NovelToon NovelToon

TRAUMA

Bab 1

"Aduh. Pusing nih mau pakai apa buat pensi Nanti". Keluh si cewek imut, berkulit putih dan yg selalu memakai bando yang kini duduk di kantin sekolah bersama dengan sahabat-sahabat nya, yakni Tania Paranya alias Anya.

"Kalau gue apa lagi. Mending gue di suruh pakai kain sarung saja sekalian dari pada disuruh pakai tema dress to impress. Iuucht siapa sih pencetus ide tema nya, ngeselin banget sih". Sambar si cewek tomboy yang lebih suka di panggil Ray ketimbang nama aslinya Raysha Lestari.

"Hmm . . . Ya sudahlah! Dari pada kita ngedumel enggak jelas kayak gini, mending akhir pekan ini kita ke mall untuk cari referensi. Mana tau kita nemu solusinya" Usul gadis bernama Briana Caroline MC gadis berparas blasteran yang sejak awal hanya diam saja mendengarkan keluhan mereka.

"Ya sudah, ehh tapi gue enggak mau yang aneh-aneh ya". Sambung Anya.

"Iye iye Miss Perfeksionis". Jawab si Ray sambil menarik bando yang ada di kepala Anya.

"Iihh elu resek banget sih, kan jadi kusut rambut gue". Anya merasa jengkel dan cepat cepat merapikan rambut nya.

"Biarin. Lagian sok kecakapan banget sih loe. Dasar sok imut". Ray membalasnya.

"Udah deh, kalian enggak usah pada bising, lihat tuh mereka pada ngelihatin kita, malu tau". Briana mencoba menghentikan kedua sahabatnya itu sembari melirik ke sekitar kantin yang sudah berapa pasang mata melihat ke arah mereka.

Raysha dan Anya tersenyum kikuk karena menjadi pusat perhatian siswa lain nya.

"Sebaiknya kita masuk kelas saja yuk. Lagian gue sudah jenuh di sini". Ray berkata dan langsung menarik tangan Briana.

"Ya sudah yuk. Gue juga sudah malu di lihatin mereka gara-gara kalian". Briana menyetujuinya sembari melirik siswa lainnya.

"Gara-gara si Ray itu". Cibir nya.

"Ehh enak saja gara-gara gue". Ray merasa tidak terima atas tuduhan Anya namun di hentikan oleh Briana.

"Sudah donk! Kalian ini ya, setiap hari enggak ada habis nya ya, gue tinggal nih". Ujar Briana kemudian beranjak meninggalkan kedua sahabat nya.

Briana berjalan menuju ke kelas XII IPA 1. Dia berjalan menyusuri koridor sekolah yang di ikuti kedua sahabatnya dari belakang.

Briana cukup popular di sekolah dikarenakan dia satu-satu nya siswi yang berketurunan blasteran Indonesia dan Jerman. Dia memiliki yang wajah cantik berkulit putih nan mulus, tubuhnya yang tinggi semampai bak model international, belum lagi hidungnya yang mancung serta matanya yang berwarna olive green menunjukkan dengan jelas bahwa dia adalah gadis indo.

Tak sedikit para siswa cowok ingin mendekatinya. Dan tak sedikit juga para siswi cewek cemburu pada nya. Walau pun begitu Briana tidak pernah menghiraukan mereka. Briana tak pernah perduli dengan omongan-omongan orang lain, yang selalu mengatakan dirinya seorang gadis yang sombong dan merasa cantik.

Semua mata tertuju pada Briana, setiap kali dia menyusuri koridor melewati siswa lainnya dan tak jarang mereka menegur sapa dirinya, namun Briana selalu acuh pada mereka bahkan melirik sekali pun tak pernah.

"Bri.....". Terdengar suara teriakan seorang siswa cowok memanggil Briana.

Briana pun menoleh ke pusat suara, yakni membalik badannya. Ia melihat sosok tampan, berkulit kuning langsat serta berbadan tegap tinggi yang memanggilnya itu. Ia siswa cowok bernama Ryo Dermawan biasa dipanggil Ryo.

"Ada apa?". Tanyanya dengan ketus.

"Emm. . . . Gini Bri, nanti di acara pensi, kita bakal mengadakan festival drama dongeng putri salju. Nah maksud aku selaku ketua osis mengusulkan kamu yang dipilih untuk jadi pemeran putri saljunya. Karena menurut aku, pemeran itu pas banget untuk kamu. Gimana? Kamu bersedia enggak untuk memerankan peran putri salju?". Ryo mengutarakan usulannya kepada Briana setelah ia sudah bersepakat bersama anggota panitia osis lainnya.

"Gue enggak mau! Loe cari saja cewek yang lain". Tolaknya mentah-mentah lalu beranjak selangkah.

Anya dan Ray terkejut mendengar penolakannya.

"Tapi Bri. Please tolong kami. Ngitung-ngitung kamu membantu untuk menyukseskan acara sekolah di akhir tahun ajaran kita". Ryo menahan langkah Briana.

"Kalau gue bilang enggak mau, ya enggak mau. Jangan paksa gue. Dengan menyelenggarakan acara pensi pakai tema dress to empress saja sudah membuat gue pusing, ck". Ujar Briana sedikit kesal lalu pergi meninggalkan Ryo tanpa menunggu tanggapannya.

Sedangkan Ryo hanya terdiam menatap kepergian Briana bersama dengan Anya dan Ray sembari menghempaskan nafasnya. "Huuh. . . . ."

....

"Bri . . . kok loe jutek banget sih sama Ryo? Malah main langsung nolak lagi penawaran nya". Anya kepo setibanya mereka berada di dalam kelas dan duduk bertepatan di bangkunya Briana dan tak ketinggalan Raysha juga.

"Isssh . . . Kalian apaan sih? Pakai dempet-dempetan seperti ini duduknya". Briana mendorong pelan tubuh kedua sahabat nya itu.

Dan Raysha pun mengalah, ia segera duduk di bangku depan namun membalikkan badannya.

"Elo ya . . .! Semua cewek-cewek di sekolahan pada berebut ngedapatin peran itu, ini loe yang langsung di tawarin sama mereka malah langsung di tolak gitu saja". Ucap Ray merasa heran sembari melihat wajah Briana.

"Iya betul tuh, gue saja kalau ada audisinya bakal mau ikutan". Timpal Anya.

"Ya sudah, loe saja sonoh yang meranin tuh peran, kalau gue sih ogah". Jawab Briana sembari memutar kedua matanya kemudian mencomot buku pelajarannya.

"Hmp .. . Loe ya! Benar rumor yang dibilang satu sekolah. Loe itu sombong, mentang-mentang loe cantik jadi loe bisa sok jual mahal gitu". Anya keceplosan mengatakan hal itu.

"Bodo amat. Gue sama sekali enggak perduli mereka mau bilang apa tentang gue. Kalau loe mau sama peran itu, silahkan ambil saja sana. Loe bisa memintanya sendiri sama Ryo". Briana memang secuek itu.

Sedangkan Ray melirik raut wajah Anya yang terlihat sangat kesal atas sikap Briana.

.

.

Briana terdiam sendirian sembari duduk di bangku taman sekolahnya. Seisi gedung sekolah sudah hampir kosong dengan para murid mengingat sudah jam pulang sekolah. Briana masih terbengong sembari melihat kakinya yang dia ayun-ayun kan.

"Cukup! Aku tak mau kejadian itu terulang lagi". Ucapnya dalam hati.

Dari jauh Ryo yang baru keluar dari gedung aula sekolah tak sengaja melihat Briana disana.

"Itu kan Briana! Kenapa dia belum pulang juga jam segini?". Ryo berencana ingin menghampirinya namun ia mengurungkan niatnya itu.

Ia menghentikan langkah kakinya di balik tiang yang tak jauh dari keberadaan Briana. Ia hanya bisa memperhatikan Briana dari balik tiang tersebut hingga Briana pun beranjak dari tempatnya.

Briana berjalan menuju ke parkiran sekolahan yang terparkir mobil sedan berwarna merah dan mobil sport berwarna hitam. Briana pun berlalu dengan mobil sedan merahnya. Ryo yang sejak tadi mengikutinya dari belakang pun juga berlalu dengan mobil sport hitamnya.

Bab 2

"Aku enggak mau berteman lagi sama kamu. Kamu sekarang sudah cacat". Seorang gadis kecil berumur 5 tahun mendorong salah satu temannya yang tengah mengenakan kursi roda sehingga ia terjatuh.

"Heh . . . Kamu anak cacat pergi sana jauh-jauh. Jangan main ke sini. Dasar cacat ha ha ha ha". Timpal anak yang lainnya sembari meminta teman-teman yang lainnya untuk berkumpul mengelilingi anak itu.

Gadis malang itu menangis ketakutan melihat mereka sembari menutupi telinganya ketika mereka menyorakinya.

"Briana anak cacat. Briana anak cacat ha ha ha".

"Enggaaaaaaaaaaaaaaaak". Gadis malang yang ternyata adalah Briana berteriak histeris.

Tanpa sadar ia tersentak dari tidur nya. Ternyata itu hanya mimpi buruk dari masa lalunya. Keringatnya bercucuran di seluruh tubuhnya. Wajah ketakutannya terlihat sangat jelas. Bayang-bayang tersebut selalu terngiang di ingatannya hingga berbekas.

"Oh God.... Mimpi buruk itu lagi". Ucapnya sambil mengusap wajahnya lalu menghelakan nafas dengan relax namun matanya melihat pada kedua kakinya.

#Triiing . . .

Terdengar suara nada dering menandakan notif pesan whatsapp masuk. Briana meraba ponselnya dan melihat pada layarnya.

"Briana . . . Besok Mami balik ke Jakarta jam 3 siang. Mami minta sepulang sekolah kamu jangan kemana-kemana lagi ya. Soalnya ada yang mau Mami omongi ke Kamu. Mami sayang kamu and I miss you so much". Briana mencampakkan kembali ponselnya ke tempat tidur setelah ia membaca pesan tersebut dari ibunya.

...

Flash back . . .

“Briana Caroline MC, selamat ya kamu mendapatkan pemeran sebagai putri salju di acara wisuda taman kanak-kanak kita”. Seorang guru yang mengajarkan Briana di kelas memberitahukan pada Briana yang berusia 5 tahun bahwa ia terpilih.

“Benarkah Miss? Briana nanti jadi putri salju?”. Briana menatap guru nya dengan kepolosannya.

“Iya Briana sayang. Kamu nanti yang bakal jadi pemeran putri saljunya. Kamu pasti bakalan menjadi princess yang cantik karena kamu nanti akan memakai gaun yang cantik sama seperti princess kesukaan kamu”. Jawab guru tersebut dengan riang.

“Yeaaaaaaaay asyik . . . Briana nanti jadi putri salju yeaaaaaa”. Briana merasa kegirangan.

....

Acara wisuda itu pun tiba, tepat nya pada acara pentas drama. Briana sangat antusias menyiapkan dirinya dengan kostum putri salju. Ia begitu cantik nan menggemaskan memakai gaun tersebut. Siapa pun yang melihatnya pasti selalu memuji dirinya. Apa lagi dengan wajahnya yang begitu khas berdarah Jerman, itu semakin membuatnya cocok memerankan peran putri salju.

Briana kecil sangat bahagia dan bersungguh-sungguh di saat ia memerankan peran tersebut.

Namun musibah tak dapat bisa di tolak. Di saat Briana dan para pemain lainnya sedang menari-nari dengan riang di penghujung acara, tanpa sengaja panggung drama itu rubuh karena kesalahan dari para panita.

Semua anak-anak yang berada di atas panggung berteriak sambil menangis sekencang mungkin dan berlari keluar gedung. Tapi tidak dengan Briana. Dia terjatuh dan terbaring tak sadarkan diri akibat terhimpit papan panggung tersebut.

“Brianaaaaaaa”. Seorang wanita muda yang berwajah indo berteriak histeris memanggil Briana di saat beliau melihat sosok anaknya sudah tak berdaya.

Ia adalah Mami dari Briana yakni Mona Laura. Beliau juga sama seperti Briana peranakan indo dan beliau menikahi Bryan MC lelaki keturunan Jerman asli, yakni Daddy dari Briana.

Briana langsung di larikan ke rumah sakit terbesar di Ibu Kota. Hingga akhirnya Briana pun mengalami lumpuh pada kakinya sehingga ia harus memakai kursi roda.

“Briana enggak mau pakai kursi roda hu. . . hu . . . hu. . .”. Briana merasa marah dan sedih sembari menyingkirkan kursi roda tersebut.

“Briana sayang, kalau kamu enggak pakai kursi roda, nanti kamu enggak bisa ke sekolah sayang. Apa lagi main-main sama teman kamu”. Bu Mona membujuknya dengan lemah lembut.

“No, I won't Mom”. Teriaknya dan memalingkan pandangannya ke arah jendela kamar.

“Hey . . . Sweety. You can’t be like that, you need be in this wheelchair. You want to stay home all day without having to do anything?”. Kali ini Pak Bryan alias Daddy nya Briana membujuk dirinya.

“But I’m ashamed to be like this Dad. Then no one will want to be my friend anymore”. Briana terisak.

“No honey my sweet heart. Your friends must still want to be your friends. Don't worry sweety”. Beliau menyeka air mata yang sudah membanjiri pipi lembut Briana.

Setelah lama di bujuk oleh kedua orang tuanya, akhir nya Briana menuruti mereka untuk memakai kursi roda kemana pun dia beraktivitas.

Kini Briana sudah di bolehkan untuk kembali ke sekolahnya, dan juga itu adalah hari terakhir dia berada di taman kanak-kanak.

Dengan semangat Briana memasuki ruang kelasnya memakai kursi rodanya. Semua mata tertuju padanya.

“Hai . . . Lusi. Kamu sudah datang ternyata . . .”. Briana menegur teman sebangkunya dengan senyum ceria.

Bukannya menjawab pertanyaan Briana namun dia pergi mengabaikan Briana.

“Lusi . . . Kamu mau kemana?”. Briana menarik tangan Lusi menahannya pergi.

“Kamu enggak usah berteman lagi sama aku, karena kamu sekarang sudah cacat. Aku sudah enggak mau lagi berteman sama kamu. Aku malu punya teman yang cacat seperti kamu". Lusi menepis tangan Briana dan pergi meninggalkannya di dalam kelas sendirian.

Briana menangis tersedu karena apa yang dia takutkan terjadi juga.

“Briana, kamu kenapa menangis sayang?”. Bu Mona yang baru masuk ke dalam kelas langsung menghampiri anaknya yang sedang menangis dan menyeka air mata di pipinya. Briana menepis tangan Maminya. Sontak membuat ia terkejut.

“Kamu kenapa sayang?”.

“Briana kan sudah bilang, Briana sudah enggak mau masuk ke sekolah lagi, karena sudah enggak ada lagi yang mau berteman dengan Briana. Briana juga enggak mau pakai kursi roda seperti ini. Briana mau bisa jalan lagi, Briana mau seperti dulu hu hu hu”. Briana menangis sambil bernada tinggi.

“Iya sayang, setelah ini Mami dan Daddy akan membawa kamu ke rumah sakit terbaik di Jerman, biar kamu bisa secepatnya sembuh dan bisa jalan lagi seperti dulu, terus kamu juga punya banyak teman lagi. Kamu jangan sedih ya sayang, Mami dan Dady janji akan melakukan apapun untuk kamu supaya kamu bisa berjalan lagi seperti dulu”. Air mata Bu Mona pun berlinang melihat kondisi anaknya yang masih kecil namun harus mengalami kejadian pahit seperti itu.

...

Flash On...

“Hai . . .”. Ryo menyapa Briana setelah mereka sama-sama memarkirkan mobilnya. Briana meliriknya dan bersikap acuh padanya.

“Kamu sudah sarapan belum? Kalau kita sarapan bareng di kantin sebelum bel bunyi, kamu mau enggak?”. Ryo tersenyum lebar sembari mengikuti Briana berjalan.

Briana menghentikan langkah kakinya dan berbalik badan menghadap ke arah Ryo dengan tampang kesal.

“Gue sudah bilang sama loe, kalau gue enggak mau jadi peran yang loe pinta. Jadi, loe enggak usah sok baik sama gue, ngerti? Dan lagi... Loe jangan ngikuti gue karena gue enggak suka”. Tegasnya dengan sinis dan pergi. Briana berhasil membuat Ryo kikuk menggaruk kepala.

Tiba-tiba teman Ryo yang bernama Dimas mengagetkannya, ia menepuk punggung Ryo.

“Bro . . . Bro . . . Ha ha ha. Cewek sombong kayak gitu loe kejar-kejar. Kayak enggak ada cewek lain saja ha ha ha. Gue akui memang sih dia cantik, bahkan dia yang paling cantik di sekolahan ini. Tapi kalau wujudnya sombong gitu mah siapa yang mau. Ditambah lagi circle pertemanannya orang-orangnya anehnya minta ampun hmm …”. Ujarnya sembari melihat sosok Briana yang sudah di gedung lantai 2.

“Bising banget sih loe. Itu hak gue mau ngejar siapa saja. Enggak ada urusannya sama loe. Loe urus saja urusan loe sendiri”. Ryo menepis rangkulan tangan Dimas.

“Hemm ya ya ya oke. Tapi sih setelah gue pikir-pikir lagi, sebenarnya kalian itu cocok deh soalnya kalian itu kan sama-sama aneh ha ha ha". Celetuknya hingga ngakak.

“Si***n loe . . .”. Ryo memiting leher kawannya itu. Dimas pun merintih kesakitan.

...

Di dalam kelas. Raysha dan Anya sibuk dengan ponsel mereka masing - masing. Tapi tidak dengan Briana, ia lebih memilih membaca buku ketimbang bermain dengan ponselnya.

“Bri . . . nanti pulang sekolah temani gue donk ke Caffe Anak Muda, soalnya gue mau kopi darat nih sama kenalan gue di facebook hi hi hi”. Anya menbuka suara sembari tersenyum melihat layar ponselnya.

“Gue enggak bisa. Minta temenin saja sama si Ray”. Mata Briana masih fokus pada bukunya.

“Gue juga enggak bisa, soalnya gue banyak kerjaan di bengkel. Loe berdua kan tahu kalau gue lagi di hukum sama Bokap gue gara-gara gue ngelariin motor bokap gue he he he”. Sedangkan Ray sibuk dengan gamenya

“Tuhkan Bri. Si Ray enggak bisa, jadi please lah Bri temani gue sebentar saja”. Anya mengambil buku Briana lalu membujuknya dengan gaya imutnya.

“Ck...! Ya Sudah, tapi gue enggak bisa lama-lama soalnya Mami gue hari ini pulang, gue mesti di rumah sebelum jam tiga”. Briana pun terpaksa menuruti permintaan Anya.

“Yeay . . . Makasih Briana ku sayang. Iya tenang saja loe enggak bakalan lama kok, paling enggak nya loe nemenin gue pas ketemu di awal saja, biar gue enggak kikuk banget he he he. Setelah itu kalau loe mau pulang enggak apa-apa deh”. Anya berkata dengan semangat.

“Hemm, sini balikin buku gue”. Briana merampas bukunya kembali dari tangan Anya.

“Tumben Mami loe pulang lebih cepat? Biasanya diakhir tahun”. Raysha langsung menghentikan game nya lalu melirik Briana penuh curiga.

“Ya itu karena Mami gue memang lagi rindu saja sama gue makanya cepat pulang”. Briana menjawab santai namun sebenarnya ia bingung harus menjawab apa.

“Hmmpt . . . loe enggak lagi ada masalah kan Bri?”. Raysha memegang pundak Briana.

Briana menepis tangan Raysa.

"Apaan sih loe? Gue enggak ada masalah apa pun".

"Entah nih. Lagian sejak kapan Briana punya masalah ha?". Anya menimpanya.

Raysha masih penasaran pada Briana, terlebih lagi ia sangat penasaran tentang kehidupan Briana. Meski mereka sudah berteman selama setahun akan tetapi kedua teman Briana itu tak pernah mengetahui kehidupan Briana yang sebenarnya seperti apa. Bahkan mereka berdua tidak mengetahui dimana alamat rumah Briana. Yang mereka tahu hanyalah berteman dengannya.

Bab 3

Briana dan Anya sudah berada di caffe anak muda. Mereka berdua duduk di bangku pojokan dimana posisi tersebut tempat yang paling nyaman di caffe itu.

"Bri, gue sudah cantik belum?". Anya merapikan dandannya dan tak lupa dengan bandonya.

"Heeemmm". Briana menaikan alisnya sebelah dan sesekali melirik pada jam tangannya yang sudah mengarah pukul setengah 3.

"Masih lama enggak sih Nyak? Loe kan tahu kalau gue enggak bisa lama-lama. Bisa-bisa bentar lagi nyokap gue nyampe ke rumah". Briana mulai merasa resah.

"Sabar donk Bri, paling bentar lagi dia nyampe. Janji deh gitu orangnya sampek, loe boleh pulang". Anya celingak-celinguk mencari sosok yang dia tunggu. Briana mengenduskan nafasnya dan berkutat pada jam tangannya.

"Naah itu mereka". Anya menunjukkan ke arah 2 orang cowok yang gayanya sedikit alay berjalan menghampiri mereka.

"Hai, sorry ya kami telat. Kalian pasti sudah lama ya nungguinnya? Oh ya gue Bobby". Salah satu dari 2 cowok tersebut melirik ke arah Briana.

"Ahh enggak kok, kita baru saja nyampe he he he. Oh ya duduk yuk". Anya langsung menyambut mereka dengan ramah.

Mereka pun duduk berempat secara berhadapan. Mata kedua cowok hanya menuju kearah Briana yang cuma terdiam cuek.

"Oh ya gue lupa, ini kenalin teman gue namanya Kevin".

"Anya". "Kevin". (mereka saling berjabat tangan).

"Nya . . . Gue langsung cabut ya". Briana memotong pembicaraan mereka sembari bangkit dari duduknya.

"Tunggu dulu Bri, loe kenalan dulu sama teman-teman gue". Anya menahan Briana pergi.

"Alaaah Nya, lagian tadi loe sudah janji sama gue, gue sudah boleh langsung cabut kalau teman-teman loe sudah datang. Sekarang mereka sudah datang, jadi gue harus pulang oke". Briana menepis tangan Anya.

Kedua cowok itu melirik Anya dan Briana.

"Sebentar saja Bri, kenalan dulu sama mereka". Anya tetap memaksa.

"Enggak penting....!". Ketusnya lalu tanpa basa-basi Briana meninggalkan Anya bersama teman - teman barunya di caffe.

"Maafin teman gue ya. Maklum dia lagi PMS jadi memang suka gitu orangnya, tahu lah ya kalau cewek lagi PMS he he he". Anya mendadak kikuk.

"Iya enggak masalah kok he he he". Jawab Bobby merasa sedikit kecewa karena Briana pergi tanpa berkenalan sebelumnya.

....

Dengan kecepatan tinggi Briana melajukan mobilnya menuju pulang agar dia lebih tiba dari pada sang mami. Tapi dugaannya salah, sang mami sudah tiba di rumah satu jam yang lalu.

"Mami pikir kamu bakal enggak pulang lagi seperti biasanya setiap mami pulang". Bu Mona yang sibuk di dapur melirik anak tunggalnya yang baru tiba di rumah. Sedangkan Briana hanya acuh.

"Yuk kita makan bareng, ini mami sudah nyiapin makan siang untuk kamu. Mami masakin makanan kesukaan kamu lho". Bu Mona menyuguhkan berbagai macam makanan kesukaan Briana di atas meja makan.

"Huh . . . Memangnya masih ingat sama makanan kesukaan aku?". Ketusnya.

"Kamu itu kan anaknya Mami satu-satunya, masa iya mami lupa sama makanan kesukaan kamu sayang". Bu Mona menghampirinya dan membelai rambut pirang Briana.

"Waaah enggak sangka! Aku saja sudah lupa sama makanan kesukaan aku sendiri, karena yang selalu aku ingat cuma yang aku BENCI saja (Briana menekan kan kata BENCI ke telinga Bu Mona). Lagian aku enggak lapar, kasi saja sama orang lain makanannya atau enggak di buang saja di tong sampah. Oh ya lupa atau Mami bisa kasi saja makanan itu ke laki-laki yang sangat Mami cintai itu". Tegasnya menatap maminya penuh dengan kebencian.

"Briana . . . ". Bu Mona bernada tinggi karena emosinya mulai terpancing.

"Fuuuhht... Oh ya to do point saja, kenapa sekarang tiba - tiba mainin peran sebagai seorang ibu yang baik? Apa karena mau mendapatkan piala tropi ha?". Briana menyindirnya.

Bu Mona meredamkan emosinya dan berusaha untuk mendamaikan hati Briana.

"Mami pulang karena mami rindu sama kamu Bri. Oh ya! Mami juga bawa ole-ole makanan kesukaan kamu dari Jerman dan barang-barang branded". Bu Mona sigap menyodorkan sekotak bingkisan yang berbagai macam barang di dalamnya.

Sedangkan Briana tak sedikit pun melirik ke arah tersebut.

"Sudahlah, Mami enggak usah manis-manis mulut ke aku. Aku tahu Mami pasti punya tujuan kan? Enggak usah berbelit - belit. Aku enggak punya banyak waktu". Briana paham betul dengan sang mami.

Bu Mona menarik nafasnya, ia tersenyum getir karena ketahuan oleh Briana.

"Okeh, Mami jujur dan langsung saja. Tujuan mami pulang kesini itu karena mami mau mengajak kamu ikut mami ke Jerman dan stay disana selamanya".

"Ck . . . Sudah ku duga". Cetusnya dengan kesal.

"Ya mami enggak bisa ninggalin kamu sendirian disini terus-terusan. Kamu itu anak perempuan, anak mami satu-satu nya. Ntar kalau ada apa-apa sama kamu gimana? Kamu kan tahu gimana seremnya kalau anak perempuan sendirian di kota sebesar ini, apa lagi ini Ibu Kota yang begitu kejam. Jadi mami mohon, kamu harus ikut sama mami ke Jerman". Bu Mona memintanya dengan memelas agar Briana terbujuk.

"Aku enggak akan pernah mau ikut mami ke Jerman. Lebih baik aku mati disini sendirian dari pada aku hidup disana bersama kalian. Aku bukan anak kecil lagi, aku bisa jaga diri aku sendiri". Briana berkata dengan tegas serta penuh amarah lalu pergi keluar rumah meninggalkan Bu Mona sendirian di dalam.

"Bri . . . . Brianaaaaaaaaa". Bu Mona mengejarnya keluar rumah lalu terpaku melihat Briana sudah berlalu dengan mobilnya dengan kecepatan yang tinggi.

...

Briana kembali ke caffe anak muda dan lebih memilih duduk di luar agar dia bisa menikmati suasana pemandangan jalanan Ibu Kota, tak lupa juga dia memesan segelas minuman dingin special di cafe tersebut.

Briana memandangi jalanan tersebut dengan pandangan kosong dan sesekali dia menyeruput minumannya.

"Ikut mami ke Jerman dan stay disana selamanya". Permintaan maminya masih terngiang di telinganya. Ia mengepalkan tangannya penuh kekesalan.

"Ehh menurut lu si Anya gimana?". Kuping Briana tanpa sengaja mendengar suara seseorang yang berada di belakangnya. Alis Briana mengerut ketika laki-laki tersebut menyebut nama Anya. Briana memasang kupingnya untuk mendengarkan pembicaraan mereka lebih lanjut.

"Ya biasa saja sama gue. Lagian kenapa lu yang nanya ke gue? Harusnya gue yang nanya kayak gitu ke lu secara lu yang selalu berkomunikasi dengan dia". Terdengar suara laki-laki lainnya.

"Ya gue kan juga mau tahu pendapat lu saja. Kalau menurut gue sih, si Anya itu anaknya biasa saja, tapi bisalah di ajak ke tengah dan yang paling penting dia itu gampangan ha ha ha. Lagian gue sama dia mah enggak bakalan mau berlanjut ke hubungan yang serius, palingan kalau gue sudah dapat pe**wannya langsung gue campak dia nya ha ha ha".

"Memang lu ya dasar cowok brengsek, enggak ada taubat-taubat nya lu. Kasihan tahu setiap kali lu kenalan sama cewek, lu cuma ngincar itunya doank. Ingat dosa lu, entar lu kena karmanya baru tahu rasa".

"Ha ha ha, elleh lu enggak usah munafik deh, kayak lu enggak pernah saja. Apa lagi tadi gue perhatiin lu ngeliatin temannya si Anya, siapa namanya?".

"Briana".

"Nah lu ingat nama tuh cewek. Berarti lu demen kan sama dia? ha ha ha. Tapi kalau gue boleh jujur ya kalau Briana itu aduhai banget, tubuhnya kayak gitar spanyol. Salahnya saja dia anaknya jutek banget, kalau enggak sudah gue hembat juga tuh dia he he he. Hemm coba saja badan si Anya kayak Briana, sexy, tinggi, putih mulus, aduhai bikin gue tinggi ha ha ha".

"Enggak usah macam-macam deh lu. Kasian anak orang".

"Ahh bising amat sih lu, santai sajalah, yang penting kita happy menikmati masa muda kita he he he".

"Itu mah lu saja, gue kagak ikutan. Ya sudah kita cabut yuk, satu jam lagi gue ada kelas nih".

"Ya sudah yuk".

Secepat kilat Briana menutupi wajahnya dengan sapu tangannya ketika ke dua lelaki itu melewatinya. Briana melirik mereka dan benar dugaannya bahwa ke dua laki-laki itu adalah lelaki kenalan Anya yang tak lain ialah Bobby dan Kevin.

"Ck. . . Dasar cowok breng**k".

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!