"Selamat kepada Elara Vienne karena telah mendapatkan penghargaan Aktris terbaik!"
Gemuruh panggung mulai bersorak-sorai begitu Elara mendapatkan piala Oscar tersebut, gadis cantik itu juga terpana tidak menyangka dirinya mendapatkan penghargaan tersebut. Sampai teman disampingnya mengingatkan untuk naik ke atas panggung.
"El, cepetan ih naik keatas panggung. Malah bengong,"menepuk pundak Elara untuk mengingatkan.
"Oh, iya."
Elara mengenakan gaun yang terinspirasi dari indahnya malam berbintang, Warnanya biru seperti langit malam. Kainnya sangat ringan dan jatuh dengan indah hingga menyentuh lantai.
Di seluruh bagian gaunnya dipenuhi dengan sulaman rasi bintang, dan dihiasi kristal kecil yang berkilau. Setiap langkah Elara gaun itu tampak bersinar dibawah lampu sorot panggung.
Langkahnya penuh dengan kehidupan setiap penggemarnya menyoraki namanya, Elara memasang wajah tersenyum dengan mata tulus menatap para penggemar. Dia tentu saja tidak mengira bisa mendapatkan penghargaan 'Aktris Terbaik.'
Saat menerima penghargaan 'Aktris Terbaik' gemerlap gaun memantulkan cahaya indah dibawah lampu sorot panggung, semua mata yang tertuju padanya terdiam, bukan karena prestasinya tapi Elara tampak seperti Ratu malam yang datang dari dunia dongeng.
Sangat cantik.
BRAK
Belum sempat Elara berbicara tiba-tiba saja kamera diatas panggung terjatuh diatas kepalanya, gadis itu merasakan sakit kepala yang begitu menyiksa.
"Akh!" teriakan penonton panik mulai terdengar, langkah mendekat cepat juga terdengar. Tapi mereka terlambat, Elara Vienne sudah tidak kuat menahan tubuhnya dan jatuh ambruk ke lantai. Dengan banyak darah diatas kepalanya.
"Jadi aku mati setelah mendapatkan semua ini?"bisiknya dalam hati dan perlahan-lahan kehilangan kesadarannya, dalam bidang penglihatannya yang terakhir kali. ada seorang aktris yang tersenyum licik kepadanya.
Tapi kenapa?
...----------------...
"Hei Bangun!"
Goncangan tubuh yang begitu menyakitkan membuat Elara mengerutkan keningnya, siapa yang berani menganggu tidurnya? Perlahan-lahan mata Elara terbuka, sedikit menyipitkan mata untuk menyesuaikan cahaya dalam ruangan tersebut.
Kepala Elara terasa sakit, tubuhnya juga terasa sangat sakit seperti ditabrak mobil, tidak! Tempat lain terasa begitu menyakitkan ketika dia bergerak.
Mata Elara membelalak melihat ada laki-laki yang terbaring disampingnya, Apa! Bahkan Elara merasakan tubuhnya dingin ketika selimut itu meluncur ke bawah.
Seperti disiram air dingin, Elara dengan cepat-cepat memegang selimutnya erat-erat lalu melotot kearah laki-laki itu. Kenapa dia dan dirinya tidak memakai pakaian? Apa yang baru saja terjadi? Bukankah dia sudah mati ditimpa kamera atas panggung?
"Apa-apaan ekspresimu itu? Kamu yang merugikan ku tau! Seharusnya kamu yang bertanggung jawab," ucapnya sedikit tidak senang.
Apa yang baru saja dia katakan? Hei! Dia kehilangan kesuciannya oke? Elara hendak protes ketika kepalanya semakin terasa sakit.
"Sakit ..." bisiknya lemah dengan wajah perlahan-lahan memucat, seketika Elara pingsan karena tidak siap menampung rasa sakitnya.
"Elara! Ada apa dengan mu?"
Laki-laki itu tampak panik melihat pujaan hatinya pingsan sambil mengeluh kesakitan, dia tidak berpura-pura lagi dan dengan cepat berpakaian.
Dia juga mengenakan pakaian wanita itu dengan cepat, lalu menggendong Elara keluar hotel dan membawanya ke rumah sakit.
Alam sadar Elara
"Halo."
Seorang gadis cantik yang mengenakan gaun putih, dengan rambut panjang mencapai pinggang melambaikan tangannya. Dia terlihat sangat imut dan manis, bagian yang mengejutkan dia mirip Elara Vienne.
"Siapa kamu?" Elara mengerutkan keningnya, dia tidak merasa memiliki kembaran di dunianya. Jadi bagaimana mungkin orang ini terlihat sama seperti dirinya?
"Aku adalah Elara Vienne, aku adalah kamu di dunia lain. Tapi sifat kita tidak sama." Gadis itu mendesah dengan sedih mengingat peristiwa yang terjadi kepadanya.
Dia juga tidak mengerti, kenapa nasibnya selalu tidak beruntung dan menyedihkan.
"Apa?" menatap terkejut gadis didepannya.
"Elara, sebenarnya sekarang kamu sedang menempati tubuhku. Aku akan memberikan semua ingatanku kepadamu, semoga kamu paham, dan juga. Lakukan apapun yang kamu inginkan."
Dalam bidang pengelihatan Elara, gadis itu perlahan-lahan menghilang bak ditelan kekabutan yang menerpa tiba-tiba. Setelah kejadian itu, Elara tenggelam dalam ingatan seseorang tapi anehnya dia merasakan sakit ketika melihatnya.
Kenapa hidupmu tidak adil?
Suhu dalam bangsal VIP itu terasa begitu dingin, padahal AC sudah dihidupkan dengan mengukur suhu yang pas. Mungkin ini adalah kehadiran seseorang yang nyatanya memiliki aura dingin, dan mata tajam.
Bip ... Bip ... Bip ...
Suara mesin monitor pendeteksi detak jantung terdengar lambat dan stabil, tidak ada tanda-tanda garis lurus seperti 5 hari yang lalu, yang membuat laki-laki itu semakin panik ketika melihatnya.
Perlahan-lahan matanya mulai terbuka kembali, kali ini tidak ada rasa sakit yang dirasakan sebelumnya, laki-laki disampingnya juga memasang ekspresi terkejutnya ketika dia bangun. Dengan langkah cepat dia memanggil dokter, dan kembali bersama seorang dokter wanita.
"Halo nona Elara, bagaimana kabarmu? Apakah anda merasakan sakit di bagian lain?" tanyanya dengan nada rendah dan ramah, sembari mengecek kondisi pasien didepannya.
"Tidak dokter, saya tidak merasakan sakit apapun," menjawab dengan suara lemah dan serak.
Seketika dokter wanita itu menyodorkan air putih, dan diminum dengan baik oleh Elara beberapa teguk.
"Setelah anda koma 5 hari, kondisi tubuh anda memang sudah membaik, sore ini sudah bisa pulang."
Setelah mengucapkan beberapa kata dokter wanita itu pergi, Elara tertegun mendengar dia koma selama 5 hari, padahal Elara merasa hanya melewati beberapa jam saja.
Mendengar perkataan dokter, laki-laki yang menjaga Elara alisnya perlahan rileks, tapi aura dingin, tenang dan mata yang tajam tidak hilang.
"Arkan?" sulit sekali untuk berpura-pura tidak mengenal pria ini, apalagi dia telah mengambil kesuciannya.
Apalagi dia adalah pria antagonis iblis yang melawan protagonis pria dengan sekuat tenaga, walaupun akhirnya tiada dan terlupakan. Arkan Prasetya Wijaya benar-benar antagonis yang kuat.
Elara juga baru mengerti setelah mendapatkan ingatannya Elara, dia memasuki novel yang memang baru-baru ini ia baca. Dia berperan sebagai tokoh antagonis disini dengan nama yang sama dengannya.
Hidupnya Elara awalnya baik-baik saja, sebelum akhirnya sang Putri asli datang. Benar! Elara Vienne adalah putri palsu di keluarganya, kehidupannya selama 20 tahun ini seperti lelucon baginya.
Hanya karena ibunya menggendong bayi yang salah, banyak yang menuduhnya mengambil kehidupan mewah Putri asli, tapi dia jelas tidak menginginkan hal seperti itu! Kenapa banyak orang menuduhnya? Apa salah dirinya?
Perlahan-lahan yang awalnya baik-baik saja hari demi hari mulai hancur, orangtua angkatnya mulai membenci dirinya, bahkan orang kandungnya tidak menginginkannya. Mereka bilang putri sebelumnya lebih baik daripada putrinya yang sekarang.
Karir aktingnya mulai tercoreng yang dimana putri asli memainkan peran untuk berusaha menjatuhkan putri palsu. Pacarnya yang katanya setia mulai menuduhnya tidak masuk akal karena protes membantu putri asli.
Setelah sekian lama akhirnya dia tersadar, Putri Asli sengaja melakukannya. Dia sangat membenci keadaan ini, tapi apa yang bisa dia lakukan? Dia hanyalah seorang perempuan yang memiliki sedikit bakat. Bahkan artis delapan belas masih lebih baik darinya. nyatanya Elara hanya mengandalkan kecantikan dalam industri hiburan ini.
"Lapar? aku akan membelikan mu makanan."
Lamunan Elara terpecah ketika Arkan Prasetya Wijaya berbicara, dia menatap pria itu dengan ekspresi linglung, "Apakah ada yang menjenguk ku?"
Wajah Arkan sedikit berubah, tapi ketenangan yang sudah biasa diterapkan mulai memainkan perannya, "Tidak ada, mereka bilang kamu merepotkan dan hanya ingin meminta uang dengan alasan sakit."
Serius, itu yang dikatakan keluarga angkatnya dan keluarga kandungnya. Lihat bukan? Elara tidak mempunyai rumah, bahkan pacar sebenarnya Elara juga tidak datang, tentu saja pacarnya tahu tapi dia memilih berpura-pura tidak tahu. Arkan juga sudah mencoba menghubunginya.
Mata Elara meredup ketika mendengarnya, dia tidak menyangka ternyata hubungan ini sudah di tahap asing. Putri asli benar-benar merebut semua kehidupannya dengan baik.
Tok ... Tok ... Tok ...
Ketukan pintu terdengar membuat Elara mengangkat satu alisnya, Arkan menghampiri kearah pintu dan membukanya.
"Tuan, ini makanan yang anda inginkan," asisten pribadi milik Arkan mengantarkan makanan, laki-laki itu mengangguk dan mengucapkan terimakasih sebelum menutup pintu kembali.
Arkan menyiapkan peralatan makan dan bersiap untuk menyuapi Elara, tapi sepertinya wanita itu tidak mau, "Makan dulu."
Elara menatap wajah Arkan dengan tenang, "Aku bisa makan sendiri, Tuan Arkan tidak perlu repot-repot."
Pria itu Berdecak tidak suka mendengar panggilan itu dari Elara, tapi dia tidak protes sama sekali, dan membiarkan wanita itu makan sendiri.
...----------------...
Sinar mentari pagi merayap lembut menembus tirai bangsal, cahaya itu tidak begitu menyilaukan tapi terasa hangat disetiap sudut ruangan. Di sana. Ada satu sosok sibuk menyantap makanan, dan yang lain dengan tenang menanti, keduanya terjalin dalam keheningan yang penuh harmoni. Meski suara telah menjadi sunyi.
Elara mengunyah pelan makanannya, rasa asam, manis membakar lembut di ujung lidah. Gerakan yang awalnya lambat mulai dipercepat, seolah ingin menyimpan rasa sebelum hilang.
Mata tajam itu menatap Elara yang terlihat bahagia, dengan senyuman kecil dan kegembiraan jelas di matanya, sekilas di mata hitam penuh penindasan itu ada sedikit kelembutan yang memanjakan. Seperti ada bisikan hangat yang membuat hatinya merasa puas.
"Selesai?"
Satu suara itu sudah cukup menghancurkan lamunan kosong Elara, wanita itu merasa ragu dibenaknya menatap piring seakan tidak percaya, makanan yang baru disantap sudah habis ditelan olehnya, Yah habis.
"Em, terimakasih atas makanannya," gumam Elara lirih dengan ujung telinga memerah. Dia merasa malu.
Arkan berdehem singkat sebagai balasannya, laki-laki itu mengulurkan jemarinya mengambil peralatan makan yang berada ditangan Elara. Sentuhan tipis itu seperti listrik halus yang menghasilkan kejutan jika terkena kulit. Membuat debaran aneh yang tidak dihindarkan.
Tidak memperhatikan kelainan dari Elara, Arkan meletakkan peralatan makannya di atas nakas samping ranjang bangsal, lalu memasukkannya ke dalam plastik dan langsung membuang ke tempat sampah yang tidak jauh dari tempatnya. Peralatan makan itu memang sekali pakai, jadi harus dibuang jika sudah digunakan.
Setelah tugasnya selesai, Arkan mengeluarkan selembar tisu, dan mulai menyeka telapak tangannya dengan serius seolah baru saja menyentuh hal yang kotor. Elara tertawa kecil melihat kebiasaannya, seperti yang wanita itu tau. Seorang Arkan memang gila kebersihan bahkan ditahap obsesif, tapi entah kenapa itu terasa lucu dimatanya.
Mendengar suara tawa yang begitu halus dan lembut, Arkan terasa linglung sejenak mendengarnya. Bahkan gerakan menyekanya berhenti. Dia tidak tahu apa yang lucu tapi suara itu membuat telinganya terasa nyaman. Dia ingin lebih lama mendengar tawanya lagi.
"Apa yang kamu tertawakan?" tanya heran Arkan, menatap Elara dengan mengangkat satu aslinya.
Elara tersenyum tipis di wajah cantiknya yang seputih porselen, wanita itu berbicara kepada Arkan dengan nada bercanda, "Ternyata kebersihan Tuan Arkan sangat gila. Aku hanya berpikir jika nanti kamu akan berkali-kali mencuci tangan ketika membersihkan rumah."
"Aku tidak pernah membersihkan rumah, tapi jika Elara mau. Aku bisa belajar membersihkan rumah," kata Arkan dengan senyuman tipisnya.
"Tidak, aku hanya bercanda Tuan." Elara melambaikan kedua tangannya berkali-kali, dia tidak bodoh untuk membiarkan sang antagonis iblis membersihkan rumah. bukan rumah yang bersih, tapi Elara yang dibersihkan.
Arkan membuang tisu yang kotor ke tempat sampah, dia lalu menatap Elara yang terlihat sibuk menatap wajahnya melalui cermin kecil ditangannya. Laki-laki itu merasa aneh karena Elara menampilkan raut wajah kagum ketika melihat dirinya. Hm apa yang terjadi?
Elara merasa puas dengan wajah ini, tidak heran Elara dulu tetap bisa bertahan di industri hiburan menggunakan kecantikannya, walaupun dunia mencemooh dia tidak memiliki bakat. Elara memiliki kecantikan yang tidak dimiliki siapapun.
"Kamu sedang mengagumi dirimu sendiri?"
Pertanyaan bingung itu membuat mata hitam Elara mengerjap sebentar, benar juga. Elara dulu sangat jarang sekali mengagumi kecantikannya. Dia tampil apa adanya dan sederhana.
Wanita itu menatap cermin kembali, lalu tersenyum berusaha bersikap biasa saja, "Aku baru menyadari, kalau aku sangat cantik."
Itu seperti pujian kepada dirinya sendiri, Arkan tidak terlalu memikirkan keanehannya lagi. Laki-laki lalu duduk disebelah ranjang bangsal dengan menatap Elara intens.
"Apa yang ingin kamu katakan?"
Rasanya susah sekali untuk tidak bertanya ketika ditatap seperti itu, dia tau kalau sang antagonis iblis sudah bersikap seperti ini. Dia pasti ingin berbicara.
"Ayo menikah besok."
Itu bukan pertanyaan tapi pernyataan dari seorang Arkan, Elara merasa terkejut mendengar hal tersebut. Menikah besok? Kenapa begitu cepat?
Elara merasa ragu, wanita itu menggigit bibirnya sejenak, lalu dia berkata, "Bukankah ini terlalu cepat?"
"Apa yang terlalu cepat? Kamu sudah membuatku kehilangan kesucianku." ucap Arkan kalem, dengan sedikit kelicikan dimatanya.
Wanita ini harus diikat didekatnya, jika dia terlambat sedikit saja. Bisa saja keesokan harinya dia sudah jadi milik orang lain, Arkan tidak mau itu terjadi.
Rasanya aneh sekali ketika Arkan mengatakan itu, tapi memang benar. Kejadian lima hari lalu memang salahnya, dia memasuki kamar hotel sembarangan dan dirinya juga mabuk. Elara dulu sangat patah hati karena dia melihat pacarnya bermesraan dengan orang lain.
Belum lagi orang lain itu adalah Ayla Kirana sang putri asli orangtua angkatnya, semenjak Ayla kembali semuanya menjadi tidak baik-baik saja.
Padahal Ayla Kirana adalah sang pemeran utama dalam novel ini, tapi setelah memasuki tubuh Elara dan mendapatkan ingatannya. Elara merasa Ayla ini tidak seperti di novel.
Apakah ini berarti dunia ini akan berbeda dari novel aslinya? Tapi keadaan saat ini sudah memperjelas semua pertanyaan Elara, dalam novel tidak ada adegan seorang Arkan mengajak Elara untuk menikah dengannya. Apalagi pergi tidur dengannya.
Seharusnya Elara kehilangan kesuciannya dengan orang yang tidak diketahuinya, dan setelah keluarganya tau perbuatan Elara. Mereka akan menjodohkannya dengan pria paruh baya yang sudah memiliki istri. Setiap hari Elara disiksa, tidak lama kemudian Elara melakukan bunuh diri karena depresi.
Dia meninggal dalam kesedihan dan kesepian, semenjak saat itu tidak ada lagi yang namanya Elara Vienne wanita yang sering membenci Ayla Kirana, karena selalu dekat dengan pacarnya. Tapi anehnya ada satu adegan yang tertulis dalam novel, Arkan mengunjungi pemakaman untuk menjenguknya setiap hari.
Penulis tidak menjelaskan adegan itu, tapi itu membuat para pembaca cukup penasaran. Ada hubungan apa Arkan dengan Elara? tapi penulis sepertinya sangat menyukai rasa penasaran ini, sampai bukunya selesai tidak ada yang menjelaskan adegan aneh itu.
Memikirkan pengkhianatan pacarnya, Elara menatap mata gelap tanpa dasar itu dengan penuh tekad, "Ayo pergi ke biro sipil hari ini."
Arkan merasa terkejut dengan pernyataan Elara, dia kira wanita ini akan membuat alasan untuk tidak menikah dengannya. Ternyata dugaannya salah, tapi hal bagus seperti ini tidak boleh dilewatkan kan?
"Eum, setelah infus mu selesai kita akan pergi ke biro sipil, dan mendaftarkan pernikahan kita."
Elara mengangguk mengerti, wanita itu menghela nafasnya dan menatap kearah cermin sedikit, melihat matanya yang tampak tajam namun memikat, dengan warna gelap pekat menambah kesan misterius. Ada sedikit keberanian sekilas dalam matanya.
Dia akan berusaha mengubah alur hidupnya. menjadi lebih baik dan lebih baik lagi, dia tidak akan mati dengan menyedihkan lagi. Elara akan membalas semua orang yang menyakiti dirinya.
Dia Elara Vienne, akan membuat semua orang mengetahui betapa menyakitkan ketika menyinggung dirinya.
Arkan tersenyum sedikit dengan tatapan penuh minat, melihat Elara yang nampaknya tidak seperti biasa. Apalagi melihat matanya yang penuh tekad dan keberanian, sepertinya wanita ini sedang merencanakan sesuatu.
Tapi tidak peduli apa itu merugikannya atau tidak, Arkan akan mendukung semua keputusannya. Kecuali jika Elara meminta untuk pergi dari hidupnya, Arkan tidak akan membiarkannya begitu saja.
Sampai saat itu terjadi, dia akan mengurungnya di Villa dan tidak akan membiarkan dia keluar, ataupun dunia luar tau tentang keberadaannya.
Arkan akan menyimpan Elara Vienne untuk dirinya sendiri.
...----------------...
Langit mulai bergradasi biru ke orange, warna itu sudah biasa tapi hal yang biasa bisa menjadi tidak biasa. tiupan angin yang melewati gedung-gedung tinggi membuat suasana terasa menyegarkan. Suara ribut dari langkah kaki dan klakson mobil yang tidak sabar, membuat seorang pemuda yang sedang menyetir mengerutkan keningnya.
Jalanan kota di sore hari selalu sangat ramai, hatinya berusaha sabar untuk tidak marah kepada para pengendara yang berisik, Daffa menggertakan giginya sudah tidak tahan lagi. Ia mulai meningkatkan kecepatan kendaraannya mencoba untuk menjauhi pengendara yang berisik.
Setelah melihat ada lambaian tangan seorang gadis yang Daffa kenal dan dirindukannya, pemuda itu menghentikan mobilnya dengan sempurna.
Gadis itu tersenyum manis kepada Daffa dengan duduk disamping pemuda tersebut, dia merasa senang karena Daffa menepati janjinya. "Terimakasih Kak Daffa, karena sudah mau menjemput aku."
"Sama-sama cantik, kebetulan kakak ada waktu luang aja buat jemput kamu," ucap Daffa tersenyum kecil dan mulai menyetir, sesekali dia mengelus pelan kepada gadis itu dengan perasaan penuh kasih sayang.
Terlintas sebuah ide nakal dibenak gadis itu, dia dengan berani mencondongkan tubuhnya dan mencium pipi Daffa sekilas. Ayla menundukkan kepalanya malu karena tindakan beraninya.
Daffa berdehem sebentar untuk meredakan rasa kagetnya, dia lalu melirik kearah Ayla hati-hati, "Jangan nakal! kakak masih menyetir."
"Berarti kalau sudah tidak menyetir, aku bisa nakal?"
"Aku tidak bisa apa-apa dengan tindakanmu."
Mendengar nada menyerah dari Daffa, Ayla tertawa kecil melihat tingkahnya. Laki-laki itu tersenyum melihat gadisnya tertawa.
"Eh kak, bagaimana keadaan Elara?" tanya Alya dengan raut wajah polos, nadanya juga terdengar sedih ketika bertanya tentang Elara.
Daffa sedikit menegang ketika Alya bertanya tentang Elara, pikirannya mulai mengembara tentang pacarnya itu, dia lalu tertawa getir," Aku tidak peduli dengannya, masih lebih baik dia tidak mencari mu untuk membuat masalah."
"Tapi, dia masih pacarmu kak, seharusnya kakak menjenguk dia walaupun hanya sesekali," lirihnya pelan dengan nada sedih dibuat-buat.
Hati Daffa terasa manis mendengar Ayla yang begitu baik, padahal orang itu telah menyakitinya tapi dia masih peduli. Sungguh hati yang murni.
"Baiklah, kita berdua akan menjenguknya besok," ucap Daffa dengan enggan, matanya terlihat sangat jijik ketika membicarakan tentang Elara, padahal dia adalah pacarnya.
Ayla Kirana merasa bahagia karena Daffa mau menjenguk Elara, terlintas kelicikan dimatanya. Dia tidak sabar untuk memprovokasinya. Semakin banyak Elara memarahi Ayla, semakin Daffa membencinya. Itu rencana yang bagus bukan?
**
Rolls-Royce Ghost Hitam Matte melaju mulus di jalanan kota yang sibuk, bodinya terlihat berkilau dan elegan dengan memantulkan samar bayangan gedung-gedung tinggi dibawah cahaya senja, mobil yang tidak memiliki kebisingan seperti pengendara lain, seakan melambangkan ketenangan adalah satu hal yang penting.
Arkan melirik gadis disebelahnya sesekali, melihat Elara terus menatap keluar jendela mulut Arkan berkedut, dia tidak mengerti apakah pemandangan diluar lebih indah daripada dirinya yang tampan? semakin dilihat, Arkan semakin menampilkan raut wajah tidak suka yang terlihat jelas.
Setelah melihat suasana kota, Elara menghela nafasnya dia merasa santai karena dunia ini tidak jauh berbeda dengan dunia Elara. Mungkin disini lebih canggih dibandingkan dunia Elara.
Gadis itu sudah dibolehkan untuk pulang, lagipula dia memang tidak memiliki penyakit apapun hanya tiba-tiba saja mengalami koma mendadak. Dokter pun tidak tahu apa penyebabnya, sekarang penyakitnya masih dianalisis oleh para ahli.
Sedikit mengalihkan perhatiannya dari pemandangan kota yang indah, Elara menangkap tatapan panas Arkan, mata yang berair sejernih kristal bertemu mata yang misterius gelap dan penuh penindasan. Membuat Elara segera melirik kearah yang lain, tatapan itu seperti menguliti dirinya.
Melihat rasa malunya bibir Arkan tertarik membuat garis melengkung yang sangat tipis, jika dilihat dengan baik, semua orang akan terkejut melihat seorang Arkan tersenyum.
Suhu yang turun beberapa derajat tiba-tiba menjadi sedikit lebih hangat, asisten pribadi Arkan yang sedang menyetir mobil melirik spion. Melihat bosnya tiba-tiba memiliki suasana hati yang membaik, kepribadian majikannya yang berubah-ubah setiap saat sudah menjadi kebiasaannya.
"Tuan, kita sudah sampai," ucap sang asisten pribadi dengan sopan, sembari membuka pintu dan keluar dari mobil.
Asisten pribadi Arkan lalu membuka pintu untuk majikannya, sedangkan Elara langsung keluar dari mobil menatap rumah didepannya.
Rumah milik keluarga kandungnya.
Rumah mungil satu lantai bercat dinding dengan warna hijau tua, atap genteng coklat klasik. Dan jendela kaca biasa yang ditutupi tirai merah. Warna ini terlihat tidak cocok ketika disatukan. Apalagi melihat pintu utama berbahan kayu yang telah dicoret-coret berapa kata dan gambar.
Sederhana dan bobrok.
Lagipula keluarga kandungnya berasal dari kalangan rakyat ke bawah, sedangkan keluarga angkatnya dari kelas menengah ke atas. jadi terkadang ada pemikiran berbeda dengan keluarga aslinya.
Tapi, mengingat sikap keluarga aslinya. Mata Elara sedikit meredup, dia tidak akan diam lagi ketika sedang ditindas.
"Butuh aku temani?" tanya Arkan dengan nada datar, dan dingin seperti biasanya. Tapi tersirat kelembutan yang halus jika lebih diperhatikan.
Elara mendongak berpikir menatap Arkan, dia lalu menggeleng kepalanya. "Tidak perlu, aku bisa mengatasi ini sendiri."
"Em, baiklah aku hanya akan memberimu waktu 20 menit. Untuk mengemasi kopermu dan mengambil surat-surat identitas."
Mereka berdua sudah mengambil keputusan bersama, setelah menikah akan tinggal bersama. Tidak ada perselingkuhan, dan pernikahan hanya bisa seumur hidup. Yang artinya tidak ada perceraian.
Memilih Arkan sebagai pasangan adalah langkah pertama Elara, karakter antagonis iblis ini sangatlah kuat dalam novel. Para karakter utama sangatlah takut kepadanya. Jadi Elara harus memegang orang kuat ini kan? Ketika dikirim ke pintunya.
"Aku mengerti."
Setelah mengatakan itu Elara melenggang pergi meninggalkan Arkan, dan berjalan memasuki kawasan rumah keluarga kandungnya. wanita itu menarik nafasnya sebelum membuka pintu, menoleh sedikit kearah Arkan dan langsung masuk ke dalam rumah.
Asisten pribadi Arkan itu menghela nafasnya melihat majikannya melihat jam tangannya berkali-kali, baru saja nona Elara memasuki rumah. Bagaimana bisa secepat itu keluar rumah? Tapi asisten itu hanya berani menerima perilaku tuannya yang semakin kesini, semakin tidak seperti biasanya.
Dari dulu nona Elara memang selalu bisa mempengaruhi Tuan. Semoga ini hal baik.
Pintu kayu itu terbuka secara perlahan-lahan, yang menghasilkan suara berderit memecahkan keheningan dalam rumah tersebut. Mendengar suara pintu terbuka, semua orang saling memandang bingung dan menatap kearah pintu. Melihat siapa yang datang.
"Kenapa kamu kesini?"
Pertanyaan ini terdengar kasar dan tidak sabar, seakan sedang menanyakan kepada orang yang membuatnya tidak sedap dipandang. Hal ini sudah diprediksi oleh Elara sendiri.
Tapi hal yang membuatnya tidak menyangka, mereka menanyakannya kenapa disini? Apakah mereka ingin dia tidak berada disini? Apakah Elara tidak memiliki kualifikasi untuk kembali ke keluarga aslinya?
Berbeda dengan kata sambutan ketika seseorang kembali ke rumahnya, ini seperti pertanyaan yang seharusnya Elara Vienne tidak berada disini.
Seketika hati Elara Vienne mati rasa.
...----------------...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!