NovelToon NovelToon

Racun Istri Kedua

Satu

Suara musik yang terdengar begitu memanjakan telinga, ditambah dengan wanita-wanita yang ada di dalam sana membuat mata lelaki terasa dimanjakan dengan lekuk tubuh mereka yang terlihat walaupun sudah dengan balutan kain kurang bahan.

 Mereka terus berdansa menari menikmati alunan musik yang menambah suasana di dalam gedung itu semakin asik.

 Beberapa dari mereka terlihat saling berpelukan, bermanja-manja bahkan melakukan hal lebih di tempat itu. Tidak ada larangan sama sekali karena tempatnya memang tertutup.

 Seorang lelaki bertubuh besar setinggi seratus delapan puluh sudah memasuki ruangan itu. Dia melenggang pergi ketika beberapa wanita mulai mendekatinya.

 "Tuan Rakha, apa kabar dengan dirimu?"

 "Berikan aku minumannya."

 "Baik, Tuan."

 Lelaki itu duduk di kursi meja bar sambil melihat orang-orang disekelilingnya.

 "Dasar ... Wanita murahan." Lirihnya memperhatikan wanita-wanita yang sedang melayani pria hidung belang.

 "Ini, Tuan. Selamat menikmati."

 "Terima kasih ... Pelayanan mu sangat bagus."

 "Sama-sama, Tuan."

 Saat sedang meneguk minumannya, Tuan Rakha merasakan ada sapuan pada lengan besarnya. Saat menoleh ia pun langsung menyemburkan minuman tersebut tepat pada wajah wanita itu.

 Byuuur!

 "Pergilah ... Aku bukan lelaki sembarangan, aku akan memilih wanita mana yang akan aku tiduri."

 Wanita itu merasa malu mendapatkan ocehan Tuan Rakha. Dia pun bingung karena untuk pertama kalinya ia mendapat perlakuan seperti itu.

 "Siapa dia?" tanya wanita itu pada seorang lelaki.

 "Dia Tuan Rakha. Dia memang tidak suka diperlakukan seperti itu tanpa dia minta."

 "Kurang ajar! Aku sudah malu dibuatnya."

 "Sudahlah. Ganti pakaian mu dan layani tamu yang lain."

 "Baik, Daddy."

 Lelaki berjas hitam senada dengan celana yang ia kenakan menghampiri Tuan Rakha.

 "Tuan ... Terima kasih sudah datang ke tempat ini."

 "Ya ... Tempat mu sangat menarik, sepertinya aku tidak menyesal mampir di sini. Banyak perempuan-perempuan yang agresif seperti tadi, tapi aku tidak suka. Terlalu murah!"

 "Saya merasa bangga karena tempat saya dikunjungi oleh orang seperti anda."

 "Saya tau ... Kau akan memuji ku untuk hal itu. Katakan, berapa uang yang kau inginkan."

 "Tidak, Tuan ... Dengan kedatangan Tuan saja saya sudah sangat senang."

 "Hmmm ... Apa ada wanita yang kosong malam ini?"

 "Sebentar." Lelaki itu sedang menunjukkan sesuatu kepada Tuan Rakha melalui ponselnya. "Silakan ... Tuan bebas memilih siapapun."

 "Siapa ini?"

 "Lea."

 "Cantik ... Pasti sering di pakai."

 "Tidak terlalu, Tuan."

 "Why?" Tuan Rakha mengernyitkan keningnya.

 "Coba Tuan perhatikan baik-baik ... Wajah cantik, tubuh indah. Hanya lelaki bergelimang harta yang ia terima."

 "Waaah ... Ternyata di tempat mu ini masih ada lelaki miskin ya."

 Keduanya tertawa secara bersama.

 "Panggilkan dia. Aku ingin mengeluarkan emosi ku malam ini."

 "Baik, Tuan."

 Tuan Rakha kembali menikmati minumannya yang sempat tertunda karena seorang wanita. Dia memperhatikan semua orang saling bermanja-manja satu sama lain. Lelaki itu menggeleng pelan melihat sepasang orang yang sedang bermesraan sambil berdiri.

 "Dasar ... Setidaknya kalau sudah melakukan dosa jangan sampai dilihat orang lain." Ucapnya.

 "Tuan."

 Tuan Rakha memperhatikan seorang wanita bertubuh indah sedang berdiri di hadapannya bersama seorang pria.

 "Lea." Ucapnya menyodorkan tangannya.

 Dengan senang hati Tuan Rakha meraih jabatan tangan wanita itu. "Kau sangat indah sekali."

 "Terima kasih. Kau juga tampan."

 "Bersiaplah." Ucap Tuan Rakha.

 "Aku tunggu kau di kamar." Wanita itu membelai lengan Tuan Rakha dan langsung berlalu pergi begitu saja.

 "Sangat menggoda." Lirih Tuan Rakha. "Kau akan mendapatkan imbalan." Ucapnya pada pemilik bar itu.

 Tuan Rakha langsung beranjak dari tempat duduknya. Begitu dia hendak berlalu pergi, seorang wanita memakai pakaian hitam putih sedang berlalu lalang di keramaian orang.

 "Siapa itu?"

 "Itu ... Dia hanya waiters di sini."

 "Aku tanya siapa dia, bukan pekerjaannya."

 "Maaf, Tuan ... Namanya Dania Andini."

 "Wow ... Sangat menarik seperti namanya."

 Lelaki itu melihat Tuan Rakha menjilat bibir atasnya sendiri. "Tuan kenapa?"

 "Aku ingin bersenang-senang dulu ... Setelah itu aku ingin membicarakan tentang gadis itu." Ucapnya. "Apa masih gadis?"

 "Saya rasa seperti itu, Tuan. Dia hanya gadis biasa yang mencoba mengambil pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan ekonomi ... Maklum, anak miskin."

 "Diam! Aku tidak suka kau mengejeknya."

 "Maaf, Tuan."

 Tuan Rakha langsung berlalu pergi setelah bertanya sedikit tentang gadis itu. Dia melihat ada sesuatu dalam diri Anggun yang membuat hati Tuan Rakha gembira. Bukan tentang nafsu tetapi ini semua cinta pandangan pertama.

 [] [] []

 Tuan Rakha mulai berjalan menuju kamar tempat dia akan menyalurkan keinginannya. Perlahan langkah kakinya mulai mendekat kearah ruangan itu.

 Tap! Tap! Tap!

 Suara sepatu pantofel yang ia pakai terdengar di sudut ruangan. Tangan besar itu mulai menggenggam gagang pintu dan berputar perlahan kearah bawah.

 Tuan Rakha tersenyum simpul saat melihat pemandangan yang luar biasa. Seorang wanita sudah menunggu kehadirannya dengan gaya duduk yang tidak biasa.

 "Wow ... Apa kau mencoba menggoda ku?"

 "Ini adalah tugasku, Tuan."

 "Stop! Aku lebih suka dipanggil nama ketika bersama perempuan seperti dirimu."

 "Ah ... Maafkan gadis kecil ini, Tuan."

 "Akan aku maafkan. Tapi kau harus dapat hukuman."

 "Aku terima dengan senang hati." Ucap wanita itu.

 Perlahan Tuan Rakha memasuki kamar tersebut. Tidak lupa dia mengunci pintu agar tidak ada yang tau aktivitasnya bersama seorang wanita malam.

 [] [] []

 "Eummm ..." Lea menggigit bibir bawahnya ketika menyaksikan Tuan Rakha sedang merapikan pakaian.

 "Kau sangat pintar, Tuan." Puji Lea.

 Tuan Rakha menaikkan sebelah alis matanya. "Tanpa kau katakan aku juga tau itu."

 Tuan Rakha merapikan rambutnya dengan tangannya sendiri. "Aku akan mencari mu ketika aku menginginkan mu. Kau hanya wanita hiburan sayang."

 "Ya ... Aku sadar diri."

 "Tugas mu sudah selesai. Gaji mu akan ku berikan melalui Daddy mu."

 "Terima kasih, Tuan. Panggil aku lagi jika kau ingin dimanjakan."

 "Tentu ... Sampai jumpa wanita malam."

 Tuan Rakha langsung berlalu pergi. Lea berteriak kesal karena tamunya yang satu ini sangat sombong. Kekesalannya ia lampiaskan dengan cara meremas bantal tidur.

 "Sialan dia ... Aku nggak pernah dikatain seperti itu sama pelanggan ku."

 "Aku akan buat kamu mencintai ku, Rakha."

 "Tunggu aja. Kau sudah terlalu jauh menghina diriku."

Dua

Dengan gagahnya Tuan Rakha menyusuri tempat itu. Dia kembali mencari seorang pria pemilik tempat tersebut. Sambil menatap orang-orang yang sedang bercumbu mesra.

 "Tuan ... Bagaimana dengan, Lea?"

 Tuan Rakha tersenyum simpul, mengusap bibirnya sendiri dengan ibu jarinya. "Aku sangat senang ... Dia begitu pintar saat bersamaku."

 "Saya ikut senang melihat kegembiraan anda, Tuan."

 Ting!

 "Periksa ponsel mu." Ucap lelaki itu.

 Segera mungkin Ramon merogoh saku celananya mengeluarkan ponselnya sendiri. Matanya membulat menatap layar ponsel itu. "Lima ratus juta?"

 "Ya ... Aku senang dengan pelayanan wanita itu."

 "Terima kasih, Tuan. Ini pertama kalinya saya mendapatkan jumlah yang sangat banyak."

 "Banyak." Tuan Rakha terkekeh geli. "Itu hanya uang recehan bagiku."

 "Tuan mau apa? Saya akan berikan pelayanan terbaik untuk, Tuan. Mau perempuan gratis?"

 "Kau ini gila. Aku punya banyak uang, aku tidak suka gratisan."

 "Maaf, Tuan. Saya salah ucap."

 "Berikan aku data perempuan tadi."

 "Perempuan tadi?" Ramon mengernyitkan keningnya tidak mengerti.

 "Dania."

 "Ha ... Dia hanya waiters, Tuan."

 "Hei ... Aku sudah bilang, jangan hina dia atau kau tidak akan bisa berbicara lagi."

 "Saya minta maaf, Tuan."

 "Kalau anda berhasil membuat wanita itu jatuh ke tangan saya. Mungkin anda akan memiliki cabang baru selain ditempat ini."

 "Tu-Tuan serius mau membukakan cabang baru untuk saya?"

 "Bekerja lah dengan baik kawan." Ucap Tuan Rakha dan langsung berlalu pergi.

 Ramon sudah membayangkan imbalan yang akan ia dapatkan dari lelaki itu. Kesempatan tersebut tidak ia sia-siakan.

 "Untuk apa dia menginginkan Dania?" tanya Ramon pada dirinya sendiri.

 [] [] []

 Jam menunjukkan pukul sepuluh malam, Tuan Rakha mulai memasuki rumah itu. Rumah penuh drama yang membuat kepalanya pusing tujuh keliling.

 "Kerja, kerja, kerja ... Apa kamu tidak peduli dengan istri mu lagi?" tanya seorang wanita.

 "Aku hanya melakukan tugas dengan baik, Mami."

 "Kau harus sadar ... Istrimu sedang bertaruh dengan nyawa."

 "Maaf Mami. Tapi dia sendiri yang melakukan kesalahan itu."

 "Aku tau itu ... Tapi aku nggak mau kamu seperti ini. Kamu harus tetap melihat kondisinya."

 "Bukannya kalian yang menyuruhku untuk terus bekerja?"

 "Kamu melawan?" tanya Tias.

 "Maaf."

 [] [] []

 Tuan Rakha mulai memasuki kamarnya. Melemparkan tas kerja ke sembarang arah. Kemudian menendang sofa yang ada di dalam kamar besar itu.

 "Aku kerja juga demi kalian. Tapi kalian selalu membuat aku seperti ATM berjalan." Ucap Tuan Rakha.

 Lelaki itu duduk di lantai membayangkan istrinya yang ketahuan selingkuh. Tetapi tidak semudah itu untuk bercerai karena orang tuanya tidak mengizinkan hal itu dengan alasan kerja sama perusahaan.

 "Aku muak dengan semua ini ... Aku ingin hidup bebas, aku ingin seperti orang diberikan kasih sayang tanpa harus melakukan sesuatu."

 "Aku benci hidup ku."

 "Argh!!!"

 Tuan Rakha memukul kepalanya beberapa kali. Dia frustasi dengan kehidupannya sekarang. Tidak ada yang tau tentang keinginannya, semua orang rumah hanya menuntutnya untuk bekerja dan bekerja.

 Terlebih lagi harus menghargai seorang wanita tukang selingkuh. Tuan Rakha tidak bisa berbuat apa-apa, ingin melawan tapi dia tidak mau dikatakan lupa daratan.

 "Poppy ... Semua gara-gara kamu. Harta orang tua mu itu membuat aku tersiksa. Kau juga menyiksa perasaan ku. Aku punya hati, aku juga ingin di sayang."

 "Kenapa kau tega selingkuh. Dan sekarang kau berharap aku menjenguk mu di rumah sakit?" Tuan Rakha terkekeh geli.

 "Bahkan aku berdoa agar kau dan lelaki itu cepat mati!"

 "Arghhh!!!"

 Tiba-tiba Tuan Rakha tersenyum, dia mengingat seorang wanita yang sudah mencuri perhatiannya di sebuah tempat hiburan malam.

 "Dania Andini ... Aku harus mencari tau tentang dia."

 [] [] []

 Jam menunjukkan pukul setengah satu, Dania Andini baru saja pulang bekerja. Gadis itu segera menyiapkan buku-buku yang akan ia bawa esok hari ke kampus.

 "Kenapa Pak Ramon kasih aku uang banyak ya. Padahal 'kan belum gajian."

 "Dari seseorang." Lirih wanita itu.

 "Aku harus ketemu orang itu. Aku mau berterima kasih karena sudah meringankan beban ku."

 Dania tersenyum simpul memandangi uang yang lumayan banyak yang sekarang berada pada genggamnya.

 "Besok aku harus bawa Ibu ke rumah sakit. Terus menyelesaikan uang sekolah Arini."

 "Kakak."

 "Eh, Rini. Masuk-masuk."

 "Banyak banget, Kak. Kakak udah gajian?" tanya gadis itu.

 "Belum, Rin. Aku juga nggak tau tiba-tiba dikasih uang sebanyak ini. Besok aku mau bawa Ibu ke rumah sakit, terus kita selesaikan keuangan sekolah kamu ya."

 Arini menghela napasnya sejenak. "Kok aku takut ya, Kak."

 "Takut kenapa?" tanya Anggun.

 "Kakak dikasih uang sebanyak ini padahal belum gajian. Atau Kakak udah nggak kerja jadi waiters lagi, tapi—"

 "Hei ... Ya ampun, Rini. Aku masih bisa jaga diri, nggak mungkin aku bekerja seperti itu."

 "Kakak beneran 'kan?"

 "Percaya sama aku, Rin. Aku tetap akan jadi waiters di sana. Aku sama sekali nggak kepikiran buat melayani laki-laki seperti itu."

 "Alhamdulillah, Kak. Semoga Kakak baik-baik aja saat bekerja. Rini khawatir."

 "Kamu tenang aja. Aku akan jaga diri demi Ibu dan kamu. Aku sayang sama kalian berdua. Aku nggak mungkin mengecewakan kalian."

 "Rini juga sayang sama Kakak."

 Kedua wanita berbeda usia itu saling memeluk satu sama lain. Saat ini Anggun hanya mahasiswi sambil bekerja.

 Setelah kecelakaan yang menimpa orang tua, semua jadi berbeda. Wanita itu harus menjadi tulang punggung demi adiknya yang sedang sekolah dan juga ibunya yang sedang sakit parah.

Tiga

Saat sedang sarapan pagi, Tuan Rakha hanya fokus untuk menyantap makanannya. Seperti dijadikan budak, laki-laki itu hanya disuruh bekerja dan menjalin hubungan baik dengan sang istri agar aset kedua orang yang merawatnya itu tidak hilang.

 "Hari ini kamu harus pergi ke rumah sakit. Jenguk Poppy, dia membutuhkan kamu."

 "Apa Poppy sudah bangun?"

 "Belum," jawab sang Ibu.

 "Aku sibuk kerja ... Kalau dia belum bangun untuk apa aku ke sana?"

 "Dia itu istrimu ... Kau harus menjaganya dengan baik."

 "Apa dia menjaga ku dengan baik?" Tuan Rakha memandangi ibu dan ayahnya. "Aku seperti laki-laki rendahan dibuatnya. Dan kalian cuma mementingkan harta wanita itu."

 "Diam!" Ucap Daki. "Kau harus bersyukur mendapatkan istri kaya seperti dia. Kalau tidak, mungkin kau tidak dipanggil Tuan oleh orang sekeliling mu."

 "Bersyukur iya. Tapi aku juga butuh kasih sayang. Bukan berarti dia punya segalanya dia bisa merendahkan ku."

 "Kau ini." Ucap Daki menggelengkan kepalanya. "Kau jangan egois. Pikirkan kami yang sudah merawat mu."

 "Maaf," lirih Tuan Rakha.

 "Ayah mau kau bisa merebut semua harta wanita itu. Kau harus ingat, orangtuanya sudah membuat keluarga kalian hancur. Ibu mu meninggal, Ayah mu entah di mana. Apa kau lupa itu?"

 "Maaf Ibu, Ayah. Aku khilaf."

 "Besok Amel akan pulang, tugas mu harus bisa membuat dia masuk ke dalam perusahaan itu."

 Tuan Rakha tersenyum simpul. "Jadi Amel akan membantu ku?"

 "Ya ... Tapi kau jangan terlalu memerintah dia. Dia itu masih belum tau apa-apa." Ucap Tias.

 "Siap, Bu. Aku berterima kasih kepada kalian."

 [] [] []

 Dengan mengendarai taksi online, akhirnya Dania Andara sudah sampai di sebuah sekolah swasta. Sebelum itu dia sudah mengantarkan ibunya ke rumah setelah mereka berobat.

 "Kamu langsung masuk aja ya. Aku mau ketemu dengan guru mu."

 "Kak ... Kalau Rini minta uang jajan boleh nggak? Rini pengen seperti orang-orang, sesekali jajan di kantin."

 "Boleh dong. Tapi harus ingat ya, kita nggak boleh sombong ... Rejeki ini pun juga tidak seberapa. Setidaknya uang pengobatan Ibu dan biaya sekolah kamu bisa beres."

 "Iya, Kak. Aku tau kok."

 Dania memberikan beberapa lembar uang kepada adik perempuannya. Kemudian mereka berjalan dengan arah yang berbeda.

 "Semoga rejeki Kakak ku bisa terus mengalir. Aku akan balas jasa Kakak karena udah menolongku hingga ke tahap ini."

 Dania tidak pernah merasa terbebani dengan adik perempuannya. Bahkan ia pernah hampir putus kuliah demi sang adik.

 Tetapi Rini tidak mau egois. "Kalau Kakak berhenti kuliah demi membiayai aku. Aku juga akan berhenti sekolah supaya Kakak nggak perlu repot-repot cari uang banyak."

 Dania tersenyum mengingat kalimat itu. Mereka selalu bersama dalam duka maupun duka. Sampai pada akhirnya Dania tidak berpikiran untuk mencari pasangan hidup karena dunianya hanya adik dan ibunya.

 [] [] []

 Tuan Rakha baru sampai di rumah sakit. Tanpa menunggu lama lagi dia memasuki salah satu ruangan ICU. Dimana istrinya sedang koma karena sebuah kecelakaan bersama pria yang dia benci.

 "Sayang ... Aku datang."

 "Aku merindukanmu." Ucap Tuan Rakha.

 Lelaki itu mengusap wajah istrinya.

 "Aku merindukanmu." Ucapnya lagi tersenyum simpul.

 "Kau memang selalu merendahkan ku. Tapi aku mencintaimu."

 [] [] []

 Di salah satu tempat kuliah, seorang wanita begitu fokus mendengarkan materi yang disampaikan oleh dosen. Tetapi fokusnya menjadi hilang saat mendapati seorang pria sedang menatapnya dari arah luar.

 "Siapa itu?"

 "Kenapa dia lihatin aku terus."

 Dania mencoba untuk mengalihkan pandangannya. Tetapi senyum pria itu malah membuatnya terpesona.

 "Apa dia lihatin aku? Tapi ngapain?"

 "Diva."

 "Hmmm ..." lirih seorang disebelah Dania.

 "Yang diluar itu siapa sih? Dosen?"

 Diva langsung menoleh. "Nggak tau, aku baru lihat, teman kamu kali. Kenalan kamu di tempat hiburan malam itu."

 "Ya ampun. Kamu aneh-aneh deh. Kamu sendiri tau aku kerja di sana sebagai apa."

 "Jangan salah paham dulu. Maksud aku siapa tau dia pernah mampir terus lihat kamu, dia tertarik."

 "Tambah aneh lagi. Mana mungkin laki-laki sekeren dia tertarik sama perempuan kayak aku."

 "Dania, Dania ... Aku 'kan udah pernah bilang, sekali-kali kamu dandan. Supaya kamu sadar kalau kamu itu cantik."

 "Yang dibelakang. Ayo kita menggosip di depan sini."

 Diva dan Dania langsung terdiam setelah disapa oleh dosen yang sedang menjelaskan di depan. Laki-laki tadi pun juga menghilang dari pandangan keduanya.

 [] [] []

 Kini Dania sedang berjalan sendirian di koridor kampus. Saat menoleh kearah samping seorang pria yang tidak ia kenal sudah berada di dekatnya membuat dia kebingungan.

 "Maaf, anda siapa?"

 "Apa kita bisa berbicara di tempat yang layak? Tidak baik mengobrol sambil berdiri."

 "Kita ke kantin."

 "Kita keluar." Ucap lelaki itu.

 "Ha!"

 "Jangan kaget seperti itu. Saya ingin berkenalan dengan kamu."

 "Anda salah orang. Saya hanya wanita biasa."

 "Dania."

 "Anda mengenal saya?" tanya wanita itu menunjuk kearahnya sendiri.

 "Saya sudah lama memperhatikan kamu. Mungkin saatnya saya meminta kenalan dengan kamu." Ucapnya berbohong.

 "Tapi aku takut ... Anda bukan orang jahat?"

 "Bukan ... Apa tampang saya seperti penjahat?" tanya Tuan Rakha.

 Dania berdiam sejenak.

 "Kalau begitu kita duduk di sekitar kampus kamu."

 "Eummm ... Boleh."

 Dengan gerakan cepat laki-laki itu mengambil buku-buku yang ada di tangan Dania. "Biar saya yang bawa."

 "Tapi—"

 "Jangan melawan dengan pria. Oke!"

 Alhasil Dania hanya bisa terdiam. Walaupun begitu tetap saja ia tidak mengerti dengan sikap laki-laki yang baru saja ia temui itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!