NovelToon NovelToon

Kotaro -The Untold Stories

BAB 1- KELAHIRAN YANG DIHARAPKAN

malam itu, malam ke 21, bulan Uzuki, tahun ke 19 Tenbun.

malam itu takkan dilupakan oleh kedua laki istri tersebut. malam yang dihiasi oleh hembusan kasar badai ditambah dengan prosesi gerhana bulan. warna sang dewi malam terlohat merah saga bagai berlumur dengan darah sang Amaterasu Omikami yang terhantam bayangan bumi. pepohonan nyaris tak mau tegak, terbanting-banting tak tentu arah diseluruh hamparan permadani hijau propinsi Ushu Tandai

warga desa yang melakukan ronda malam dihinggapi kekhawatiran yang tak menentu. mereka melindungi diri ditepian atap alang-alang yang terobrak-abrik bagai batang-batang padi yang acak-acakan, tak rapi. desa itu bagai mengalami serangan brutal dari para yaksa yang tak kelihatan.

disebuah rumah yang terletak diujung desa, seorang wanita berjuang sekuat tenaganya, bertaruh nyawa, berupaya melahirkan sang jabang bayi ke dunia. entah mengapa, sang bayi masih betah memerangkap dirinya dalam jepitan bibir liang peranakan sang ibu.

seperempat batok kepalanya terkadang timbul tenggelam diselingi erangan dan jeritan kesakitan sang ibu yang telah mencapai batas ambang kekuatannya dan terjebak dalam rasa lelah yang luar biasa. sang ibu, hanya bisa megap-megap, terperangkap diantara rasa sakit melahirkan dan kesukaran untuk meraup udara dikarenakan paru-parunya seakan hampa akibat terlalu banyak menghamburkan energi kedalam otot-otot perutnya agar mampu mendorong sang bayi agar segera keluar.

bidan terus mengurut dan menekan perut seraya memanjatkan doa berbahasa sanskerta kepada para dewa agar sang ibu dimudahkan melaksanakan proses kelahirannya.

ditengah hembusan badai dan pekikan halilintar yang memekakkan kolong langit, sang ibu berhasil melaksanakan tugasnya dengan penuh kepayahan. sang bayi lahir dengan selamat.

sang suami hanya menarik napas lega. bidan itu menyerahkan sang bayi kepada lelaki itu. sejenak si lelaki mencium sang bayi kemudian meletakkan bayi itu dekat ibunya.

"Kau berhasil, Akane." kata si lelaki seraya menggenggam jemari wanita itu dengan erat. wanita itu tersenyum layu.

"Berterima kasihlah kepada para dewa, Churro." desah Akane disela napasnya yang pendek-pendek. Churro mengangguk.

Churro memandangi bayi itu. ada sedikit rasa heran dalam hatinya. bayi itu berkulit begitu putih, bahkan mendekati pucat. rambutnya berwarna merah bagai lidah api yang menjilat-jilat. namun selebihnya, Churro tak perduli. ia memilih rasa bahagia diatas rasa penasaran yang sedikit menggelitik hatinya.

sang bidan membuka suara, "Berhati-hatilah. malam ini tak seperti biasanya. kurasa banyak siluman yang bergentayangan. aku nggak ingin 'Kasabake' menemukan putramu dan menculiknya."

"Baiklah, Nyonya Bidan." jawab Churro sambil merapikan pakaiannya yang sedari tadi basah oleh keringat. suami yang berbahagia itu menatapi istrinya fan tersenyum.

"Aku akan segera kembali." kata Churro.

"Kau mau kemana?" tanya Akane dengan khawatir. wanita itu masih sangat membutuhkan kehadiran suaminya. Churro menggeleng dengan lembut.

"Aku harus menjagai sawah-sawah yang dipercayakan Tuan Gonsuke kepadaku." tolak Churro.

Akane mulai terisak. "Kau tega meninggalkanku? kenapa tidak besok saja kau kembali? bukankah mereka mengetahui kalau aku hendak melahirkan? kau hendak mengabaikan pesan bidan tadi?"

Churro tersenyum, "Aku bisa saja berbuat begitu. tapi, kau sudah tahu kalau mereka nggak perduli dengan hal itu? sudah banyak penduduk yang terperangkap dengan kelicikan rentenir itu. kalau dia tahu aku tak menjagai sawahnya malam ini, bisa-bisa gajiku tak dibayarkan. lalu, dengan apa kita memberi makan bayi kita?"

"Ah. kau hanya mencari alasan, supaya bisa meninggalkanku." rajuk Akane.

Churro tertawa pelan, "Aku janji, kalau aku bohong, aku akan ketemu si Nona Kuchisake dan rela diguntingnya."

Akane mendesah dan menatapi Churro.

"Andai aku nggak keburu menggadaikan sawah peninggalan kedua orang tuaku, tentu takkan begini akhirnya." Akane mengungkap penyesalannya dengan isakan kemudian mencium sang bayi yang menggeliat merespon sentuhan induknya.

"Jangan ingatkan aku tentang hal itu. segalanya telah terjadi. yang kita lakukan sekarang adalah memperbaiki dan membesarkan putra kita dengan baik." tandas Churro sambil membungkuk dan membelai pipi istrinya, menghapus air mata yahg mengalir deras dari kedua bola mata yang bengkak itu.

"Jangan khawatirkan aku. perhatikan saja kesehatanmu. istirahatlah dengan baik. besok sore, aku akan kembali dan kita akan bersama lagi."

Churro bangkit dan berbalik melangkah meninggalkan ruangan itu. tinggallah Akane, sang bayi, dan bidan yang dimintakan bantuan untuk menjagai rumah dan wanita yabg sedang nifas itu. malam itu tetap diributkan dengan henbusan badai bercampur geraman guntur dan raungan halilintar.

tentunya, bau harum bayi segar akan memancing kaum yokai (bangsa siluman) mendekati gubuk. bau anyir darah persalinan akan memancing beberapa ekor 'kappa' mendekati dan hendak menjilatinya, bahkan jika tidak waspada, akan memakan sang bayi.

untuk menakuti setan setan itu, bidan mempersenjatai dirinya dengan cangkul dan garpu rumput. Akane sendiri tertidur kelelahan. untuk memberi ruang sang bayi untuk mengambil napasnya, bidan sedikit melonggarkan pelukan wanita itu terhadap bayinya.

BAB 2- PENGHARAPAN YANG DIHANCURKAN

Suasana perang yang menyelimuti seantero negeri ikut menyumbangkan udara beracun yang membawa pergi bebauan dari mayat-mayat prajurit yang bergelimpangan dan membusuk akibat pertempuran yang tergelar demi ambisi pribadi yang dilandasi nafsu hewani setiap Penguasa yang ingin menguasai sepetak kata yang disebut 'kekuasaan'.

sedikit banyak peperangan telah berhasil menjebak seantero negeri ke dalam kejatuhan ekonomi yang parah. pemberontakan kaum petani silih berganti dengan peperangan antar para penguasa wilayah.

intrik dalam keluarga keshogunan Ashikaga memancing kerusuhan dalam negeri, memaksa setiap daimyo mendirikan benteng dan menggelar perang, menandakan lemahnya kendali pihak keshogunan terhadap bawahannya sendiri. suasana makin diperparah dengan teror politik yang dijalankan segolongan pendeta yang berdiam di gunung Hiei, memaksa agar mereka juga diberikan kekuasaan untuk mengontrol negeri bersama kaum samurai yang mengabdi kepada keshogunan sebagai perpanjangan kekuasaan dari pihak istana selatan.

saat ini, Uesugi Kenshin memegang jabatan Kanrei yang membawahi wilayah sekitar Kanto sebagai utusan kekaisaran jepang. beliau menggunakan pangkat Danjo Shohitsu mendapat tugas untuk mengamankan wilayah kekuasaannya dari teror suku Emishi. bagaimanapun, kekaisaran jepang hanya sebagai lambang pemersatu negeri. selebihnya, segala kekuasaan dipegang oleh pihak keshogunan secara turun temurun sejak jaman Kamakura.

insiden Meinoseiken sangat melemahkan kedudukan pihak keshogunan Ashikaga yang berdiam di Kamigyo. dan peperangan dipicu oleh peristiwa Kamigoro, semakin membuat negeri carut marut.

Nobunaga dari keluarga Oda kemudian tampil menyuarakan Tenka Fubu, yaitu persatuan kekuasaan dibawah kepemimpinan Kaisar Jepang. propaganda ini berjalan bagus, meskipun sebenarnya hanya merupakan alat untuk mendapatkan dukungan dari pihak istana selatan. sedangkan keluarga Hojo kemudian bersekutu dengan keluarga Imagawa dan keluarga Takeda dalam perjanjian Kososun untuk menghadapi Uesugi Kenshin paska perang Kawanakajima yang telah berlangsung selama 5 periode.

***

Churro mempercepat langkah berpacu dengan waktu ditengah guyuran hujan yang deras. pria itu berusaha mengusir rasa dingin yang lama mengganggu kulitnya. bayangan si jabang bayi yang baru lahir berkelebat terus di ingatannya, terus menerbitkan gembiranya hingga lelaki itu tak sekalipun memperdulikan sengatan hawa dingin yang menusuk kulitnya. yang terpenting saat ini adalah segera mendapatkan upah untuk bekal menghidupi keluarganya yang telah bertambah satu jumlah anggotanya.

langkah Churro tak melambat jua meski sandal jeraminya telah berbalut buntalan lumpur disebabkan menginjak permukaan tanah yang becek sejak semalam tersiram hujan deras akibat badai. ia tak memiliki tujuan lain, kecuali segera tiba dirumah si rentenir, Gonsuke, untuk meminta haknya sebagai buruh tani disawah milik saudagar tersebut.

menjelang subuh, ia tiba di kediaman sang saudagar yang banyak di jagai oleh para 'yojimbo'. para centeng itu dulunya adalah mantan-mantan samurai yang kehilangan hak dikarenakan kalah dalam peperangan. setelah kematian tuannya, hidup mereka tak tentu arah. hanya mengandalkan kecakapan seni pedang mereka, untuk mencari sesuap nasi bagi perut yang setiap hari minta diisi. sebagian mantan samurai menjadi kaum 'ronin' sedang sebagian dari mereka menjadi 'yojimbo' dirumah-rumah judi yang dikelola kaum 'yakuza'.

Gonsuke sebenarnya adalah anggota Genyosai (yakuza) yang menjadikan kedok pedagang sebagai sarana mencuci uang haramnya. dikediamannya, ia menjalankan bisnis renten, menjebak siapapun yang membutuhkan dana cepat untuk menghidupi keluarganya. Churro dan Akane sebenarnya termasuk salah satu korban. Gonsuke melihat sifat ulet dan kerja keras dalam diri Churro membuatnya mengijinkan lelaki itu menjadi buruh disalah satu lahan pertanian yang dikelolanya.

Churro tiba di depan gerbang yang dijaga seorang 'yojimbo' bersenjata tombak. lelaki itu membungkuk dan menyapa.

"Permisi, apakah Tuan Gonsuke ada dirumah?"

"Oh Churro..." balas penjaga itu, "Majikan ada didalam. masuk saja."

Churro membungkuk sejenak lalu masuk. dihalaman ia menggosok-gosokkan sandal jeraminya yang berselimut lumpur kemudian melangkah menuju teras. di dalam ruangan terlihat Gonsuke sedang duduk setengah berbaring dilayani beberapa 'oiran' panggilan dari rumah bordil milik kenalannya.

Churro sekali lagi membungkuk. pria itu berdiri saja didepan teras menjaga sandal jeraminya yang berlumpur agar tidak mengotori 'tatami' di dalam ruangan itu.

"Selamat pagi, Tuan." sapa Churro.

Gonsuke hanya mengangguk. "Kenapa kamu disini, Churro? setahuku kau disawah. apakah sudah waktunya panen? apakah hujan semalam tak mengganggumu?" tanya saudagar itu.

Churro kembali membungkuk, "Maaf sekali lagi Tuan. malam tadi, istriku melahirkan... jadi..." kata-katanya tak berlanjut ketika Gonsuke langsung bangkit dan membentak.

"Berarti kau meninggalkan pekerjaanmu?" seru saudagar itu dengan marah. Churro langsung membungkukkan tubuhnya beberapa kali.

"Maafkan saya Tuan. setelah itu saya kembali melaksanakan tugas saya mengawasi persawahan. hujan semalam syukurnya tak membuat banjir pematang. hanya saja, panen baru bisa dilakukan pekan depan." kata Churro.

"Lalu, apa urusanmu disini?" todong Gonsuke dengan datar.

Churro kembali membungkuk, "Saya datang mengharap gaji saya, Tuan."

kedua mata Gonsuke melebar, "Apa? meminta gaji? kau sudah gila ya?!" saudagar itu maju beberapa langkah hingga jarak keduanya menjadi dekat. "Kau sudah banyak berhutang padaku, Churro! tahu berapa hutangmu? 300 ryo...300 ryo! kau takkan bisa membayarnya!"

Gonsuke jongkok dan menatapi Churro yang menunduk diteras. tatapannya bengis, "Semuanya sudah kupotong pada penghasilanmu, ditambah bunga atas gadaian sawah yang hingga saat ini tak mampu kau lunasi. kau, tidak memiliki gaji...Churro." jawab Gonsuke dengan seringai mengejek.

Churro langsung bersujud diteras itu. dengan wajah pucat menyingkirkan rasa malu, ia menghiba.

"Sekali ini, mohon kasihani saya, Tuan. saya sangat membutuhkan uang itu. istri saya baru saja melahirkan. bayi kami butuh asupan yang layak."

Gonsuke tertawa. " Churro, kurasa kau meminta saja ditempat lain. kau nggak punya hak disini." saudagar itu berdiri. " Kerjakan saja tugasmu dan menyingkir sajalah dari sini." ujarnya seraya berbalik dan mengibas-ngibaskan tangannya, mengusir lelaki itu.

Churro tetap berlutut dan tegar dalam sikapnya. " Kumohon sekali ini Tuan. kasihanilah saya. uang itu sangat saya butuhkan."

namun kelihatannya Gonsuke tak mendengarnya, atau pura pura menganggap lelaki itu tak ada. ia menjauh di ikuti para ******* tersebut meninggalkan Churro sendirian diteras. lelaki itu begitu kecewa, mengangkat kepalanya, menatapi langkah santai si majikan yang tak tahu diri itu. Churro bangkit dan menyapu debu yang menempel di lututnya. dengan gontai, ia melangkah meninggalkan kediaman tersebut.

BAB 3- HARAPAN YANG MASIH BELUM SIRNA

Akane sedang menyusui bayinya ketika Churro tiba dengan wajah letih. pria itu menutup pintu lalu duduk diteras dapur, mengipasi wajahnya yang bermandikan keringat dengan handuk kecil buatan istrinya. tubuhnya kepayahan dikarenakan perjalanan jauh namun tanpa membuahkan hasil. majikan brengsek itu tidak memberikan gaji, dengan dalih menutupi segala pembiayaan yang timbul akibat menjamin sawah milik Churro yang belum dilunasinya. lelaki itu mendesah.

Akane mendengar desahan suaminya. curiganya timbul. " Ada apa Churro? kau kelihatan tidak memiliki semangat."

mendengar teguran istrinya, Churro terkejut dan langsung menyingkirkan kesedihannya kemudian memasang wajah gembira agar sang istri tidak menyadari kesialannya hari itu.

" Aku lelah karena perjalanan jauh." kilahnya seraya membalikkan wajahnya yang memancarkan kegembiraan palsu semata-mata agar istrinya tidak curiga kalau lelaki itu diusir oleh rentenir tersebut.

" Mana gaji yang kau janjikan?" tanya Akane.

Churro tertawa, " Aku belum sempat memintanya. " kata lelaki itu berbohong lagi. " Majikan tidak berada ditempat. mungkin ia melakukan perjalanan ke Kyoto."

" Lalu dengan apa kita makan? lihatlah sisa beras, tidak cukup untuk makan hari ini." keluh wanita itu.

sejenak Churro merutuki kebejatan Gonsuke, namun lelaki itu kembali berdiri tegak.

" Sementara ini, aku akan mencari pekerjaan lain. kamu tenang sajalah." tandas Churro mendekati Akane. sejenak lelaki itu mengerutkan alisnya menatapi wajah Akane yang pucat sewarna tepung kanji.

" Kau sakit? wajahmu pucat." kata Churro seraya membelai pipi istrinya.

Akane tersenyum layu. " Mungkin aku kelelahan. apalagi belum sebutir nasi juga yang masuk saat ini." jawabnya.

Churro mengencangkan rahangnya membendung kemarahan kepada kekurang-ajaran si rentenir yang menolak memberikan haknya. lelaki itu berbalik menuju dapur dan memeriksa tong penyimpan beras. benar saja. tong itu nyaris kosong. dengan tangan, Churro meraup sisa-sisa beras yang sekarang muat dalam genggaman tangannya. lelaki itu tersenyum kecut dan melangkah menuju tungku. ia menuang beras yang tak cukup segenggam itu kedalam panci kemudian menyalakan tungku.

hari itu Churro melayani sepenuh hati sang istri meski dengan ransum yang tidak cukup. ia berinisiatif memasak bubur encer hanya untuk Akane. wanita itu harus mendapatkan asupan gizi agar sang bayi tidak kekurangan zat-zat baik dalam tubuhnya. bubur encer itu telah masak dan lelaki itu menyendok makanan nyaris cair itu kedalam mangkuk kayu kemudian membawa hidangan yang masih mengepulkan asap ke hadapan Akane.

" Untuk saat ini, nikmatilah ini dahulu. nanti kalau aku sudah mendapat pekerjaan lagi, aku akan membeli beras untuk kebutuhan 3 hari mendatang." kata Churro berupaya menghibur istrinya. lelaki itu menyendok bubur itu, meniupnya sedikit dan menyuapkannya kepada Akane.

" Kau tidak makan?" tanya Akane setelah melahap sesendok bubur yang disuapkan suaminya. Churro menggeleng sambil tersenyum.

" Aku tak begitu lapar. mungkin, ini pengaruh luapan kegembiraan karena lahirnya bayi kita." kata Churro dengan senyum lucu. lelaki itu kembali menyuapkan bubur kepada istrinya.

" Kau sudah menamainya?"

" Aku menunggumu memberikannya nama." kata Akane.

Churro diam sambil terus menyuapi istrinya yang kelelahan akibat kehilangan banyak energi ditambah harus menyusui anaknya.

" Bagaimana kalau anak ini kita namai KOTARO?"

" Kotaro?" desis Akane.

" Kotaro!" tandas Churro sambil tersenyum, memamerkan giginya, lalu kembali menyuapi Akane.

" Kotaro...putra Churro..." gumam lelaki itu sambil terus tersenyum.

****

Sehari sudah Churro menjelajahi kampung demi kampung untuk memohon pekerjaan. namun tak ada satupun keluarga desa yang kaya berminat memberinya pekerjaan. kerontokan ekonomi membuat rakyat-rakyat menjadi apatis dan pesismis terhadap pemerintahan negeri. kerusuhan akibat perseteruan politik para tuan tanah memicu hancurnya ekonomi kerakyatan.

mengapa orang-orang di Kamigyo itu tidak segera menemukan penyelesaian untuk mengatasi konflik berkepanjangan ini? rakyat banyak yang menjadi imbas dan tumbal perseteruan tak berkesudahan ini.

bunyi menggeram mulai terdengar diperut Churro. lelaki itu sejak tadi belum makan apapun. ia lebih mengutamakan istrinya. pria itu harus segera mendapatkan uang. dengan gontai ia menyusuri jalanan desa.

tiba-tiba terdengar suara menyapanya.

" Ah, Churro... kau dari mana saja?" tanya pria tersebut yang berpapasan dengannya. Churro gelagapan karena kaget.

" Ah, i..iya. saya baru dari desa seberang." kata Churro dengan ramah.

pria itu sejenak mengamati penampilan lelaki tersebut. ia sudah paham keadaan dari orang dihadapannya, namun tetap juga ia bertanya.

" Apa yang hendak kau lakukan?"

" Aku mencari pekerjaan. namun kelihatannya, orang-orang disana tidak membutuhkan pekerja sepertiku." tanpa sadar, Churro membuka rahasianya.

pria itu terkekeh, " Ah, kau butuh pekerjaan? ikutlah denganku." ajak pria itu. " Pekerjaan ini kelihatannya memang layak untukmu."

Dengan semangat, Churro membungkuk lalu menjajari langkah lelaki disisinya kembali menyusuri jalanan setapak.

...ooOOOoo...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!