NovelToon NovelToon

My Teacher Is Mine

MTIM-01 Bertemu Dengan Guru Dingin

Matahari tampak malu-malu memancarkan sinarnya. Suara ayam berkokok silih berganti menandakan malam telah berlalu. Setiap insan yang bernyawa disibukkan dengan aktivitasnya masing-masing. Tak terkecuali dengan aku, Angel Azzahra Caroline. Iyaa, itulah namaku. Gadis remaja yang masih duduk dibangku Sekolah Menengah Kejuruan.

Pagi ini kusambut dengan wajah yang berseri. Mengoles lotion di tangan dan kaki, sapuan lipbalm merah muda dan tak lupa menyemprotkan minyak wangi. Berputar membolak-balikkan posisi badan di depan cermin.

“Oke siip. Sudah sempurna.”

Gumamku memastikan tidak ada kekurangan satupun dari penampilanku.

“Mah, Angel berangkat dulu ya.”

“Gak sarapan dulu sayang ?”

“Angel masih kenyang, Mah. Nanti aja di kantin sekolah ya.”

“Emmm, ya udah. Tapi jangan lupa makan ya ! Oh iya, bekalnya udah Mamah masukkin ke tas.”

“Iya Mah, makasih. Mmuachh.”

Seperti hari-hari biasa, sebelum berangkat tidak pernah lupa untuk selalu mencium telapak tangan Mamah yang dibalas dengan kecupan dikening dari sang Ibu tercinta.

Bergegaslah kulangkahkan kaki menuju ‘Nusa Pertiwi’ tempat dimana anak-anak menimba ilmu.

“Pagi Angel. . .”

“Ehh Angel makin cantik deh . . . “

“Sendirian aja nih, mau ditemenin gak hehe ?”

Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutku untuk menjawab sapaan dari para remaja pria itu. Hanya lesung pipit serta ujung bibir yang tertarik sedikit ke atas yang tersimpul dari wajahku.

Bukan hal yang aneh memang, itulah yang selalu terjadi kala aku berjalan melewati sekumpulan pria. Sosok diriku yang terkenal kalem dan cuek terhadap para cowok membuatku sampai detik ini masih betah menjomblo. Bukannya tidak mau memulai hubungan spesial dengan lawan jenis, hanya saja hal yang terjadi pada masa lalu memberikan sedikit rasa trauma yang berkepanjangan.

“Ehh Angel, gue boleh ya liat tugas sistem komputer ? Sumpah deh susah banget sih tugasnya. gue udah angkat tangan gak kuat.”

Rajuk Alessyia, sahabat aku dari kecil sampai sekarang yang selalu nempel dan akur tak terpisahkan, bak perangko dan amplop.

“Tugas yang mana sih ? Emang ada tugas ya ?”

“Waah asli lo gak ingat ? Gak seperti biasanya. Biasanya lo tuh yang paling sigap sama tugas. Bahkan lo marah kalau gue gak ngerjain tugas.”

“Sumpah Cha gue gak inget sama sekali.”

“Itu lho tugas minggu lalu mapel nya Pak Angga Sutantyo.”

“Asliii gue lupa.” (menepuk jidat)

“Tumben sih lo mengabaikan tugas gitu. Ada masalah apa sih ?”

“Emmm. Jadi gini Cha sebenarnya . . .”

“Pagi !”

Sapaan dari seseorang yang tingginya sekitar 175 cm, dengan badan yang tegap, serta postur tubuh yang proporsional membuyarkan perbincangan Aku dan Alessyia pagi itu.

“Andi . .”

“Anna . .”

Satu per satu siswa dipanggil secara acak untuk menunjukan tugas yang diberikan pada minggu lalu. Gemetar, jantungku berdetak kencang, was-was, mulutku seolah terkunci rapat. Semakin tak karuan apalagi setelah Alessyia dikeluarkan karena tidak mengerjakan tugasnya. Sudah pasti, aku juga akan bernasib sama dengan Alessyia.

“Angel . . .”

“Iy . . iya Pak.”

Panjang kali lebar kucoba untuk menjelaskan kepada Pak Angga, namun tetap saja tak ada toleransi darinya.

“Sumpah ya gue kesel banget sama Pak Angga. Pantes saja dia terkenal dengan kedinginannya.” Gerutuku kesal.

“Kenapa sih cemberut gitu ? Jelek tahu udah kayak bebek aja tuh mulutnya monyong-monyong, panjang banget gitu. Hahaha.”

“Iiiihhhh Cha. . . Gue tuh kesel sama Pak Angga. Ini baru pertama dalam sejarah gue selama sekolah dikeluarin gak ikut belajar gara-gara gak ngerjain tugas. Masa gak ada toleransi sih ? Kan biasanya juga gue selalu ngerjain tugas. Cuma ini emang keadaannya gue benar-benar lupa. Emang lupa ada obatnya. Enggak kan ? Gue yakin pasti dia juga pernah bahkan sering lupa.”

“Hahahahaa udah-udah jangan marah-marah nanti banyak keriputnya lho, cepet tua.” Goda Alessyia.

***

Sedikit lemas kakiku saat tiba didepan sebuah ruangan. Bagaimana tidak. Di ruangan itulah ada seseorang yang membuat mood ku hancur hari ini. Perlahan kupegang knop pintu dan menariknya secara. Kulangkahkan kaki, mengedarkan mata ke seluruh penjuru ruangan. Nihil, tak ada siapa-siapa disitu.

“Permisi . . .”

“Lho kok sepi sih. Katanya dia bakal nungguin sampai gue ngumpulin tugasnya. Ini mana gak ada siapa-siapa di ruangan.”

“Ekhemm . . .”

Sontak aku terperanjat bahkan hampir terjatuh karena menginjak kain pel yang licin.

“Aaaawwwwwwww . . . ”

Pasrah sudah dengan mata terpejam yang aku bisa prediksi endingnya kalau aku akan jatuh tersungkur dihadapan Pak Angga.

“Ehh lho kok gak sakit ?”

Gumamku dalam hati. Perlahan kucoba membuka mata. Manik kami saling bertatapan. Segera ku jauhkan tubuhku dari badan kekarnya.

“Mmm. . maf. . Maaf Pak. Angel gak sengaja.”

“Lain kali hati-hati.”

“Iiy. . . Iyaa pak.”

“Itu kan juga gara-gara Bapak yang mengagetkanku.” Gerutuku pelan sehingga hanya terdengar samar oleh Pak Angga.

“Kenapa ?”

“Eee. . .gapapa kok Pak. Oh iya ini Pak saya mau ngumpulin tugas”

Hening beberapa saat. Detikan jam yang berputar saat itu terasa lebih nyaring dari suara apapun.

“Ya udah kamu boleh pulang. Tapi saya ingatkan jangan sampai kamu lupa lagi tidak mengerjakan tugas. Saya tahu kamu anak yang rajin dan pintar. Saya gak mau prestasi kamu menurun.”

Apa ini ? Apa dia barusan memuji ? Aaahh mana mungkin, dia kan orangnya dingin. Mungkin dia menyindir karena masih kesal gara-gara aku tidak mengerjakan tugasnya. Tapi yaa sudahlah terserah. Yang terpenting sekarang aku bisa pulang. Lelah rasanya sampai larut sore gini menghabiskan waktu di sekolah. Semuanya gara-gara tugas Pak Angga. Apalagi aku cuma seorang diri. Alessyia pulang lebih awal karena ditelepon salah satu anggota keluarganya.

“Duuhhh gimana ini. Masa gak ada yang lewat sih. Handphone mati lagi. Aku pulang gimana ?”

Tiddd . . .

Suara klakson membuyarkan lamunanku. Terlihat seorang pria dengan motor gede berwarna merah terang berhenti tepat dihadapanku. Perlahan dibukakan kaca helm hitam yang menutupi seluruh mukanya.

“Belum pulang ?”

“Belum Pak.”

“Kenapa ?”

“Nungguin ada yang lewat.”

“Jemputan ?”

“Iya.”

“Keluarga ? Pacar ?”

“Iiihh apaan sih kepo banget. Udah bikin hancur moodku hari ini. Pakai nanya-nanya lagi. Sumpah kesel banget. Kalau bukan gegara tugas dari anda ini saya tidak mungkin masih disini sampai selarut ini.”

“Bukan. Angkutan umum.”

“Naik apa ?”

“Naik bus. Tapi dari tadi belum ada yang lewat.”

“Rumahnya dimana ?”

“Rumah Angel di Cihampit, no.5, gang Bulakan. HP Angel mati jadi gak bisa hubungin orang.”

“Mau saya antar ?”

“Ehh gak usah Pak makasih.”

“Serius ?”

“Iya Pak. Saya gak mau ngerepotin.”

“Ohh ya udah. Tapi hati-hati kalau sore disini suasananya agak menyeramkan.”

Seketika merinding bulu punukku. Ku usap dan menengok kanan kiri. Sepi, benar-benar sepi. Tidak ada orang selain diriku. Pak Angga ngeselin banget sih.

“Hiks . . hiks. . . Mamah aku mau pulang . . .”

“Ya udah ayo pulang. Tadi di ajakin katanya gak mau. Sekarang malah nangis.”

“Ihhh Bapak apaan sih. Aku gak nangis. Bukannya Bapak tadi udah pulang ya. Kok sekarang ada disini lagi. Apa jangan-jangan . . .”

“Jangan-jangan apa ? Udah ayo cepat ! Ini saya, bukan hantu. Mau pulang gak ? Keburu malem nih.”

Tak ada seorang pun yang berani memulai pembicaraan sore itu. Hanya suara kendaraan lain melintas berpapasan yang terdengar oleh kami. Sesekali Pak Angga bertanya arah, dan aku hanya menjawabnya secara singkat.

“Makasih ya Pak. Oh iya, masuk dulu Pak biar Angel buatkan minum.”

“Gak usah. Saya langsung pulang saja.”

Ya ampun, aku kira udah hilang tuh dinginnya. Ternyata sama saja. Mungkin tadi dia khilaf.

“Eh, Mamah. . .”

“Kamu dianterin sama siapa sayang ? Kok gak di ajak masuk ?”

“Bukan siapa-siapa, Mah. Orang ngeselin.”

“Ngeselin tapi kok mau dianterin. Hayooohh . . .”

“Iiihhh Mamah. Udah ah Angel mau beberes dulu.”

Begitulah keseharian aku dengan Mamah. Kedekatan kami layaknya adik-kakak, teman atau bahkan sahabat. Mamah yang selalu asik untuk di ajak bicara. Dan mamah yang selalu mengikuti tren anak muda untuk menyesuaikan agar selalu mengerti bagaimana perasaan anaknya.

*Bersambung*

MTIM-02 Pengganggu dan Penolong

“Angel itu temen kamu udah nungguin di depan.”

“Alessyia maksud Mamah ?”

“Bukan. Orang dia cowok kok ?”

“Cowok ? Cowok yang mana, Mah ?”

“Kamu kebanyakan cowoknya sih, sampai lupa gitu.”

“Iihh Mamah mulai deh. Kan Mamah tahu Angel masih jomblo.”

“Tapi bukan yang kemarin nganterin lho sayang. Kali ini siapa lagi sih ?”

“Iya gak mungkin kalau orang yang kemarin Mah.”

“Lho kenapa gak mungkin ? Tapi Mamah suka yang kemarin.”

“Kan Mamah gak lihat, bagaimana bisa suka ?"

"Yaa gak tahu, feeling aja gitu. Belum lihat tapi Mamah bisa langsung suka. Mamah jadi penasaran gimana orangnya ?"

"Iihhh Mamah, udah ah Angel berangkat dulu, nanti kesiangan.”

“Ehh ini sarapannya gak dihabisin dulu ?”

“Engga mah udah kenyang. Assalamualaikum mah.” (Mencium tangan Mamah)

“Iya sayang Waalaikumsallam.”

Betapa terkejutnya aku saat melihat sosok yang menjemputku pagi itu. Ngapain dia datang lagi disaat aku sudah berhasil melupakannya. Bukan hal yang mudah untuk menghapuskan kenangan tentangnya. Setelah satu tahun aku berusaha mencoba melupakan sosok dirinya. Namun sekarang dengan mudahnya dia datang kembali di kehidupanku. Dengan senyum tanpa dosa yang terlukis diwajahnya seolah menampakkan bahwa semuanya baik-baik saja.

“Ngapain kamu disini ?”

“Angel, aku kangen sama kamu. Aku chat kamu kok gak dibalas ? Emangnya kamu gak kangen sama aku ?”

“Haha. Aku gak salah dengar ? Kangen ? Ke kamu ? Yaaa kali gue kangen sama lo. Gue kan gak kenal sama lo. Kenapa gue harus kangen ?”

“Angel kita kan dulu dekat, masa kamu lupa. Ini aku Frans. Kamu gak mungkin lupa kan sama aku ?”

“Maaf tapi gue buru-buru.”

“Angel biar aku antar kamu ke sekolah !”

“Iihhh apaan sih. Lepasin tangan gue.”

“Gak. Aku gak akan lepasin.”

“Lepasin atau gue teriak maling.”

“Angel aku cuma mau anterin kamu sekolah.”

“Tapi gue gak mau. Gak sudi. Lepasin ihh sakit.”

Tidd . . Tiddd . . .

“Kalau ceweknya gak mau gak usah maksa.”

Ditariknya tanganku dari genggaman Frans. Segera ia memakaikan helm di kepalaku. Melajukan motornya dengan kecepatan tinggi berlalu meninggalkan sosok pria yang berbeda usia 2 tahun dengan aku.

Tak ada yang berani membuka percakapan pagi itu. Aku masih bingung dengan yang terjadi barusan. Kehadiran Frans sungguh telah mengusik kembali ketenanganku. Hingga roda motor telah berhenti sama sekali tidak di sadari olehku.

“Kenapa gak turun ? Udah sampai.”

“Ehhh iya Pak. Makasih ya Pak.”

Perlahan ku lepaskan helm yang menempel di kepala, kuserahkan kepada yang punya.

“Tangan kamu gapapa ?” (Menarik perlahan tangan kananku).

“Aaww aww.”

“Sampai lebam gini. Biar nanti saya belikan obat.”

“Ehh gak usah Pak. Gak enak ngerepotin Bapak terus. Bapak udah bantuin Angel lepas dari dia aja Angel udah senang.”

“Ya udah cepet ke kelas. Bentar lagi masuk !”

Segera kulangkahkan kaki meninggalkan sosok yang telah menolongku pagi itu.

“Cha kemarin ada apa lo pulang duluan ?”

“Itu Mamiku sakit, Papiku diluar kota. Jadi gue nemenin Mami deh.”

Aku mengangguk-anggukan kepala pertanda mengerti dengan apa yang dijelaskan Alessyia.

“Btw, tugas Pak Angga gimana ?”

“Oh iyaa. Nanti gue kirim lewat email ya.”

Iyaa begitulah. Kami saling melengkapi. Jika ada yang aku gak ngerti, Alessyia membantuku. Begitupun aku membantu jika tidak ada yang dimengerti oleh Alessyia.

Tak ada rasa canggung di antara kami berdua. Bahkan satu sama lain tak ada yang dirahasiakan. Apapun cerita kehidupan aku tak ada satupun yang Alessyia tak tahu. Begitupun sebaliknya. Dan hal tersebut juga berlaku untuk kisah cinta kami.

Jam istirahat tiba, dering handphone memberitahukan bahwa ada pesan WhatsApp yang masuk.

“Ehhh Cha, Pak Angga nyuruh gue datang ke ruangannya. Ada apa ya ? Gue kan udah ngumpulin tugas.”

“Tapi lo yakin udah selesai kemarin kan urusannya dengan dia ?”

“Udah, Cha. Kan Pak Angga juga yang nyuruh gue pulang.”

“Ya udah lo datang aja siapa tau penting.”

“Tapi gue takut, Cha.”

“Gak bakal gigit juga kali, Ngel.”

“Iiihhh Cha. Gue serius.”

“Tenang aja, nanti gue nyusul kalo tugas gue udah beres.”

Pikiranku bertanya-tanya perihal ada apa Pak Angga memanggilku. Seingat aku, gak ada masalah lagi sama pak Angga.

“Permisi . . .”

“Silahkan duduk !”

“Ada apa ya Pak ? Tugas Angel udah dikumpulin kan ?”

Tak ada jawaban darinya. Cocok dengan julukan yang diberikan orang-orang, yaitu dingin, tak banyak bicara, ngeselin.

“Lihat tangan kamu !”

Ku angkatkan secara perlahan tanganku dan diletakkan di atas meja. Ia segera membuka tutup obat luka dan mengoleskannya pada lebam yang tergambar di tangan putih milikku. Jantungku berdetak sangat kencang. Bahkan aku tak mampu mengatur nafasku saat ia meniup secara perlahan ke tangan yang telah di beri obat tersebut.

Tampan. Gumamku dalam hati. Hidungnya yang mancung, matanya indah dengan warna hitam pekat. Bibir tipis yang akan menambah kesan manis pria tersebut saat tersenyum. Namun sayang, jarang sekali ia tersenyum. Bahkan aku tidak pernah melihatnya tersenyum.

“Kenapa melamun ? Awas kamu jatuh cinta sama saya.”

“Eemmm. Apaan sih Bapak pede banget deh. Kalau udah saya mau ke kelas. Makasih ya Pak.”

Pak Angga aneh banget sih. Kenapa dia peduli sama lebam ditanganku ? Yang aku tahu selama ini kan dia jutek, dingin, tidak pernah peduli sama orang lain. Semua orang juga setuju bahwa dia adalah guru yang paling dingin, persis kulkas. Aargghh kenapa gue jadi mikirin dia sih ?

“Angel. Lo udah balik ?”

“. . .”

“Angel ? Hallo ?”

“Iya Cha, kenapa ?”

“Lo kenapa melamun ?”

“Lo katanya mau nyusul gue ?”

“Sorry ! Ini gue baru selesai ngerjain tugasnya. Lo udah ada disini aja.”

“Telat sih lo.”

“Kenapa ? Kamu di apakan sama Pak Angga ?”

“Apa iya aku ceritakan semuanya pada Alessyia. Tapi kalalu dia malah ngeledek gimana ? Terus gimana coba jelasinnya ? Nanti dia salah paham ngira aku ada apa-apa sama Pak Angga.”

“Tangan lo kenapa, Ngel ? Lo dipukul ?”

“Eee-engga kok, Cha.”

“Sini gue lihat !”

Alessyia menarik paksa tanganku yang sedari tadi aku sengaja menutupinya dengan tangan kiri. Alessyia melihat dan mengamati secara detail.

“Ini . . . ini apa ? Lebam ? Benar kan kata gue lo dipukul sama Pak Angga.”

“Iiihhh ssstttt.”

Aku segera membungkam mulut Alessyia agar tidak terdengar oleh siswa yang lain.

“Nanti kalau anak-anak lain tahu bisa salah paham.”

“Terus ini tangan lo kenapa ? Jelasin ke gue !"

“Iya nanti gue jelasin. Tuh udah mau mulai pelajarannya.”

Setelah akhir pelajaran hari itu, aku bergegas keluar meninggalkan Alessyia. Rasanya bingung harus menjelaskannya dari mana. Apakah dimulai dari kehadiran Frans ? Atau langsung ke Pak Angga yang menolongku ?

“Ngel tungguin !"

“. . .”

“Angel . . .”

“. . .”

Tidak ada jawaban dariku. Kedua telingaku berpura-pura untuk tidak mendengar apapun yang dikatakan Alessyia. Langkah kakiku semakin dipercepat. Namun sayang, Alessyia cukup mampu menjadi pelari yang kuat, sehingga ia mampu menyaingi langkahku.

“Angel lo jelasin dulu apa yang terjadi antara lo sama Pak Angga !”

“Gak ada apa-apa, Cha.”

“Terus tangan lo kenapa ? Angel gue ini sahabat lo. Kalau ada yang nyakitin lo bilang ke gue ! Gue akan kasih pelajaran tuh orang.”

Beruntunglah sopir jemputan Alessyia telah tiba. Sehingga aku tidak perlu menjelaskannya hari ini.

“Itu sopir lo udah datang. Nanti gue cerita ke lo. Udah lo pulang aja. Kasian tuh nungguin lama.”

“Janji ?”

“Iya gue janji.”

*Bersambung*

MTIM-03 Luka di Masa Lalu

“Sayang, udah pulang ?”

“Iya, Mah. Waahhh bakwan jagung kesukaan Angel nih.”

“Eiittsss.”

Mamah menghentikan pergerakkan tanganku yang menyisakan beberapa senti menyentuh bakwan yang tersaji dipiring.

“Cuci tangan dulu sayan ! Itu banyak kumannya lho.”

“Hehe iya lupa.”

“Oh iya Mah, kalau orang yang tadi pagi datang lagi, bilang aja Angel gak ada ya Mah. Angel gak mau ketemu sama dia lagi.”

“Lho kenapa sayang ?”

“Dia itu Frans, Mah. Orang yang dulu pernah Angel ceritain.”

“Ya ampun ! iya Mamah lupa. Maafin mamah ya sayang. Mamah gak tahu kalau dia Frans !”

“Gapapa, Mah. Bukan salah Mamah kok, emang Frans nya aja yang ngeselin.”

“Tapi Nak, itu kan udah setahun yang lalu, kamu gak boleh marah lama-lama kaya gitu.”

“Iya mah Angel tahu. Angel udah maafin dia kok. Hanya saja Angel gak mau berurusan lagi sama dia. Setiap kali Angel melihat dia, pikiran Angel kembali ke waktu saat Frans menyakiti Angel.”

“Ya udah. Kamu istirahat ya sayang.”

“Iya, Mah. Love you.”

“Love you too, sayang.”

***

*Flashback on*

Sudah seminggu terakhir ini aku merasakan perubahan yang terjadi pada sikap Frans. Frans yang biasanya selalu perhatian. Frans yang biasanya selalu ada saat aku membutuhkannya, selalu siap antar jemput kemanapun aku mau. Tanpa dimintapun ia selalu siap siaga. Termasuk antar jemput aku ke sekolah.

Saat itu aku yang masih duduk dibangku kelas 3 Sekolah Menengah Pertama, sedangkan Frans duduk dibangku kelas 2 Sekolah Menengah Atas. Frans yang selalu bersikap baik, tak pernah sekalipun berbicara kasar atapun dengan nada yang tinggi kepadaku. Namun sore itu, saat aku menelepon Frans aku malah mendapatkan bentakan darinya. Padahal saat itu aku benar-benar sedang ketakutan karena hari sudah mulai sore, namun masih berada di depan gerbang sekolah.

“Kalau aku gak balas chat kamu berarti aku lagi sibuk. Kamu kenapa sih gak ngerti ngerti ?”

Tanpa mendengarkan penjelasan dariku, pria diseberang sana segera mematikan panggilan telepon tersebut. Aku gak tahu harus gimana. Baru pertama ini Frans marah seperti itu. Apa salahku padanya ? Emang benar aku belum cukup dewasa, tidak mengerti dengan kesibukkan dan aktivitas Frans.

“Kali ini aku hanya takut berada di bangunan sebesar ini seorang diri. Aku butuh kamu Frans. Hiks . . . Hiks . . . Hiks . . .”

***

Keesokan harinya terdengar desas desus orang berbicara. Tak tahu apa yang mereka bicarakan, karena suaranya sangat pelan. Saat aku melirik ke arah mereka, mereka langsung terdiam. Aku jadi semakin curiga bahwa topik pembicaraan mereka adalah tentang aku.

Dan benar saja apa yang aku yakini, saat kakiku telah memasuki ruang kelas, terdengar pembicaraan salah satu kelompok remaja putri yang sedikit nyaring. Sehingga aku cukup jelas untuk mendengar apa yang mereka perbincangkan.

“Gilaaa ini si Frans. Padahal si Angel kurang apa coba, cantik, pintar, tinggi, putih, ehh dia malah selingkuh sama dia yang modelannya jauh dibawah Angel.”

“Iyalah menang body aja dia mah yang sexy. Mukanya pas-pasan gitu. Dibawah standar, ya gak sih ?”

“Emang dasar ya si Frans, matanya jilalatan gitu, nyari yang body nya montok aja.”

Degg . . .

“Maksud kalian apa ?”

Seketika suasana kelas menjadi hening. Sekelompok remaja putri tersebut mematung. Tidak ada yang berani berbicara. Tiba-tiba sosok diriku menjadi pusat perhatian rekan-rekan kelas. Semua mata tertuju padaku.

“Kok kalian diam ? Kenapa ?”

“Angel. . ." Teriak Alessyia dari belakang, “Ikut gue yuk !”

“Engga Cha, gue mau tahu maksud mereka apa bilang gitu tentang Frans. Kenapa dia bilang kalau Frans selingkuh ? Emangnya mereka tahu apa tentang Frans ?”

“Iya iya nanti gue jelasin. Lo tenang dulu, ya !”

Alessyia meminta maaf kepada teman-teman jika terdapat perkataan aku yang sedikit berlebihan, dan sedikit kasar. Alessyia segera menarik pergelangan tangan kananku dan menyered keluar dari ruang kelas.

Aku hanya menurut dan mengikuti langkah sahabatku itu yang membawaku ke sebuah taman di belakang sekolah. Kami duduk dibangku kayu berwarna putih yang menjadi fasilitas sekolah.

Alessyia merogoh ponsel di sakunya. Menunjukan sebuah video kepadaku. Nampak di video tersebut seorang lelaki sedang memeluk perempuan. Lalu pria tersebut mencium bibir perempuan tersebut secara halus. Dan perempuan tersebut membalas pelukkan dan ciuman yang diberikan oleh pria itu. Betapa kaget dan sedihnya aku saat melihat wajah pria tersebut. Yaa . . . Frans, dia kekasihku.

“Engga Cha. Ini gak mungkin. Hiks . . Hiks . . .”

“Sebenarnya gue pernah lihat Frans jalan sama cewek itu. Tapi gue gak bilang sama lo. Gue takut lo gak percaya dan malah balik marah ke gue. Awalnya juga gue sama kaya lo, gak percaya. Ternyata bukan hanya gue yang tahu, Ngel. Orang-orang udah pada tahu kalau Frans itu bukan cowok yang baik. Dia sering bergonta-ganti pasangan. Keluar masuk kelab malam bersama wanita yang hanya memakai dress mini. Dia itu gak cocok buat lo. Lo itu cantik, pintar, lo pasti bisa dapetin yang lebih baik dari Frans.”

“Tapi gue cinta sama Frans, Cha. Dia selalu ada buat gue, dia selalu nolongin gue saat gue kesusahan. Dan juga, bukan waktu yang singkat hubungan gue sama Frans. 3 tahun Cha. Banyak kenangan selama itu.”

“Iya gue tahu. Tapi coba lo sadar. Apa setelah ini lo bisa menerimanya kembali seperti dulu ? Dan menganggap semuanya baik-baik saja ? Apa lo bisa membohongi perasaan lo ? Apa lo bisa berpura-pura tegar dihadapan cowok yang telah berkhianat ?”

“Tapi Cha apa melepasnya itu mudah ? Apa gue bisa melupakan semua yang telah terjadi bersama Frans ? Gue gak yakin kalau gue bisa menghilangkan memory Frans.”

Air mataku tak mampu terbendung lagi. Suara tangisanku tak bisa tertahankan. Bagaikan teriris benda yang amat tajam. Perih, sangat sakit. Orang yang selama ini aku percaya untuk melabuhkan hati, orang yang teramat aku kagumi, mencintainya dengan sepenuh hati, berharap dia adalah jodoh yang Tuhan berikan kepadaku. Namun sayang, semua itu hanya angan-angan semata. Semuanya hanya imajinasi dan hayalanku seorang.

Teringat saat-saat dulu bersama Frans, awal perkenalan saat aku menjalani ospek masuk Sekolah Menengah Pertama, dan Frans yang menjadi ketua ospeknya. Masa-masa itu tampak indah, semuanya terasa membahagiakan. Kini, hanya dengan hitungan menit bahkan detik, semua kenangan manis telah lenyap beriringan dengan keringnya air mata.

*Flashback off*

***

“Kamu emang baik saat itu, tapi entah mengapa pekhianatan tampak menjijikan dimataku.”

Pagi hari rasanya mataku enggan terbuka. Seperti tertutup oleh tumpukkan gunung yang tinggi. Benar saja, mataku membengkak. Semua itu buah dari tangisanku semalam. Sudah kuduga, kehadiran Frans hanya akan membuka kembali luka lama yang telah rapat tertutup.

“Sayang, Mamah bangunin dari tadi lho, kamunya gak bangun-bangun.”

“Kayanya Angel kecapekan, Mah. Tidurnya sampai nyenyak banget rasanya.”

“Itu mata kamu kenapa sembap gitu ?”

“Emang kelihatan ya, Mah ?”

“Iya dong sayang. Itu bengkak besar banget. Kamu sakit mata ?”

“Enggak kok, Mah.”

“Kita ke dokter mata ya. Hari ini kamu ijin aja sekolahnya.”

“Angel gapapa Mah. Kalau pulang sekolah mata Angel masih bengkak. Baru deh kita ke dokter. Oke Deal.”

“Ya udah oke. Kamu hati-hati ya sekolahnya.”

“Siapp Ibu Bos, heheheh.”

Entahlah, fokusku seakan memudar. Hampir saja aku salah naik bus. Dan beberapa kali selama perjalanan menuju ruang kelas kurang lebih 3 orang menjadi korban ketidakfokusan aku. Untung saja orang yang aku tabrak baik hati. Mereka tidak marah, dan bahkan membalas permintaan maafku dengan ramah.

*Bersambung*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!