Angin malam mohon jangan telalu dingin agar jangan terbayang kisah masa lalu.....
Awan hitam mohon jangan diturunkan hujan agar tidak terbayang saat kita sepayung berdua....
Jendela yang bias akibat hujan lebat yang turun memantulkan wajahku yang kian kabur. Tiada yang tau kekecewaan yang kutelan sendiri bahkan itu Umi dan Abi.
Memang benar aku ikhlas, tapi goresan itu tetap ada, masih segar dan berdarah. Tuhan tau mana yang terbaik bagiku namun Tuhan juga menciptakan diri ini sebagai manusia yang pasti merasakan pedihnya sebuah pengkhianatan.
Entah ini apa namanya, jujur saja aku tidak bisa menyebutnya sebagai pengkhianatan, hanya ditinggal nikah tanpa kabar. Bagi orang lain mungkin terkesan remeh tapi hatiku terlalu rapuh untuk mengatakannya demikian.
Kata mereka jodoh, maut dan rezki adalah ketentuan Tuhan, bodohnya diriku terpancing dengan kisah masa lalu yang mempercayakan hatiku pada dirinya.
Sebuah kebodohan yang kusesali yang memberikan luka pada hati terdalam dan sesak yang tiada habisnya.
Baru saja aku melihat status pernikahan yang entah dengan alasan apa ditutupi padaku selama ini entah itu oleh dirinya sendiri maupun teman kami.
Aku menangis, menangisi kebodohan yang membuat luka hatiku dan entah kapan atau bagaimana cara menyembuhkannya.
Dia, seorang pria yang ku kenal sejak sekolah menengah atas yang mana memutuskan untuk berhijrah dan sama-sama memperbaiki diri.
Sejak saat itu kami memutuskan komunikasi dan dia meminta kesediaanku menunggu jika kelak dia siap akan segera meminta diri ini pada kedua orang tuaku.
Suatu hal yang konyol lagi menurut beberapa orang tetapi itulah yang terjadi pada diriku. Hati ini telah terlanjur ku jaga untuknya dengan harapan indahnya saat kami bersatu kembali dalam sebuah ikatan halal.
Saat itu ditahun pertama menduduki bangku universitas, kami terpisah jauh oleh pulau dan itulah percakapan terakhirku dengannya. Sebuah permintaan yang kupenuhi dengan semampuku.
Memang sejatinya keluarga mereka merupakan keluarga yang memiliki agama yang kuat, yang mengharuskannya menempuh pendidikan yang berhunungan dengan pendalaman agama, aku menyukai itu.
Sedangakan keluargaku juga demikian, namun Abi dan Umi membebaskan anak-anaknya untuk menuntut ilmu pendidikan umum dengan syarat tidak melupakan pendidikan agama.
Jadilah dirinya melanjutkan studi di sebuah pondok yang memiliki universitas dan aku memilih keujung negri dengan pendidikan kedokteran hewan atau yang lebih dikenal Veterinary Medicine.
Masa itu dia terus memberikan hadiah lewat temanku, tidak melupakan sedikitpun tentang hari spesialku, meskipun kami tidak saling berhubungan tetapi dia punya caranya sendiri untuk meyakinkanku.
Mungkin kalian bertanya bagaimana bisa kami saling mengenal, baiklah aku akan mencoba untuk mengisahkannya.
Ketika itu kami tergabung dalam sebuah organisasi siswa yang menjadi orang terpilih setelah melakukan pemilu.
Ya, sekolah kami memiliki tiga jurusan yang mana diantaranya selalu ada satu kelas unggulan.
Disanalah awal pertemuan kami sehingga berkembang menjadi hubungan baik yang akhirnya saling nyaman untuk pendidikan dan pengembangan pengetahuan.
Dari satu organisasi merambah ke berbagai organisasi yang lain. Berakhir menjadi pasangan ketua dan sekretaris di setiap kesempatan.
Mungkin disana setan bermain sehingga rasa itu ada. Tanpa sadar rasa suka mulai bersemayan di dalam hati meskipun terpendam tanpa pernah terungkapkan.
Segala suka dan duka terlewati saling mengisi dan mendukung hingga menjadi pasangan yang ideal dalam sebuah persahabatan maupun hubungan profesionalisme.
Dukungan terus datang dari berbagai sisi bahkan do'a juga selalu mengiringi dari mulut mereka yang menginginkan kebahagiaan kami kelak.
Memang tak ada hubungan dalam ikatan kekasih murni tanpa bersentuhan sedikitpun hanya saling mengagumi dalam diam hingga pada saat akhir terucaplah janji untuk menunggu hingga siap ke pelaminan.
Jalan Tuhan tiada yang tau bahkan kini tanpa undangan dia telah bersama dengan yang lain akantetapi kenapa tanpa pemberitahuan yang pasti.
Mengapa takdir begitu kejam mempermainkan ku, entah itu mereka ataukah dia yang begitu kejam.
Haruskah aku terus menunggu tanpa kepastian, berharap pada yang tidak mungkin. Jika aku tidak membuka aplikasi pesan sosial media untuk meminta tolong padanya mungkin sampai kapanpun aku tetap menunggu.
Kalian sungguh tega mempermainkan ku, membiarkan diriku seperti orang bodoh yang menunggu sesuatu yang tak mungkin.
Bukankah pernikahan itu sesuatu hal yang baik, yang harus disiarkan bukannya disembunyikan. Lantas kenapa mereka tidak memberitau ku.
Sempat kutanyakan pada mereka ternyata mereka beralasan bahwa tidak ingin aku teraakiti bukankah begini lebih sakit.
Sungguh aku tidak sebodoh yang mereka pikirkan. Aku tidak akan menagis dan mengemis tentang pernikahannya tetapi aku akan memberikan selamat dan do'a terbaik untuknya sungguh.
Memang benar, hati ini tak bisa berdusta tapi aku juga tau ini semua takdir yang sudah Tuhan gariskan untukku.
Namun demikian aku tetap manusia, kecewa sudah pasti sedih apalagi meskipun hatiku rapuh tapi aku tetap tegar sekuat yang ku mampu.
Banyak juga mereka tidak mau memberi tau diriku karena takut aku yang akan berubah menjadi buruk setelah memutuskan hijrah.
Hey.... Tenanglah kalian tidak perlu khawatir meskipun aku berhijrah diwaktu bersamaan dengannya tetapi bukan berarti sepenuhya karena dia.
Aku memperbaiki diri karena Tuhan ku, ingin menjadi lebih baik dihadapan Nya dan lebih dicintai Nya.
Sungguh kalian terlalu dangkal menilai diriku, sungguh aku sangat kecewa dan sakit. Hari ini adalah salah satu hari terberat dalam sejarah hidup hingga umurku 23 tahun.
Baiklah sekarang aku mengerti hanya sebatas itu cinta kalian untukku, aku maafkan tentu saja tetapi tidak mudah untukku melupakan.
Jujur saja, ini pukulan terberat bagiku. Sudah ditinggal nikah dan dikhianati semua sahabatku dengan alasan kebaikanku.
Marah, tentu saja tetapi aku lebih memilih diam. Mengurung diri dikamar dan mencurakan air mata di setiap sholat terutama di sepertiga malam.
Aku tau ini semua salahku, tidak seharusnya menggantungkan harapan pada manusia cukup hanya pada Tuhan, juga tidak sepantasnya aku menaruh hati padanya. Pertama jelas menodai cintaku pada Rabb yang kedua jelas dia sudah jadi suami orang.
Sungguh menyesalnya diriku. Beruntung Tuhan memberitahuku saat ini jika tidak entah sudah berapa banyak lagi dosa yang harus ku tanggung.
Malam ini terasa sangat panjang dengan rintikan hujan yang terus luruh mengiringi air mata dalam hati.
Aku harus bangkit tidak bisa terus begini, mungkin aku kurang baik untuknya maka diberikan yang lebih lagi dari agamaku.
Bukankah yang baik untuk yang baik demikian sebaliknya dari aturan jodoh yang ada. Biarlah kubawa hatiku ini dengan kepercayaan bahwa Tuhan yang lebih tau mana yang terbaik untukku.
Bersamaan dengan ini aku mengakhiri kisahku dan menutup lembaran lalu. Biarlah waktu yang menyembuhkan luka. Aku pasrahkan pada Pemilik hati yang sebenarnya.
Setelah malam panjang yang begitu menyiksa aku menemui Abi pada pagi harinya. Menyodorkan email bahwasanya di terima kerja di negara paling kaya di dunia, Dubai.
Beberapa kali Umi membujukku untuk tetap disini namun aku selalu beralasan bahwa ingin mencoba yang terbaik versi diriku dan berkembang lagi. Ditambah lagi gaji disana lebih besar dan negaranya lebih maju.
Sementara Abi, beliau adalah sosok yang paling aku kagumi dalam setiap keadaan. Abi tidak pernah melarangku selama itu tidak menentang agama, baik untukku dan aku bertanggung jawab akan itu namun aku tau Abi juga sangat berat melepasku terlihat dari helaan napasnya yang berat.
"Abi dan Umi maafkan Kakak ya. Mohon ridhoi kakak dan do'a kan kakak Bi, Mi"
Begitulah aku memanggil diriku, sebenarnya aku anak kedua akantetapi kakak tertuaku dipanggil Uni sementara adik bungsuku laki-laki yang masih duduk di bangku sekolah menegah atas. Memang jarak aku dengannya lumayan jauh.
"Yasudah Nak, jika memang itu keputusan yang sudah kakak ambil, yang terpenting bagi Abi kakak selalu ingat sama Allah, jaga sholat dan ngajinya, jaga kesehatan juga sama jaga diri dengan baik" pesan Abi dipagi hari itu.
"Kenapa kakak harus jauh kerjanya, disini juga banyak yang bagus. Umi yakin kakak bakalan diterima juga disini dan enggak kalah bagus juga kak" sedih Umi yang masih belum terima akan keputusanku.
"Umi kakak sudah terlanjur menerima pekerjaan ini. Izinkan kakak coba ya Mi. Kakak akan sering telepon Umi, nanti Umi sama Abi juga bisa datang kesana atau kakak yang pulang kesini" ujarku memberi pengertian pada Umi setelahnya memberi kode minta tolong pada Abi.
"Sudahlah Mi, biarkan saja kakak mencobanya. Apapun itu kita harus mendukung kakak selagi itu baik" ujar Abi mencoba menenangkan Umi.
"Yasudah, tapi kakak janji ya telepon Umi. Jangan lewatkan makan sama istirahat yang cukup. Kakak kalau udah banyak kerja suka lupa istirahat" omel Umi.
"Iya Mi, Insya Allah. Umi bantu do'ain kakak ya" pintaku sembari menjatuhkan kepala di pangkuan Umi.
"Iya nak, selalu Umi do'akan anak-anak Umi" lembut Umi sembari mengelus kepalaku.
Begitulah dua orang yang paling kusayang dan kukagumi di dunia ini. Mereka adalah segalanya bagiku tapi tak semua bisa ku ceritakan pada mereka.
Menurutku mereka sudah cukup sibuk untuk memikirkan tentang kehidupan kami dan memikirkan cara menghasilkan uang setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan kami. Terlalu sia-sia rasanya jika mereka juga harus memikirkan persoalan hatiku yang tak jelas seakan digantung bagai jemuran dan dibuang saat tak lagi diinginkan.
Lagipula aku sudah terbiasa mengambil keputusan sendiri semenjak aku menamatkan sekolah dasar dan ditempatkan di sekolah berasrama. Aku selalu merasa bertanggung jawab penuh atas diriku berbeda dengan kedua saudaraku yang lebih manja kepada kedua orang tua kami karena mereka tidak pernah hidup sendiri hanya saat kakakku kuliah saja itupun tidak terlalu jauh bisa dua jam waktu tempuh dari rumah.
Setelah berdiskusi panjang dengan kedua orang tuaku dan meminta do'a restu mereka aku berpamitan hanya pada keluarga terdekat Umi dan Abi saja lantas mengurus transportasi ke airport dan menggeret koperku ke depan pintu.
Jangan heran, sebenarnya tawaran bekerja ini sudah lama aku dapatkan. Hanya saja saat itu aku masih berpikir panjang karena aku kira akan ada yang meminangku setelah menamatkan pendidikan kedokteran hewan namun ternyata takdir berkata lain. Mungkin inilah jalanku.
Kebetulan disana membutuhkan dokter hewan cepat sehingga saat aku menerima mereka menanyakan kesediaan kerjaku secepatnya dan ku jawab saja bahwa aku bisa berangkat besok.
Tempat kerjaku bukan lembaga biasa, ini merupakan tempat yang dinaungi oleh Sultan atau Raja negri itu sehingga pengurusan izin kerja, visa dan segala macam dapat selesai saat itu juga hanya dengan pengisian data.
Tiket dan akomodasi juga disediakan pihak mereka serta diberi uang jalan. Jangan salah meskipun hanya seorang dokter hewan tetapi eksistensi pekerjaan sebagai "Vet" ini sangat dihargai dan digilai di luar negri tetapi jangan salah dulu aku bergelut di bidang Wildlife atau lebih dikenal dengan satwa liar meskipun begitu aku juga tidak kalah mahir dalam dunia praktisi hewan peliharaan atau pet.
Aku hanya membawa ransel berukuran besar sebagai tempat laptop dan sebagainya, tas sandang kecil dan dua koper, satu berisi pakaian dan kebutuhanku dan satu lagi berisikan buku dan alat medisku.
Sesimpel itu peralatan yang aku siapkan sejak tadi malam. Memang terkadang patah hati visa membuat orang nekad dan sialnya itulah yang terjadi padaku kini.
Saat tengah menunggu jemputanku datang, aku dikagetkan oleh kedatangan kedua orang tua dan saudaraku dari arah belakang.
"Kakak mau kemana bawa-bawa koper" raut bingung jelas terlihat di wajah Umi.
"Umi, kan kakak udah bilang tadi mau ke Dubai Mi." ujarku santai.
"Hah ? Dubai ? Sekarang banget ?" tanya Umi semakin aneh lagi.
"Yaiya Umi, kan tadi kakak udah minta izin sama Abi sama Umi" ujarku.
"Ya iya, tapi kan gak harus saat ini juga. Masa baru bilang langsung berangkat" ujar Umi setengah tertawa tidak yakin.
"Iya Umi. Sekarang kakak lagi nunggu jemputan ke bandara" santaiku.
"Astaghfirullah, jadi beneran ini kakak berangkatnya sekarang ??" kaget Umi yang sudah pasti juga mengagetkan semua orang.
"Kakak kenapa gak bilang-bilang kalau mau ke Dubai, emang berapa lama disana ?" tanya kakak tertuaku.
"Sampai waktu yang tidak ditentukan Uni" balasku.
"Hah ? Maksudnya ?" tanya kakakku bingung, memang ia belum tau perihal keberangkatanku.
Sebenarnya kami sangat dekat secara emosional akantetapi aku tetap aku yang tidak bisa untuk mengeluarkan isi hatiku dan menceritakan apapun pada orang lain. Aku pikir akan lebih baik mereka tau saat aku sudah pergi namun ternyata dia ada di rumah pagi ini.
"Itu Uni, kakak kan mau bekerja di Dubai" jawabku sedikit segan takut ia marah karena tidak diberitau perihal ini.
"Apa ??! teganya kamu kak. Kakak pikir Dubai itu dekat seperti ke pusat kota yang bisa bolak balik gitu aja ?!" marah kakakku yang langsung menguar saat aku menjawab pertanyaannya.
"Ya enggak juga Uni, tapi lumayan dekat daripada Eropa" jawabku sekenanya.
"Kakak, kakak pikir kami ini siapa hah ?! Kenapa kakak jadi begini heh ?!" emosi Uni yang langsung mengeluarkan air mata yang ku tau dihiasi oleh kecewa. Aku akui memang aku sangat bersalah disini, bahkan adikku yang terkesan cuek juga diam-diam mengusut air matanya agar tidaj jatuh ke pipi.
"Sudahlah Uni, jangan memberatkan langkah kakak dalam meraih cita-citanya. Kita do'akan saja kakak dan mendukung keputusannya. Kakak juga, kenapa kakak bersikap begini. Bukankah bisa kakak diskusikan jauh-jauh hari. Apa kakak tidak kasihan melihat Umi dan semuanya terkejut dan sedih begini" nasehat Abi panjang lebar yang mengena di hatiku. Ya, sebut saja aku bodoh dan terlalu lemah dalam hal hati.
"Maafkan kakak Abi, Umi, Uni dan Adek. Kakak semalam baru saja menerima email mereka dan kakak setujui. Pihak sana membutuhkan dokter yang siap sedia saat ini juga sehingga mereka langsung mengirimi kakak tiket dan mengurus semua keberangkatan kakak. Kakak tidak bisa mengelak lagi karena ini sudah tertulis dalam kontrak" jelasku pada mereka semua.
"Yasudah, mungkin ini sudah jalannya kakak. Kita hanya bisa mendo'akan yang terbaik. Semoga diberi kelancaran dan selamat dalam perjalanan. Lain kali jangan lakukan hal ini lagi ya kak. Kami semua menyayangi kakak dan kami butuh waktu untuk melepas kakak" jelas Abi yang membuat hatiku tersentil.
"Iya Abi, maafkan kakak. Sungguh kakak sangat-sangat minta maaf. Kakak akan usahakan pulang jika ada waktu dan kakak harap semuanya bisa kesana mengunjungi kakak nanti" ujarku lirih.
"Iya nak, hati-hati. Jaga diri baik-baik dan ingat pesan Abi dan Umi" titip Umi padaku.
Jadilah perpisahan ini dihiasi air mata sedih melepas kepergianku. Meskipun aku terbiasa jauh tapi ini adalah rantauan terjauh yang pernah aku jelajahi.
Sebenarnya salah satu alasanku menyembunyikan kepergianku adalah hal ini. Aku tidak ingin melihat air mata mereka jatuh menangisiku. Biarkan aku pergi dan nanti aku akan memberitahu mereka saat sudah sampai atau sudah di pesawat saja. Tetapi takdir berkata lain. Aku harus berpamitan dengan iringan tangis dan pelukan hangat.
Bahkan Abi dan Umi tidak hentinya mencium dan memelukku. Begitu juga dengan Uni dan Si Bungsu yang cuek tetapi hari ini malah memelukku dengan erat.
Mobil jemputan datang dan memaksa kami melepas rengkuhan yang nanti akan terpisah negara. Sekali lagi aku pamit dan beranjak memasuki mobil sementara koper dan ransel sudah dibantu oleh sopir itu.
Sebenarnya Abi sudah ingin mengantarkanku namun aku menolaknya dengan alasan sudah terlanjur memesan taksi. Aku tidak ingin merepotkan mereka dan lebih tidak ingin lagi melihat wajah sedih mereka di bandara takutnya aku tidak akan kuat dan malah berbalik pulang.
Sejujurnya keluargaku bukan dari kalangan yang tidak berada kami terbilang cukup bahkan lebih dari cukup. Abi yang seorang pewagai negri namun juga memiliki usaha sampingan peternakan dan sapi potong sementara Umi mempunyai toko harian lengkap dari bahan pokok dasar, bahan mentah dan makanan semua lengkap layaknya minimarket selain itu beliau juga catering dan penyewaan alat-alat untuk resepsi dan acara. Kami juga memiliki beberapa mobil dan motor yang selalu siap pakai di rumah.
Namun aku memilih mandiri dan mengerjakan semuanya sendiri. Aku sedari dulu memang tidak terlalu bergantung kepada orang tuaku. Mereka hanya tau beres dan memenuhi kebutuhanku tanpa perlu bertanya ini dan itu sangat berbeda dengan dua saudaraku yang lain. Mungkin hal itu pula yang menyebabkanku cenderung lebih tertutup dan lebih dominan menyelesaikan masalahku sendiri.
Apapun itu tetap meraka adalah orang yang paling berarti dalam hidupku. Segala-galanya dan tempatku untuk kembali, rumahku dan tempat teraman bagiku.
Lambaian tangan mengiringi kepergianku disertai deraian air mata. Biarlah semoga kesedihan hari ini akan berganti tawa di kemudian hari.
Aku pergi.......
Yash... Disinilah aku sekarang akan memulai lembaran baru. Di negara yang kaya dan masih memiliki padang pasir.
Dikabarkan bahwa negara inilah yang terkaya di dunia yang di kepalai oleh seorang raja. Kenapa aku menyebutkannya, ya karena aku akan bekerja untuk kerajaan.
Meskipun demikian aku juga akan bekerja di rumah sakit hewan lain dan beberapa klinik sehingga aku mendapatkan banyak pengalaman dan penghasilan tambahan tentunya.
Ku jelaskan sedikit, jadi salah seorang pangeran kerajaan ini sangat concern terhadap wildlife dan beliau mempunyai peliharaan hewan liar ini seperti harimau, singa, gajah dan kawan-kawan. Juga beberapa hewan di gurun juga dibawah pengawasannya oleh sebab itu ia butuh tenaga seorang dokter hewan seperti diriku.
Meskipun demikian jujur saja aku tak tau sama sekali keluarga kerajaan ini bahkan ada niatan untuk mencari tau saja juga tidak. Aku cukup mengetahui pekerjaanku dan tugas hewan yang harus aku rawat, cukup itu saja.
Kalian tidak lupa kan bahwa aku baru saja patah hati. Oleh sebab itu aku akan menyibukkan diriku dengan bekerja dan bekerja. Membuat diriku berguna dan lebih produktif. Hidup tak melulu tentang percintaan dan pria. Aku bisa hidup dengan diriku sendiri.
Aku memang cenderung berbeda dengan perempuan kebanyakan dalam soal hobi, aku suka berkuda, snorkling, diving, paralayang, sesuatu yang menguji adrenalin aku sangat menyukainya tapi tenang saja aku masih seperti perempuan kebanyakan.
Tubuh mungil khas asia, kulit kuning langsat dan jangan lupakan hijab yang selalu ku kenakan bila bertemu dengan orang yang bukan mahram.
Sudah terbayang berapa susahnya aku saat sampai di bandara Dubai. Kebanyakan orang timur tengah dengan proporsi badan yang besar dan tinggi sementara aku kecil sendiri. Tak sedikit juga yang beranggapan bahwa aku anak smp yang terpisah dari orang tua nya. Malang sungguh nasibku.
Terkadang baby face itu tidak melulu tentang berkah tetapi bisa juga musibah saat dibarengi oleh tubuh mungil seeprtiku. Wah sungguh ironi memang jika bersanding dengan orang sekitar.
Upss... tapi satu yang pasti aku memiliki bagian atas dan bawah yang besar dan bulat meskipun selalu tertutup dengan pakaian, ini rahasia ya.
Saat ini aku sudah berada di apartemen yang tidak jauh dari istana atau bisa kita sebut dengan kediaman raja.
Sebenarnya mess untuk aku sudah disiapkan, namanya saja mess tetapi lebih seperti rumah tinggal yang besar namun aku lebih memilih tinggal di apartemen dan hanya menggunakan rumah itu untuk istirahat saja rencananya.
Malam disini lumayan hiruk pikuk dibandingkan dengan tempat lamaku sehingga aku butuh beberapa lama untuk bisa tertidur lelap.
Hari yang melelahkan, selama beberapa jam di udara membuat badanku remuk dan terasa pegal. Besok adalah hari penting karena esok aku akan pergi ke tempat tugas baruku untuk pertama kali. Semoga hari esok akan berjalan dengan lancar.
*****
Pagi hari terasa begitu cepat datang sementara seorang gadis masih betah meringkuk setelah tadi tidur lagi sehabis subuh.
Dengan memaksakan diri ia berdiri menuju kamar mandi dan segera bersiap untuk menyongsong hari pertama bekerja.
Dengan menaiki mobil yang sudah disediakan ia beranjak menuju kediaman raja negri ini tetapi jangan berharap akan menemui orang penting itu karena nyatanya ia hanya akan bertamu ke kandang hewan dan juga istal kuda.
Jadilah saat ini dengan membawa tas yang berisikan alat-alat, obat handler ia berjalan dengan sneli putih yang menjadi kebanggaannya.
Ternyata juga sudah ada banyak pawang dan penjaga disini tetapi memang sepertinya mereka belum memiliki dokter hewan karena yah, bisa dikatakan dokter yang terkhusus untuk wildlife itu sangat sedikit karena resiko kerjanya dan juga mentalnya selalu dipertanyakan.
*****
Sebelum memulai kerja aku dibawa oleh seseorang yang sepertinya orang penting yang mengurus keluarga kerajaan. Ia aku tau namanya pangeran yang bertanggung jawab atas hewan ini adalah Hamdan tapi kembali lagi aku hanya mengangguk tanpa tau dan ingin tau siapa itu Hamdan.
Akhirnya setelah puas berkeliling aku kembali menuju klinik yang memang diperuntukkan padaku sebagai ruang kerja, ruang tindakan dan ruang perawatan.
Disini aku juga dibantu oleh 5 paramedis yang berada di bawah ku dan juga pawang yang nantinya akan melaporkan semua hal padaku.
Tidak begitu buruk, aku menyukai tempat ini terlebih saat aku melihat satu bayi harimau putih yang sangat lucu dan langsung bisa ku ajak main.
Lama aku menyelesaikan pengecekan semua hewan dan memastikan semua aman hingga akhirnya aku memilih untuk bermain dengan anak harimau lucu itu.
Memang dia masih kecil, belum genap 1 bulan. Tapi apa kalian tau becandanya sungguh tidak lucu, yah mungikin bagi mereka bermain tapi tanganku sudah penuh dengan gigitan dan terasa ngilu akibat cakarannya juga. Beruntung aku memakai baju panjang sehingga tidak merusak kulit.
Saking asiknya bermain sampai-sampai aku tidak menyadari ternyata ada seorang anak kecil yang memperhatikanku sedari tadi dan heran melihatku bermain dengan harimau itu.
"Who are you ? What are you doing with the tiger ?" (Siapa kamu ? Apa yang kamu lakukan disini ?) tanya pria kecil itu.
"Oh hai..., hallo my name is Doctor Husna but you can call me Nana ,and ya as you know that i am a doctor for them here" (Oh hai.., halo namaku Dokter Husna tapi kamu bisa memanggilku Nana, Dan yaa seperti yang kamu tau, aku adalah dokter untuk mereka) jawabku ramah sembari menunjuk pada kandang yang lapangan yang dipenuhi hewan itu.
"Oh ya ??" tanyanya kaget.
"Ya tentu saja, kalau boleh tau siapa namamu ?" jawabku sekaligus menanyakan anak yang tampan dan lucu ini.
"Namaku adalah Hasyem, aku tinggal disini" jawabnya yang mulai bersahabat.
"Oh hai Hasyem, nice to meet you" (Senang berkenalan dengan mu, Hasyem) balasku sembari tersenyum dan mengulurkan tangan.
"Nice to meet you too Nana" balasnya juga tersenyum ramah.
"Kenapa kamu begitu tidak sopan pada orang yang lebih tua, panggil dia Aunty atau Dokter" tiba-tiba satu suara menginterupsi perkenalan manis kami.
Kami berdua tersentak kaget dan mengalihkan pandangan pada seorang pria tinggi besar dengan badan yang kekar. Meskipun ia memakai sejenis gamis pria tetapi ototnya jelas terlihat dari balik kain putih itu.
Bukannya terpesona aku justru takut melihat perawakannya yang tinggi dan besar, hidungnya begitu mancung. Mungkin saja jika ada layangan bisa tersangkut disana ditambah lagi jambangnya menimbulkan garis tegas.
Tatapannya begitu dalam membuatku lebih memilih menundukkan pandangan dan berpura-pura sibuk dengan harimau kecil ini sementara di pria kecil itu tangannya sudah saling meremas satu sama lain.
Aku mengerti perasaannya, jangankan dia aku yang sudah kepala dua saja masih takut dengan penampakan monster tampan itu apalagi anak-anak yang kutaksir masih berusia lima tahun itu.
Langsung saja aku lepaskan kaitan tangannya dan ku genggam telapak tangan yang terasa dingin itu. Ia melihat kearahku dan ku balas dengan senyuman hangat.
"Tenang, semua akan baik-baik saja" bisikku.
Tidak lama lelaki itu mendekat ke arah kami, namun dengan menguatkan hati aku berdiri dan bersiap jika sekiranya monster ini mengamuk.
Semakin lama jarak antara kami semakin menipis hingga dalam jarak dua meter lagi aku sudah pasrah dan menunduk. Aku tidak tau siapa dia tetapi aku sungguh takut melihat perawakannya yang tinggi besar dibandingkan tubuhku.
"Apakah kamu Vet yang baru ?" tanyanya ramah yang sedari tadi ku pikir akan marah.
"Ya, akulah orangnya. Perkenalkan nama saya Husna panggil saja Nana" balasku yang langsung lega dan manatap lurus ke dadanya karena jujur saja aku tidak mau bertatapan langsung dengannya.
"Ya, aku sudah tau namamu. Itu tertulis di name tag" jawabnya sembari menunjuk dada kiri yang terpasang nametag.
"Ah ya.., anda benar" jawabku menertawakan kebodohanku.
"Ya, senang berkenalan denganmu. Aku Faz" jawabnya sembari mengulurkan tangan namun aku hanya meletakkan tangan kanan ke dada kiri sembari sedikit membungkuk.
Sejujurnya aku berusaha mengurangi sentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahram terlebih aku juga masih takut dan was-was dengan orang di depanku.
"Oh ya, baiklah. Senang berkenalan denganmu" jawabnya tertawa dan menarik tangannya kembali.
"Maafkan saya, tetapi ya senang juga berkenalan denganmu" jawabku sembari tersenyum sebagai rasa hormatku padanya.
"Semoga betah kerja disini dan sampai jumpa lagi" katanya sembari membawa baby harimau dalam gendongannya.
"Ya terima kasih" jawabku. 'Semoga kita tidak pernah berjumpa lagi' do'a ku dalam hati.
"Baiklah Aunty, aku permisi juga. Bolehkan aku panggil aunty saja" seru Hasyem yang menyadarkan lamunanku.
"Ya, tentu saja. Aku juga lebih menyukai panggilan itu" jawabku sembari tersenyum hangat.
"Bye Aunty" lambainya padaku.
"Bye Hasyem" balasku lagi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!