Rains In Heaven (NCT DREAM)
1. Hujan di surga
Langit surga tak pernah kelabu
Tapi untuk pertama kalinya hujan turun
Tapi hujan di surga bukan seperti hujan di bumi. Tetesannya lembut, bening seperti kristal, dan saat menyentuh kulit, ia begitu sejuk dan segar
Di tengah taman, sebuah payung besar melayang pelan dari langit, gagangnya terbuat dari cahaya, dan kain payungnya tembus pandang, seperti tirai cahaya bulan
Renjun
*duduk untuk pertama kali, menatap hujan tanpa kata
Di susul oleh Jaemin yang datang dengan senyum kecil, namun matanya basah
Jaemin
Lucu ya hujan di surga, aku kira tempat ini tidak punya air mata
Renjun
*hanya mengangguk, pelan
Jeno datang berikutnya, dengan langkah tenang dan mata yang mengamati setiap tetes hujan
Jeno
*duduk samping Renjun
Jeno
Mungkin ini bukan air mata, mungkin cara surga membasuh sisa sisa dunia dari kita
Haechan masuk sambil tertawa jenaka, lalu duduk bersila
Haechan
Tapi kenapa rasanya sesak bukan lega? Padahal surga itu indah
Haechan
*memandang ke atas, menatap payung cahaya
Haechan
Apa kita benar benar sudah selesai hidup?
Chenle muncul sambil membawa secangkir teh dari kejauhan, mengangkatnya sambil tersenyum
Chenle
Setidaknya teh di sini selalu hangat dan manis, tidak pernah dingin
Jisung datang paling akhir, basah kuyup karna menolak masuk langsung ke bawah payung, ia berdiri sejenak, merentangkan tangannya ke langit
Jisung
Rasanya seperti pelukan, tapi dari siapa, ya?
Mark
Dari hidup itu sendiri mungkin
Mereka semua menoleh saat Mark berjalan pelan. Sosoknya tenang, dengan langkah penuh makna. Ia duduk di tengah mereka, lalu memandangi satu persatu wajah sahabatnya
Mark
Mungkin, ini waktu kita bicara tentang dunia yang kita tinggalkan.
Mark
Tentang hal hal yang tidak sempat kita katakan
Mark
Hujan ini datang bukan untuk membuat kita sedih, tapi untuk membantu kita melepaskan
Mereka semua duduk lebih dekat, saling bersandar
Taman itu perlahan di terangi cahaya lebih hangat, dan dari kejauhan, bunga bunga mulai tumbuh dari langit, perlahan turun dan melayang di udara, ikut mendengarkan kisah mereka yang akan di mulai
Dan di bawah payung ajaib itu, tujuh warna siap membuka kembali halaman terakhir dari kehidupan mereka...
Ini adalah kisah mereka, yang aku tulis karna sore tadi denger lagu rains in heaven hujan2, jadi kepikiran buat ide ini
ini bakal jadi short story yang kurang lebih 20 episode
jadi...kalian tidak lanjut baca pun tak apa
2. Warna yang di larang
Di bawah pohon yang menjulang hingga tinggi, sebuah kolam kecil mengalir pelan di tengah taman surga. Airnya sebening kristal. Namun ketika tujuh orang itu duduk di sekelilingnya, permukaannya mulai bergetar
Cahaya cahaya kecil muncul seperti kilasan mimpi
Dan kemudian, sebuah gambar muncul di bawah permukaan
Ia sedang duduk di loteng rumah tua. Diatas lantai kayu yang penuh coretan cat dan lembaran sketsa
Jendela kecil di atas kepalanya memancarkan cahaya senja
Di depannya, sebuah kanvas besar belum selesai, gambar seorang perempuan tua yang tertawa sambil memberi makan burung
Pintu terbuka, seorang pria masuk. Wajahnya keras, matanya tajam. Sang ayah
ayah
Ku pikir kau sedang belajar
Renjun (17 th)
*menutup dan menyembunyikan palet warnanya ke belakang tubuh
Renjun (17 th)
Aku sudah belajar ayah, aku cuma istirahat dulu sebentar
ayah
Istirahatmu selalu sama. Duduk di ruangan ini, mencoret coret sesuatu yang takkan pernah menghasilkan apa apa. Dunia ini bukan untuk pemimpi, Renjun
ayah
Kau pikir aku kerja siang malam supaya kau bisa bermain warna?
Renjun menunduk, tangannya masih memegang kuas, gemetar.
Renjun (17 th)
Tapi aku tidak main ayah, aku hidup di sini
Pria itu memandang sekeliling ruangan, lalu menghentakkan napas keras
ayah
Kalau kau ingin jadi seperti kakakmu, hidup di atas mimpi dan mati dalam kecewa, silahkan. Tapi jangan harap aku mendukungmu
Lalu ia pergi, pintu di banting. Sunyi kembali
Renjun menatap pintu tertutup itu, lama. Lalu ia menoleh ke kanvas dan menyentuh lukisannya pelan. Jari jarinya gemetar tapi matanya tidak menangis
Renjun (17 th)
Maaf ayah, tapi aku tidak bisa berhenti
Renjun (17 th)
Karna setiap kali aku berhenti, aku juga berhenti jadi diriku sendiri
Lalu kuas itu kembali bergerak
Di surga, ke enam temannya menonton adegan itu dalam diam
Jaemin menggigit bibir, Haechan menghela napas panjang
Chenle
Dia masih kecil waktu itu ya..*tatap kolam
Jisung
Tapi matanya sudah seperti orang yang pernah kehilangan
Mark
*menatap Renjun yang ada di samping mereka sekarang
Mark
Kau tetap melukis, meski seluruh dunia menolakmu?
Renjun menatap permukaan kolam
Yang kini mulai berpendar, bersiap menampilkan bab berikutnya dari hidupnya yang ia tinggalkan
Renjun
Waktu itu, aku belum tau bahwa warna warna yang ku temukan, juga bisa menyakitian ..
3. Tak pernah di akui
Hari itu langit mendung, tapi bagi Renjun, dunia sedang terang.
Tangannya sibuk merapikan kuas kuas, mengatur cat minyak, dan kertas kanvas kecil ke dalam tas jinjing sederhana
Di mejanya tergeletak lomba lukis bertema "hidup di mata anak" sebuah kompetisi seni remaja yang akan di gelar di pusat kota
Hadiah utamanya bukan hanya uang, tapi juga beasiswa ke sekolah seni impian Renjun
Dari dapur, suara lembut terdengar
Ibu
Sudah kamu siapkan semua sayang?
Renjun (17 th)
*angguk + senyum
Renjun (17 th)
Sudah bu, Renjun tinggal berangkat, ayah tidak ada kan, bu? *waswas
Ibu
Cepatlah pergi, nak. Sebelum ayahmu pulang
Renjun (17 th)
Iya bu *bergegas
Pintu depan terbuka keras
ayah
Mau kemana kamu dengan barang barang itu?
Renjun (17 th)
Aku ikut lomba melukis ayah, hadiahnya beasiswa, Aku-
ayah
Lomba? Omong kosong apalagi ini?. Sudah kubilang berhenti buang waktu
Tanpa menunggu jawaban, sang ayah berjalan cepat ke arah renjun, dalam sekejap ia meraih perlengkapan Renjun, lalu dengan gerakan kasar, menyobek kanvas, menjatuhkan palet, dan membanting botol cat satu persatu hingga pecah
Renjun (17 th)
Tidak ayah, kumohon
Renjun (17 th)
Jangan ayah
Renjun (17 th)
Itu ..itu semua aku beli dengan uang tabunganku .
Renjun (17 th)
Ayah...*berkaca kaca
Tapi ayah tidak peduli, hanya suara benda pecah dan napas berat yang memenuhi ruangan
Ibunya mencoba menenangkan, tapi hanya bisa berdiri kaku, dengan tubuh gemetar
Renjun (17 th)
Ayah aku mohon jangan rusak mimpiku...
ayah
Sudah cukup main main, Renjun. Kau akan jadi apa yang seharusnya kau jadi. Bukan pelukis bodoh yang kelaparan di pinggir jalan
Dan seperti itu, ayah kemudian pergi
Pecahan kuas berserakan , warna warna cat tumpah, bercampur menjadi cokelat gelap di lantai
Ibunya perlahan lahan mendekat, menatap luka di mata anaknya
Renjun (17 th)
apa aku memang cuma beban, Bu? Apa mimpiku...salah? *terisak
Ibu
Tidak sayang tidak *memeluk anaknya erat
Ibu
Mimpi kamu, bukan dosa. Tapi tidak semua orang cukup berani untuk melihat keindahan dari mimpi orang lain, kamu jangan ikut buta ya
Air mata Renjun jatuh di pundaknya
Malamnya, setelah ayah tidur, sang ibu mengetuk pintu kamar Renjun. Lalu masuk pelan, membawa sebuah amplop dan satu senyuman hangat
Ibu
Ibu pernah simpan ini untuk hari tua, tapi hari ini, mungkin kamu yang butuh
Renjun membuka amplop itu, uang tabungan. Jumlahnya tidak besar, tapi cukup untuk membeli kuas dan cat baru
Renjun (17 th)
Ibu...*menangis tersedu sedu
Renjun (17 th)
Kenapa ibu masih percaya kalau Renjun bisa?
Ibu
Karna kalau bukan kamu yang lukis di dunia ini, siapa lagi yang bisa?
Di sekeliling kolam, yang lain diam dan ikut menangis, suasana surga berubah muram
Haechan
Tapi ibumu seperti sinar kecil yang menyala di ruangan gelap
Renjun tidak bicara tapi matanya berkaca kaca
Mark
*menepuk punggung Renjun
Mark
Kalau bukan karna malam itu, mungkin kita tidak akan melihat karya karyamu di sini, ya?
Renjun hanya tersenyum kecil, pandangannya kembali ke kolam, ke sosok anak lelaki itu, dirinya. Yang perlahan bangkit dari lantai, mengumpulkan pecahan kuas, dan memulai lagi
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!