NovelToon NovelToon

Selir Jenderal Perang

EPISODE 001

Malam itu langit tidak berawan. Bulan menggantung tepat di tengah, cahayanya dingin menyelinap masuk melalui kisi-kisi jendela, menyorot sebuah dosa yang belum sempat diberi nama.

Paviliun Luozhe, tempat tinggal Jenderal Agung Hang Tianyu, asap dupa mengepul lembut memenuhi ruangan, meski terlihat tenang di luar, tapi sesuatu yang besar terjadi di dalam.

Di ruang utama, piring-piring porselen dan cangkir-cangkir berserakan di atas meja besar, ada juga yang jatuh berserakan di lantai giok. Di antara pecahan itu, tampak beberapa kue beras kecil tergeletak acak-acakan.

Dan di dalam kamar sang Jenderal, terdengar suara napas yang memburu, bercampur dengan desahan tertahan. Serta suara tubuh yang saling bergesekan.

Hang... Hang...

Ahh~

Di dalam sana, seorang perempuan merintih, tubuhnya mengejang. Jemarinya mencengkeram seprai putih yang telah kusut, rambut panjangnya menjuntai ke bahu. mata beningnya setengah tertutup. Dan tubuhnya bergerak mengikuti ritme yang tidak pernah ia inginkan.

"Apa yang terjadi!?" Manik bening wanita itu setengah terbuka, dengan sisa kesadarannya, ia berusaha menangkap apa yang sedang terjadi. Tubuhnya terasa panas dan tak terkendali, dan dengan samar, ia melihat sosok di hadapannya, di atas tubuhnya!

"T-tidak— Ahh!!"

Perempuan itu berusaha mendorong tubuh pria di atasnya, namun tangannya justru di tangkap dan di letakkan di atas kepalanya.

Jie Xieye, perempuan yang masih memiliki sisa kesadaran mencoba berontak, tapi bau dan asap dupa yang terendus inderanya, entah mengapa membuatnya bergairah dan panas.

"Ini tidak benar... Dupa ini...."

Suasana kamar yang remang dan hanya disinari lampu minyak di sudut ruangan, tubuh kekar Hang Tianyu menin dih tubuh wanita di bawah kukungan nya.

Nafasnya memburu, wajahnya memerah, di bawah kukungannya, tangan kanannya menekan kedua tangan wanita itu di atas. Sementara tangan lainnya sibuk menjelajah.

"L-lepas...." Wanita itu tampak memohon, tapi justru semakin membuat sang Jenderal yang tak kenal ampun itu bersemangat.

...

Rembulan kembali bersembunyi setelah perang panas itu berakhir.

Perlahan, kelopak mata pria itu terasa berat, dan pandangannya mulai kabur. Dalam keremangan, ia menatap wanita di bawahnya dengan samar. Wajahnya cantik... begitu lembut... Dan terasa tidak asing.

"Siapa..."

...

Di luar kediaman Luozhe, seorang wanita berdiri tenang mengenakkan jubah putih panjang. Di tangannya ia memegang secangkir teh yang masih mengepul. Senyum di wajahnya lembut, tapi lambat laun berubah puas. bahkan terlihat sedikit puas

"Akhirnya semua berjalan sesuai rencana." gumam nya pelan, lalu melenggang pergi dari kediaman Luozhe.

...***...

Kelopak mata itu perlahan terbuka, alisnya berkerut heran merasakan tubuhnya yang terasa panas dan tidak nyaman. Kepalanya berdenyut, dan saat akan menggerakkan tubuhnya, sebuah lengan melingkar di dadanya. Helaian rambut panjang terasa menyentuh kulitnya.

Manik pria itu membelalak, ekor matanya perlahan turun melihat siapa yang berada dalam pelukan nya. Seorang wanita tanpa sehelai benang.

"Tabib Jie?!" Suaranya serak nyaris tak terdengar saat melihat siapa wanita itu.

Namun keterkejutan itu berubah menjadi amarah. Dengan kasar, Hang Tianyu menghempas tangan Jie Xieye menjauh dari tubuhnya. Gerakkan tiba-tiba nan kasar itu tentu membuat sang empu terbangun dari tidur nya.

Wanita itu melenguh pelan, sebelum membuka matanya sepenuhnya, sebuah tangan lebih dulu bergerak cepat mence kik lehernya.

Uhuk!!

Jie Xieye terbatuk, tubuhnya menegang. Dia yang baru terbangun dan belum sempat mengumpulkan nyawa, mencoba menyingkirkan tangan Hang Tianyu yang mence kik lehernya.

"L-lepas...." Mohon Jie Xieye, tubuhnya mulai kehilangan tenaga. Dan air matanya jatuh tanpa seizinnya.

Air mata itu menetes dan jatuh mengenai tangan kekar Hang Tianyu, membuat kesadaran pria itu kembali dan dengan kasar mendorong tubuh Jie Xieye menjauh darinya.

"Apa yang kau lakukan di sini?!" bentak pria itu  kemudian. Suaranya dingin dan tajam. Sorot matanya menatap Jie Xieye jijik, marah, dan... Takut.

Jie Xieye mundur ke belakang, tubuhnya gemetar. Matanya menyipit menahan sakit. Ia juga bingung dengan situasi saat ini, tapi tak satupun kata keluar dari tenggorokannya.

Tidak mendapat jawaban dari wanita itu, Hang Tianyu  kembali mendekati Jie Xieye, tanpa aba-aba ia langsung mence kiknya leher wanita itu. Membuat wanita itu berteriak kesakitan.

"KATAKAN SESUATU! MENGAPA KAU ADA DI KAMARKU TABIB JIE!"

"Akh—!!" Tubuh wanita itu perlahan terangkat ke atas, Jie Xieye mendelik tajam. "Le.. paskan aku!"

Seolah mendapatkan kembali akal sehat nya, Hang Tianyu segera melemahkan cekikan nya. Ia kemudian mundur perlahan dengan menatap kedua tangan nya, sorot matanya bergetar dan nafasnya tersengal.

"Tidak mungkin... Kita tidak mungkin melakukan itu bukan?" Sorot matanya kembali menatap Jie Xieye yang terlihat sama bingung dan takutnya. Tubuh wanita itu bahkan terlihat bergetar.

Jie Xieye tidak menjawab. Sorot matanya menatap pakaiannya yang berserakan di lantai, beberapa terlihat sobek. Dengan tangan gemetar, ia memungut satu per satu, dan memakainya perlahan tanpa suara.

"Tabib Jie...." panggil Tianyu, suaranya berat dan dingin. Wajahnya menggelap, pandangannya tajam seperti bilah pedang.

Pria itu masih tidak percaya. Ia, Hang Tianyu, seorang Jenderal Agung, penjaga kehormatan dan martabat negeri ini, yang selalu hidup dengan disiplin ketat. Ia bahkan telah bersumpah hanya memiliki satu permaisuri, Le Chieli.

Tapi pagi ini... ia terbangun di samping seorang wanita? Di mana wanita itu adalah sahabat istrinya sendiri?!!

Kepalanya berdenyut hebat. Berusaha mengingat malam tadi. Dan apa yang sebenernya terjadi?

"Apa yang kau lakukan di sini, Tabib Jie?" Suaranya naik setiap oktaf. "Mengapa kau tidak menghentikan kita?! Apa kau sengaja menjebakku!"

Wanita itu mendelik. Nafasnya tercekat dan darahnya terasa mendidih mendengar tuduhan Hang Tianyu. Apa maksud pria itu jika dirinya yang menjebaknya? Untuk apa?! Seharusnya dialah yang marah karena dia adalah korban.

"Apa maksudmu, Jenderal Hang? Untuk apa aku menjebak mu?!" Suaranya bergetar seiring dengan air mata nya yang keluar.

Hang Tianyu memalingkan wajah. "Pergi." Suaranya lirih, tapi dingin.

"Pergi sekarang juga! Dan jangan pernah muncul lagi di hadapanku!"

Tubuh Jie Xieye berguncang, air mata mengalir deras tanpa suara. Dengan menahan rasa sakit, ia melangkah menuju pintu keluar.

Namun sebelum ia keluar, suara Tianyu kembali terdengar. Begitu tajam bagai ujung pedang.

"Jangan katakan apa pun pada Le Chieli. Jika kau punya harga diri sedikit saja, enyahlah dari kediaman ini, Jie Xieye."

...***...

Setelah sampai di kediamannya, Jie Xieye langsung masuk ke ruang pemandian, ia menenggel4mkan tubuhnya ke dalam kolam dingin. Membiarkan air menutupi tubuhnya, tubuh yang ia rasa sudah kotor, hancur dan kehilangan kehormatan.

"Apa yang sebenarnya terjadi... Mengapa itu semua terjadi ?!" Suaranya terdengar serak dan lirih.

Air matanya jatuh, menyatu dengan air kolam.

Tangannya meraba leher nya yang masih memar. Lalu turun ke lengan, dada, dan bagian tubuh lain yang nyeri. Ia merasa jijik.

Ingatan semalam samar-samar berputar di benaknya.

Semalam, pelayan Le Chieli datang tergesa-gesa, mengatakan jika sahabatnya itu sedang sakit dan menunggu di kediaman Luozhe. Tapi sesampainya di sana, semuanya menjadi kabur. Kepalanya pening. Napasnya berat. Tubuhnya lemah.

Lalu... gelap.

Jie Xie memijat pelipisnya. Sorot matanya sayu menatap pantulan wajahnya di air.

"Mungkinkah seseorang menjebakku?" Lirihnya pelan. "Tapi siapa?"

...***...

Paviliun Luozhe kembali sunyi.

Di dalam kamar, Hang Tianyu berdiri kaku menghadap jendela. Sorot matanya tajam, tapi kosong. Tangan kanannya meraih gagang pedang di dinding. Dalam satu tarikan penuh amarah, ia menghunus nya dan menebas tirai tipis di hadapannya, tirai itu robek seketika, jatuh berdebu di lantai, seperti sisa-sisa kehormatan yang baru saja hancur.

Nafasnya berat. Dadanya sesak. Ia tak tahu harus menyalahkan siapa.

"Le Chieli..." bisiknya lirih, nama istrinya bergema di antara keheningan.

Wajah sang istri melintas dalam pikirannya—wanita lembut yang selama ini ia jaga, ia janjikan kesetiaan. Tapi pagi ini, ia bangun di samping wanita lain.

Ia ingin menyalahkan Jie Xieye. Ingin sekali menumpahkan kemarahan dan rasa bersalahnya pada satu sosok yang tidak seharusnya ada di ranjangnya. Tapi...

“Tabib Jie bukan wanita seperti itu,” bisik hatinya sendiri.

Jie Xieye adalah seorang tabib, dia sahabat dari istrinya dan merupakan keturunan keluarga Jie yang tersisa. Gadis Lembut. Pendiam. Terlalu polos untuk hal kotor seperti itu.

Langkah kaki Tianyu menggema saat ia keluar kamar. Ia berjalan menyusuri lorong dengan langkah tergesa, sampai tiba di ruang makan.

Pemandangan di sana membuat napasnya tercekat.

Piring-piring porselen berserakan. Kaki meja satu sisi tertekuk, dan di antara kekacauan itu, mata Tianyu menangkap sesuatu—kue beras kecil, tergeletak di lantai.

Tidak mungkin kesalahan tadi malam terjadi begitu saja. Pasti ada yang merencanakan. Terlebih, seharian dia hanya di dalam kediaman nya. Dan sesuatu yang ia makan selama hari itu, hanya kue beras itu yang ia makan malam tadi.

Pria itu kemudian berjongkok. Ia mengambil salah satu kue itu dan mendekatkannya ke hidung.

Aroma manis yang biasa... tapi...

Ada sesuatu yang tidak wajar. Campuran bau herbal yang samar, dan rasa getir yang menusuk indera penciumannya.

Tatapannya menajam, lalu memicing penuh curiga. Ia berdiri pelan, dan menoleh pada dupa yang masih menyisakan sedikit asap di sudut ruangan.

Dupa itu... bukan dupa biasa.

Tangannya mengepal. Rahangnya mengeras.

Dan saat kesadaran perlahan mengendap dalam benaknya, Hang Tianyu mengangkat pedangnya tinggi-tinggi—

BRAKK!!

Dengan amarah yang meledak, ia melempar pedangnya ke arah jendela.

Kaca pecah berhamburan. Suaranya menggema, seperti letusan dendam yang selama ini ditekan.

Matanya menyipit, membakar. Napasnya menggebu.

"Ini semua.... sudah direncanakan... Le Chieli!"

Episode 002

Di atas tanah kekaisaran yang luas dan menjulang, berdiri kokoh istana megah dengan lambang naga langit. Di bawah naungan kekuasaan Kaisar, dua jenderal agung menjadi tiang penyangga kerajaan. Keduanya dikenal sebagai legenda hidup di medan perang—disegani kawan, ditakuti lawan.

Salah satunya adalah Jenderal Hang Tianyu.

Namanya berkibar hingga ke perbatasan utara dan selatan. Di medan perang, ia dikenal sebagai Dewa Perang tanpa ampun—pedangnya tajam, tak pernah ragu untuk membabat siapa pun yang mengancam negeri. Namun, di dalam kediaman nya, ia adalah pria bermartabat, bijaksana, tampan, dan setia pada satu wanita, yaitu istrinya, Le Chieli.

Namun… kesetiaan itu hari ini diuji.

...

Angin pagi berembus pelan di Kediaman Phoenix. Kediaman yang di tempati Le Chieli, kediaman yang berdiri anggun dengan atap lengkung berhias ukiran phoenix emas. Dengan gazebo kecil meneduh di atas kolam ikan yang tenang, di sekelilingnya, bunga-bunga musim semi bermekaran seolah tak tahu ada badai yang mendekat.

Meski angin bertiup lembut, tapi suasana di kediaman Phoenix itu tidak setenang hembusan nya.

Di aula dalam, seorang wanita paruh baya berdiri tegak dengan raut tegas dan sorot mata menusuk. Meski tidak lagi muda, auranya tetap tegas dan tampak bijaksana dengan jubah merah tua dengan bordiran naga emas di ujung lengannya. Dialah Ibu dari Jenderal Agung Hang Tianyu — Nyonya Hang Suyue.

"Berapa kali harus ibu katakan, Le Chieli," suaranya dingin, nyaris tanpa emosi. "Kau sudah menikah hampir lima tahun dengan Jenderal Hang, tapi masih juga belum bisa memberikan keturunan pada keluarga Hang. Apa kau ingin Ibu mencarikan selir untuk menggantikan mu?"

Le Chieli duduk bersimpuh di hadapan Hang Suyue. Kepalanya tertunduk dalam-dalam. "Ibu mertua ... Hamba sudah mencoba segalanya, ramuan, pengobatan... Bahkan jamu yang Ibu mertua berikan untukku—"

"Jangan berbicara omong kosong," potong Hang Suyue tajam. "Le Chieli, apa kau pikir jabatan istri sah bisa di pertahankan hanya dengan paras dan kesetiaan?"

Le Chieli menahan air matanya agar tidak jatuh. Dia juga ingin memiliki keturunan dengan Hang Tianyu— suaminya tercinta. Tapi, Dewa benar-benar belum mengabulkan nya.

"Keturunan adalah garis darah... Bahkan Kaisar pun, sudah mulai bertanya, mengapa Jenderal Agung seperti Tianyu belum memiliki ahli waris."

Tak menunggu jawaban dari menantunya, Hang Suyue melangkah pergi. Tapi saat di ambang pintu, dia kembali berkata.

"Jika musim depan kau masih tak kunjung hamil... Tidak ada salahnya Hang Fei Rei menjadi selir Tianyu."

Setelah berkata seperti itu tanpa menatap menantu nya, Hang Suyue melenggang pergi di ikuti dayang dan pengawalnya.

Setelah pelayan menutup pintu aula, Le Chieli bangkit dengan gemetar. Lalu berjalan tergesa ke taman belakang– ke arah gazebo di tepi kolam. Kemudian ia menatap pantulan dirinya di permukaan air.

Wajahnya pucat, riasannya tampak luntur. Dengan satu gerakan tajam, ia meraih cangkir di tengah gazebo, dan melemparnya asal. Cangkir itu menghantam batu di tepi kolam dan pecah menjadi serpihan.

Dadanya naik turun seiring nafasnya yang memburu. "Qiaoyu," suaranya terdengar lirih, tapi dingin.

Qiaoyu —dayang pribadi yang mengikuti nya di belakang, melangkah mendekat dan membungkuk. "Saya di sini, Nyonyaku."

"Bagaimana dengan Jie Xieye?" Suaranya nyaris terdengar saat bertanya.

Qiaoyu menunduk lebih dalam. "Hamba melihat tabib Jie keluar dari kehidupan Luozhe pagi-pagi buta. Bajunya kusut, dan penampilannya berantakan. Sepertinya rencana semalam berjalan sesuai dengan keinginan Anda, Nyonya."

Le Chieli tersenyum tipis, tapi tak lama wajahnya berubah suram.

Benar, kejadian panas yang terjadi di kediaman suaminya, adalah ulahnya sendiri. Dia sengaja menyuruh Qiaoyu memanggil Jie Xieye, sahabatnya sendiri untuk datang ke kediaman Luozhe, dengan alasan dirinya sakit.

"Xieye, aku benar-benar meminta maaf. Aku tidak tahu harus bertahan dengan cara apalagi. Aku tidak bisa berbagi suamiku dengan yang lain, apalagi sepupunya. Tapi, jika itu kamu— aku harap kamu mengerti dan segera hamil."

"Nyonyaku, hamba sedikit khawatir dengan semua ini. Bagaimana jika Tuan mengetahuinya?"

Le Chieli berbalik, mengusap bahu dayang mudanya. "Jangan khawatir, Qiaoyu, kita sudah membersihkan barang bukti."

Qiaoyu mengangguk pelan, meski rasa khawatir tentang semua ini tak hilang sepenuhnya.

"... Dan semoga saja Xieye hamil setelah ini."

"Hamil?"

Seperti tertikam petir, Le Chieli dan Qiaoyu tersentak dan menoleh. Darah mereka seolah berhenti mengalir melihat siapa yang datang.

Manik elang itu menatap lurus pada Le Chieli sang istri. Langkahnya menghampiri sosok wanita yang sejak tadi ia pikirkan, akan bagaimana perasaannya mengetahui dirinya dan sahabatnya bergelut panas?

Namun...

"Le Chieli, katakan apa yang kau maksud tabib Jie Xieye hamil?" Suara berat Hang Tianyu menggema seperti guntur yang menampar kesunyian.

"S-suamiku...." Tenggorokan Le Chieli seperti di tekan, begitu sulit menjelaskan. Bahkan kakinya sudah tidak bisa menopang berat tubuhnya. Hingga, ia dan dayang pribadi nya bersimpuh di hadapan Hang Tianyu.

Sorot mata itu terkunci pada wanita yang selama ini ia junjung sebagai pendamping hidup, wanita yang selalu ia lindungi, wanita yang tidak ingin ia kecewakan.

Namun— wanita itu justru menyusun rencana kotor ini? Hatinya benar-benar kecewa.

"Chieli'er... Apa aku terlalu memanjakan mu? Hingga kau berani bertindak di belakang ku? Apa kau tidak memandang ku lagi?!!"

Le Chieli memejamkan matanya kuat, tubuhnya bergetar seiring dengan air matanya keluar.

Ini adalah kali pertama ia melihat sang suami berbicara dengan nada tinggi dan menunjukkan ekspresi marah.

"Aku tidak bermaksud seperti itu... Aku—"

Hang Tianyu berjongkok, mengguncang bahu Le Chieli. Sorot matanya benar-benar menunjukkan seberapa ia kecewa.

"Apa kau tidak tahu? Saat aku terbangun di samping Xieye, aku langsung ingin membunvhnya! Aku berpikir dia dengan sengaja menjebakku, tapi ternyata—"

Hang Tianyu kembali berdiri, langkahnya mundur ke belakang. Ia tidak ingin ini semua terjadi, bisakah ini semua menjadi mimpi saja?

"Yang aku pikirkan hanya dirimu, Le Chieli, bahkan setelah aku menghina Xieye, karena aku hanya memikirkan perasaan mu!"

Le Chieli semakin terisak. Bahunya bergetar hebat, tapi kali ini ia berani mengangkat wajahnya.

"Kamu tidak mengerti perasaan ku! Apa kau tahu? Hampir lima tahun kita menikah, dan aku tak kunjung hamil... Ibumu, semua orang menghina ku! Mereka menekanku Tianyu!"

Le Chieli tidak bisa lagi menahan hal yang mengganjal di hatinya. Memendam semua sendiri, ia sudah sangat lelah menghadapi tuntutan semua orang.

"Aku juga tidak ingin melakukan hal bod0h ini... Tapi, aku takut kehilanganmu, jadi aku—"

Hang Tianyu kembali berjongkok, lalu tangannya bergerak mendekap tubuh istrinya yang bergetar.

"Aku juga ingin memiliki anak denganmu, tapi Dewa benar-benar belum mengabulkan. Mereka ingin mengambil selir untukmu, daripada aku harus berbagi dengan mereka, ku pikir, Jie Xieye adalah yang tepat."

Hang Tianyu mengusap punggung istrinya yang bergetar. Meski dia sangat marah, tapi, Le Chieli adalah kelemahannya.

Namun, di antara drama itu. Seseorang tersenyum tipis dari luar pintu.

"Tabin Jie, ya? Awasi dan cari tahu tentang nya.

...***...

Jie Xieye, satu-satunya keturunan Jie yang tersisa. Baik Ibu, ayah, dan para saudara Jie lainnya, semua sudah gugur. Entah gugur di Medan perang sebagai tenaga medis, atau yang lainnya.

Yang jelas, banyak keluarga Jie yang mengabdi pada istana yang berakhir dengan gugur. Itulah mengapa ibu Jie Xieye melarang putrinya mengabdi pada keluarga kerajaan. Karena tempat itu, penuh dengan siasat dan permainan politik.

"Anda tenang saja, Nyonya Ji hanya butuh istirahat."

"Terima kasih, tabib Jie."

Sepuluh hari telah berlalu sejak malam kelam itu. Jie Xieye memilih pindah ke desa lain meninggalkan ibu kota. Berharap kenangan kelam yang merenggut kehormatan nya segera hilang dalam ingatannya.

Namun, yang terjadi justru, ia selalu di hantui kejadian itu setiap malamnya.

Saya melewati hutan kecil menuju penginapan, pandangan Jie Xieye mulai kabur. Langkahnya goyah, dan dunia seperti berputar.

Bruk!

Tubuhnya jatuh di atas tanah. "Perutku... Sakit —"

Sebelum tubuh kecil itu jatuh sepenuhnya di atas tanah, seseorang muncul seperti kabut menahan tubuh Jie Xieye.

"Tabib Jie, apa Anda baik-baik saja?"

Tidak ada responan, pria berbaju hitam itu membopong tubuh Jie Xieye untuk mencari pertolongan.

"Apa yang terjadi, Tuan? Tenanglah, saya seorang tabib."

Pria yang membopong Jie Xieye segera berhenti melangkah. Seorang kakek tua menghampirinya dan memeriksa denyut nadi Jie Xieye.

Alis kakek itu berkerut, lalu sorot matanya menatap pria di depannya. "Selamat ya, Tuan. Istri Anda sedang mengandung. Mungkin dia hanya lelah dan banyak pikiran."

Wuxi— pengawal pribadi Hang Tianyu, yang di utus untuk mencari keberadaan Jie Xieye terlihat terkejut dengan mulut terbuka bod0h. Saat akan menyangkal jika Jie Xieye bukankah istrinya, kakek tabuh sudah pergi.

Wuxi masih syok dengan penjelasan tabib tua tadi. "A-apa? Tabib Jie sedang mengandung? Mungkinkah— anak Jenderal?"

Di tengah keterkejutannya itu, Wuxi merasakan tubuh Jie Xieye menggeliat. Dan benar saja, wanita itu dengan perlahan membuka kelopak matanya.

"KAU!?"

Jie Xieye mendorong dada Wuxi, lalu bangun berdiri dan menjauh dari Wuxi. Dia tahu, jika Wuxi adalah orang Jenderal Hang Tianyu.

"Apa yang kau lakukan di sini?! Pergi!" Teriak Jie Xieye.

Wuxi ingin mendekat, tapi Jie Xieye terus melangkah mundur dan mengancamnya agar tidak mendekat.

"Tabib Jie, tolong jangan lagi marah. Saya dengan khawatir bayi dalam kandungan Anda."

Jie Xieye terdiam sejenak. Bayi? Kandungan nya?

Tangannya terangkat, perlahan ia sentuh nadinya sendiri. Lalu mencoba berenang agar bisa membaca denyut nadinya.

Deg... deg... deg...

Pupil matanya melebar tak percaya. Bibirnya terasa kelu mengeluarkan kata. Kenyataan pahit kembali menghantamnya saat merasakan nadi kehidupan lain di perutnya.

"TIDAKK!!"

Jie Xieye berteriak keras. Air matanya sudah basah membasahi pipinya. Tangannya gemetar meraba perutnya. Bagaimana bisa ia mengandung anak dari suami sahabat nya? Bagaimana bisa tabib sepertinya hamil sebelum menikah?!

Tubuh Jie Xieye perlahan mundur.

"Ini tidak boleh terjadi!" Jie Xieye mengeluarkan sebuah bel4ti kecil dari lengan bajunya. Dan menempelkan ujungnya pada bagian perutnya.

"AKU BENCI INI!!"

Zrang!

"TABIB JIE!!"

Episode 003

Angin berhembus dingin, cahaya matahari merambat perlahan, menyusup lewat celah daun dan mengguratkan bayangan suram di tanah berlumut.

Nafasnya memburu, kepalanya mendadak kosong sejenak. Tangannya bergetar, dan air matanya kembali menetes.

Seorang pria berjubah hitam, berdiri di hadapannya menggenggam bel4ti yang berhasil dia rebut dari dirinya.

"Tabib Jie...."Panggilan lembut tapi juga tegas dari belakang, membuat Jie Xieye menoleh.

Bola matanya membulat melihat Hang Suyue dengan beberapa pengawal di belakang nya.

“Aku datang bukan untuk menghakimi. Tapi datang untuk bertanya,” ucap Hang Suyue sambil mendekat. Wajahnya tetap tenang, tapi sorot matanya tajam dan nada bicaranya tegas.

Jemari wanita itu perlahan terangkat, menunjuk perut Jie Xieye yang masih datar.

"Apa yang tadi akan kau lakukan, tabib Jie? Kau ingin membunuh bayimu?"

Jie Xieye gemetar. Napasnya tercekat. “Aku... aku tidak...”

“Anda adalah seorang tabib,” lanjut Hang Suyue, kini suaranya terdengar lebih dalam, “Anda adalah pelindung nyawa. Tapi apa tadi, kau mencoba menjadi pembunuhnya? Kau ingin membunuh cucuku?"

Cucunya?

Jie Xieye menangis semakin keras, lalu bersimpuh di tanah dan membungkuk dalam. Wanita itu pasti berpikir dia adalah wanita murahan, wanita penggoda suami sahabatnya!

“Aku tidak tahu kenapa bisa terjadi seperti ini. Aku...Anda pasti berpikir saya adalah wanita murahan. Aku tidak pernah berniat menggoda... apalagi tidur dengan Jenderal Hang… "

Hang Suyue tersenyum tipis, lalu berjongkok perlahan di depan gadis itu, tangan halusnya mengelus rambut Jie Xieye yang kusut.

“Aku tahu,” bisiknya lembut. “Aku tahu kau bukan wanita murahan."

Ia menarik tubuh Jie Xieye ke dalam pelukannya. Hang Suyue, wanita setengah baya itu, mendekapnya dengan hangat, seolah seorang ibu yang menenangkan anaknya yang ketakutan.

"Kami di jebak, aku hanya datang ke kediaman Luozhe karena pelayan Le Chieli memanggilku, katanya... Katanya Le Chieli jatuh sakit."

Hang Suyue terdiam sejenak, tangannya mengusap punggung Jie Xieye yang bergetar hebat.

"... Aku tidak tahu jika setelahnya," Jie Xieye semakin terisak. "Dan sekarang, aku hamil..."

“Tabib Jie, tenanglah..." Hang Suyue menghapus jejak air mata gadis itu. "Tapi sepertinya kau belum tahu, jika Le Chieli yang menjebakmu malam itu."

Tubuh Jie Xieye langsung menegang.

“Ti-tidak... itu tidak mungkin! untuk apa dia melakukan ini semua? Terlebih Chieli sangat mencintai Jenderal Hang. Dan dia adalah sahabatku." Nada Jie Xieye di akhir begitu lirih. Le Chieli tidak mungkin melakukan ini semua bukan? Apa alasannya?

“Dan dia juga istri yang tak kunjung hamil,” gumam Hang Suyue dengan sorot mata dingin. “Kadang, wanita bisa menjadi kejam ketika cinta dan harga dirinya terancam.”

Hening menggantung di antara desir angin dan tangis tertahan Jie Xieye. Hanya suara burung hutan yang samar terdengar dari kejauhan.

Hang Suyue kemudian menarik nafas panjang, perlahan ia mengangkat dagu Jie Xieye dengan satu jari.

“Dengar tabib Jie... Kau akan menjadi ibu dari ahli waris keluarga Hang. Tabib Jie, ikutlah kembali ke kediaman Hang, dan menikahlah dengan putraku."

Menjadi ibu dari keturunan Hang? Bahkan Jie Xieye tidak pernah berpikir untuk menikah dengan pria bangsawan, apalagi ini— seorang Jenderal Agung? Suami dari sahabat nya. Bahkan dirinya sendiri selalu berpikir untuk tidak menikah!

Jie Xieye perlahan bangun berdiri. Wajahnya berubah dingin. "Maaf, saya tidak bisa kembali ke sana. Anda tenang saja, saya tetap akan melahirkan anak ini. Tapi saya tidak akan menikah dengan jenderal Hang."

Wajah Hang Suyue ikut berubah menjadi dingin dan menggelap. "Keputusan bukan di tanganmu, Tabib Jie, anak dalam kandungan mu adalah milik keluarga Hang."

Mendengar jawaban itu membuat nyali Jie Xieye semakin ciut, tapi dia berusaha menutupi ketakutannya.

"Sepertinya sudah cukup sampai sini pembicaraan kita, Nyonya Hang. Tolong jangan ganggu saya, dan kau—" Jie Xieye menatap Wuxi. "Berhenti mengikuti ku."

Dengan langkah tertatih-tatih, Jie Xieye melenggang pergi, meninggalkan hutan kecil itu.

Wuxi yang sejak tadi diam, berniat menyusulnya. Tapi di tahan oleh Hang Suyue

“Jangan,” nada suaranya terdengar  dingin. “Ikuti dari kejauhan. Pastikan dia tidak mencelakai dirinya lagi.”

Wuxi menunduk. “Baik, Nyonya Besar...”

Dengan kecepatan seperti angin, Wuxi meleset mengikuti jejak Jie Xieye. "Jadi Nyonya Besar sudah tahu sejak awal..." batinnya.

Hang Suyue menghela nafas pelan, lalu menoleh pada pengawal lain dan memberi isyarat. Tak lama, seorang tabib tua yang sejak tadi menunggu di balik pohon, maju perlahan. Hang Suyue mengambil kantong kulit kecil dari lengan jubahnya dan menyerahkannya.

“Dengar, kau tidak pernah melihat dan mendengar siapa-siapa di sini hari ini.”

Tabib itu menunduk dalam. “Tentu, Nyonya.”

Hang Suyue memutar tubuhnya, meninggalkan hutan kecil itu dengan anggun, langkahnya tetap tenang, seolah tidak ada satu tragedi pun yang baru saja terjadi di hadapannya.

...***...

Malam telah tiba. Bulan lagi-lagi bersinar terang, dan terangnya menyusup ke ruang kerja Hang Tianyu yang di penuhi lembaran laporan dari medan perang. Peta perbatasan terbentang lebar di meja kayu besar berlapis ukiran harimau. Di salah satu sisi, jendela kayu terbuka lebar, membiarkan cahaya rembulan merayap masuk. Tapi cahaya itu tak mampu menembus awan gelap di benak sang jenderal.

Tangannya mencengkeram keras pena bulu di genggaman. Baris demi baris laporan tentang gerakan musuh di selatan berkelebatan di hadapannya, namun pikirannya... terus-menerus kembali ke wajah gadis itu.

Jie Xieye.

Tatapan nanar gadis itu saat terbangun di ranjangnya.

Tubuh mungilnya yang menegang di bawah cahaya bulan.

Tangisnya.

Kebencian dalam matanya.

"Sialan!" Hang Tianyu menggeram dan melempar pena ke lantai. Pena itu terpelanting, menghantam kaki meja sebelum terdiam.

Hang Tianyu meraih cangkir di depan nya, dan meneguknya kasar. Ini bukan yang sekian kalinya kepala dan pikirannya memikirkan gadis itu, Jie Xieye. Meski ia sudah menugaskan Wuxi untuk mencari keberadaan Jie Xieye yang menghilang dari ibu kota, Wuxi belum juga kembali melapor. Apakah terjadi sesuatu pada Jie Xieye?

Hang Tianyu mengembuskan nafas kasar. Namun, suara ketukan ringan terdengar di balik pintu kayu.

"Masuk!" serunya, nadanya berat dan kasar.

Pintu terbuka perlahan. Seorang pria bertubuh tegap masuk dengan langkah tenang. Itu adalah Guanghi, pengawal pribadi sekaligus orang kepercayaan Ibunya.

"Jenderal," ujarnya sambil membungkuk. "Nyonya Besar ingin bertemu Anda."

Hang Tianyu mengernyit. “Sekarang?”

Guanghi hanya menunduk lebih dalam. “Beliau sudah dalam perjalanan ke mari.”

Belum sempat Tianyu menjawab, langkah ringan namun mantap terdengar di lorong. Seperti aliran sungai yang tampak tenang namun bisa menghanyutkan, sosok Hang Suyue masuk ke dalam ruangan tanpa ragu, diiringi aroma bunga cendana dari pakaiannya.

"Putraku," sapa Hang Suyue lembut sambil menutup pintu di belakangnya. “Bagaimana kabarmu?”

Tianyu hanya memalingkan wajah. "Ibu, aku baik-baik saja, seperti yang Anda lihat."

Jawaban itu membuat udara di ruangan mendadak dingin. Hang Suyue melangkah maju, tatapannya tajam seperti mata elang.

“‘Baik-baik saja?’” ulangnya, dengan nada yang dalam namun menahan amarah. "Setelah menghamili seorang tabib, kau mengatakan baik-baik saja?

Hang Tianyu langsung membeku. “Ibu... Anda, bagaimana sudah tahu?”

Hang Suyue tidak menjawab. Ia hanya berjalan pelan menuju kursi berukir naga dan duduk dengan anggun, lalu mengambil napas panjang seolah menahan gelombang yang siap meledak dalam dadanya.

"Ibu, Anda mengatakan—?"

"Ibu sudah menemuinya, dan memeriksanya langsung, dia benar-benar hamil. Dan itu anakmu!"

Benar, saat Hang Suyue memeluk Jie Xieye, dan saat menggenggam tangan gadis itu. Hang Suyue ikut memeriksa nadi nya. Meski dia bukan tabib, pengetahuannya tentang medis itu cukup mendasar. Apalagi sekedar memeriksa denyut nadi.

Tianyu menggertakkan rahangnya. Matanya membelalak. “Ibu—"

Hang Suyue kembali memotong, tegas dan penuh kendali. “Aku juga telah menyuruh tabib memeriksanya sendiri. Tidak ada keraguan, Tianyu. Benih keluarga Hang telah tumbuh dalam rahimnya!”

Hang Tianyu terduduk di kursinya, lemas. Tangannya mengepal, menghitam karena darah yang naik ke permukaan.

Jie Xieye.. Benar-benar mengandung anaknya?

Hang Suyue menatap anaknya dengan dingin.

“Kau kira aku tidak tahu apa yang terjadi di malam itu? Aku sudah meminta orangku menyelidikinya,” nada suara Hang Suyue perlahan tenang. “Ada dupa khusus yang dibakar di kamarmu. Bahkan kue beras di kamarmu yang dicampur oba,"

"... Bahkan ibu sudah tahu jika pelakunya adalah istrimu, Le Chieli."

Hang Tianyu terdiam, jadi ibunya sudah mengetahuinya semua?

"Seperti yang kau tahu, istrimu hingga detik ini tak kunjung hamil, dan dia menjebak sahabatnya sendiri. Dan karena Tabib Jie mengandung anakmu," Hang Suyue menjeda ucapannya, sorot matanya tegas. "Bertanggung jawablah, bawa dia ke kediaman Hang dan nikahi dia."

Perintah itu, seperti hujan panah di tubuh Hang Tianyu. Dengan tegas, dia menggeleng. "Aku tidak berniat menikahi wanita manapun selain Le Chieli Bu. Apalagi Jie Xieye adalah sahabatnya."

Hang Suyue mendelik tajam. "Setelah menghamili nya, kau tidak mau bertanggungjawab? Bukankah ini adalah rencana istrimu juga?"

Wanita paruh baya itu lalu bangun berdiri. "Ibu tidak mau tahu bawa Jie Xieye dan calon cucuku ke rumah ini!"

Setelah mengatakan itu, Hang Suyue melenggang pergi di ikuti Guanghi.

Hang Tianyu menunduk. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Dia merasa kalah... untuk pertama kalinya, bukan oleh musuh di medan perang, tapi oleh kesalahan yang bahkan, sepenuhnya bukan kesalahannya.

...***...

Jie Xieye menekuk lututnya di atas dinginnya lantai giok. Matanya sudah bengkak karena sedari tadi menangis. Ia ingin sekali menolak kenyataan pahit tentang kehidupan baru di dalam rahim nya.

"Ibu, aku harus bagaimana?" Jie Xieye menunduk, bahunya bergetar. Tapi kemudian bangun berdiri dan berjalan mendekati jendela.

"Wuxi, aku tau kau di sana. Berhenti mengikuti ku."

benar saja. Seperti kabut, Wuxi tiba-tiba muncul di hadapannya. wajahnya menunduk.

"Kau selalu di sisinya kan?" seringai muncul di wajah pucat Jie Xieye. Gadis itu berjalan mengitari Wuxi. "KAU SELALU DI SISINYA BUKAN?!"

Wuxi menahan nafasnya sejenak. Lalu mengangguk dan mengiyakan.

Jie Xieye tertawa, tawa yang Wuxi bisa rasakan lukanya.

"Lalu kenapa kau tidak menghentikan malam itu, Wuxi?" Jie Xieye kembali menangis. ingin sekali rasanya ia kembali ke malam itu mencegah semuanya.

"Maafkan saya, tabib Jie. Malam itu, dayang Qiaoyu memberikan kue beras yang di beri obat tidur. Tolong maafkan aku."

Wuxi bertekuk lutut, merasa bersalah karena ia lalai menjaga Tuan nya malam itu. Jie Xieye mundur perlahan, hingga punggungnya menabrak tembok.

"Tabib Jie, saya tahu Anda tidak ingin kembali ke kediaman Jenderal Hang. Namun, yang anda kandung adalah keturunan Hang, bahkan jika Anda tidak ingin, mereka pasti akan mengambil bayi Anda."

Jie Xieye melangkah maju, telunjuknya menunjuk Wuxi dan perutnya. "ini bayiku! Aku dan dia tidak akan menginjakkan kaki di sana. Dan dia adalah keturunan Jie!"

Wuxi menghela nafas pelan. dia bukan ingin menyudutkan Jie Xieye, tapi dia tidak ingin wanita itu akan terkejut dengan tindakan keluarga jenderal Hang nantinya. terlebih Nyonya besar yang sudah menginginkan cucu.

"Apakah anda bisa melawan? Meski Anda adalah keturunan Jie, Anda adalah yang tersisa. Dan Yang Mulia, adalah Jenderal Agung. Jadi, saya mohon, pikirkan dengan baik, Tabib Jie. Bahkan jika anda bersembunyi di sarang lebah, Nyonya besar akan menemukan Anda."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!