaya pengobatan putra kita dan memberikan kehidupan yang layak untuk kita, asalkan aku mau menyanggupi syarat darinya, yakni...!" seketika perkataannya melayang di udara, dan tentunya membuat Jihan semakin di selimuti rasa penasarannya
"Apa syaratnya Mas, ayo cepat katakan?" pintanya sudah tidak sabar.
Kemudian Rama kembali menghela napasnya."Syaratnya aku harus mau menikah dengan putrinya Tuan Mahesa, karena ia telah hamil di luar nikah dan kekasihnya tidak mau bertanggung jawab!"
Deg!
Sontak perkataan dari Rama bagaikan petir yang telah menyambar dirinya, sakit itu sudah pasti, Jihan pun langsung terdiam tak bergeming, air matanya jatuh semakin deras, tangisnya pecah tanpa bisa ia tahan.
'Yaa Rabb...cobaan apalagi ini? Mengapa semuanya begitu berat!' jeritnya dalam hati.
Bersambung...
🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Jihan terhuyung dan jatuh ke atas lantai saat Suaminya berkata demikian, matanya sampai terbelalak, entah kenapa kedua kakinya serasa tak bertulang, ia tidak pernah menyangka jika harus kembali menelan pil pahit dalam hidupnya.
Rama yang melihat Jihan serapuh itu, ia menjadi tidak tega, tapi apa mau dikata, ia tidak ingin menyimpan tentang semua ini seorang diri, apalagi ini semua menyangkut masa depan rumah tangganya.
Rama berusaha mengangkat tubuh sang istri, dan menempatkannya ke atas kursi.
"Jihan, tolong maafkan aku! Selama tujuh tahun kita mengarungi bahtera rumah tangga, aku belum bisa membahagiakanmu dan juga putra kita, aku benar-benar seorang lelaki yang tidak berguna, aku telah membuat kau sering tersakiti seperti ini!" Rama berkata yang sejujurnya dari relung hatinya yang paling dalam, ia merasa telah gagal menjadi seorang Suami untuk keluarga kecilnya.
"Mas, memangnya tidak ada cara lain untuk mendapatkan pinjaman selain kau menikahi putrinya Tuan Mahesa?" Jihan belum bisa menerima syarat yang menurutnya begitu berat untuk di jalankan, tapi ia juga kembali berpikir bahwa keselamatan putranya adalah di atas segalanya dan sudah tidak bisa mengulur-ulur waktu lagi, yang ada nanti nyawanya tidak bisa tertolong.
Akhirnya Jihan memutuskan untuk pergi ke Mushola dan melaksanakan solat malam di sana, memohon petunjuk dari sang pencipta agar ia bisa secepatnya mengambil keputusan yang tepat.
Begitu juga dengan Rama, ia pergi mengekori istrinya menuju mushola, selagi Putra mereka tertidur pulas, dan kebetulan letak mushola tidak jauh dan masih di lantai yang sama, yakni lantai tiga Rumah Sakit.
Setelah melaksanakan solat malam bersama di dalam mushola, baik Rama dan juga Jihan, keduanya merasa cukup tenang, dan bisa kembali berfikir secara jernih.
Kini keduanya duduk bersebelahan, lalu Jihan mulai menghela nafasnya sejenak, dan dengan mantapnya akhirnya ia mengatakan sesuatu yang tidak di duga-duga oleh Rama.
"Mas, sebaiknya kau setujui saja permintaan dari Tuan Mahesa, karena hanya itulah satu-satunya cara yang bisa menyelamatkan Adnan, Aku sudah tidak bisa melihat putra kita terus menderita seperti ini."
Kemudian Rama menggenggam dengan sangat kuat kedua tangan istrinya."Jihan, apakah kau yakin dengan keputusanmu itu? Apa kau siap dimadu olehku? Aku saja rasanya masih begitu berat melakukan hal itu, aku tidak mungkin mengkhianati pernikahan kita!" kali ini giliran Rama yang tidak setuju atas keputusan istrinya.
"Mas, kita lakukan semua ini demi kesembuhan putra kita! Apakah Mas tidak ingin melihat Adnan sembuh secara total dan bisa bermain bersama teman sebayanya? Apakah Mas tega mendengar tangisan putra kita kerap kali merasakan sakit di sekujur tubuhnya?" perkataan dari Jihan memang ada benarnya, dan sudah tidak ada waktu lagi untuk terus berpikir mencari jalan lain selain menikahi putri dari Tuan Mahesa.
"Tapi, bagaimana dengan dirimu, Jihan? Aku benar-benar tidak sanggup menyakitimu dengan cara seperti ini."
"Mas tolong dengarkan aku, bukankah Tuan Mahesa hanya meminta Mas menikahi putrinya selama dua tahun saja, setelah itu Mas bebas untuk menceraikannya, betul begitu?" Jihan mencoba bertanya kembali untuk memastikan perkataan dari suaminya.
Dan Rama hanya mengangguk dalam atas pertanyaan dari Jihan.
"Jadi kau mengizinkan aku untuk menikahi putrinya Tuan Mahesa?" tanyanya masih tidak percaya.
"Iya Mas, demi kesembuhan putra kita, ini adalah kesepakatan kita bersama!" ujarnya mantap.
Akhirnya Rama memeluk tubuh sang istri tercinta, lalu mencium pucuk kepalanya.
"Terimakasih Jihan, semoga keputusan kita ini bisa membuat keluarga kecil kita selalu bahagia di kemudian hari, meskipun selama dua tahun ini kita harus menjalani kehidupan yang pahit, aku yakin kau dan aku akan kuat menghadapinya, buktinya hujan badai saja bisa kita lalui bersama, apalagi kalau cuma hujan gerimis seperti ini!" jawabnya seolah menyemangati dirinya dan juga istrinya
Keesokan harinya
Mendengar kabar jika Mayang seharian tidak mau makan, akhirnya Tuan Mahesa mulai murka atas kelakuan putrinya yang seperti itu.
"Dasar anak tidak tahu diri, sudah membuat malu, sekarang malah membuat ulah! Belum puas kah kau membuatku kesal?"amuknya mulai murka. Kemudian Tuan Mahesa bergegas menuju kamar putrinya sekaligus ia ingin memberi tahu soal rencananya untuk menikahkan putrinya dengan Rama, yakni sopir pribadinya, dan pastinya Mayang akan sangat syok dengan keputusan Papahnya tersebut.
"Apa Pah, menikah? Aku tidak mau menikah dengan pria lain, selain dengan Willy!" tolaknya sambil tangan di lipat di atas dada, wajahnya terlihat angkuh dengan menaikan sedikit dagunya ke atas.
"Kau masih mengharapkan pria brengsek itu hah? Pokoknya Kau tidak akan pernah bisa menolak rencananya Papah, jika kau masih ingin Papah anggap sebagai anak, maka kau turuti perintah ku, Faham kamu!" desaknya tidak mau tahu.
Mayang yang mendengar hal itu benar-benar tidak terima atas keputusan sepihak Papahnya.
"Pah, sebaiknya aku tidak usah menikah saja, biarkan aku melahirkan darah dagingku tanpa sosok suami di sisiku!"
Perkataan dari Mayang malah membuat Tuan Mahesa semakin tersulut emosi padanya.
"Keputusan Papah sudah bulat, kau akan menikah secepatnya sebelum perutmu terlihat membuncit! Papah akan menyimpan aibmu ini terhadap Kakek dan juga nenekmu! Apa jadinya jika sampai mereka tahu? Kau akan dijadikan daging cincang oleh mereka, kau tahu kan jika kakek dan Nenekmu adalah mantan seorang mafia?" dengan sengaja Tuan Mahesa berkata seperti itu, dan memang rencananya ia ingin menakuti putrinya yang sangat keras kepala.
Mayang langsung diam seketika, ia tidak berani berkata apapun jika sudah berkaitan dengan Kakek dan juga Neneknya.
"Lantas dengan siapa Papah akan menikahkan aku?" tanyanya dengan nada penasaran.
Mendengar putrinya bertanya seperti itu, Tuan Mahesa malah tersenyum puas.
"Kau akan menikah dengan sopinya Papah!"
Duar!
Mayang sampai melotot dan kedua matanya seperti mau copot, ia terlihat syok ketika Papahnya mengatakan hal itu.
"Pah, apakah Papah sudah tidak waras ingin menikahkan Aku dengan Pak Syarif, pria gendut dan sudah bau tanah? Kalau seperti itu caranya lebih baik aku tidak usah di akui sebagai anaknya Papah!" geramnya sampai mengepalkan tangan.
Tuan Mahesa yang mendengar hal itu, ia malah tertawa terbahak-bahak, rupanya di dalam pikiran putrinya jika Pak Syarif masih menjadi sopir pribadinya, padahal pada kenyataannya saat ini Rama lah yang telah menggantikan posisinya.
"Mana mungkin Papah menikahkan kamu dengan Pak Syarif, mangkanya kalau papah ngomong itu dengarkan sampai selesai, jangan main asal potong saja perkataan Papah!" Tuan Mahesa sampai menggeleng kepalanya atas peristiwa yang cukup menggelikan.
"lantas siapa lagi Pah? Setahuku sopirnya Papah cuma Pak Syarif doang!" jawabnya masih dengan melipat kedua tangannya di atas dada.
"sekarang Papah sudah tidak mempekerjakan Pak Syarif lagi, karena beliau telah sakit, dan saat ini Rama yang telah menggantikan posisinya, dan kebetulan Rama adalah keponakannya Pak Syarif." tegasnya
"Jadi namanya Rama? Tapi kenapa Papah harus menikahkan aku dengan seorang sopir? Apa tidak ada pria yang lain lagi, yang posisi jabatannya lebih mentereng!" kali ini Mayang melakukan protes terhadap Papahnya.
Kemudian Tuan Mahesa malah menghela napas panjangnya."Rama adalah orang yang aku percaya sama halnya dengan Hans, itu sebabnya Papah lebih memilih Rama ketimbang orang lain, apakah kau mau Papah nikahkan dengan Hans, hah?" Tuan Mahesa malah menggoda putrinya.
"iy uhhh....jangan tambah ngaco deh Pah, lama-lama perkataan Papah gak jelas!" keluhnya sembari mempertontonkan bibirnya yang kerucut.
Kemudian giliran Mayang yang menghela napas panjangnya, rasanya ia belum rela jika harus menikah dengan pria pilihan Papahnya.
"hanya saja, Rama sudah memiliki seorang istri dan juga satu anak!" sambung Tuan Mahesa
Lagi-lagi Mayang di buat kembali terkejut atas penjelasan dari sang Papah, kepalanya sampai menggeleng.
"Aih...Papah jangan gila deh, masa aku mau dijadikan istri kedua oleh pria yang profesinya cuma seorang sopir, nanti aku mau dikasih makan apa Pah, Sama rumput?" kelakarnya malah mengejek.
"Sudahlah kau diam saja, Papah sudah mengatur semua rencana ini, dan nanti malam kau akan Papah pertemukan dengan calon suamimu, Faham kamu!" ucapnya penuh penekanan.
Mayang yang mendengar hal itu hanya bisa pasrah atas keputusan Papahnya.
'Aku bersumpah akan membuat si sopir tidak tahu diri itu mundur dari pernikahan ini, aku yakin jika dia berniat ingin memanfaatkan Papah, tidak akan pernah aku membiarkan hal tu terjadi, awas saja kamu, Rama!' ancamnya dalam hati.
Bersambung...
🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!