"Ehm ... Ehm ... Ehm"
"Kau sangat manis"
"Benarkah? Kalau begitu cium aku! Ahhh, iya. Ahhh iya. Ahhh"
Sara membuka pintu dengan cukup keras lalu melihat sebuah pemandangan yang cukup mengganggunya.
"Apa yang kau lihat??!" bentak pria yang kelihatan sedang menikmati sesuatu tapi terganggu dengan kehadirannya.
Sara melihat seorang wanita dengan wajah tersenyum, sedang berbaring di meja kerja besar. Dengan pakaian atas yang telah diturunkan sampai batas payudara. Beberapa bekas kemerahan nampak jelas di leher dan dadanya.
Dan sang pria masih menggunakan jas. Tapi kancing kemejanya terlepas di bagian atas dengan dasi yang telah longgar ikatannya. Tangan pria itu berada tepat di ikat pinggang. Sepertinya siap untuk melepaskan hawa nafsu liarnya pada sang wanita.
Sara hanya terdiam melihat pemandangan itu, lalu dia menurunkan pandangan dan mulai bicara.
"Maaf Tuan, saya tidak tahu kalau ruangan ini tidak kosong" jawab Sara.
"Keluar!!" teriak pria itu membuat Sara segera berbalik dan menarik kereta peralatan kebersihannya pergi dari ruang CEO.
Sekali lagi, Sara dipaksa melihat dan mendengar hal-hal semacam ini. Tapi dia tidak lagi merasa terlalu sedih sekarang.
Sara menarik napas panjang dan kembali mendorong kereta peralatan kebersihannya. Masuk ke dalam lift lalu pergi ke gudang untuk menyimpan semua peralatan itu sebelum pulang.
Sara baru saja selesai mandi ketika seseorang tiba-tiba meringsek masuk ke dalam kamarnya.
Pria itu mendekat dan segera menarik handuk yang membungkus rambut basahnya ke belakang, memberikan sedikit rasa sakit yang bisa ditahan.
"Apa yang kau lakukan tadi? Gara-gara kau, semuanya hancur!!" bentak pria itu lalu menghempaskan kepala Sara ke bawah. Membuat badannya terhuyung mengikuti hempasan yang terlalu kuat.
"Maaf" jawab Sara segera. Dia tidak membantah ataupun mencoba membela diri. Karena dia tahu itu tidak ada gunanya.
"Karena kau, Naya jadi kesal dan marah. Kau memang ... "
Sara bersiap untuk menerima tamparan yang keras seperti yang selalu terjadi. Tapi ternyata, tamparan itu tak kunjung datang. Sara membuka mata dan melihat tangan pria itu masih terangkat ke atas. Siap mendarat ke kepala atau pipinya.
"Maafkan saya Tuan. Maafkan saya" ucapnya lagi berharap tangan itu tidak jadi melayang ke arahnya.
Permintaannya terkabul, tangan itu diturunkan ke samping badan pria dan tidak jadi menamparnya.
"Sekali lagi kau rusak kesenanganku, kau tidak akan selamat!!" ancam pria itu lalu pergi dari kamar.
Sara masih menatap pintu itu, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Biasanya, pria itu akan kembali dan menghukumnya dengan lebih kejam lagi. Tapi lama Sara menunggu, pintu kamarnya tak terbuka lagi. Lalu terdengar suara mobil yang berderam kencang. Pertanda pria itu pergi lagi dari rumah. Mungkin untuk menenangkan wanita kecilnya yang kesal.
Tidak ingin banyak berpikir tentang apa yang terjadi, Sara memutuskan untuk tidur lebih awal.
Lalu seseorang dengan sengaja mengganggu tidurnya. Bukan pria itu, melainkan salah satu pelayan, membangunkannya.
"Nyonya, bangun!!"
Sara segera membuka mata dan duduk.
"Ada apa?" tanyanya setengah mengantuk.
"Tuan ..."
"Apa?"
"Tuan Marco. Kecelakaan"
Sedetik Sara mematung. Dia tidak yakin dengan yang didengarnya.
"Apa?"
"Tuan kecelakaan mobil. Sepertinya parah. Sekarang dibawa ke rumah sakit pusat. Anda harus segera pergi kesana. Supir sudah bersiap di bawah"
Kecelakaan dan terluka parah? Pria itu? Sebelum Sara bisa berpikir lebih jauh, pelayan memberikannya cardigan lalu memaksanya turun dari ranjang dan pergi ke bawah. Masuk ke dalam mobil yang akhirnya membawa Sara ke rumah sakit pusat.
Tidak ada orang sama sekali disana selain asisten pria yang selalu setia mengikuti. Dan beberapa pengawal yang menunduk menunggu penghakiman karena membiarkan Tuan mereka terluka malam ini.
"Nyonya, kami membutuhkan tanda tangan Anda"
Baru kali ini asisten itu memanggilnya seperti itu. Sara melihat dokumen yang disodorkan lalu membacanya dengan seksama. Ternyata dokumen penanganan medis untuk pria itu. Dan hanya keluarga yang boleh menandatangani dokumen itu.
Dengan enggan, Sara menandatangani dokumen itu lalu menyerahkannya kembali ke asisten.
"Apa lukanya parah?" tanyanya sekedar ingin tahu.
"Tuan mengendarai mobil dalam kecepatan tinggi. Saat menghindari mobil lain yang memotong jalan, Tuan tidak bisa mengendalikan keadaan. Membuat mobilnya menghempas kencang ke pembatas jalan. Hampir setengah mobil Tuan ringsek"
Dari cerita asisten itu, Sara menyimpulkan kalau luka pria itu memang parah.
Sara sedang duduk menunggu operasi darurat yang dilakukan pada pria itu, ketika seorang wanita berlari ke arahnya. Dan langsung memberikan tamparan keras ke pipinya.
"Apa yang kau lakukan disini?"
Sara melihat wanita yang terakhir dilihatnya berbaring di meja besar, menikmati pergaulan mesra dengan pria itu. Dia hanya bisa menahan sakit di pipi saat wanita yang baru saja menamparnya tiba-tiba menangis.
"Marco!!! Kenapa denganmu? Kenapa kau bisa terluka??!!" teriak wanita itu dengan nada suara hampir tercekik.
Semua orang yang melihat pasti akan menyangka kalau wanita kecil itu adalah istri pria yang sedang berada di ruang operasi. Padahal ...
Tapi Sara tidak ingin memperbesar masalah. Dengan kesadaran diri, dia pindah dari kursi menuju pojok ruangan yang tak terlihat. Kehadirannya disini hanya diperlukan untuk menandatangani dokumen saja.
Lalu datang seorang wanita dengan seluruh rambutnya yang memutih. Sara beserta asisten dan semua pengawal pria itu menghormat kepada wanita tua itu.
"Nyonya Besar!!" panggil semuanya pada wanita tua itu.
"Bagaimana keadaannya? Bagaimana Marco?"
"Dokter sedang menangani Tuan" jawab asisten.
Wanita tua itu melihat sekilas ke arah Sara kemudian mengalihkan pandangan pada wanita kecil yang menangis sedih di depan ruang operasi.
"Nenek!! Bagaimana ini? Kak Marco!!" ratap wanita kecil itu.
"Tenanglah! Tidak akan terjadi apa-apa pada anak itu" kata Nyonya Besar lalu duduk. Wanita kecil mendekat pada Nyonya besar dan kembali menangis. Membuat Sara semakin menghilang dari kumpulan orang-orang yang khawatir dengan keadaan pria itu.
Tak lama dokter keluar dari ruang operasi.
"Keadaan Tuan Marco kini stabil. Luka di kepala dan beberapa patah tulang iga dapat ditangani dengan baik. Sekarang kita hanya bisa menunggu Tuan Marco sadar"
Semua orang merasa lega tapi Sara tidak. Bahkan dia tidak merasakan apapun saat ini mendengar penjelasan dokter.
Semua orang sedang menunggu kesadaran pria itu ketika Sara berniat kembali pulang. Kehadirannya disini sudah tidak dibutuhkan lagi. Apalagi Nyonya Besar juga sudah ada disini sebagai perwakilan keluarga dari keluarga pria itu.
Tapi langkahnya tertahan oleh seseorang.
"Nyonya, Tuan Marco memanggil Anda" kata asisten pria itu.
Sara diseret kembali ke ruangan tempat pria itu berada. Semua orang melihat ke arahnya ketika Sara datang. Lalu ...
"Sayang!! Istriku sayang. Kemana saja kau?" kata pria itu mengejutkan Sara.
Dia didorong pelan mendekat ke arah pria itu. Dan tidak menyangka akan mendapatkan pelukan dari pria yang selama ini merasa jijik menyentuhnya.
"Sayangku ... " kata pria itu lagi. Begitu jelas di telinga Sara. Membuatnya berpikir kalau yang dialaminya benar-benar nyata. Apa sebenarnya yang terjadi?
"Amnesia"
Mata Sara mengerjap beberapa kali sebelum menerima apa yang dikatakan oleh dokter.
"Amnesia?" tanya Nyonya Besar yang duduk tepat di hadapan dokter.
"Iya. Kepala Tuan Marco mengalami benturan keras saat kecelakaan. Dan itu menyebabkan amnesia. Kehilangan ingatan" jelas dokter.
"Apa itu akan berlangsung lama?" tanya wanita kecil yang ikut masuk ke dalam ruang dokter selain Nyonya Besar dan Sara.
"Saya tidak tahu"
"Apa??"
"Saya tidak bisa memperkirakan kapan amnesia ini berakhir. Mungkin bisa lima menit lagi, besok, lusa, Minggu depan atau bahkan ... ada kemungkinan tidak akan pernah pulih sama sekali"
"Jadi kak Marco akan melupakanku? Dia akan melupakanku tapi mengingat wanita itu? Bagaimana bisa??" jerit sang wanita kecil tidak terima.
"Apakah ini bisa disembuhkan?" tanya Nyonya besar menyela tangisan dan ratapan wanita kecil.
"Saya akan mencoba beberapa obat untuk mengembalikan ingatan Tuan Marco secepat mungkin. Bersamaan dengan terapi untuk bagian tubuh yang lain. Tapi, saya akan memberitahu kalau semua obat tidak dapat dipastikan bisa mengembalikan ingatan Tuan Marco dalam jangka waktu tertentu. Jadi ... "
"Maksudmu, kami hanya bisa berdoa dan berharap dia bisa ingat lebih cepat?"
"Iya. Dan apabila memungkinkan. Akan lebih baik kalau apa yang ada dalam ingatan Tuan Marco sekarang dipertahankan untuk sementara waktu. Sampai ingatannya kembali nanti"
Sara merasa ngeri mendengar penjelasan terakhir dokter. Dengan segera dia bereaksi.
"Apa?? Tidak mungkin" katanya membuat Nyonya besar dan wanita kecil itu menoleh bersamaan.
"Anda??" tanya dokter sepertinya tidak tahu menahu tentang siapa Sara yang ada di dalam ruangan dokter tapi tidak bicara apa-apa sejak tadi.
"Dia adalah istri Marco" jawab Nyonya Besar mengungkap rahasia besar yang sama sekali tidak pernah diketahui siapapun. Kecuali Keluarga Varamus dan keluarga Sara. Juga siap wanita kecil yang selalu berada di dekat pria itu.
Sebenarnya, Sara adalah istri dari Marco Varamus. Pemilik perusahaan real estate besar di negeri itu. Dia adalah istri CEO yang tidak pernah diungkapkan ke publik.
"Sara, rawat Marco dengan baik" kata Nyonya Besar setelah keluar dari ruang dokter.
Wanita kecil di sebelah Nyonya merasa tidak terima lalu merengek.
"Nenek, kak Marco hanya mencintaiku. Dia bahkan sudah berencana untuk menceraikan wanita itu. Kenapa sekarang begini? Lalu bagaimana denganku?"
Sara tidak mau diam saja kali ini. Selama tiga tahun dia sudah diam dan menerima perlakuan suami, sang Nyonya Besar dan wanita kecil. Juga semua orang yang ada di sekitar pria itu. Kali ini ketika dia sudah siap melepas penderitaan selama tiga tahun, malah dipaksa untuk bertahan. Hanya untuk membuat pria itu nyaman. Dia tidak mau.
"Gugatan perceraian telah masuk di pengadilan. Proses perceraian sudah berjalan. Minggu ini saya akan tetap kembali ke rumah orang tua saya" kata Sara berani.
"Marco sedang terluka dan kau bersikeras bercerai?"
"Bukan saya yang memasukkan gugatan perceraian ke pengadilan" ungkap Sara membungkam Nyonya Besar.
"Nenek, aku saja yang merawat kak Marco. Mungkin saja setelah aku merawatnya, kak Marco akan kembali mengingat semuanya. Kalau wanita tidak tahu diri itu kembali mendekat, Naya takut kak Marco akan menjadi lebih parah."
Sekali lagi, Sara menerima tuduhan tanpa bukti jelas. Tapi kini dia hanya akan menerima semuanya. Sara sudah malas melakukan perlawanan tak berarti.
"Diamlah!! Ini adalah perintah dokter. Dan Sara. Aku tahu hubunganmu dengan Marco memang sudah berakhir. Tapi ini adalah kejadian diluar dugaan. Tidak ada yang menginginkan hal ini termasuk aku. Semakin cepat ingatan Marco kembali, maka semakin cepat kau akan pergi dari keluarga ini"
Sara mendesah dalam diam.
Dia tidak tahu kalau kejadian ini akan membuat hidupnya semakin buruk. Tapi Nyonya Besar telah bertitah. Dan Nyonya Besar sekaligus pemimpin keluarga Varamus itu tidak suka perintahnya dikoreksi atau dibantah.
"Nenek!! Lalu aku bagaimana??" tanya wanita kecil.
"Kita lihat dulu keadaan Marco" jawab Nyonya Besar seakan tidak peduli dengan rengekan wanita kecil. Berbeda dari biasanya.
Ketiganya kembali ke kamar rawat pria itu. Ketika Sara akhirnya masuk ke dalam ruangan.
"Istriku sayang!!" seru pria itu membuat raut wajah semua orang berubah.
Dengan tatapan tajam, Nyonya Besar memerintahkan Sara untuk mendekat ke ranjang pria itu. Dengan enggan Sara melakukan hal yang diperintahkan dan terkejut saat hampir menerima pelukan erat. Untung saja dia bisa menghindar dengan melangkah mundur.
"Istriku, kau kemana saja?? Kenapa kau meninggalkanku? Aku mencari mu dari tadi. Tapi semua orang bilang kau pergi ke dokter"
Pria itu bicara dengan nada suara yang aneh. Seperti anak kecil yang merengek. Sesuatu yang membuat Sara semakin merinding mendengarnya. Mengingat bagaimana kejamnya pria itu saat bicara pada Sara sebelum kecelakaan. Dia melihat ke arah Nyonya Besar dan wanita tua itu hanya menggeleng pelan.
"Marco. Kami hanya pergi ke dokter. Apa kau tidak apa-apa?"
"Nenek! Jangan ajak istriku kemana-mana. Dia harus tetap berada di sisiku. Aku membutuhkannya!"
"Baiklah. Aku tidak akan mengajaknya lagi. Membiarkan Sara tetap di sisimu saja. Asalkan kau cepat pulih"
"Bagus sekali. Sayang, kemari lah!! Aku butuh pelukan darimu!"
Belum sempat Sara merespon keinginan tidak masuk akal suaminya, wanita kecil mendorongnya lebih menjauh.
"Kak Marco, ini aku Naya. Apa kak Marco benar-benar tidak ingat padaku??"
Sara melihat pria itu tidak mempedulikan rengekan wanita kecil. Dan tetap melihat ke arahnya.
"Kau siapa? Aduhhh" kata pria itu lalu memegang kepalanya yang terbalut perban. Sang Nyonya Besar segera menyeret wanita kecil untuk menjauh dan mendekat ke arah cucunya.
"Apa kau baik-baik saja? Apa terasa sangat sakit?"
Kasih sayang Nyonya Besar pada pria itu memang tidak terbantahkan. Sebagai satu-satunya penerus keluarga Varamus yang akan menerima warisan besar dari bisnis real estate selama tiga keturunan. Keberadaan dan kesehatan pria itu sangat diutamakan.
"Istriku. Aku hanya ingin bersama istriku"
"Baiklah. Baiklah. Kau baru saja mengalami kecelakaan besar dan terluka. Aku akan membiarkanmu bersama Sara saja sekarang. Tapi kau harus cepat pulih"
Nyonya Besar memaksa wanita kecil keluar dari kamar rawat. Dan asisten pria itu juga ikut pergi. Meninggalkan Sara sendiri dengan pria yang melihatnya dengan mata penuh kilauan.
"Istriku sayang. Kenapa kau ada jauh disana? Aku tidak bisa menghampirimu. Kaki dan pinggangku masih sakit"
Sara maju selangkah demi selangkah. Lalu pria itu menangkap tangannya. Menarik Sara mendekat dengan cepat lalu memeluk tubuhnya.
Tiga tahun, Sara tidak pernah mendapatkan pelukan yang dulu sangat diinginkannya. Tapi kini ...
Sara mencoba melepaskan diri dari pelukan pria itu dan berhasil dengan mudah. Mungkin karena pria itu tidak berada dalam kondisi baik.
"Kenapa? Kenapa kau menolak ku?" protes pria itu.
"Ehm. Badan Anda masih penuh dengan luka. Dan Anda baru saja selesai dioperasi. Sebaiknya Anda tidur sekarang. Istirahatlah" jawab Sara yang berpikir cepat mencari alasan untuk bisa menjauh dari pria itu.
Tapi sepertinya pria itu punya rencana lain. Tidak mau melepaskan tangan Sara yang terlanjur digenggam.
"Tetaplah disini. Aku ingin kau ada di sisiku" kata pria itu dengan tatapan lurus ke arah Sara. Membuatnya sedikit ragu tentang kondisi pria itu yang sebenarnya.
Tapi pria itu tidak akan pernah mau menyentuhnya ketika memiliki ingatan yang benar. Jadi Sara menarik kursi dan duduk tepat di sebelah ranjang pria itu. Menunggu pria itu tidur agar dia bisa menjauh secepatnya.
"Apa ini?" tanya Sara.
"Surat cerai"
Tangan Sara gemetar setelah mengetahui berkas apa yang ada di tangannya sekarang. Akhirnya hari ini datang juga. Hari dimana pria itu memberikan apa yang selama ini dijanjikan padanya. Dari awal mereka menikah.
"Dimana aku harus tanda tangan?" tanya Sara lalu membuka lembar demi lembar surat yang ada di tangannya.
Dia tidak mendengar pria itu menjawab lalu menemukan sendiri tempatnya harus tanda tangan. Sara melihat sekeliling lalu menemukan pena di atas meja. Dengan cepat, dia mengambil pena, membukanya dan membubuhkan tanda tangan. Memeriksa lembar berikutnya dan menemukan lagi tempat kosong dimana namanya tertera disana.
Setelah memastikan tidak ada tempat kosong yang terlewat dia meletakkan pena dan menutup berkas.
"Sudah semua. Ada lagi yang harus saya tanda tangani?" tanyanya. Tapi pria itu hanya diam di depan meja kerja besarnya. Menatapnya tanpa bicara atau bereaksi apapun.
Mungkin pria itu senang akhirnya bisa terbebas dari Sara dan tidak menyangka kalau dia tidak lagi menolak untuk bercerai. Kali ini.
Baru saja Sara ingin pergi dari ruangan pria itu namun pintu kembali tertutup dengan keras. Karena dorongan tangan besar yang kini ada di sebelah kepala Sara.
Dia berbalik perlahan dan melihat wajah pria itu tepat dihadapannya. Sara membasahi tenggorokannya yang kering karena gugup.
"Kau ... Tak sabar berpisah denganku?!" tanya pria itu dengan suara beratnya.
"Tapi Anda yang ... "
BRAKKK!!!
Sebuah hentakan keras di pintu berhasil membuat Sara semakin takut. Dia tahu apa yang bisa dilakukan pria itu padanya. Apalagi dalam jarak sedekat ini.
"Kau!!! Tidak berhak untuk apapun. Kau tidak berhak!!!"
Lebih baik Sara diam sekarang. Dia tidak ingin menambah bahan bakar dalam amarah pria itu.
Perlahan leher Sara memanas, sebuah tangan telah berada disana. Menekan jalan napasnya, membuat Sara semakin sulit memperoleh oksigen.
"Tuan ... Maaf"
"Maaf? Hanya itu yang bisa kau katakan? Sekarang kau membuat kata itu sebagai senjata untuk melawanku?"
"Tidak. Tidak. Maaf"
"Harusnya kau terus melawan!! Harusnya kau terus cemburu!!! Harusnya kau terus membenciku!!!" kata pria itu membuat Sara bingung.
Ketika wajah pria itu semakin mendekat Sara hampir tak bisa bernapas lagi. Tiba-tiba napasnya menjadi lebih lancar, sepertinya pria itu melonggarkan tangan. Tapi ... sebuah tekanan tepat di bibirnya menyadarkan Sara kalau pria itu sekarang sedang menciumnya. Ciuman yang kasar. Yang selalu dia terima sejak pria itu menikahinya.
Lidah pria itu menerobos masuk, memberikan percikan kenikmatan terlarang yang selalu mengganggu Sara. Dia sangat sadar kalau semua ini tidak berarti apapun untuk pria itu. Hanya sebuah sentuhan dan ciuman biasa yang akan berakhir dengan hinaan serta penderitaan di hati Sara.
Tangan pria itu melepas leher Sara. Perlahan turun ke arah dadanya. Menempatkan payudara Sara tepat di genggamannya lalu meremas dengan perlahan.
"Hempph" desah Sara.
Dia mendesah bukan karena menikmati semua perlakuan ini. Tapi sebagai sebuah usaha untuk melepaskan diri. Karena beberapa kali saat pria itu menyentuhnya dan Sara mendesah, pria itu segera menjauhkan diri. Tidak suka kalau Sara menikmati percintaan mereka.
Tak disangka pria itu melakukan hal sebaliknya.
Melepaskan bibirnya kemudian memberikan tanda kecupan di leher dan dadanya.
Kemudian kembali menutup mulutnya dengan ciuman.
"Kak Marco!!"
Samar terdengar panggilan wanita kecil yang selalu menjadi orang ketiga dalam kehidupan pernikahan Sara dan suaminya.
Sara bisa merasa lega sekarang, karena pria itu pasti akan menghentikan aksinya. Pria itu tidak akan pernah memperlihatkan kedekatan mereka pada wanita kecil favoritnya.
Benar saja. Tidak sampai sedetik pria itu melepaskan ciumannya. Bahkan mendorong Sara ke lantai dengan cukup keras. Membuat Sara merasakan sakit di seluruh bagian kanan tubuhnya.
"Pergi!!!" teriak pria itu.
Tanpa menunggu, Sara berusaha bangkit dengan menahan sakit. Lalu segera pergi dari ruang kerja pria itu. Berpapasan dengan wanita kecil yang memberikan tatapan penuh kebencian. Dan terus melangkah menjauh. Berusaha melupakan apa yang baru saja terjadi.
"Sayang"
Sara terbangun dan mendapati kepalanya berada di atas tubuh pria itu. Dia segera mengangkat kepalanya dan menjauh dari ranjang.
"Maaf Tuan. Tidak seharusnya saya tertidur di tubuh Anda. Maafkan saya" ucapnya segera.
"Apa yang kau katakan sayang?"
Sayang? Sara melihat ke arah pria yang kepalanya dan sebagian tubuhnya diperban. Dia baru ingat kalau pria itu mengalami kecelakaan semalam dan kehilangan ingatan. Juga ... memperlakukannya dengan berbeda. Sangat berbeda dari seharusnya.
"Maaf Tuan"
"Sayang, aku suamimu. Kenapa kau memanggilku dengan panggilan itu?"
Apa yang harus dia lakukan? Nyonya Besar berkata untuk mengikuti apa yang kini pria itu yakini adalah kebenaran. Hanya untuk membuat pria itu semakin cepat mendapatkan ingatannya kembali.
"Maaf" ucap Sara kaku.
"Kemarilah, tidurlah di dalam pelukanku. Kau pasti merasa tidak nyaman tidur dengan posisi seperti itu semalaman"
Sara mengernyitkan dahi.
"Tidak. Tidak perlu. Anda lebih membutuhkannya"
"Kenapa kau bicara dengan sopan?"
Sara menggigit bibir bawahnya. Tersadar telah melakukan kesalahan.
"Maaf. Hanya ... "
"Sejak aku bangun kemarin, kau selalu bicara dengan sopan. Bukankah kita suami istri? Lalu kenapa kau bicara begitu sopan?"
Apa yang harus dia katakan? Alasan apa yang bisa membuat bicara sopan pada suami merupakan sesuatu yang wajar dilakukan.
"Apa kita bermain Tuan dan Nyonya saat bercinta terakhir kali?" tanya pria itu membuat Sara terhenyak. Tapi ... Itu merupakan alasan yang cukup bagus.
Jadi ...
"Ya. Begitulah. Aku terlalu terbawa peran"
"Oh, sayang. Kau memang sangat manis. Seandainya saja aku bisa bangun dari ranjang, kita akan segera bermain lagi"
"Apa? Hahahaha"
Sara hanya bisa tertawa canggung mendengar sebuah kejadian yang bahkan tidak pernah ada dalam kenyataan itu.
Berada dalam kenyataan? Kenyataan yang terjadi?
Sara menatap pria yang sedang berbaring di ranjang.
"Apa Anda mempermainkan saya sekarang?" tanya Sara.
Pria itu menatapnya tajam lalu tertawa
"Apa maksudmu sayang? Kenapa kau menuduhku seperti itu?"
Kehilangan ingatan memang sangat sering dialami orang yang terluka di kepala. Tapi, orang yang amnesia biasanya kembali ke kenangan yang paling kuat. Ketika dia masih kecil, ketika dia remaja, ketika mengalami hal buruk maupun bahagia.
Tapi pria itu, hanya mengingat Sara sebagai istri lalu dengan lancang memanggilnya sayang dan memperlakukannya selayaknya istri. Padahal mereka sama sekali tidak memiliki kenangan tentang menjadi suami istri sebenarnya. Pria itu tidak pernah memperlakukannya selayaknya istri dari awal pernikahan. Lalu kenangan apa yang sebenarnya ada di otak pria itu?
"Anda benar-benar amnesia?" tanya Sara lebih menjauh dari ranjang pria itu.
"Istriku sayang, kenapa kau mencurigai ku. Kenapa ... Aduhhhh"
Pria itu memegang kepalanya.
Sara mendekat karena khawatir apa yang dia katakan mempengaruhi otak pria itu. Apa sebenarnya yang dia pikirkan? Benar kata Nyonya Besar. Harusnya dia menurut saja dan melakukan yang terbaik untuk kesembuhan pria itu.
Semakin cepat pria itu sembuh dan mengembalikan ingatan. Maka semakin cepat dia akan terlepas dari pria itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!