NovelToon NovelToon

Sebatas Pendamping (Derita Yang Tak Berujung)

POV Yumna

Dua tahun berlalu kehidupan yang indah telah sirna dimana perusahaan ayah ku mengalami kebangkrutan, dan ayah di tuduh korupsi bahkan rumah kita di sita oleh bank, ayah harus mendekam di balik jeruji besi, ibu sok berat sehingga mengalami serangan jantung membuat nya meninggal dunia. Beruntung ada suami dan anak ku yang selalu membuatku untuk tetap tegar, meski gaji suami ku tak begitu banyak tapi cukup untuk biaya anak ku yang mengalami kelainan jantung. Tapi Tuhan menguji lagi dimana suami ku pulang bekerja mengalami kecelakaan yang merenggut nyawanya. Biaya perawatan anak ku tak murah sehingga dengan terpaksa rumah satu-satu nya peninggalan suami ku harus ku jual.

"Tuhan, semua yang ada di dunia ini kuasa mu, kuatkan hamba agar bisa terus menjalani takdir mu" doa ku tulus.

Waktu terus berlalu dan kini saat nya menjalani hari-hari dengan bekerja, saat siang aku bekerja di sebuah pabrik meski hanya sebagai OG tapi aku bersyukur masih ada yang menerima ku di saat semua perusahaan mem-black list ku. Dikala malam aku mencari tambahan bekerja di sebuah cafe.

"Dengar-dengar nanti bos besar mau kesini" ucap rekan-rekan ku saat di ruang ganti.

"Wah,, kita harus kerja ekstra dong" keluh salah satu dari mereka.

"Maka dari itu, segera siap-siap, nanti pak Yanto datang marahin kita lho" ajak yang lain. Selesai bersiap kita berkumpul untuk mendapat tugas dari pak Yanto.

"Luna dan Tirta kalian di lantai dua, Asep dan Bagus kalian membersihkan lobi dan kamu Tiara dan Yumna kalian bersihkan ruangan meeting dan ruang CEO" titah pak Yanto.

"Baik pak" angguk kami serempak, kita mulai bertugas masing-masing.

"Yumna, kita naik lift aja!" ajak Tiara pada ku.

"Naik tangga aja Ti, nanti kalau dimarahin gimana, lift kan khusus petinggi" tolak ku. Tiara mendengus tapi dia masih mengikuti ku naik tangga. Ruang CEO memang lebih besar dari yang lain apalagi di dalam nya dilengkapi kamar guna untuk istirahat. Selesai membersihkan ruangan aku menyusul Tiara yang membersihkan ruangan meeting dan saat istirahat kita sudah selesai dengan pekerjaan kita. Beruntung aku mendapatkan rekan-rekan yang baik, kadang kala aku terhibur dengan aksi kocak mereka.

"Biar strong, aku bawakan kamu makanan yang banyak Yumna!" kata Asep seraya menyodorkan satu mangkok soto beserta nasi pada ku.

"Terima kasih kang Asep" ucap ku. Sementara yang lain hanya menatap dengan senyuman.

"Ayo dimakan, bos besar akan datang selesai istirahat lho!" seru Tiara. Semua mengangguk dan mulai menyantap makan siang.

Drtt.. Drtt..

"Sebentar ya, aku angkat dulu!" kata ku pada semua. Aku pun beranjak agak menjauh dan mengangkat panggilan dari rumah sakit.

"Hallo.. APA"

"Baik saya akan segera kesana dok" kata ku seraya menutup panggilan dari rumah sakit.

"Ada apa Yumna?" tanya Tiara menghampiri ku.

"Maaf, aku harus ke rumah sakit!" kata ku pada Tiara.

"Ya sudah kamu hati-hati, biar nanti kita yang bilang pada pak Yanto dan Bu Hana" ucap Tiara.

"Ayo ku antar" tawar Tirta. Tapi segera ku tolak aku tak ingin merepotkan mereka semua.

"Tidak terima kasih, biar saya naik ojek saja, saya pergi dulu" pamit ku. Rekan-rekan ku mengangguk.

Di lorong rumah sakit aku terus berlari menuju bangsal dimana seorang yang sangat berarti untuk ku terbaring tak berdaya.

"Bertahan lah nak, aku mohon tuhan, jangan ambil dia" lirih ku berdoa pada sang Kholik.

Langkah kaki ku terhenti dimana dokter telah keluar dari kamar dimana anak ku terbaring.

"Dok,," lirih ku. Dokter menghela nafas panjang dia mengajak ku ke ruangan nya.

"Kondisi Atrial septal defect anak anda berukuran besar dan kita harus segera melakukan operasi untuk penutupan lubang pada anak anda Bu Yumna"

Deg!

Sudah tak bisa lagi air mata ini ku bendung, dokter mungkin iba melihat ku.

"Lalu berapa biaya untuk operasi nya dok?" cicit ku. Dokter menyerahkan kertas pada ku, sempat ku simak dunia seakan runtuh.

"Du-a ratus ju-ta" kata ku tercekat.

"Ya Bu, itu hanya biaya untuk operasi, rumah sakit hanya bisa membantu untuk rawat inap nya saja Bu" terang dokter.

"Dok, apa bisa biayanya menyusul?" tanya ku. Sayangnya dokter menggeleng.

"Maaf kan saya Bu"

'Ya tuhan, dua ratus juta uang dari mana aku' lirih ku ketika keluar dari ruangan dokter Riki.

"Nak, yang kuat ya sayang, ibu sayang sama kamu" tangis ku pecah ketika melihat anak ku yang tak berdaya dengan banyak selang menempel di tubuhnya.

Semalaman aku terjaga dan memikirkan bagaimana caranya aku mendapat kan uang sebegitu banyak. Haruskah meminjam pada Bu Hana dan tak mungkin aku pinjam Gala teman sekaligus bos di cafe tempatku bekerja. Ya, cuma itu satu-satu nya jalan semoga Bu Hana bersedia membantu ku.

Tok.. Tok..

"Masuk!" pinta Bu Hana dari dalam.

"Permisi Bu" ucap ku sopan ketika masuk. Bu Hana menatap ke arah ku.

"Yumna, ada apa?" tanya nya pada ku. Jujur sangat sungkan dan gugup tapi aku harus bicara pada Bu Hana.

"Maafkan saya Bu!" lirih ku menunduk. Bu Hana nampak memperhatikan ku dengan serius.

"Ada apa Yumna?" tanya nya sekali lagi. aku pun mendongak lalu mengatakan maksud ku.

"Maaf kan saya Bu, mungkin saya terlalu lancang"

"Ada apa Yumna katakan!"

"Bu tolong pinjamkan saya uang untuk biaya operasi anak saya" lirih ku dengan penuh harapan. Bu Hana terdiam sejenak lalu dia menarik nafas panjang

"Memangnya berapa Yumna?" tanya Bu Hana.

"Dua ratus juta"

"APA!" reflek Bu Hana. Aku pun tertunduk dengan diam.

"Maaf Yumna, uang sebanyak itu saya tak punya, kalau pun uang perusahaan saya juga tidak bisa dengan muda meminjamkan begitu saja" ujar Bu Hana. Ya, aku sadar tidak mungkin perusahaan akan dengan muda meminjamkan uang dua ratus juta dengan percuma.

'Ya tuhan, lalu aku harus cari uang dimana lagi?' batin sendu ku.

"Ibu benar, maafkan saya terlalu lancang, permisi Bu" ku mencoba beranjak untuk keluar dari ruangan Bu Hana.

"Tunggu Yumna!" cegah Bu Hana. Langkah ku pun terhenti lalu kembali menatap kearah Bu Hana.

"Coba kamu menemui pak bos, siapa tahu dia bisa membantu mu!" saran Bu Hana. Pak bos, bahkan aku pun belum pernah melihat pemilik pabrik ini selama bekerja disini.

"Nanti saya bantu bicara" lanjut Bu Hana seakan mengerti akan keraguan ku.

"Terima kasih Bu" ada sedikit harapan meski tak pasti tapi semoga ini adalah jalan yang di tunjukkan oleh tuhan.

Marry Me And Be My Slave

Tok.. Tok.. Tok..

Ku coba mengetuk pintu dimana ruangan CEO berada, tadi Bu Hana bilang jika aku di suruh menemui Pemilik Pabrik ini yaitu Pak Prayoga nama nya. Kata Bu Hana beliau orang nya baik. Dan semoga saja beliau bersedia meminjamkan uang untuk ku.

"Masuk!" seruan dari dalam. Aku pun membuka pintu meski tangan ini bergetar tapi aku harus bisa, semua demi anak ku.

"Permisi tuan" ucap ku seraya melangkah masuk. Terlihat pak Prayoga fokus pada layar komputer nya sehingga wajah nya tidak begitu kelihatan.

"Duduklah!" serunya tanpa beralih pada layar komputer yang ada di depan nya. Aku pun duduk, meski jujur aku merasa ragu.

Hening, tak ada satu kata pun yang terucap, aku yang masih takut dan ragu untuk berkata apa tujuan ku sedangkan dia masih fokus pada pekerjaan nya. Sampai sepuluh menit berlalu.

"Apa tujuan mu?" dia yang mulai bertanya. Aku pun memberanikan diri untuk mendongak.

Deg!

"KA-MU" kata ku tercekat. Dia menyeringai seraya menatap ku dengan tatapan tajam.

"Hallo,, lama tak jumpa" kata nya dengan tajam. Aku sebisa ku mengendalikan diri ku.

"Kak Yoga" lirih ku. Ya, aku mengenal dia dulu dia adalah kakak kelas ku waktu kuliah.

"Hem,, Pantaskah kamu panggil nama atasan mu begitu?" cibir nya.

"Maaf pak" lirih ku menunduk. Terlihat sekilas dari ujung mata ku dia memperhatikan ku dengan pandangan yang sulit ku artikan.

"Katakan apa tujuan mu!" sarkas nya kemuadian. Aku mencoba mengangkat wajah ku lalu menatap nya.

"Saya mohon pak, bisa kah anda meminjamkan saya uang" lirih ku.

"Ck! lucu sekali, seorang Alana anak dari pengusaha kaya meminta bantuan pada seorang gelandangan seperti ku" sarkas nya begitu menusuk. Aku menunduk sebisa ku menahan butir air mata ku yang melupuk agak tidak menetes.

"Tolong saya bantu saya pak, saya bersedia melakukan apa saja, saya sangat butuh uang itu pak!" mohon ku, biar saja ku jatuh kan harga diriku tapi anak ku lebih penting. Jika pun aku harus disuruh bekerja seumur hidup tak di bayar pun aku rela asalkan anak ku tetap hidup.

"Ck!" dia hanya becedak serta tersenyum miris di iringi dengan tatapan menghunus.

"Kau yakin dengan ucapan mu?" tanya nya pada ku kemudian. Aku pun hanya bisa mengangguk.

"Fine, But there are a condition" lanjut nya aku pun segera menatap penuh tanya.

"Apa?"

"Marry me, and be my slave!"

Deg!

Kedua tangan ini ku cengkram erat, bagaimana bisa dia menginginkan aku menikah dan jadi budak nya.

'Ya Rabb, cobaan apa lagi ini?' batin ku begitu perih.

"Why?" tanya nya dengan enteng.

Aku masih terdiam untuk berfikir lebih jernih lagi, jika aku menolak harus ku dapatkan dari mana lagi uang untuk anak ku, aku tak boleh egois anak ku harus sembuh biar pun aku yang lara, dengan berat hati akhirnya aku mengangguk. Jujur aku sangat berat apalagi aku masih begitu mencintai suamiku.

"Sebegitu hina nya kau sampai menjual dirimu" cibir nya begitu menusuk. Aku terbelalak, tapi aku sadar memang perkataan nya benar adanya. Tapi sebisa ku coba menepis perasaan ku.

"Bisakah saya meminta uang nya sekarang" tanya ku. Dia terlihat menghela nafas kasar.

"Berapa yang kamu butuhkan?" tanya nya datar.

"Dua ratus juta" kata ku biarlah aku mempermalukan diri ini yang terpenting saat ini adalah anak ku. Dia terlihat menulis di atas cek lalu di sodorkan pada ku.

"Bawah ini, dan besok kau harus tepati janji mu!" tekan nya. Aku pun mengangguk.

"Jangan coba untuk berlari! karena dengan muda aku bisa menemukan mu!" ancam nya begitu menghunus.

"Anda tenang saja pak, aku bukan lah seorang munafik" balas ku. Dia pun mengibaskan tangan nya untuk menyuruhku pergi dari hadapan nya.

Tak butuh waktu lama aku segera berangkat ke rumah sakit, hari ini aku izin tidak masuk kerja dulu.

"Dok," sapa ku pada dokter Riki yang keluar dari bangsal anak ku.

"Bu, kondisi anak ibu semakin lemah" lirih dokter Riki pada ku.

"Dok, tolong lakukan operasi dan selamatkan anak saya dok, saya sudah bawah uang nya" ujar ku. Dokter Riki menatap sendu ke arah ku. Lalu dia mengangguk.

"Baik, suster siapkan berkas nya biar Bu Yumna bisa tanda tangani dan kita siapkan semua" seru dokter pada perawat.

"Baik dok" jawab perawat.

Dengan langkah gontai aku menghampiri anak ku yang terbaring lemah di atas brankar.

"Nak, yang kuat ya sayang" lirih ku menggenggam tangan mungil anak ku yang masih berusia 3 tahun sudah menderita dengan penyakit kelainan jantung sejak lahir.

"Permisi Bu, anda harus menandatangi ini!" kata perawat menghampiri ku seraya menyodorkan kertas agar ku tandatangani. Aku pun menerima dan membumbui tandatangan di atas kertas itu. Tak lama beberapa perawat datang dan membawa anak ku menuju ruang operasi.

"Ya Rabb, hamba mohon selamatkan anak hamba sembuhkan lah sakit yang di derita nya. Laa illaaha Illaa anta subkhaanaka Inni Kuntu minaddholimin"

Dua jam sudah aku menunggu di depan ruang operasi anak ku, dokter masih belum ada yang keluar dari dalam, membuat hati dan pikiran ku sangat takut dan harap-harap penuh kecemasan. Air mata ini seakan tak bisa surut terus menetes meski tangan ini selalu menyeka dengan penuh ketakutan dan harapan.

Ceklek..

Pintu terbuka segera aku berdiri dan bertanya pada dokter Riki yang keluar.

"Dok, bagaimana kondisi anak saya?" tanya ku penuh rasa khawatir. Dokter Riki mengulas senyum.

"Alhamdulillah operasi nya berhasil, kita tunggu anak ibu siuman" kata dokter Riki

"Alhamdulillah,," ucap syukur ku panjatkan.

"Boleh saya masuk?" tanya ku.

"Biar di pindahkan dulu" jawab dokter, aku pun mengangguk.

Saat malam tiba, ku tatap wajah anak ku yang terbaring lemah tanpa dosa. Ku genggam erat tangan mungil lalu ku cium penuh kasih.

"Nak, cepat sadar sayang dan kita main bersama, sudah lama kita gak jenguk ayah dan kakek. Mereka pasti nungguin kita sayang" lirih ku.

"Sayang, apa pun yang terjadi nanti, ibu selalu sayang pada Emir" ungkap ku tercekat.

Aku menarik nafas panjang. Besok adalah hari paling begitu berat yang harus ku jalani, dimana aku harus menepati janji ku, melepas masa janda ku dan menikah dengan seorang yang mungkin membenci ku.

"Mas, maafkan aku, hiks,, hiks" ku seka air mataku.

"Jujur sampai kapan pun aku akan tetap mencintai mu mas, aku terpaksa melakukan semua ini"

Sah

"Yumna, kamu di panggil pak Prayoga" Luna menghampiriku di lobi, beruntung aku sudah selesai membersihkan lobi.

"Terima kasih Luna" balas ku.

Ya, mungkin dia akan menagih janji ku kemarin. Jujur saja hati ini merasa takut. Karena dia tidak seperti kak Yoga yang dulu. Aku sadar jika dia membenci ku. Tapi aku harus hadapi semua ini karena ini lah jalan yang sudah ku pilih.

Tok.. Tok..

"Masuk!" pinta nya, dengan segera aku masuk, terlihat dia menatap dengan berang pada ku. Sebisa mungkin aku menunduk menyembunyikan ketakutan ku.

"Waktumu 5 menit untuk berganti baju!" seru nya.

"Ba-ik" kata ku terbata.

"CEPAT!!" bentak nya membuatku semakin takut, dengan cepat aku berlalu untuk berganti baju. Beruntung hari ini aku memakai hijab instan jadi tidak terlalu ribet. Tak ku sangka dia sudah menunggu di lobi, melihat ku dia berlalu keluar terlebih dahulu, aku pun menyusul.

"Cepat masuk!" seru nya saat kita berada di parkiran mobil. Aku pun masuk. Dia langsung melajukan mobil nya. Di dalam mobil hening, baik dia dan aku sama-sama terdiam. Aku tak tahu dia akan mengajak ku kemana, jujur saja pikiran ku masih berkecamuk sekaligus was-was mendapati dia menyetir mobil dengan kencang banyak kendaraan yang dia salip. Mencegah pun aku tak bisa hanya bisa memegang erat sabuk pengaman dan memejamkan mata di iringi doa dalam hati.

Ciiiitttt....

"Astagfirullah hal adzim" Badanku tersungkur ke depan dimana mobil terhenti.

"Buka mata mu, pergilah dan bilang pada ayahmu jika kau akan menikah!" ujar nya di saat aku membuka mataku perlahan, ternyata aku berada di depan lapas dimana ayahku terkurung. Ku beranikan menatap ke arah nya, wajah tegas dan tatapan tajam nya membuatku mengangguk.

"Baik" jawab ku lirih. Aku pun keluar dari mobil segera masuk ke dalam untuk menemui ayah yang sudah dua tahun di penjara.

"Alana.." panggil ayah ketika sipir membawanya duduk di kursi yang ada di depan ku. Aku pun mengulas senyum.

"Ayah, apa kabar? maaf Alana baru sempat berkunjung" ujar ku.

"Kamu sendirian? dimana Emir?" tanya ayah.

"Emir di rumah sakit ayah" jawab ku sendu. Ayah terdiam dia menatap ku sedih.

"Lalu siapa yang jaga? seharusnya kamu gak usah kesini, kamu temani anak mu" lirih ayah.

"Aku titipkan pada perawat ayah saat aku bekerja" jawab ku.

"Maafkan ayah Alana, kamu menderita karena ayah" cicit ayah.

"Ayah, jangan salah kan diri ayah terus, Alana tidak apa-apa, harus nya Alana yang meminta maaf pada ayah karena tidak bisa membebaskan ayah" lirih ku.

"Alana, jangan pikirkan ayah, sekarang bagaimana keadaan Emir?"

"Alhamdulillah Emir selesai di operasi, dan Alana kesini ingin bilang pada ayah" menarik nafas sejenak, ayah terlihat menanti kan kelanjutan dari ungkapan ku. Dengan mengulas senyum aku pun melanjutkan nya

"Alana akan menikah ayah"

Speechless. Mungkin itu yang di rasakan ayah. Butuh beberapa menit baru ayah mengulas senyum, senyum yang terlihat bahagia.

"Dengan siapa Alana?" tanya ayah, aku pun akan menjawab tapi ada sipir yang menghampiri kami

"Pak Idris anda ikut kami!" seru dua sopir itu pada ayah. Ayah pun mengangguk, lalu berpamitan padaku. Jujur saja aku begitu khawatir melihat ayah pergi bersama dua sipir itu.

"Ya Tuhan, jaga ayah dari bahaya!" doa ku.

"Kenapa lama sekali" sentak nya ketika aku kembali ke tempat parkir.

"Maaf!" kata ku.

"Cepat masuk dan ganti!" perintahnya menyodorkan paper bag pada ku.

"Aku cari to-"

"Masuk mobil, dan ganti di dalam!" tekan nya. Aku pun mengangguk dan mengikuti perintah nya. Beruntung kaca mobil ini kedap sehingga tidak tembus pandang. Ku buka isi dalam paper bag itu ternyata di dalam nya adalah kebaya. Sedih, jujur saja diri ini masih begitu mencintai almarhum suami ku. Tapi sekarang aku benar-benar harus menikah dengan orang lain.

Tok..Tok..

Kaca mobil di ketuk, segera aku berganti dengan cepat tak ingin lagi dia marah karena menungguku lama.

Klek..

Aku pun keluar dari dalam mobil seraya membenarkan kembali pasmina yang membalut kepalaku. Terlihat dia terdiam memperhatikan ku yang memakai kebaya putih dan jarik.

"Maaf pak!" ucap ku.

"Tuan, semua sudah siap!" ujar seorang lelaki yang seumuran nya menghampiri kita.

"Hem, ayo!" ajak nya pada ku. Kita pun masuk kembali ke dalam mobil dan di depan masjid yang ada di depan lapas mobil berhenti. Kita turun dia mengajak ku masuk ke dalam masjid dan betapa terkejutnya aku ketika mendapati beberapa orang duduk di serambi masjid dan salah satunya adalah ayah ku. Ayah ku menatap ke arah ku yang berjalan dengan pak Prayoga dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Sudah siap tuan Prayoga?" tanya sang penghulu. Dia pun mengangguk. Ayah nampak menarik nafas panjang lalu dia mengulurkan tangan nya pada pak Prayoga. Akad pun di mulai.

"Saya terima nikah dan kawin nya Alana Yumna Idris dengan mas kawin tersebut tunai"

Kata 'Sah' pun menggema di dalam masjid. Tak ada kata, selesai akad ayah segera di bawah kembali ke lapas. Sekarang aku kini sudah sah menjadi istri dari Galang Prayoga. Entah hanya sebatas status atau apa tapi yang pasti ini adalah sebuah penebusan hutang itulah yang ku tahu.

"Pulang kerja kau ambil barang-barang mu dan datang ke alamat ini!" perintah nya ketika kita dia menurunkan ku di depan pabrik. Aku pun mengangguk seraya mengambil kertas berisikan alamat rumah. Aku sadar sebagai seorang istri aku harus menyalami nya sebelum keluar tapi tangan ku segera di tepis oleh nya. Aku pun hanya diam lalu keluar dari dalam mobil menuju pabrik dan mulai bekerja kembali sebagai OG. Dan entahlah dia melajukan mobil nya entah mau pergi kemana. Akan bagaimana kehidupan rumah tangga ku nanti bersama nya.

Jam pulang kantor pun tiba, sebelum pulang aku akan mengunjungi anak ku dulu ke rumah sakit, dia pasti sudah menunggu ku datang. Seperti biasa aku akan membeli kue untuk perawat yang berjaga.

"Suster.." sapa ku pada perawat yang menjaga anak ku.

"Bu Yumna, Emir sudah minum obat, barusan dia tidur" kata suster pada ku.

"Terima kasih sus, sudah menjaga anak saya, ini untuk suster" balas ku seraya menyerahkan bungkusan kresek pada perawat.

"Terima kasih Bu Yumna, saya permisi" pamit perawat pada ku.

"Nak,," aku mengelus kepala anak ku dengan lembut, dikala semua yang menghantam kehidupan ku hanya dialah semangatku.

Drtt... Drtt..

"Assalamu'alaikum.."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!