Terlahir Menjadi Kecil
kenapa aku selalu kecil
Di dalam kelas seusai pelajaran olahraga. Dira duduk sendirian, membuka botol minum sambil melihat ke luar jendela. Maya datang menghampiri.
Maya Nurhaliza
Dir, kamu kenapa tadi nggak ikutan barisan di lapangan?
dira kusumawardani
(menghela napas):
Kalau aku ikutan... seragamku pasti jadi bahan tertawaan lagi.
Maya Nurhaliza
(duduk di sebelah Dira):
Gara-gara tinggi badanmu? Ya ampun, udah berapa kali aku bilang—kecil itu bukan aib!
dira kusumawardani
(senyum tipis):
Kamu nggak ngerasain, May...
Baru jalan ke depan kelas aja, Bintang langsung ngomong, "Eh, ada anak SD nyasar ke SMA."
Maya Nurhaliza
(geram):
Bintang tuh emang nyebelin. Kenapa sih cowok itu masih eksis aja?
Tapi kamu tahu kan, Dir... orang kecil itu bukan berarti lemah.
dira kusumawardani
(lirih):
Tapi kenapa aku selalu merasa... dikecilkan?
(Tiba-tiba, sebuah pesan masuk ke ponsel Dira. Nama pengirimnya: Raka Permana.)
Raka Permana
(pesan):
Kamu hebat, Dira. Jangan biarkan suara kecilmu tenggelam hanya karena tubuhmu kecil.
Aku lihat kamu. Dan aku kagum.
dira kusumawardani
(terbelalak):
Raka...?
Maya Nurhaliza
(penasaran):
Si tinggi pendiam itu? Ngapain dia chat kamu?
dira kusumawardani
(tersenyum pelan):
Aku... juga nggak tahu. Tapi untuk pertama kalinya... aku merasa besar.
kamu lebih tinggi dari yang kamu kira
Perpustakaan sekolah, sore hari. Dira mencari buku puisi di rak paling pojok. Raka muncul diam-diam dari balik rak sebelah.
Raka Permana
(pelan):
Kamu suka Chairil Anwar
dira kusumawardani
(kaget, menjatuhkan buku):
Eh! Raka...?
Kamu... ngagetin.
Raka Permana
(ambilin buku yang jatuh):
Maaf.
Tapi aku serius nanya. Kamu suka puisinya?
dira kusumawardani
(mengangguk pelan):
Iya. Chairil... berani.
Kadang puisinya pendek, tapi dalam.
Kayak... suara orang kecil yang mau didengar.
Raka Permana
(tersenyum samar):
Kamu juga kayak puisinya.
Kecil... tapi ngena.
dira kusumawardani
(memandang Raka dengan bingung):
Kenapa kamu tiba-tiba perhatian ke aku?
Raka Permana
(menatap mata Dira):
Karena aku tahu rasanya jadi ‘berbeda’.
Orang mikir aku seram, diem, tinggi. Tapi mereka nggak pernah benar-benar mau kenal.
dira kusumawardani
Aku juga gitu... cuma karena aku kecil, orang pikir aku bisa diremehkan.
Raka Permana
(lembut):
Kamu nggak kecil, Dir.
Kamu cuma belum sadar... kamu udah lebih tinggi dari semua orang di sini—di mata yang benar.
(Hening sejenak. Dira menunduk, menahan senyum.)
dira kusumawardani
Kamu selalu ngomong kayak puisi, ya?
Raka Permana
(tersenyum):
Mungkin karena aku suka... orang yang suka puisi juga.
dia tidak selevel denganmu
Lorong sekolah yang sepi, di dekat ruang seni. Dira dan Raka berjalan berdua sepulang kelas ekstrakurikuler. Tanpa mereka sadari, Bintang sedang memperhatikan dari ujung lorong
Raka Permana
(menggenggam buku di tangan):
Kamu tahu? Hari ini aku ngerasa sekolah ini nggak segelap biasanya.
dira kusumawardani
(tersenyum kecil):
Karena langitnya cerah?
Raka Permana
Bukan... karena kamu jalan di sampingku.
(Tiba-tiba suara tepukan tangan terdengar. Bintang berjalan mendekat dengan senyum mengejek.)
bintang Ardiansyah
(sinis):
Wah, wah... pemandangan langka. Si cewek mini jalan bareng si raksasa pendiam.
dira kusumawardani
(menunduk, gugup):
Bintang... kami cuma ngobrol.
bintang Ardiansyah
(menatap Raka):
Kamu serius, Rak?
Dia itu bahkan kelihatan kayak murid SD.
Nggak selevel sama kamu.
Raka Permana
(tatapannya tenang tapi tajam):
Lucu ya.
Yang kelihatan besar justru punya pikiran sekecil itu.
bintang Ardiansyah
(tersinggung):
Maksud lo?
Raka Permana
(menoleh pada Dira, lembut):
Dira punya sesuatu yang nggak semua orang punya.
Hati yang kuat. Pikiran yang jernih.
Dan keberanian buat tetap berdiri meski terus dijatuhkan.
(Dira memandang Raka, terharu. Bintang tampak kalah kata-kata, lalu pergi dengan wajah kesal.)
dira kusumawardani
(pelan):
Kamu selalu... belain aku.
Raka Permana
Bukan karena aku kasihan. Tapi karena kamu pantas dibela.
Dan karena aku... suka kamu, Dir. Dari dulu.
author admin
dah segitu dulu ya
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!