NovelToon NovelToon

FABL : Rere Dan Ben Si Cowok Berengsek

01. Konflik berat.

Rere masih duduk termenung di bangku sekolahnya. Rok abu-abunya terangkat 5 centimeter ketika dia menyilangkan kakinya yang panjang semampai membentuk betis yang indah, walaupun terbalut kaus kaki putih setinggi lutut.

Wajah malasnya terlihat begitu kentara, siapa saja yang melihatnya pasti akan tau, kalo dia benar-benar malas.

Bu Santi guru biologinya menerangkan betapa pentingnya sistem metabolisme tubuh dan memerlukan omega 3 lebih banyak dari omega 6 untuk mendapatkan kesehatan tubuh yang positif. Tetapi pikiran Rere melayang entah kemana, tangannya menyangga dagunya yang malas untuk menengadah tegak, semua energinya hilang.

"Ya Tuhan..." keluhnya berkali-kali.

Kenapa jam terasa seperti berhenti, pikiran Rere entah berada di mana, tubuh dan pikirannya terasa mati, yang dia inginkan hanyalah pelajaran ini cepat usai.

Memang minggu ini adalah minggu yang berat untuk Rere. Dia baru saja bertengkar hebat dengan Lola sahabatnya sendiri yang juga satu sekolah. Pertengkaran mereka dikarenakan laki-laki yang disukai Lola ternyata menyukai Rere juga, sedangkan Rere sejak dulu juga memendam perasaannya untuk laki-laki yang sama, Albie.

Jujur saja Rere sangat menyukai Albie sudah sejak lama, tapi bagaimana bisa dia harus merelakan pertemanan nya dengan Lola? Tapi di sisi lain Rere juga memikirkan bagaimana perasaan nya kepada Albie.

Entah itu sebuah keputusan yang benar atau tidak tapi..

Rere bersumpah untuk mempertahankan persahabatannya dengan Lola dan mengesampingkan perasaannya demi sahabatnya itu. Baginya persahabatan lebih penting daripada pacar. Tetapi berbeda dengan Albie. Dengan tanpa menyerah dia terus mendekati Rere di sekolah untuk mendapatkan cinta teman sekolahnya. Hal itu membuat Lola semakin marah dan kecewa kepada Albie dan Rere. Rere berusaha mati-matian untuk menghindari Albie walaupun sebenarnya dia menyesal kenapa sahabatnya bisa suka pada pria yang sama.

Semuanya semakin rumit, hari harinya semakin buruk ia merasa terpuruk akan segala hal, bagaimana pun Lola sahabat nya tapi Albie juga pria yang dia dambakan selama ini.

"Re, lo kenapa?" Ika teman satu kelasnya menghentikan lamunannya. Memang selain Lola, Rere juga berteman dengan Ika. Karena Lola beda kelas, jadi dia menjadikan Ika sebagai temannya juga walaupun tidak sedekat dia dengan Lola.

"Gak apa-apa ka, gue cuma lagi gak konsen aja"

"Kok lo pucet sih? Lo sakit ya? Mau gue anter ke ruang BP?" Tanya Ika memastikan.

"Gak ka, ga cuma gak konsen aja kok. Tau nih pelajaran ngeBTin banget! Gara-gara omega 3 gue harus banyak makan ikan deh…"celetuk Rere berusaha ceria. Dia tidak mau masalahnya sampai tersebar dan diketahui Ika dan yang lainnya.

"Serius lo gak apa-apa? Gue punya air mineral nih, kalo lo mau… Lumayan buat melekkin mata, bentar lagi dah mau pulang biar lo segeran dikit" Ika menawarkan dengan tulus kepada teman sekelasnya itu.

Rere pun langsung mengambil sebotol air mineral yang ditawarkan Ika, memang dia haus dan jenuh dengan keadaannya sekarang. Langsung Rere menyeruput botol mineral Ika dan mengosongkan seperempat dari setengah isi botol itu yang langsung menyegarkan kerongkongannya.

"Thanks ya Ka… sumpah, jadi seger lagi gue.."

"No problem" kata Ika tersenyum dan mengambil botol yang ada dari tangan Rere. Rere pun kembali menatap Bu Siska dan mencoba keras memperhatikan ke papan tulis yang isinya menjelaskan klasifikasi omega 6 dan makanan apa yang harus dihindari dan tidak perlu banyak dikonsumsi.

Rere berusaha tersenyum, menunggu detik-detik jam pelajaran berakhir.

Satu per satu buku buku yang berserakan di meja ia kumpulkan, ya walaupun ga bisa di bilang banyak tapi entah kenapa meja belajar nya terasa sangat berantakan, bahkan ada kaca lipstik dan pencabut bulu pun ada di mejanya.

Dengan wajah yang tersenyum terpaksa dan tangan lemah yang merapikan mejanya, Rere tetap mendengar kan gurunya yang masih dengan semangat memberikan ilmu pengetahuan.

Lima menit kemudian bel sekolahpun berteriak memerintahkan bahwa pelajaran hari ini selesai, serentak seluruh murid di kelas 3 IPA 4 membereskan buku-buku mereka dan buru-buru menjejalkan kedalam tas sekolah mereka masing-masing.

"Ayo Re kita ke parkiran bareng…"ajak Ika. Memang sesudah seminggu bermusuhan dengan Lola, Rere selalu pulang bareng Ika. Walaupun tidak betul-betul pulang bareng, paling tidak Rere punya teman untuk jalan ke parkiran sekolah.

Semenjak ulang tahunnya yang ke 17 dua bulan yang lalu, papanya menghadiahkan mobil Honda Jazz untuknya. Dan selama 2 bulan terakhir dia selalu menyetir sendiri setiap sekolah dan dengan senang hati menawarkan untuk mengajak dan mengantar Lola walaupun hanya untuk hang out atau sekedar pulang.

Hampir setiap hari mereka pulang bareng, Lola pun sengaja menyuruh supirnya untuk tidak menjemputnya. Tetapi seminggu terakhir ini, Rere selalu pulang sendiri. Buat orang seceria Rere, akan sangat menyedihkan untuknya kalau pulang sendiri.

"Lo duluan deh Ka, gue mau toilet, cuci muka dulu… Suntuk banget nih, entar gak konsen lagi nyetirnya…" Tolak Rere halus.

 Dia memang berniat untuk ke toilet sebelum pulang. Mungkin sepercik air bersih bisa menyegarkan pandangannya yang semenjak seminggu ini selalu layu.

"OK deh… see ya…" sahut Ika sambil berlalu.

Sepeninggal Ika, Rere berjalan menuju toilet yang berada di sudut sekolah di lantai 2 dia berusaha bersemangat agar bisa segar cepat langsung meluncur ke rumahnya dan istirahat untuk menjalani hari esok yang akan sama menjenuhkannya tanpa Lola ada disampingnya.

Rere menuju ke toilet booth paling ujung karena tampaknya seluruh booth penuh terisi oleh murid-murid yang lain. Entah kenapa hatinya sangat hampa dan seluruh perasaannya kosong tak bergairah hari ini.

Dengan lunglai ia mengunci pintu toilet dan menuju wastafel untuk mengguyur mukanya dengan sedikit air. Air segar langsung menyiram wajahnya.

Rere berusaha untuk tetap terjaga dan melebarkan matanya agar tidak sayu. Tetapi kedua matanya seolah tidak berkompromi. Rere merasa badannya lemas luar biasa dan kepalanya pusing tidak tertahankan. Sambil terhuyung dan berusaha keras dia memegang kedua sisi wastafel menahan berat badannya sendiri. Tetapi perasaan aneh membuat lututnya lemas dan seolah-olah berat badannya bertambah 10 kali lipat, Rere pun jatuh tak sadarkan diri di lantai wastafel.

Entah berapa lama Rere pingsan di toilet perempuan itu. Tetapi begitu sadarkan diri, dia masih tetap di toilet tak berpindah sedikitpun.

Rupanya tidak ada satu murid pun yang menyadari bahwa Rere pingsan di toilet. Dengan kepala berat Rere melirik jamnya yang melingkar diam di tangan kirinya. Sudah jam 3 sore.

Memang sekolah swasta tempat Rere belajar, kegiatan operasional dimulai dari jam 7 pagi sampai jam 12.30 siang. Dan gerbang akan ditutup pada jam 2 siang. Tidak ada kelas siang di sekolah tersebut. Otomatis hal ini menyadarkan Rere bahwa dia sendirian di gedung sekolah ini. Tidak betul-betul sendirian sebenarnya. Ada pak Somad penjaga sekolah yang memang tinggal di dalam gedung sekolah khusus untuk menjaga dan membersihkan sekolah.

Rere pun menjumput tas sekolahnya dan berjalan menelusuri koridor toilet untuk menemui pak Somad. Barangkali dia bisa membukakan gerbang sekolah untuknya.

Sambil merogoh tas mencari kunci mobilnya, sebelum mencapai pintu toilet, tiba-tiba daun pintu ditarik terbuka dari luar dan muncullah 4 orang pemuda yang juga masih berseragam sekolah. Rere berusaha mengenali mereka, tetapi dia sama sekali tidak punya petunjuk siapa mereka.

Rasa pusing di kepalanya yang dia rasakan semakin membuat nya tampak linglung saat menyadari beberapa cowok yang berdiri di hadapannya.

Rasa was was mulai menyelimuti dirinya, ia masih ingat bahwa dia masuk ke tempat yang benar, tapi ... Kenapa cowok bisa masuk ke sini.

02. Konflik berat

"Akhirnya ketemu juga… dicari-cari dari tadi. Gue bilang juga apa kan Ben, dia pasti masih di dalam. Mobilnya aja masih ada di parkiran" kata salah satu dari mereka yang badannya tinggi jangkung yang berwajah Indo-Pakis.

Rere bisa mengenali karena untuk anak laki seumuran dia bulu-bulu halus sudah tumbuh di bawah hidungnya yang mancung di atas rata-rata orang pribumi.

"Iya… Gue pikir dia mungkin nebeng temennya" jawab Ben yang ternyata ada paling depan di antara mereka berempat.

Ben juga tinggi dan wajahnya tak kalah tampannya dengan yang pertama bicara. Alis mata Ben sungguh tebal, hidung mancung dengan kulit yang lumayan putih untuk ukuran laki-laki.

"Eh, sorry… tapi toilet anak laki ada di bawah. Ini toilet anak perempuan" Jawab Rere polos. Dia berusaha ramah terhadap sekelompok pemuda itu.

"Halo Rere… pa kabar?" sahut salah satu mereka. Rere tampak terperanjat, kenapa mereka tahu namanya.

"Siapa ya? Kok gue gak kenal sama kalian semua? Bukan anak sekolah sini kan?" Rere masih berusaha ramah seolah ini adalah percakapan biasa yang pantas antara seorang gadis dengan sekelompok anak laki-laki di koridor toilet perempuan.

"Lo emang cantik banget… ramah lagi. Pantesan Albie naksir banget sama lo. Ya nggak Dave?" timpal si Indo-Pakis sedikit menyeringai.

Rere mulai tidak suka dengan perlakuan mereka. Dan kenapa ada Albie yang terlibat dalam percakapan ini.

"Emang Albie gak salah pilih! Renata aja kalah sama lo Re" jawab Dave yang Rere nilai tidak kalah gantengnya dengan yang lain.

Dan Renata? Siapa yang dia maksud kan..

Dave berperawakan tinggi dan lumayan atletis. Wajah oriental Indo juga menghiasi mukanya. Indo mana? Rere tidak bisa memprediksi.

"Eh, siapa sih kalian? Kok kenal gue sama Albie…" Nada suara Rere sedikit panik karena dia sekarang merasa terpojok.

"Kita-kita dateng kesini cuma mau nyulik elo… Jangan tersinggung ya… tapi kayanya gue mau lebih dari nyulik… tul gak guys?” Jawab Ben santai seolah ini adalah pernyataan yang normal. Dan teman-temannya di belakang pun mengiyakan dengan kompak sambil menunjukkan mimik seperti orang haus dan berseringai.

"Eh jangan becanda dong… jangan sampe gue teriak" ada nada panik disuara Rere.

Dengan reflek Rere merogoh tasnya. Tangannya yang tadi di dalam tas untuk mencari kunci mobil sekarang berubah untuk mencari handphonenya dengan gugup.

Mungkin dia bisa menekan speed dial untuk menelepon siapa saja agar bisa mendengarnya walau dari dalam tas.

Tetapi terlambat. Ben mengetahui gelagatnya dan segera merampas tas Rere dan melemparnya jauh-jauh ke dalam toilet. Sedetik kemudian semua buku-buku, kunci mobil, handphone dan make up Rere berhambur keluar. Ada sesuatu yang terdengar pecah disana. Rere melengos. Apa itu Hpnya. Atau mungkin salah satu alat kosmetiknya.

“Mau telpon siapa say…“ kata Ben sambil memegang tangan Rere dengan mendekatkan seringai dan mukanya tidak lebih dari 2 centimeter dari muka Rere.

Tubuh Rere terpaku, untuk sepersekian detik dia tidak bisa berpikir jernih, dia benar-benar bingung dan.. Culik? Nyulik gue? Di sekolah? Tunggu? tapi kan mereka juga anak sekolah.

Rere mengedipkan matanya berkali-kali aroma mint keluar dari mulut pria bernama Ben itu, jarak wajahnya semakin dekat, mengikis jarak di antara keduanya.

Degup jantung Rere semakin berdentum... Gak! Ini ada yang gak beres? Apa mungkin dia masih bermimpi. Tolong.... siapapun..

Rere tahu, ini saatnya dia lari atau kabur. Cari pertolongan, teriak atau menangis minta belas kasihan.

Tetapi hatinya merasa ini bukan saatnya untuk berkompromi lagi. Dengan sekuat tenaga dia menghentakkan kakinya menginjak kaki Ben yang sangat dekat dengan kakinya.

Ben pun melepas pegangan tangannya dan mengaduh memegang kakinya sendiri.

Tidak menyia-nyiakan kesempatan. Rere pun langsung berlari menuju pintu toilet menerobos sekelompok pemuda itu. Merekapun berusaha menahan Rere, tetapi entah kenapa Rere bisa mencapai pintu dan menarik daunnya, membuat pintu terbuka dan berlari keluar sekencang mungkin.

Rere berbelok menuju ke tangga untuk turun ke bawah. Dia tidak punya kunci, dia juga tidak punya HP untuk menelepon siapa saja minta tolong. Rere berlari sekencang mungkin, dia tidak berani menengok ke belakang. Dia Cuma berharap ini adalah mimpi buruk. "Bangun Re" Teriaknya dalam hati berharap sesuatu akan terjadi. Tetapi dia tetap menemukan dirinya masih berlari dan terus berlari.

Tiba di gerbang dia mendapati gerbang itu sudah terkunci dari dalam. "Oh tidak!" seru Rere dalam hati. Rere memutar otak. Pak somad! katanya lagi. Mungkin dia bisa ke tempat Pak Somad untuk minta tolong.

Rere pun membalikkan badannya. Dia lihat tak jauh dari tempatnya 4 orang pemuda berseragam putih abu-abu sedang berlari kencang ke arahnya. Sejurus kemudian Rere berlari membelokkan badan menuju ke tempat pak Somad. Pak Somad tinggal di belakang sekolah dan Rere pun tahu jalan memutar menuju ke tempat pak Somad.

Semoga saja pak somad ada, Rere benar-benar mengerahkan seluruh tenaga yang tersisa dalam dirinya, entah kenapa pikiran nya sangat kalut saat ini. Siapa mereka? Dan kenapa dia bisa pingsan.

Rere menghempaskan segala pikiran yang ada di kepalanya, yang harus dia lakukan sekarang cuma satu ,minta pertolongan.

 Dia memberanikan diri menoleh ke belakang. Keempat pemuda itupun masih mengikutinya. Jantung Rere berdegup kencang. Dia tidak boleh lemah. Dia bisa berlari kencang.

Setiba di tempat pak Somad. Rere mendapati pintu rumah sudah terbuka. Dilihatnya ke dalam. Terlihat pak Somad sedang tertidur di tempat duduknya. Secangkir kopi, sebungkus rokok dan sepiring roti donat ada di meja di depan pak Somad terlelap. "Thanks God" seru Rere dalam hati. Dengan keras dia mengetuk pintu membangunkan pak Somad.

"Pak Somad… pak…, bangun pak tolong saya!!" tanpa permisi Rere masuk ke dalam rumah dan mengguncang tubuh pak somad, berharap dia akan bangun dari tidurnya.

 Tetapi pak Somad tak bergeming sedikitpun. "Pak… pak Somad! Bangun pak!! Tolong saya pak… ada orang yang mau menculik saya pak…" sambil mengguncangkan dan membangunkan pak Somad, Rere menunjuk dan menoleh ke luar seolah-olah ingin menunjukkan ada orang jahat yang mau menculiknya.

Tetapi di arah Rere menunjukkan jari telunjuknya, keempat pemuda tersebut sudah berdiri berjajar dengan tenangnya sambil melipat tangan seolah-olah mereka berpose untuk suatu pemotretan. Rere merasa keadaan sudah sangat buruk.

"Bangun Re bangun!" Rere berusaha berteriak di dalam dirinya berharap ini hanyalah mimpi buruk belaka.

"Ngapain say… pak somad nya lagi tidur… jangan dibangunin… kasihan dong… kan udah capek kerja seharian.." lagi-lagi Ben yang berkata. Dengan santai dia masuk ke dalam dan mengeluarkan sesuatu dari kantong bajunya. Seperti obat kapsul berwarna biru muda. Ben membuka kapsul itu dan menuangkan isinya ke dalam cangkir kopi pak Somad. Rere pun mengerti. Pak Somad sedang tak sadarkan diri sekarang.

03. Konflik berat

"Kok gak ngenalin sih say… kamu kan tadi minum ini juga… lupa ya?" masih sambung Ben. Rere ingat, tadi dia sempat tak sadarkan diri.

"Tapi… gimana caranya??" jawab Rere pelan tak bernada. Dia bingung kapan dia meminum obat tersebut.

"Duh, kaya investigator aja deh kamu… kasih tau deh Zack…" sahut Ben dengan malas dan orang yang bernama Zack itu pun menyahut.

 Ternyata orang keempat yang dari tadi Rere tidak mengetahui itu namanya Zack. Rere pun mulai memperhatikan keempat orang tersebut. Mereka sungguh laki-laki yang wajahnya di atas rata-rata. Semuanya berpenampilan ok dan tampan.

“Tadi kita titipin ke Ika…” sahut Zack sedikit santai. Rere pun seperti tersambar petir, dia kaget luar biasa. Tidak di sangka temannya sendiri menjebaknya.

Tunggu.. jangan-jangan.. Pikiran Rere semakin kacau sekarang! Ika? Bagaimana bisa dia melakukan itu padanya dan setelah di pikirkan lagi apa salah Rere?.

“Kenapa…” seru Rere tanpa sadar.

Dia terbengong. Di kepalanya sekarang menari-nari wajah Ika sambil tersenyum licik kepadanya.

“Gimana say… mau ikut kita. Kalo kamu nurut, semuanya akan baik-baik saja..” Ben dengan santai meraih tangan Rere menggandeng gadis itu.

Rere tersadar, tanpa berlama-lama dia menepis tangan Ben dan mendorong Ben berharap dia akan pergi jauh-jauh meninggalkannya. Ben terdorong mundur 3 langkah. Wajahnya menunjukkan perasaan marah. Sedetik kemudian Ben melangkah maju kedepan dan PLAK!!.

Suara tamparan begitu nyaring sampai membuat telinga Rere berdenging.

Rere tersungkur jatuh menerima tamparan keras di pipi kirinya, terjerembab menabrak meja pak somad.

Secangkir kopi pak Somad jatuh dan pecah sesudah mengguyur badan Rere menumpahkan isinya ke seragam putih Rere dan menembus kedalam kulitnya menunjukkan gundukan kembar Rere yang tersiram, memetakan garis bra Rere yang berwarna hitam sehitam air kopi yang mengguyurnya.

Pipi kirinya terasa panas dan perih. Perutnya sakit sehabis menghantam tepi meja pak Somad. sekarang, perasaan kalut menguasai hatinya. “Bagaimana ini…” dalam hati Rere.

 Kemudian Rere merasa badannya diangkat ke atas dipaksa berdiri oleh tangan Ben. Rere pun berdiri.

Tangan besar dan kekar milik Ben terasa kuat mencengkram badannya.

 Tangannya tak sengaja mengelus pipi kirinya yang perih, sakit tapi ada hal yang lebih sakit dari ini, ya hatinya.

Ben melihat setitik darah mengalir dari pinggir bibir Rere. Lalu Ben menghapus darah itu dengan punggung tangannya. Rere berusaha mengelak, sehingga darah itu masih meninggalkan bekas di sisi bibir Rere.

Rere tidak menangis walau rasanya perut, pipi dan hatinya sakit dikhianati. Dia tidak mau terlihat lemah di depan keempat pemuda tersebut.

Tidak mungkin, seingat nya dia tidak pernah melakukan sesuatu kepada Ika atau kepada siapapun, dia berteman baik dengan siapapun tapi..

Di saat seperti ini kenapa pikirannya tertuju pada Lola dan...Albie.

Dia merindukan hari hari bahagianya bersama Lola, dia juga merindukan hal-hal dimana dia selalu diam diam melihat Albie di lapangan atau di manapun dia berada.

Sampai di hari terakhir sebelum pertengkarannya dengan Lola terjadi, tapi kejadian ini tidak pernah terpikirkan sedikitpun di kepalanya.

Bahkan hanya untuk memikirkan ataupun memimpikan hal seperti ini pun tak pernah dia pikirkan, sebenarnya apa yang terjadi dan apa salahnya, terutama Ika.

Sudut bibir Rere tersungging, dia tersenyum tipis benar-benar tipis hampir tidak terlihat.

Pengkhianatan ini benar-benar tidak pernah terlintas dalam pikirannya, sedikitpun.

"Sorry ya say… abis kamunya gitu sih… Kita cuma mau bawa kamu doang  kok" Sahut Ben sambil membelai rambut Rere mesra seolah-olah seorang kekasih bicara kepada gadisnya. Rere benci nada suara itu. Dia memutar otaknya. Bagaimana dia bisa keluar dari masalah ini.

"Tolong… jangan ganggu gue…Gue.. gue bakal bayar…bayar tiga kali lipat dari orang yang bayar lo.." dengan terbata-bata Rere mencoba untuk bernegosiasi kepada Ben.

"Engga bisa gitu dong say… emang kamu pikir kita-kita ini orang yang butuh uang. Enggak sayang…lagian ini udah termasuk urusan perasaan… right guys?" Ben bertanya ke teman-temannya dan sekali lagi mereka mengiyakan dengan kompak.

Rere pun merasa sudah tidak ada harapan lagi untuk dirinya. Dia juga mendiamkan Ben yang meraih tangannya dan menggandengnya keluar.

Dengan menurut Rere berjalan keluar. Sesampai di luar tak jauh dari pintu rumah pak Somad. Rere kembali menghempaskan tangannya dan berusaha melepaskan diri berlari. Kaget dengan pegangannya, tanpa sadar tangan Rere sudah terlepas dari Ben.

 Rere pun kembali berusaha berlari. Namun Dave, Zack dan si Indo-Pakis dengan cekatan mengejar Rere. Dengan perut yang masih sakit, Rere tidak bisa berlari sekencang tadi. Tapi dia terus berlari. Dia tidak berani melihat ke belakang. 

Dan tidak lama kemudian dia merasa bajunya dipegang dan ditarik dari belakang. Tetapi Rere tetap berlari berharap tarikan baju itu akan terlepas.

 Tetapi pegangan itu begitu kuat dan kencang sehingga merobek baju belakang seragam Rere. Rere pun kembali jatuh terjerembab di rumput belakang sekolahnya. Terjatuh tertelungkup. Dia coba untuk bangun tanpa menghiraukan bajunya. Tetapi tiba-tiba dibelakang tubuhnya ada yang menindih dan menahannya untuk tetap berada terlungkup di rumput.

"Lepasin gue!.. Lepasin!!! TOLONG!! TOLONG!!!" teriak Rere berusaha berontak.

 Sedetik kemudian tangan kasar membalikan badannya dengan kuat. Di lihat Ben berada di atasnya. Dan PLAK!! PLAK!!

Dua tamparan kembali dihadiahkan di pipi kanan dan kiri Rere. Kembali Rere merasa seperti di hantam dengan benda yang sangat keras di kedua pipinya. Rere merasa seakan rahangnya ikut terlepas setelah tamparan kedua itu mendarat di pipinya. Ben masih menindih Rere yang sudah terlentang.

 Dengan geram dia mencekik leher Rere. Rere tidak bisa mengelak lagi. Dia merasa akan mati. Dia tidak bisa bernafas. Dia juga tak bisa bicara. Tangan Rere dengan segera memegang tangan Ben mencoba melepaskan cekikannya. Kakinya menendang-nendang rumput di bawahnya. Muka Rere sudah memerah. Sungguh satu menit yang menyiksa kan setelah dengan tiba-tiba Dave mengingatkan Ben untuk melepaskan cekikannya.

"Ben, Gila lo… bisa mati dia!! Lepasin!" Lalu Ben tersadar dan melepaskan cekikannya. Rere pun terbatuk-batuk. Lega dia bisa bernapas lagi, meskipun kalau boleh memilih dia mau langsung tertidur, mati… atau pingsan dan bangun di tempat yang jauh dari sini. Selamat dan hidup normal lagi.

Tiba-tiba Ben bangun dari tubuh Rere dan menarik Rere untuk berdiri. Rere pun terbangun.

"Sam, pegangin dia! Biar enggak kabur lagi!" si Indo-pakis langsung bergerak memegang Rere, rupanya dia bernama Sam.

 Ben kembali melihat ada sebersit goresan yang mengeluarkan darah di pelipis kanan Rere. Rupanya Rere tergores ketika jatuh tadi.

 Dan sedetik kemudian Ben menarik seragam putih Rere dan langsung merobeknya terbuka tepat di dadanya. Kancing seragam Rere pun terlepas semua saking kencangnya robekan tangan Ben. Spontan buah dada Rere yang masih terpampang memperlihatkan isinya kepada keempat pemuda tersebut. Rere segera berusaha menutup dadanya dengan menyatukan robekan seragamnya. Tetapi Sam dengan cepat meraih tangannya menekuknya ke belakang sehingga Rere tidak bisa berkutik lagi.

PLAK!

Sebuah tamparan kembali mendarat di pipinya, sakit, malu dan menjijikan.

Rere merasa jijik kepadanya dirinya sendiri, dari sekian juta pertanyaan yang ada di dalam kepalanya yang terlintas hanya sebuah pertanyaan "Kenapa.. kenapa dan kenapa".

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!