NovelToon NovelToon

Jodoh Ke-2 Penyempurna Hidup

Bab 1

Sabtu siang jam 13.00 wib Mia dan teman sekantor yang lainnya bergegas keluar dari ruangannya di lantai atas untuk turun absen pulang finger scan di lantai bawah karena jam kantornya sudah berakhir.

" Yok ah aku duluan ya.., dah janjian diajakin malam mingguan nih jadi mau ke salon dulu buat prepare ngedate sama pacar halal dong.." ucap sang teman Santy dengan gaya sombongnya yang dibuat buat.

"Iya deh iya yang punya pacar halal, nggak usah pamer napa sama jones (jomblo ngenes) kayak aku.." seloroh Nina yang masih jomblo di usianya yang sudah seperempat abad itu.

"Ha..ha..sorry sorry Nin, nggak usah manyun gitu sih, kalau mau ikutan ke salon ayok cus kita let's go sekalian. Mas suami juga pasti gak keberatan sih kalau aku ngajak kamu" ucap Santy sambil merangkul bahu Nina sang sahabat.

"Jangan Nin nggak usah, daripada kamu ikut Santy jadi nyamuk mending sama aku aja yuk ke supermarket belanja cari diskonan weekend sekalian cuci mata juga siapa tau nanti ketemu jodoh, iya kan...?" Ajak Mia, yang memang punya rencana belanja bulanan memanfaatkan waktu setengah harinya sebelum pulang ke rumah.

"Hah dasar emak emak modis (modal diskonan), kebiasaan deh..belanja yang dicari diskonan mulu" ejek Santy ke Mia.

" Yee biarin..yang namanya emak emak itu emang kudu pinter hemat, cermat dan efesien make uang untuk belanja ya.. " ucap Mia bela dirinya sendiri.

Mia, Santy dan Nina adalah temen sekantor yang karena sudah lama kerja bareng, mau nggak mau menjadi akrab dan jadi sahabat yang sudah tau sifat baik buruknya masing-masing karena intensitas pertemuan mereka setiap hari di kantor. Sesekali mereka tidak dipungkiri juga kadang ada bersitegang saat bekerja karena deadline dan tekanan dari atasan mereka.

Mia Maulida yang paling senior diantara bertiga, si Emak dua anak yang terlihat sangat bersahaja, selalu berusaha hemat,cermat, efesien dan selalu berhati-hati dalam bersikap karena perannya yang menjadi isteri, ibu dan perempuan bekerja. Keputusannya yang menikah muda dengan sang suami Andi Pradana menjadikannya sebagai seorang ibu dari Zahra Jasmine Pradana si sulung & adiknya Zayan Jaya Pradana yang duduk di kelas VIII dan VII SMP, di usianya yang sekarang menginjak 36 tahun. Usia yang matang namun wajahnya masih terlihat sangat ayu dan bening walaupun tanpa perawatan & makeup yang berlebih. Tak ubah seperti gadis muda usia dua puluhan, tak ayal sering membuat temannya Santy dan Nina merasa iri karena mereka terlihat seumuran, bahkan kadang keduanya merasa nggak terima kalau ada yang bilang mereka lebih tua usianya dari Mia.

Karena Santy yang masih berusia 26 tahun, sudah menikah setahun lalu dan belum memiliki anak, sedangkan Nina sendiri berusia 25 tahun dan masih setia menjadi jomblo yang penting high quality jomblo menurutnya.

"Iya deh setuju sepemikiran aku sama emak satu ini, nggak ada lawan deh pokoknya sama ibu duo Z & istri solehahnya mas Andi ini.

Tapi sorry mba Mia kayaknya Nina lebih milih rebahan aja lah di rumah, mau nonton drakor sepuasnya he..he.." ucapnya sambil tersenyum menunjukkan gigi putihnya.

Mia mengernyit sambil menggeleng "Hmm dasar mageran,

Ya udah deh aku sendirian belanja juga teteg sih nggak bakal nyasar.."

Ha..ha.. Mereka bertiga tertawa bersama sambil berjalan beriringan menuju tempat parkir, untuk berpencar ke tempat tujuan mereka masing-masing.

Di dalam supermarket Mia langsung mengambil troli belanja dan langsung mengisinya dengan mengambil beberapa barang kebutuhan rumahnya yang sudah habis, dari mulai persabunan, cemilan anak, buah, kopi, teh, gula, dan kebutuhan dapur yang lainnya. tentu dengan pertimbangan mencari harga murah yang ada diskon dengan kualitas produk yang oke. Tanpa sadar sedari tadi ia diperhatikan dan diawasi oleh seorang laki-laki dewasa, tinggi, tampan dan berwibawa.

Tanpa ragu laki laki itu menghampiri Mia setelah lama mengawasi dan memastikan kalau yang dilihatnya adalah benar Mia Maulida.

Ehem..pria itu berdehem di samping Mia yang sedang berjalan menuju kasir setelah menyelesaikan belanjanya, dan membuatnya menoleh

"Hai Mia, apa kabar ??" Ucap sang pria seraya memicingkan mata sambil tersenyum manis ke arah Mia.

Mia yang merasa tidak kenal mengernyit heran, "Maaf siapa ya..?" Karena merasa asing dengan wajahnya dan merasa heran kenapa dia menyapanya seolah saling kenal.

"Kamu Mia Maulida kan..?" Sambil tersenyum pria itu menatap Mia menunggu responnya.

Mia menganggukkan kepala pelan sambil berfikir keras apa dia pernah mengenal pria di depannya ini,

"Apa kita saling kenal sebelumnya?, maaf karena aku lupa"

Si pria malah tertawa, "wajar sih kalau kamu lupa, kita lulus SMA aja udah belasan tahun yang lalu. Tapi anehnya muka kamu kok kayak nggak berubah ya, masih cantik kayak dulu"

"Terimakasih, tapi maaf beneran aku belum ingat. Apa kita pernah satu sekolahan saat SMA?" Jawab Mia sambil menerka apa mungkin pernah satu sekolahan, tapi beda angkatan, karena dia yakin kalau tidak pernah sekelas dengan wajah ini, menurutnya selemah lemah ingatannya nggak mungkin dia nggak mengenali wajah teman-teman sekelasnya dulu.

Ponsel di tangan pria itu berbunyi ada notifikasi pesan, seketika pria itu membalas pesan dengan cepat dan terburu buru mungkin karena pesannya sangat penting. Setelah membalas pesan, pria itu menyodorkan ponselnya ke Mia. "Boleh aku minta nomor ponselmu Mia?" Dan Mia masih berdiri mematung ragu, akhirnya pria itu mengambil sesuatu.

"Oke, ini kartu namaku simpan ya dan jangan lupa hubungi, atau chat aku kalau ada waktu," jawab si pria sambil menyodorkan secuil kertas kartu nama yang diambil dari dompetnya.

"Te..terimakasih, Insyaallah" jawab Mia terbata seraya menganggukkan kepala pelan terpaksa menerima dan membaca kartu nama itu sekilas demi kesopanan.

"Kalau gitu saya duluan, mari.." Mia menganggukkan kepala sambil berlalu ke kasir.

"Jangan lupa nanti aku tunggu chatnya ya.." kata si pria itu sambil tersenyum manis ke arah Mia.

Tapi nyatanya diabaikan oleh Mia karena sudah duluan berlalu, dan Mia masih berpikir siapakah MUHAMMAD HARRIS PRATAMA? Nama yang tadi sempat dibacanya.

Mia berjalan sambil merasa bingung seingatnya tak ada teman atau kenalan dengan nama itu,Hah..bodo amat lah dia siapa, fikir Mia sambil meremas kartu nama itu tapi dia tidak berniat membuangnya tapi dimasukin ke dalam tas selempang yang dibawanya.

Bab 2

Sesampainya di rumah Mia langsung ke dapur membuka semua barang belanjaannya dan membereskannya, memilah mana yang akan dimasukkan ke kulkas, lemari atau yang dibiarkan saja di meja makan.

Waktu menunjukkan jam 16.00 dan suaminya belum pulang bekerja, karena walaupun ini hari sabtu nggak ada waktu setengah hari di perusahaan tempat suaminya bekerja. Mia gegas masuk ke kamar mandi berniat membersihkan badannya yang terasa lengket dan segera menunaikan kewajiban sholat Ashar, sebelum nantinya berkutat di dapur menyiapkan makan untuk suami dan anak-anaknya nya.

"Mama... Kakak pulang..." teriak Zahra si sulung yang baru pulang ke rumah, karena ikut latihan Pramuka dulu di Sekolah.

"Assalamu'alaikum kak..biasakan ucap salam dong kalau masuk ke rumah atau kemanapun, nggak teriak-teriak begitu kayak di hutan aja." Jawab Mia yang baru keluar dari kamarnya.

"He..he..iya..iya ma, harap maklum soalnya kakak lagi seneng" ucap Zahra sambil meraih tangan Mia untuk diciumnya lembut, dan dibalas oleh Mia dengan mengecup balik tangan dan pipi anaknya sebagai tanda sayang.

"Hmm..seneng kenapa kak, dapat apa emangnya?" Tanya Mia kepo

"Ish..mama nih mau tau aja, ngak dapat apa-apa sih sebenarnya..cuman kakak tuh seneng banget soalnya tadi latihan Pramuka disenyumin sama kakak kelas yang cakepnya tuh kelewat cakep ma, pokoknya idola cewek-cewek di sekolah gitu deh.."

Mia menggelengkan kepala sambil tersenyum, lalu manoel hidung anaknya dengan sayang,

"Anak mama udah besar ya ternyata.., boleh aja suka sama cowok cakep. Itu tandanya kakak normal, tapi hanya sebatas suka dan kagum aja ya kak.., nggak boleh lebay sampe difikirkan terus terusan, buang buang waktu dan energi kakak aja tau nggak..?"

"Udah sana bebersih dulu mandi, bau asem tau.. trus sholat Ashar ya kak.." jawab Mia sambil berjalan ke dapur

" Udah sholat tadi di sekolah sebelum pulang ma.." jawab Zahra mengikuti mamanya ke dapur, untuk mengambil minum air dingin di kulkas.

"Beneran ya.. udah sholat Ashar..?" Tanya Mia memastikan sambil melihat ke anak gadisnya.

"Ya beneran lah ma, masa kakak bohong. Udah ah kakak mau mandi dulu ya ma.."

Mia mengangguk sambil mengacungkan jempol ke arah anaknya.

Dan Mia langsung berkutat di dapur memasak untuk makan malam mereka sambil menunggu suami dan si adek pulang, walupun kedua anaknya sekolah di tempat yang sama tapi Zayan setiap sabtu ikut latihan basket di sekolahnya, selesai sekitar jam 17.00 dan biasanya papanya yang akan nyamperin untuk jemput dengan naik motor, sedangkan si sulung pulang duluan menggunakan angkutan umum.

Sementara Aris yang tadi lagi di supermarket buru-buru pulang, karena Vivi sang isteri memberi kabar kalau di rumah ada mertuanya, ibu dan bapaknya Aris. Vivi merasa tertekan setiap kali kedatangan kedua mertuanya karena topik yang diobrolkan selalu tak pernah jauh dari yang namanya pembahasan cucu mereka yang belum ada tanda kehadirannya setelah hampir tujuh tahun pernikahan anak menantunya, dan selalu menanyakan tentang progres program hamil menantunya itu sudah sejauh mana.

"Assalamu'alaikum.." ucap Aris yang muncul masuk ke ruang tamu, berjalan sambil membawa kresek berisi kue dan buah yang dibelinya di supermarket.

"Udah lama Bu, yah?" Sapa Aris ketika sampai di ruang tengah, melihat kedua orangtuanya yang lagi duduk santai berdua di depan TV.

"Hmm..lumayan, setengah jam-an. Dari mana kok baru pulang?" Tanya Bu Dewi

"Tadi mampir dulu ke supermarket beli ini titipan Vivi" jawab Aris sambil menunjuk kresek yang tadi diletakkannya di meja

"Bi Ijah.." teriak Aris memanggil ARTnya yang mungkin ada di dapur, dan begitu Bi Ijah muncul, Aris mengangsurkan kresek itu,

"Tolong ini kuenya dipindahkan ya Bi, bawa ke sini sama bikinkan lemon tea"

"Siap Den.." jawab Bi Ijah sambil membawanya.

"Ris..Ayah sama Ibu ke sini tuh pengen tau bagaimana program kehamilan isteri kamu, sudah sejauh mana, ada perkembangan apa?" Tanya Bu Dewi langsung to the point.

"tadi Vivi ditanya sama Ibu, malah menghindar katanya mau ke kamar istirahat karena kepalanya pening. Hah..ibu jadi bingung liat kelakuan isteri kamu kayak nggak ada sopan sopanya sama mertua, kami datang bukannya disambut atau bagaimana, ini malah dicuekin ditinggal pergi gitu aja. kamu sebenarnya bisa didik isterimu nggak?

Sebagai suami kamu seharusnya lebih te.."

Tapi Aris langsung memotong ucapan ibunya,

"Maaf Bu.., bukan Aris mau membela Vivi tapi Aris minta tolong ke Ibu sama Ayah untuk tidak selalu bahas tentang anak, dia ngerasa tertekan Bu..selama ini kami sudah berusaha semua yang kami bisa. Tapi kalau Allah belum berkehendak kami bisa apa? Aris minta maaf atas sikap Vivi tapi Aris minta pengertiannya Ibu untuk tidak selalu menuntut Vivi karena ini bukan kesalahannya, apalagi kemauannya. Kami tidak punya kendali apa-apa, ini semua kuasa Tuhan Bu.." Aris mengatakannya dengan serius tapi tidak meninggikan suaranya.

"Ya..tapi Ibu rasa ini semua mungkin terjadi karena di awal pernikahan, kalian menundanya dengan alasan belum siap sepenuhnya lah, butuh waktu lah untuk saling mengenal satu sama lain dan apalagi banyak alasannya. Padahal kalau sudah memutuskan menikah, mau nggak mau harus sudah siap menjadi orang tua.." ucap Bu Dewi meninggi, dan kemudian menghela nafas panjang untuk membuang emosi negatifnya.

Iya, dalam hati Aris menyesalkan keputusan yang diambil di awal pernikahan untuk menunda kehamilan. Dulu, karena Vivi merasa belum sepenuhnya siap waktu itu kalau langsung punya anak dan ingin menikmati waktu kebersamaannya sebagai pasangan halal, pacaran halal dulu setahun. Itu permintaan isterinya dan Aris menyetujuinya. Mungkinkah Allah marah, dan akhirnya tidak memberi kepercayaan untuknya memilki keturunan?? Astaghfirullah..jika benar, ampuni kami ya Allah...ucapnya dalam hati.

Bi Ijah, datang ke ruang tengah dengan pelan-pelan ragu karena melihat perdebatan majikannya, sambil membawa nampan berisi lemon tea hangat dan kue yang sudah ditempatkan di piring meletakkannya di meja, menganggukkan kepalanya dan segera beringsut berlalu ke dapur lagi.

Mereka semua masih diam sibuk dengan fikiran masing-masing, kemudian Pak Adi ayahnya Aris berinisiatif mengambil dan menyeruput tehnya pelan, lalu meletakkan kembali di meja,

"Menurut Ayah tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya Ris.., Ayah sama ibumu merasa semakin tua dan di usiamu sekarang 36 tahun juga sudah sangat matang menjadi orang tua. Kami ingin melihat kamu bahagia, mempunyai keturunan penerus keluarga kita. Semoga kami masih diberikan umur yang panjang untuk bisa menimang cucu. Benar, bukan salah isterimu yang mempunyai kekurangan susah untuk hamil, semua kehendak Allah. Tapi sebagai lelaki kamu diperbolehkan menikah lagi kalau memang ada alasannya yang tepat, dan menurut Ayah kamu memilki kemampuan untuk itu. Kamu berkecukupan, dan untuk suami yang harus berlaku adil kamu bisa belajar untuk mengupayakannya dengan sebaik baiknya"

Dan ternyata Vivi dari tadi menyimaknya dari balik tembok ruang tengah, karena sejak mendengar deru mobil Aris datang, Vivi beranjak turun dari kamarnya di lantai 2, berdiri mematung di sana diam-diam menguping pembicaraan suami dan mertuanya..tanpa terasa air mata Vivi meleleh begitu saja, mengalir deras tanpa bisa dicegah olehnya. Dadanya terasa sesak, hatinya sakit sekali mendengarkan ucapan ayah mertuanya yang demi mendapatkan sang penerus keluarga menyarankan anaknya untuk menikah lagi. Lalu bagaimana dengan nasib dirinya sebagai seorang isteri? Kalau suaminya menyetujuinya, itu berarti pilihannya cuman ada dua, apakah mau bertahan dan menerimanya dengan lapang dada atau mundur dan pergi dari sisi suaminya. Ya Allah... bagaimana ini, apa yang harus ia lakukan..??

Bab 3

Petang hari menjelang Maghrib, terdengar deru suara motor perlahan masuk ke halaman sebuah rumah sederhana bercat hijau muda. Andi dan Zayan yang baru pulang, turun dari motor berjalan masuk ke rumah sederhana mereka,

"Assalamu'alaikum.." ucap keduanya bersamaan.

"Wa'alaikumsalam.." jawab Mia sambil buru-buru mencuci tangannya di wastafel dapur setelah menyelesaikan masaknya.

Dengan sedikit tergesa ia menghampiri suami dan anaknya,

"Alhamdulillah..sudah pada pulang.." ucap Mia sambil meraih tangan suaminya untuk salim, begitu juga Zayan yang meraih tangannya untuk salim, dan Mia menyambut memeluk pundak Zayan lalu mencium pipi anaknya.

"Mama masak apa? Aku laper banget mau langsung makan" ucap Zayan sambil mengusap perutnya berjalan menuju dapur.

"Nggak mau mandi dulu aja dek?" Tanya Mia sambil menggelengkan kepalanya melihat anaknya yang buru buru cuci tangan, mengambil piring dan langsung mengisinya

Andi meletakkan tas ransel kerjanya, lalu berjalan mengambil handuk,

"biarin Zayan makan, kasian lapar habis latihan basket. Lagian masih keringetan, biar papa aja yang mandi duluan" ucap Andi langsung masuk ke dalam kamar mandi.

Iya, di dalam rumah sederhana itu hanya ada satu kamar mandi, tiga kamar tidur, dapur dan meja makan yang menyatu, begitu juga ruang tamu yang dipasang TV di salah satu sisi dindingnya, tidak ada ruang keluarga. Jadi untuk aktivitas mandi dan buang air mereka terbiasa harus bergantian memakai toilet.

Mia tersenyum memperhatikan anak-anaknya makan dengan lahapnya walau dengan lauk yang sederhana, ya.. Zahra yang juga sudah menahan lapar dari tadi ikut bergabung makan bersama adiknya, seperti kebanyakan pada umumnya seorang ibu selalu mendahulukan keluarganya daripada dirinya sendiri, Mia masak itu yang tepenting baginya adalah untuk makan anak-anak dan suaminya terlebih dahulu, ia akan makan makanan yang masih ada setelahnya.

Kalau salah satu dari mereka ada yang tidak menghabiskan makanannya, maka Mia lah yang akan menghabiskan makanannya walaupun tetep sambil mengomel memperingatkan untuk mengambil makanan secukupnya saja karena sebenarnya harus bertanggungjawab atas makanan yang diambilnya, harus dihabiskan dan tidak boleh membuang buang makanan karena itu sama saja tidak bersyukur atas rezeki makanan yang sudah disediakan.

Dan kalau ternyata lauknya habis tidak ada yang tersisa, Mia sama sekali tidak marah malah merasa senang dan akan masak lagi yang simple alakadarnya seperti menggoreng telur dadar atau ceplok untuk lauk makannya sendiri.

Begitulah seorang ibu..

Mia setiap hari bangun pagi-pagi, setelah sholat shubuh langsung berkutat di dapur memasak untuk sarapan dan bekal makan siang anak dan suaminya, baru kemudian berangkat bekerja dan setelah seharian bekerja pulang ke rumah masih harus masak lagi untuk makan malam keluarganya.

Untuk urusan cuci piring anak-anak sudah terbiasa untuk mencucinya sendiri setelah selesai makan, dan untuk cuci baju, jemur baju suaminya yang menghandlenya dikerjakan di malam hari. Ya lumayanlah suaminya punya sedikit kepedulian membantu pekerjaan rumah, walaupun dilakukan dengan mesin. Dulu awal menikah sebelum punya mesin cuci, tidak mau membantu. Itulah lelaki, terlihat egois bukan..?

Urusan setrika baju dilakukan seminggu sekali, saat hari minggu atau hari libur saja, kadang dibantuin sama Zahra, sedangkan Zayan bagian menyapu rumah. Sebisa mungkin pekerjaan rumah beres dikerjakan secara gotong royong.

Setiap hari dilakukannya dengan semangat, kadang merasa lelah, tapi berusaha menikmati mau bagaimana lagi tidak bisa mengeluh karena memang keadaan ekonomi yang pas pasan. Suaminya Andi Pradana hanya karyawan swasta biasa dengan penghasilan standart UMR kota setiap bulannya, pun juga dengan dirinya sama. Inilah ujian pernikahan mereka, keadaan ekonomi yang pas pasan makanya sebagai isteri Mia harus pandai mengatur keuangan, berhemat dalam pengeluaran.

Kedua anaknya bersekolah di SMPIT Al-Abrar, sebuah sekolah Islam swasta di kotanya yang biayanya jauh lebih tinggi daripada sekolah Negeri biasa. Itu dipilihnya bukan merasa sok kaya apalagi jaga gengsi atau pingin gaya gaya-an, bukan... tapi karena ingin memberikan pendidikan yang terbaik, seimbang antara pengetahuan dunia dan pemahaman ilmu agama yang kuat, sebagai pijakan dan pondasi bekal di masa depan anaknya, karena mau menjadi apapun profesinya kelak, akan selalu teguh dalam ketaatan di jalanNYA dan memberikan manfaat kepada semua orang, selamat di dunia dan akhirat.

Semua aktivitas lelah yang dijalaninya selama ini, bukan tidak pernah dia merasa kecewa dan sedih jika sikap suaminya yang kadang egois, tidak menghargainya apalagi sibuk sendiri dengan urusannya, mengabaikan perasaan isterinya. Salah faham, berdebat sengit berujung pertengkaran sudah menjadi hal lumrah yang terjadi dalam pernikahan, dan selalu ada kata maaf jika keduanya saling merenung dan menyadari kekurangan, kesalahannya masing-masing.

Selama tidak terjadi KDRT, perselingkuhan atau berbeda keyakinan semua masih bisa dimaafkan. Bagi Mia, masih ada toleransi karena memang manusia tidak ada yang sempurna. Suaminya bukan malaikat yang selalu benar ataupun sebaliknya bukan syaiton yang selalu berbuat salah bukan..?

"Ma..kok malah bengong, ayo siap siap sholat Maghrib" ucap Andi mengagetkan, karena sibuk dengan pikirannya sendiri Mia sampe tak tahu kalau suaminya udah keluar dari kamar mandi dan sudah rapi memakai sarung dan baju kokonya.

"Iya pa.. Kalian kalau sudah selesai makannya langsung siap siap sholat Maghrib ya, adek mandi dulu.." ucap Mia kepada anak-anaknya sambil berlalu ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan dijawab oleh kedua anaknya

"Iya ma.."

"Siap Ma.."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!