NovelToon NovelToon

Senja Sendiri

Hai Aku Cecil

Mental illness is real. Mau ke dokter jantung atau penyakit dalem pun mereka akan mengatakan hal yang sama "Kelola emosi dan hindari stres" tidak bercerita masalah dan menganggap semua akan baik - baik saja ternyata itu gak baik,ya? Mungkin ada yang sama sepertiku? Tidak ada teman bercerita hanya karena sekalinya mengeluh selalu ada yang bilang "aah,, gitu aja lebay!" Sedang Aku hanya menerima curhat sana - sini dengan memperhatikan secara seksama dan sesekali merespon. Emang bener, hidup kadang kidding. Heheee.. ngliat orang lain bisa berkomunikasi dengan sangat baik, ceria dan tertawa bersama serasa Aku pun ingin mengalami hal serupa seperti saat Sekolah Menengah dulu. Tapi yaa sudahlah.. Terlepas dari semuanya, Aku akan menceritakan terlebih dahulu mengapa bisa seperti ini.

Hai Aku Cecil, anak SMK kelas 3 boga yang hanya hobi makan tapi badanku tetap berbadan kurus. Entah apa yang dipikiran guruku hingga Aku bisa naik kelas. Secara nilai akademisku jelek dan nilai kejurusanku masih pas-pasan. Sehingga Aku harus mengejar apa yang harus dilakukan di masa depan. "Hahaaahaaa.. nilai jelek gini, gimana bisa kamu lulus sekolah?" Aku hanya cemberut melihat Didit yang memegang nilai rapot semester pertamaku. Seperti biasa yang ambil rapot kami karyawan dari Ibu kami yang langsung diberikan ke kami dan mereka balik kerja. Didit sahabatku beda jurusan. Dia masuk jurusan perhotelan. Kami bertemu di kelas 1 semester akhir, bermula dari rebutan gorengan yang tinggal satu di kantin. Gak tau gimana prosesnya, sekarang kita sahabatan dan biasanya kumpul di kantin rame-rame tapi kali ini cuma berdua karena yang lain pulang bareng orangtuanya "Traktir gorengan, Dit. Sebelum Aku dimarahin Bunda" Aku ambil kembali rapotku, memasukan kembali ke dalam tas. Setelah memesan gorengan Didit duduk di depanku. "Nih!" Sambil menyodorkan 3 tempe goreng, 4 tahu isi dan 6 pisang goreng. " Mau ku anter pulang?" Lanjutnya yang langsung membuat suara gaduh disekelilingku "Cieee... udah jadiaaan?!" Udah gak ada tenaga buat bales omongan mereka, cuma fokus makan gorengan yang dibeli didit. Didit sibuk menenangkan teman-teman yang ada di kantin sambil senyam senyum. Biasanya Aku pulang bawa motor sendiri, tapi hari ini motorku mogok dan diantar bunda ke sekolah.

Bukannya pulang, Didit malah ngajak ke tempat makan siap saji kesukaanku. "Ini makan lagi?" Sambil buka helm, Aku melihat Didit mengangguk memarkir motornya. "Amunisi buat cecil biar siap ngadepin omelan bunda" Sepertinya ini paket makanan mahal, aku mengeluarkan uang 50.000 dan 20.000 "eeh gak usah! Hari ini aku ulangtahun." Aku terlalu fokus dengan hasil rapot sampai lupa hari ini ultah Didit dan Aku merhatiin Didit sesantai itu. Dia ngembaliin uangku dan melanjutkan makan. Tahun lalu dan tahun ini, kami ngrayain cuma berdua. Ssssttt.. Kami gak pacaran! Tapi memang keliatan kayak orang pacaran. Seringkali nonton bioskop, nongkrong berdua, ngerjain tugas bareng. Kami berdua juga kadang nongkrong dirumah dan masih dengan pengawasan ibu-ibu kami yang sering curiga kalau kami pacaran. Kadang kala kalau sudah larut malam, Ibu Didit nggak ngbolehin pulang. Jadi Aku tidur sama Ibunya Didit. Begitupun Didit yang juga nginep dirumahku. Tapi Ia tidur di kamar kakakku yang sudah meninggal karena korban tawuran. Beliau meninggal saat Aku masih kelas 3 SMP. Kami beda 2 Tahun. Aku dan Didit sama-sama brokenhome dan sama-sama ditinggalkan karena memilih wanita lain itulah salah satu alasan kami bisa akrab. Tapi kami memiliki ibu-ibu hebat. Ibu Didit memiliki bisnis kuliner dan pakaian wedding yang cukup terkenal di kota kami sedangkan Bundaku memiliki bisnis coffee shop dan kopi keliling. Dari cerita didit, ibu kami sama-sama tidak pernah menunjukkan rasa sedih atau kecewa ditinggalkan pasangannya. Didit sendiri tak pernah menunjukkan sikap kasar ataupun memaksa jika Aku gak bisa keluar, Ia pun bersikap sopan meskipun kami sering jalan berdua ataupun makan berdua. Bahkan pegangan tanganpun juga,nggk! kalau ditanya "apa dia tipeku?" Nggak ada perasaan apapun. Bahkan Aku sering ngadepin cewek-cewek yang mau deket sama Didit tapi Didit sama sekali gak merespon mereka. " udah tua gini, Apa kamu gak mau nerima salah satu cewek yang ngejar kamu?" Udah hening dari tadi tiba-tiba aja yang keluar dimulutku kayak gini. "Gak ada, Aku masih bingung mau kuliah kemana. Lagipula, kamu liat dulu rapotmu" dia menyodorkan kentang goreng ke mulutku "Maaf, kamu mau kado apa?" Didit sedang mengetik lalu meletakkan kembali HPnya di meja " Aku barusan chat sama Bundamu. Ijin pulang telat. Kita cari kado buat aku dulu baru anter kamu pulang.ok?!" Seenak jidat! Duit bulanan dari bunda udah nipis. Ku lihat dompetku. Ada 2 lembar warna biru, 1 lembar warna merah, 2 lembar warna hijau dan koin.

Langit udah gelap, Aku masih takut kena omel bunda. Waktu buka pager, tiba-tiba aja didit ngikut dari belakang "maaf tante, kita pulang telat" didit cium tangan bunda. "Tunggu dit" bunda masuk ke dalam dan keluar dengan membawa kado. "Semoga jadi anak yang senanti berbakti. Apapun harapanmu ke depan semoga segera terkabul" Didit tersenyum pamit, lalu mendekatiku dengan suara lirih "ibumu aja inget" mukaku serasa panas karena malu.

Sekarang ngadepin Bunda yang.. "Tadinya Didit itu minta kadonya diganti dengan Bunda gak boleh ngomelin kamu karena nilaimu yang jeblok! Tapi yaa gak mungkinlah, bunda kasih kado sekalian itu kado karena nilainya tinggi. Kamu gimana siih, Cill.. ! Punya sahabat rajin kayak gitu harusnya bisa ngikutin rajinnya dia. Kok malah makin jeblok. Ini juga gak sekali kamu deket samaaa.. " bunda ngomel lebih dari 1 jam. "Tapi beneran gak pacaran sama didit?" Udah kayaknya keseratus kali pertanyaan itu lagi.. itu lagii " buuund.. bunda sendiri bilang. Anak bunda ini nilainya jelek. Fokus sama nilaimu. Gak boleh pacaraan." muka bunda deketin ke arahku "kita cuma TEEEMMEN.bundd" nadaku meninggi. Bunda tersenyum "ok bunda percaya". Bunda menuju ke meja makan. "Cepet ganti bajunya ciill.. bunda tunggu"

...****************...

Maafkan aku

Tiba-tiba aja Aku terbangun dan jam nunjukin pukul 12.45 malem. Ruang tamu hanya ada lampu yang ada di pojok dan cahayanya remang. Lampu dapur dan ruang tengah selalu dimatikan ketika kami tidur. Ku dengar suara kunci pintu depan berusaha di buka. Aku ambil payung berusaha tenang, perlahan ke ruang tamu. Klik! Pintu terbuka. Makin gemeteran kaki, tapi berusaha perlahan ke arah langkah kaki yang entah siapa yang masuk. Ku pukul orang itu tanpa melihat wajahnya "CECIL, SAAAKITTT!" Lampu ruang tengah nyala, Aku melihat bunda

"Ceciiill.. kok Didit dipukul,gituuu?!"

Dengan payung yang ku genggam erat, ku perhatikan siapa yang kupukul

"Makanya, dicek HPmu! Aku sudah telpon Kamu gak diangkat.

Jadi Aku pake kunci cadangan yang tadi Tante selipin ke dalem tas kadoku" Didit mengiris kesakitan sambil mengelus tangan yang menahan pukulanku. "Maaf Tante,Tante jadi kebangun gara-gara Kita."

Aku masih gak bisa ngomong apa-apa karena masih kaget.

"Gak papa, Dit. Tante mau istirahat, Kalian juga." Bunda mau masuk tapi tertahan "Cecil, Gak boleh ngemil malem"

Didit ketawa melanjutkan langkahnya ke kamar.

Libur semester 1 pun dimulaiii. Yang kuharap ternyata sebaliknya

"Tok.. tok..tok.. BANGUN,Ciiil!" Teriak Didit dari balik pintu kamarku.

Ku lihat masih jam 6 pagi, tarik selimut "CIIIL! Kalau Kamu gak segera keluar, entar kusiram air looh!"

Aku langsung duduk, "IYAAA, baweel! Ini aku mau mandi" ku rapikan kasurku lalu bergegas ke kamar mandi.

Sampai di meja makan "Jadi hari ini Anak Bunda itu Didit?" Dengan cemberut ku tatap bunda yang sedang mengambil lauk. Didit lahap makan, entah Dia pura-pura gak denger atau emang gak denger. "Kuhabisin entar lauknya" Didit ambil lauk tanpa melihatku yang berdiri disebelah Bunda. Bunda cuma tersenyum meledek.

"Tante, nanti Aku ajak Cecil keluar ya" Aku masih sebel, liburku gak bisa nempel kasur. " Kita naik mobil!" Aku masih diam "aku punya SIM dan KTP kok!" Oh ya, Didit lebih tua setahun dari Aku. Dia sempat tidak naik kelas waktu kelas 2 SMP, nilainya turun karena perceraian kedua orangtuanya. Meski demikian, Dia seperti sudah merelakan kedua orangtuanya berpisah.

"Ini mau kemana?" Didit hanya diam nyentir, Aku clingak-clinguk "ini tol, Dit!" Dia fokus nyetir tanpa ngomong apa-apa. Kalau udah fokus gini, gak bakalan dengerin apapun yang Aku omongin. Tibalah kita di taman. Aku cuma mengerutkan dahi yang tanpa sadar Didit sudah bukain pintu mobil

"Ayoo keluar!" Dia biarin pintu kebuka karena ambil barang dibelakang. Ku lihat Dia bawa tiker, keranjang isi makanan dan termos. "Bawain sisanya " didit menunjuk ke belakang mobil dengan kepalanya. Kami sampai di tengah taman. Didepan Kami ada danau dan ada 3 angsa sedang berenang "Gak lucu ini kalau tiba-tiba angsanya nyosor" Didit ketawa sambil menata tikar dan perlengkapan piknik Kami.

Akhirnya Kami bisa nikmatin makanan yang dibawa Didit "Kenapa jauh-jauh kesini? Deket rumah juga ada kok taman" Ku lahap sandwich buatan Didit. Didit juga hobi masak. Itu kenapa dia banyak fansnya dari adek kelas 1 sampai teman seangkatan Kami dan banyak pula yang tidak suka denganku gara-gara kami dekat.

"Lihat, mereka fokus sama bekal bawaan mereka. Gak ada yang bakalan ganggu juga." Kulihat sekeliling. Ini siih tempat orang pacaran! "Termasuk angsa"lanjut Didit tertawa lepas. Aku memukul lengannya. Mukanya tiba-tiba berubah serius "Sebenernya Aku mau pamit. Cil." Didit menunduk lalu melihat ke arah danau "Nanti kalau sudah diumumin ke lulusan kita. Aku langsung bersiap pergi ke singapura ikut Papaku." Aku kaget, terdiam. Bukannya selama ini dia gak ada komunikasi dengan papanya. Sejak kapan Dia udah nentuin kuliah di luar negeri. Baru juga beberapa hari lalu Dia bilang masih bingung kuliah kemana " Aku tahu kamu pasti bingung, beberapa hari lalu Aku bilang kalau masih bingung nentuin kuliah dimana. Iya Aku bingung, mau kuliah disini tapi ngkos dan mulai dari cari kerja sambilan atau kuliah sama Papa dengan fasilitas sudah terjamin" Aku menghela nafas, terdiam. "Menurutmu gimana?" Entah sedih atau bangga Dia masih punya pemikiran ingin mandiri. " ikut Papamu. Tapi minta tempat tinggal sendiri. Kesempatan seperti itu jangan disiain." Dia terdiam melihatku. " Mamamu sendiri apa nggak bilang apa-apa?" Dia kembali melihat danau "mana ada seorang ibu yang anak lakinya tinggal sama orang lain, cewek lagi. Ga khawatir, nelfon cuma nanyain bisnis. Menurutmu aja!" Ketus didit "Mungkin mamamu sudah anggep kamu siap mandiri. " ekspresi mukanya kesal. Ku suapi sandwind ke mulutnya " Abisin sandwichnya. Tuhh,, angsanya kesini" Aku panik langsung sembunyi dibalik punggung Didit. Didit ketawa "coba dilihat dulu angsanya kemana?" Dari punggung didit, Aku ngintip angsanya balik ke danau. Ku lirik Didit, muka kami berdekatan. Aku dorong didit, mukaku panas. "Kamu yang ketakutan, kok Aku yang didorong?!" Didit kembali ketawa "naksir?" Lanjutnya. Mukaku makin panas "Diih, Ge eR!" Didit lanjut memakan bekal dan kami ngobrol ngalur ngidul. Ga jelas tapi itu buat Didit ga kesel lagi.

"Kemana Didit? Mukamu kok malah kesel gitu?" Tanya Bunda. Dengan cemberut, Aku tunjuk keranjang bekal kami dan peralatan piknik yang ternyata sebagian pinjam Bunda. "Kalau gitu, beresin. Didit udah siapin dan buatin sendiri bekalnya" Bunda ga beranjak dari depan TV "iyaa.." Ku masukkan dan menata kembali semua barang dan Ku cuci bekas sendok dan piring yang kami gunakan.

"Didit mau ikut Papanya.Bund" Aku duduk disebelah Bunda. Bunda fokus nonton drakor "Bund..." Bunda akhirnya ngliat Aku

"Didit udah cerita tadi pagi sambil bantuin Bunda siapin sarapan." Mata bunda kembali ke TV " terus Dia jadi ke Singapura?" Sambil nonton, Bunda jawab "Bunda bilang kalau Kamu dengan tabungan yang minim nekad untuk buka bisnis dan untuk kuliah. Sebaiknya Kamu ikut dulu Papamu dan minta tinggal sendiri agar Kamu nyaman. Kalau Kamu ada apa-apa, bisa hubungi Tante kapan aja. Tapi kalau Kamu mau tetap tinggal di indonesia, Tante bener-bener gak bisa biarin Kamu lama-lama tinggal disini. Kamu pasti tahu,kan maksud Bunda.Cil?" Bunda melihatku "Kecuali Kamu mau nikah sama Anak Tante,haahaa" ku mengangkat salah satu alisku. "Becanda Cecil, bunda gak bilang gitu kok!" Bunda ketawa "Gimana kencannya tadi?" Lanjut bunda bercanda "buundd!" Mukaku memerah

"Didit pulang malem, jangan dipukul lagi loh.Cil!" Bunda mematikan lampu dapur "loh, Dia nginep lagi?" Bunda mengangguk sambil mematikan lampu tengah. "Dia nginep sampai lusa. Tapi kalaupun mau nginep lamaa.. yaa nikah dulu!" Bunda tertawa masuk ke kamar.

Tau-tau gak bisa tidur, udah jam 12 malem. Didit belum pulang. Aku ngcek HP, dia emang chat Aku jelasin bakalan nginep dirumah karena Mamanya lagi nganterin gaun wedding bareng karyawan-karyawannya sekaligus liburan.

Gak lama suara mobil berhenti. Dia masuk langsung ke dapur. "Kok bisa jalan ke dapur gelap-gelap?" Didit keselek waktu lagi minum. Dia kaget ada Aku duduk di belakangnya memperhatiin dari tadi.

"Bisa aja, ini gak gelap banget. Lagian, ngapain ke dapur pake bawa selimut. Mau tidur sini?" Didit menutup kulkas, masuk ke dalam kamarnya. Secapek itu ya kerja, mau ditemenin ngobrol malah masuk ke kamar. Waktu mau masuk ke kamar, kayak ada yang ngikutin.

"Ngapain nungguin didit?" Bisik bunda ke telinga yang bikin bulu kudukku naik. Aku berbalik, terdiam. Sejak kapan bunda ngliat aku nungguin didit? "nggak bund. Aku ambil minum.kok" jawabku buru-buru ku tutup pintu kamar langsung masuk ke dalam selimut. Bib ! Chat masuk. Ku lihat layar HPku penuh chat dan notifikasi dari beberapa aplikasi.

Paling terbaru chat dari Didit "Bundamu duduk depan TV, tadinya Aku mau bangunin abis ambil minum. Ternyata pas Aku mau masuk dapur, Bundamu pindah posisi tempat duduk. Ini udah malem. Aku masih lusa baru balik. Besok aku libur. Mau ngmall,ga?"

Pantes, secuek itu Dia "Ok. Tapi ijin Bunda dulu"

Didit membalas "Tadi pagi aku udah ijin ke Bundamu. Beliau cuma berpesan jangan sampai Anak Tante baper. (Emotikon ketawa, Gift ngakak) "

"Bruuukkk! " Bantal sofa meluncur dikepalaku. "Giiiilaaa, digedor gak bangun!" Setengah sadar, kukucek mataku. Didit udah di pintu kamar.

"Mau tidur sampai kapan. Buuuk?!"

Tiba-tiba bel rumah berbunyi "Dit, minta tolong bukakan pintunya" Didit jalan ke depan. Ku rapikan kasurku, Kututup pintu kamar yang tadi belum sempat ditutup kembali oleh Didit. Pintunya kok berat? Mataku gak lihat kalau pintu ternyata ditahan Didit " Tuh ada yang nyariin!" Muka Didit seperti orang kesel, langsung pergi ke dapur. Ku rapikan rambutku dan cuci muka.

Waktu ke ruang tamu,ternyata Gilang dengan pakaian olahraganya bingung melihat penampilanku. "Kok belum siap?" Tanyanya. Gilang teman sekelasku. Dia masuk SMK jurusan Boga karena Ibunya memiliki restoran turun temurun di luar kota. Jadi kemungkinan Gilang yang akan menjadi salah satu pewaris dari bisnis tersebut. "Semalem Aku udah chat Kamu." Lanjutnya.

Ku cek diHPku "oh, maaf. Aku belum sempet baca. Tunggu sebentar yaa" Salah satu hal yang kubenci dari diriku adalah gak bisa nolak ajakkan orang lain kecuali teman-teman terdekatku. Bukan karena gak enak tapi gak tahu alasan buat nolak.

"Dia bukannya Didit dari jurusan perhotelan.ya?" Tanya gilang waktu aku masuk mobilnya. "Hmm..iya" didit kenapa gak bantuin ngomong apa gitu. Malah diem aja

"kok pagi-pagi udah ada di rumahmu? Emang bener kalian ini pacaran?"

Aku "Fanya, Gea, Vino, Arga, Ken, temen kita sekelas itu sahabatan sama Didit. Pasti kamu juga dengerlah dari mereka kalau Aku itu cuma temenan sama Didit" sesaat Gilang melirikku "Tapi Fanya pernah cerita kalau Didit itu sebenernya mau nembak Kamu waktu kenaikkan kelas dua"

Aku masih inget kejadian itu di kantin sekolah. Waktu itu kami berdelapan. Fanya,Gea, Vino,Arga,Ken,Aku,Didit,Sammy kita abis terima rapot kenaikkan kelas. Orangtua mereka lebih dulu pulang, Kami lagi nongkrong di kantin. Sambil becanda Sammy tanya "kok kayaknya ada yang sering jalan berdua. Apa jangan-jangan ada yang pacaran diem-diem.niih!" Sammy nglirik Didit.

Didit melihat kanan kiri "Kalian diajak nongkrong malah sibuk sendiri"

langsung dibalas bareng "Kaapaan?"

Didit ngcek chatnya. Sambil garuk-garuk kepala dan mata tetap menatap HP " ooh iyaa, Aku chat karyawan mamaku." dia nyengir.

"Teruuss?" Sammy menyenggol bahu didit sambil kode dengan kepalanya.

"Nggak ah!" Jawab Didit

Sontak langsung rame. Aku hanya diam, karena saat itu pikiranku kemana-mana. Karena seseorang dan orangtuaku yang sedang mengurus surat cerai. Orangtuaku sudah berpisah sebulan setelah kakakku meninggal. Ayah ketahuan selingkuh karena Aku ga sengaja baca chat mesra ayah dengan wanita itu.Didit juga tahu kalau pikiranku bener-bener kacau

"CIL! Udah sampek" Aku menoleh ke Gilang. Kami turun untuk jogging. Gilang juga sering ngajak Aku jogging, karena cuma Aku yang selalu siap kalau teman-temannya menolak. "Kamu kok diem terus? Takut Didit marah?" Tanya gilang sambil lari.

"Didit itu udah kayak anak kedua Bundaku. Dia udah kayak kakakku" Aku percepat lariku.

Dia menyusul "oh jadi itu kenapa Didit nginep dirumahmu?"

Aku melirik gilang. Ini cowok bener-bener kepo banget "Mamanya didit lagi keluar kota. Didit sendirian di rumahnya. Lagian besok Dia udah balik" ku percepat lariku.

Dia nyusul lagi "kalau gitu, Aku boleh nginep rumah Kamu?"

Udah mulai bikin jengkel, Aku berhenti natap tajam ke dia " Mamanya didit itu kakak kelas Bundaku waktu SMP. Mereka punya pemikiran yang sama,cuma bertemen aja sampai SMP terus gak nyangka ketemu lagi pas nganter kami ke sekolah. Jadi bukan Didit yang nawarin nginep ke rumahku. Tapi Bundaku yang nawarin Didit nginep rumah. Bunda percaya Didit anak yang sopan, gak bakalan macem-macem"

Aku pergi ninggalin Gilang. Sampai mobil Gilang, "lupa lagi dikunci" mobil Gilang bunyi. Tanda pintu bisa dibuka. Aku ambil barangku. Saat Aku berbalik badan, mau pamit pulang sendiri "Ngapain disini?" Tanyaku.

Didit pegang kunci mobil gilang. "Ini kunciku, mobilnya ada disana" dia menunjuk mobil berwarna hitam diujung sendirian. "Bundamu khawatir kalau pergi sama gilang." Didit masuk mobil tanpa mengatakan apapun, dia mundurin mobilnya keluar parkiran "aku udah bilang kalau gilang itu cuma butuh temen jogging. Tapi bundamu tetep mau nyusul kamu. Yaudah aku bilang, hari ini aku libur kerja. Jadi aku aja yang nyusul" matanya tetap fokus ke depan, dia bayar parkir.

"Mama gilang salah satu selingkuhan Ayahku" Didit terkejut, sesaat melihatku lalu melihat ke depan.

"Aku yang bilang ke bunda waktu lihat chat mama gilang di HP ayahku. Tapi saat itu bunda masih mau melanjutkan pernikahannya." Gilang gak cuma teman sekelasku tapi juga teman SMPku. Ayah kenal Mama Gilang saat antar aku sekolah. Padahal orangtua gilang dikenal harmonis dan romantis. Gilang sendiri tahu kalau mamanya dan ayahku memiliki hubungan tapi aku beruntung, dia atau akupun tidak sampai ribut atau teman-teman sekitar kami tahu kelakuan buruk mereka. Gilang memang sempat kecewa terhadap papaku tapi Dia juga marah dengan kelakuan ibunya. Dari awal gilang tahu perselingkuhan itu, Gilang sering ajak Aku keluar cuma untuk mengeluarkan kekecewaan dan pemikirannya terhadap perbuatan ibu dan papaku. Tapi mungkin karena keseringan ajak Aku jalan dan Aku tidak pernah menolak, jadi sampai kami ketemu di SMK dia sering ajak Aku jalan. Kulihat muka Didit fokus nyetir. Dia denger nggak yaa omonganku tadi sama Gilang? Ku lirik sesekali Didit.

"Apaa? Adekku?" sepertinya emang denger

"Kakaak Didit mau kemana Kita?" Ku letakkan tasku ke kursi belakang

"kencan" ujarnya. Tanganku terpaku dibelakang, badanku tiba-tiba kaku.

"Tapi pagi gini gak mungkin ada toko pakaian yang buka. Apalagi bau keringetmu udah gak ketolong"

Aku kembali ke posisi dudukku, kucium bau badanku.

"Kamu tadi gak mandi,cil?" Didit menutup hidung dengan tangan kirinya. "Parah!" Lanjutnya.

"Tadi cuma cuci muka" Tangan Didit kembali di posisi menyetir dengan wajah jijik. Mobilnya langsung melaju kencang.

"Tanteee, anaknya belum mandi" Bunda duduk di ruang tamu dengan wajah kesal. Bunda hanya memukulku "Tante, tante.." Didit menahan bahu bunda. "Jangan lagi kamu main sama anak itu!" muka bunda memerah menahan marah. Bunda masuk kamar dengan menutup pintu dengan keras.

"Maaf ya,dit." Didit mengangguk "mandi sana. Biarin bundamu istirahat dulu.

"Aku masuk kamar mandi, ternyata bunda masih marah. Aku keluar kamar, Didit sedang mengetuk pintu kamar bunda

"Tante, Saya taruh teh anget sama sandwich di meja depan kamar Tante. Kami ijin pergi dulu yaa tante." Didit melihatku memberi isyarat untuk keluar.

"Makasih ya,Dit" saat Didit masuk mobil.

"Tante butuh waktu sendiri dulu, nanti kalau kita udah balik. Kamu jangan nanya kejadian tadi. Biar tante sendiri yang cerita" aku hanya terdiam. Sudah 15 menitan nggak ada yang keluar dari mulut kami.

"Kamu mau nanya apa Aku denger omonganmu tadi sama Gilang?" Aku hanya melirik didit. "Denger, segitu cemburunya Kamu sama Aku"

Dia hanya tersenyum "Kita muter-muter dulu cari cemilan sebelum mall buka. Didit lihat jam tangannya

"kamu ada rekomendasi jajan apa?" Dia melirikku "gak ada toko roti? Aku laperrr" aku elus perutkuu.

HPku berdering "Halo, maaf apa Ibu kenal dengan pemilik HP ini?" Seenaknya panggil Ibu, Aku cek ternyata nomer Gilang "Iya, kenapa?"

"Mobilnya terparkir di pinggir jembatan, ada saksi mengatakan kalau pemilik mobil terjun ke sungai" aku terkejut. Tanganku gemeteran nahan tangis "Diiit.. Gilaaang..."

Sampai di dekat TKP, Didit parkir di minimarket. Karena jalan jadi satu arah, mobil juga belum dipindah. Kami berdua lari ke jembatan dan menemui salah satu polisi disana. Kulihat dibawah tim SAR dengan bekerja "Kami teman Gilang, ini Cecil... " aku udah ga denger apa yang diucapkan Didit ke polisi. Pikiranku kosong, air mataku terus ngalir. Ngeliat dibawah jembatan. "Cil,," panggil lembut didit lalu memelukku. "Bukan karena kamu." Dia belai rambutku menenangkanku yang terus menangis. "Kamu duduk dulu disini." Aku jongkok diam. Kulihat Didit menelepon seseorang. Kulihat orang-orang lewat sambil merekam. "Cil, Aku anter Kamu pulang. yaa.. ternyata, Gilang udah lama gak balik..." belum selesai ucapan Didit "ketemu!" Kami langsung melihat kebawah jembatan. Badanku gemetar, tangisku kembali pecah.

...****************...

Sesunyi itu

Kami di Rumah Duka. Tidak ada keluarga yang mengurus jenazah Gilang. Jadi Didit dan sahabat-sahabat Kami yang mengurus dari Rumah sakit - Kantor Polisi - Rumah Sakit - Rumah Duka. Biaya ditanggung Bunda dan Orangtua dari Fanya,Gea, Vino, Arga, Ken, Didit, dan Sammy. Teman-teman Gilang hanya datang sebentar lalu pergi "bisa-bisanya gak ada satupun keluarganya yang dateng" ucap gea heran.

Aku didekat jenazah Gilang, menatapnya. "Ternyata ada yaa orangtua sejahat itu"

Sahabat-sahabatku, beberapa teman sekelas Kami dan beberapa Guru melihatku. Sepertinya suaraku cukup keras.

Fanya dan Ken menuntunku ke kursi pojok yang sepi. "Didit bilang dari kemarin Kamu ga makan apa-apa" Fanya menyodorkan air mineral gelas. Badanku bener-bener lemes. Aku melihat peti jenazah Gilang dari jauh.

Di pagi hari, daerah sana memang sepi. Tapi kebetulan ada saksi yang melihat dari jauh Gilang meminum cairan pembersih kamar mandi lalu melompat ke jembatan. Bukti botol pembersih kamar ada di jembatan. Waktu mendekati lokasi, Dia baru menghubungi tim SAR dan Polisi. Jenazah tersangkut dipinggir sungai dengan sampah-sampah yang menumpuk tak jauh dari jembatan. Meskipun ketemu dalam waktu yang cepat. Nyawanya tetap tak tertolong. Gilang sendiri dari kelas 1 SMK sudah tinggal sendiri di kosan. Dia menerima uang bulanan, motor dan mobil  dari kedua orangtuanya sedangkan rumah sudah dijual Gilang. Dia sudah menyiapkan segalanya, dari hasil pemeriksaan polisi di kamar kosannya. Kamar kosan Gilang sudah benar-benar rapi. Dia meninggalkan surat untukku. Sebagian barang dari baju sampai perabotan lainnya sudah Dia jual, beberapa sudah diberikan ke tetangga kosannya. Motor dan kunci kosan dititipkan sementara di rumah Bunda. Mobilnya diurus Didit. Sama sepertiku, Bunda di rumah dengan rasa penyesalan kenapa benci Gilang padahal yang salah adalah Ibunya dan Ayahku.

Didit masih ada di Rumah Duka, Aku diantar Sammy ke rumah. "Kita bakalan nemenin Didit dulu. Kamu makan sonooo.. muka udah pucet gitu!" Ujar Sammy saat Aku turun dari mobilnya. Ku tutup pintu mobilnya, Dia buka jendela. "Ini bukan salahmu kok, Dia ngajak Kamu itu cuma mau pamitan." Lanjutnya lalu tancap gas. Aku masuk, duduk di ruang tamu. Ku buka surat dari Gilang.

"Terimakasih kamu udah dengerin curhatanku. Masih nerima aku sebagai temen kamu. Mau nemenin aku belanja sampai jogging. Maaf, ada kata-kataku yang mungkin buat kamu tersinggung sampai marah. Kalau nanti mobilku gak di sita polisi, senggaknya kamu minta isinya. Dalem tas-tas itu ada uang untuk ibu kamu dan kamu. Surat kendaraan motor dan mobilku ada jok motor. Aku udah bilang ke ibu kos kalau ada polisi datang, tolong langsung hubungi nomer didit. kunci motor dan kunci cadangan mobilku minta didit yang ambil. Terserah kalian mau apain motor dan mobilku, yang penting jangan dirusak. Hehehee.. " dia udah ngerencanain ini dengan sangat rapi.

Aku hanya melihat keluar. Motornya terparkir di teras rumahku. Mobil bunda akhirnya diparkir agak jauh dari rumah supaya mobil Didit bisa terparkir di depan. Yang tadinya dia bakal pulang hari ini. Mama didit minta Didit nemenin Aku dan Bunda sampai hari pertama sekolah setelah liburan. Seragam Didit dan keperluan sekolah lainnya sudah dikirim ke rumah.

"Tokkk.. tokkk..! Bund, waktunya makan" Bunda keluar kamar. Mukanya juga pucet .

"Bund. Ini kiriman dari mamanya didit. Mama didit masih diluar kota. Ini tadi karyawannya yang ngirim"

Bunda hanya mengangguk sambil menyantap makanannya. "Bunda tadi telfon Didit, minta Dia sama temen-temen Kalian siang ini pulang dulu. Biar karyawan Bunda sama karyawan Mama Didit yang gantiin. Besok pagi, baru kalian balik lagi. Bunda besok baru kesana. "

Gak lama Didit datang. Dia cium tangan bunda terus duduk.

"Makan dulu,Dit" Didit mengambil lauk dan nasi "keluarganya masih gak ada yang dateng,Dit?"

Didit melihat bunda "Orangtuanya pindah ke australia,Tante. Aku udah cari info ke beberapa temen deketnya sama Ibu Kos. Ibu Kos cuma kasih Aku kunci motor sama kunci cadangan mobilnya. Terus nunjukin barang-barang yang ditinggal gilang. Barang-barang Gilang, Aku langsung tawarin ke tetangga kosannya. Kata temen-temen deket Gilang, Kakek-Nenek Gilang itu tinggal di Jepang. Aku udah coba hubungi Orangtuanya, mereka cuma bilang minta nomer rekeningku dan barang-barangnya bisa dikasih ke Orang lain".  Bunda dan Aku merhatiin penjelasan Didit.

"Memang apa siih, yang dipikirin Orangtuanya?!"

Aku masih gak habis pikir, satu pun keluarga Gilang gak ada yang dateng

"Pemikiran mereka beda dengan kita, Ayah Gilang pengusaha yang gak suka kalau ada cacat. Ibu gilang arsitek yang memang sukaa...  yaa.. beberapa pria. Termasuk Aku" sendok bunda jatuh. Ngliat Bunda kayak lebih syok dari aku.

"Waktu kelas 2, Aku lagi nunggu Cecil didepan. Niatnya mau nebeng Cecil,Tante. Terus mama Gilang dateng bawa mobil tapi gak ada Gilang. Dia suruh Aku masuk. Maksa, lagi! Dia bilang mau mampir ke resto Mama. Jadi Aku masuk, Aku pikir Mamaku kenal, pas ditengah jalan tangan Mamanya nempel di pahaku terus mepet-mepet tangannya kesitu sambil nanya Aku udah punya pacar apa belum. Langsung Aku tepis terus minta berhenti di depan.

Waah gila nenek lampir! aku geleng-geleng kepala. Pikiranku dah jelek. Bunda, Didit yang memperhatiin tingkah anehku langsung nanya "kamu kenapa?"

"A.. ak..akuu gak pernah pacaran apalagi yang aneh-aneh gitu!" Nada Didit meninggi, malu. Dia melanjutkan makan. Bunda menahan tawa, telunjuknya menahan bibirnya.

"Iyaaa..yaaa.. percaya aja omongan Dia,Bund" kataku sambil nerusin makan

Bunda berdiri menuju dapur "iyyaaa Bunda lebih percaya kalian yang pacaran. Hahaaha" Aku,Didit saling tatap tatapan. Muka kami memerah. Melanjutkan makan. Didit lebih dulu membereskan makanannya. Membantu Bunda cuci piring.

HPku berbunyi ada yang chat "Aku di Rumah Duka, gantiin posisi temen-temenmu yang lagi istirahat. Aku denger cerita dari polisi yang juga jaga disini, dia memang cuma pamitan. Semangat yaa.. kalau butuh temen ngobrol, Aku siap dengerin.. tapi setelah kerjaanku selesai. (Emotikon senyum)"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!