Lalu lintas kota Jakarta tidak akan pernah berhenti dari yang namanya macet. Mungkin Jakarta sudah dikenal dengan kota yang macet.
Gadis cantik yang menggunakan dress berwarna cream dengan bando putih yang menambah kecantikan menjadi hiasan di atas kepalanya sejak tadi tersenyum dengan jarinya mengetuk-ngetuk setir mobil.
Matanya menoleh ke jok mobil di sampingnya yang melihat paper bag berwarna kecil yang terdapat pita merah, tampak mereka senyum indah yang menambah kecantikan wajah gadis berusia 25 tahun itu.
Tangannya mengambil paper bag tersebut dan melihat isinya.
"Aku yakin kamu pasti akan sangat bahagia mendapatkan hadiah ini," ucapnya dengan tersenyum lebar! Tampak tidak sabaran memberikan hadiah di kota kecil tersebut.
Tin-tin-tin-tin-tin-tin-tin-tin-tin.
Anara kaget saat suara klakson mobil di belakangnya yang mengagetkan, membuatnya melihat dari kaca spion.
"Astaga! Kenapa orang-orang ini pada tidak sabaran! Heran dengan budaya Indonesia yang terus saja seperti itu," ucapnya menghela nafas.
Tidak ingin diserang habis-habisan membuat Anara buru-buru menarik gas mobilnya. Lampu yang yang sudah kembali hijau membuat Anara kembali menyetir.
"Aku belum menghubungi Mas Heri!" ucapnya mengambil ponselnya.
"Tidak Anara! Jika kamu menghubungi Mas Heri, itu artinya tidak surprise. Bukankah kamu ingin memberikan surprise padanya," ucap Anara menghela nafas yang tidak jadi menghubungi pria yang membuatnya sejak tadi tersenyum itu.
Tidak lama akhirnya Anara sampai juga di salah satu Perusahaan makanan. Anara memarkirkan mobilnya dan tampak sangat buru-buru sekali keluar dari mobil yang tidak lupa membawa paper bag kecil tersebut dengan senyumnya yang tidak lepas sejak tadi.
Dengan langkahnya yang sangat cantik dan anggun menggunakan heels 7 cm, Anara memasuki Perusahaan dan berpapasan dengan orang-orang yang menundukkan kepala tersenyum padanya. Anara begitu sangat ramah yang membalas senyuman itu tampak sangat tulus.
Tiba gadis cantik itu yang sekarang sudah berada di dalam lift dengan beberapa karyawan wanita yang berdiri di dekatnya.
"Bukankah! Bu Anara sedang berada di Jepang?" tanya salah satu karyawan Itu tampak ramah yang sepertinya sering berbicara dengan Anara.
"Pekerjaan saya sudah selesai!" jawab Anara.
"Begitukah! Kami sangat senang sekali kalau Ibu tidak lama-lama di luar Negeri. Kantor ini tampak begitu sepi jika tidak kehadiran CEO yang baik dan cantik seperti ibu," ucap karyawan itu memuji.
"Kamu sangat berlebihan sekali Diana! jangan terlalu menyanjung saya seperti itu, nanti saya besar kepala lagi, apa tidak melihat telinga saya juga sudah membesar," ucap Anara.
"Apa yang dikatakan Diana memang benar Bu, Kami bekerja di Perusahaan ini adalah orang-orang yang sangat beruntung, karena atasan kami begitu cantik dan sangat baik," tambah satu orang lagi.
"Kamu juga sama saja Ima, kalian ini terlalu berlebihan," sahut Anara tersenyum dengan geleng-geleng kepala.
Akhirnya pintu lift itu terbuka. Bagaimana tidak orang kantor memberikan pujian yang besar kepada atasan mereka. Anara adalah CEO di perusahaan itu tetapi lihatlah bagaimana ramahnya dia menundukkan kepala yang permisi terlebih dahulu pada karyawan yang masih berada di dalam lift.
Masih dengan senyumnya yang lebar Anara. Dia berjalan di koridor Perusahaan yang tampak tidak sabaran. Sampai akhirnya tiba di salah satu pintu ruangan.
"Tumben sekali, Mas Heri menutup tirai ruangannya! Kalau begitu bagaimana mungkin dia bisa mengawasi para karyawan yang bekerja," ucap Anara tampak kebingungan saat ruangan yang memang dilapisi dengan kaca yang mana para karyawan bisa melihat ke dalam ruangan tersebut dan begitu juga dengan orang yang ada di ruangan itu.
Anara yang akhirnya memegang kenopi pintu dengan menghela nafas, belum sepenuhnya pintu itu terbuka tiba-tiba membuatnya tampak schok dengan tangannya yang tetap pada kanopi pintu dengan mata yang terbuka lebar, bibir mengatup yang tidak bisa berbicara.
"Aku hanya mencintaimu Nindy dan bukan siapapun. Apalagi Anara,"
Hati Anara seolah tertusuk oleh tombak runcing saat mendengar perkataan itu yang keluar dari mulut pria yang sejak tadi namanya dia ucapkan.
Pria yang berpelukan dengan wanita yang bernama Nindy itu dan mereka berdua melepas pelukan itu.
"Kamu hanya bisa mengatakan cinta kepadaku saat Anara tidak ada di sini?" ucap wanita itu tampak lembut yang seolah meminta kepastian dari tatapan matanya yang sendu.
"Percayalah! ini tidak akan lama lagi. Kita akan bisa merayakan Cinta Kita," ucap Heri memberikan janji yang begitu besar.
"Lalu bagaimana jika Anara tahu hubungan kita?" tanya Nindy tampak gelisah di matanya.
"Aku tidak ingin kamu menyebutkan nama Anara di saat kita berdua. Jadi jangan pernah ucapkan nama itu lagi!" ucap Heri yang mendekatkan wajahnya pada Nindy dan langsung mengacau bibirnya yang membuat Nindy memejamkan matanya menerima ciuman itu.
Anara yang menjadi saksi yang terjadi di depan matanya benar-benar begitu schok. Dia tampak tidak percaya, tangan yang bergetar membuat paper bag tersebut jatuh. Anara justru kaget dengan apa yang dia lakukan, Anara dengan cepat mengambil paper bag tersebut dan langsung lari.
Suara jatuh itu mampu mengejutkan Nindy dan juga Nindy dan Heri dengan mereka berdua yang menghentikan ciuman itu.
"Ada apa sayang?" tanya Heri.
"Apa ada orang yang berdiri di depan pintu?" tanya Nindy.
"Tidak ada siapa-siapa. Lihatlah sejak tadi pintunya tertutup," ucap Heri.
"Tapi aku mendengar seperti ada suara!"
Belum sempat Nindy yang kembali menjelaskan kepada Heri tiba-tiba saja Heri sudah kembali membungkam mulut wanita itu dengan ciuman.
"Isss, kamu nakal sekali!" Nindy sempat-sempatnya tertawa yang meladeni ciuman itu.
Sementara Anara yang berlari dengan wajahnya yang masih schok, dengan bayangannya yang masih melintas bagaimana Heri yang ternyata adalah calon suaminya berciuman.
"Ini tidak mungkin!"
Anara seperti orang linglung dan bahkan berkali-kali bertabrakan dengan para karyawan yang juga bingung apa yang terjadi. Anara hanya geleng-geleng kepala dan bahkan masih tempat-tempatnya meminta maaf.
Karyawan yang sempat menjadi korban tabrakannya membuatnya bingung. Dengan nafas naik turun yang akhirnya membuat Anara buru-buru memasuki mobil. Dia seolah tidak ingin membongkar perselingkuhan itu secara langsung.
Anara menyibak rambutnya kebelakang dengan air mata yang jatuh dan langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
"Tidak mungkin!"
"Ini tidak mungkin!"
"Kenapa, Mas Heri mengatakan seperti itu?"
"Dan kak Nindy! Apa yang sebenarnya terjadi?
"Mereka?"
"Apa yang tidak aku ketahui?"
Anara terus bertanya-tanya yang merasa apa yang dia lihat bukanlah kenyataan. Dia kerap kali terus bertanya apa yang terjadi dengan air mata yang jatuh. Pandangan Anara ada jalanan mulai tidak jelas karena air mata yang mengganggu. Anara bahkan tidak menyadari bahwa kelajuan mobilnya sudah melewati batas yang menyalin beberapa kendaraan.
Anara terus saja membayangkan apa yang terjadi beberapa menit yang lalu, rasa schok yang masih tidak dapat dipercaya.
Tin-tin-tin-tin-tin-tin-tin-tin-tin.
"Aaaaaaaaa!"
Dari arah depan yang tiba-tiba saja melaju mobil BMW putih yang membuat Anara kaget dan langsung membanting stir mobil kekiri, tapi Anara justru tidak dapat mengendalikan mobilnya yang akhirnya menabrak pembatas jalan dan mobil yang dia kendarai berguling hebat dengan suara hantaman tabrakan yang cukup kuat.
Bersambung........
...Senang sekali bisa kembali membuat karya baru. Buat para pembaca yang setia jangan lupa untuk terus mendukung karya saya, berikan dukungan kalian dan saran-saran baik dari kalian semua. Semua masukkan kritik kalian yang memberikan motivasi dan semangat untuk saya terus berkarya. ...
...Terimakasih untuk kebaikan kalian, jangan lupa untuk terus membaca dari bab 1 sampai akhir. Jangan biasakan untuk menabung BAB, setiap bab penuh dengan kejutan....
Mobil yang di kendarai Anara akhirnya yang terbalik dengan mengalami rusak yang sangat parah. Posisi Anara juga terlihat mengalami luka parah yang keluar darah dari kepalanya dengan matanya yang masih terbuka dan deru nafas yang naik turun.
Tidak dapat dibedakan apakah yang keluar itu air mata apakah darah dengan pandangan wajahnya yang tampak lemas.
Tin-tin-tin-tin-tin-tin-tin-tin-tin.
Anara melihat jelas bagaimana truk besar yang melaju kencang ke arahnya. Anara kaget yang tidak sanggup untuk berteriak.
Brakkk.
Truk tersebut menghantam mobil Anara yang menyeret sampai beberapa ratus meter yang sampai membuat Anara terpelanting keluar dari mobil dan langsung tergeletak di aspal dengan luka yang parah.
Jika tadi Anara masih sadar dengan suara nafasnya masih terdengar walau kondisi yang sangat lemah dan sekarang wanita cantik itu tampak memejamkan mata.
Warga berlari berhamburan mengerumuni Anara yang tergeletak, warga hanya saling berbicara satu sama lain tanpa ada yang bertindak untuk membawa ke rumah sakit. Sampai akhirnya hingga beberapa menit barulah Polisi datang dan bersama dengan Ambulance.
Terlihat perawat yang berlari dengan mengangkat tubuh Anara keatas tempat tidur pasien dan langsung di masukkan buru-buru ke dalam Ambulance.
Suara sirine Ambulance itu yang membawa Anara meninggalkan lokasi kejadian dan sementara Polisi memeriksa terjadinya kecelakaan dengan memasang garis Polisi.
Anara yang berdiri tampak kebingungan dengan tangannya saling menggenggam satu sama lain.
"Ada apa ini?"
"Kenapa orang-orang terlihat seperti itu, apa yang terjadi? Kenapa ada garis Polisi?"
Ucapnya yang tampak kebingungan. Anara merasa ngeri saat melihat darah di aspal tersebut sampai dahinya yang tampak mengkerut.
"Apa terjadi kecelakaan?" ucapnya dengan menebak-nebak.
"Lalu kenapa aku bisa berada di sini?"
"Lalu mobilku di mana?"
"Apa yang terjadi?"
Anara tiba-tiba melihat ke arah ujung.
"Bukankah itu mobilku?" tanyanya melihat mobil itu yang sudah peyot, hancur rongsok.
"Tidak Anara, apa kamu pikir hanya kamu saja memiliki mobil seperti itu,"
"Lalu untuk apa aku di sini?"
"Bukankah tadi aku...." Anara memijat kepalanya yang terlihat mencoba mengingat sesuatu apa yang terjadi beberapa menit yang lalu.
****
Rumah sakit.
Anara semakin kebingungan dengan dirinya yang tiba-tiba saja sudah berada di sana Anara yang berdiri di luar rumah sakit kebingungan.
"Kenapa aku ada di sini?" tanyanya dengan kepala berkeliling, melihat rumah sakit tersebut sampai akhirnya dia melihat ada tulisan Rumah sakit Fatmawati.
"Ini bukan rumah sakit biasanya Papa periksa. Lalu untuk apa aku bisa ada di sini?" Anara kerap kali bertanya kebingungan.
"Mas hati-hati!" Anara melihat ke arah suara tersebut saat suara itu tidak asing.
"Papa, Mama!" Anara tersenyum yang tampak eksaited yang langsung menghampiri dua orang tersebut dan ternyata kedua orang itu tampak buru-buru yang berlari mengabaikan Anara.
"Pa, ini Anara!"
"Ma!" Anara kebingungan melihat kedua orang tuanya yang berlari dengan khawatir.
"Aku memang tidak mengabari kalau aku kembali dari Jepang, bukan berarti Papa pura-pura tidak melihatku," Anara yang tampak begitu sangat kesal.
Baru saja dia ingin pergi dan satu mobil lagi berhenti yang mana mobil itu sangat dia kenali dan sesuai dengan dugaannya. Itu adalah mobil Heri yang keluar bersama Nindy dengan tangan mereka berdua saling bergenggaman.
"Bagaimana mungkin Anara bisa kecelakaan dan sementara dia berada di Jepang?" tanya Heri yang kebingungan dan wajahnya juga terlihat khawatir
"Aku mana tahu dan mungkin saja Anara sudah pulang," jawab Nindy dan pasangan itu terlihat buru-buru berjalan yang masuk ke rumah sakit.
Anara yang tampak terdiam melihat tangan itu bergenggaman sangat erat seolah dua orang yang tidak ingin dipisahkan.
Terlihat wajah Anara dipenuhi dengan rasa cemburu.
"Anara kecelakaan!" seketika dia mengingat perkataan Nindy yang justru membuatnya semakin bingung.
Tidak ingin bertanya-tanya tidak jelas yang membuat Anara langsung memasuki rumah sakit. Lagi dan lagi Anara kebingungan yang berjalan dengan kepala berkeliling, melihat di sekitarnya sampai akhirnya Anara melihat kedua orang tuanya, Nindy dan Heri yang juga sudah bergabung dengan tangan mereka yang tidak bergenggaman lagi.
Anara menghela nafas yang akhirnya menghampiri orang tuannya.
Anara kebingungan kenapa orang tuanya dan juga yang lainnya tidak menyadari kehadirannya sama sekali.
"Pa!" tegur Anara.
Lagi-lagi Anara tidak dipedulikan, dia bahkan beberapa kali menegur orang tuanya.
"Papa kenapa mengabaikan ku! Pa jangan bercanda padaku. Aku minta maaf tidak mengabari Papa dan Mama karena aku tidak mengatakan akan kembali ke Jakarta," ucapnya.
"Papa jangan prank Anara seperti ini?"
"Mas Heri!"
"Kak Nindy!"
"Apa-apaan sih mereka!" Anara kebingungan yang tidak dapat mengerti.
"Dokter bagaimana anak saya?" tiba-tiba Dokter dengan jubah putih itu keluar dari ruang UGD.
"Bagaimana anak saya Dokter?" tanya Haris.
"Anak. Pa! Anara ada di sini!" ucapnya.
"Dokter katakan?" tanya Haris dengan cemas.
"Kondisi putri Anda masih Kritis dan detak jantungnya semakin lemah. Saya tidak bisa memberikan jaminan apapun untuk pasien," jawab Dokter.
"Apah!" sahut Haris yang tampak schok.
"Tidak mungkin Dokter! tolong selamatkan anak saya!"
"Tolong Dokter!"
"Dokter!"
Haris yang tampak begitu terpukul, membuat Anara semakin bingung
"Mas tenang. Anara pasti akan baik-baik saja," ucap Tami yang memeluk suaminya.
"Pah, ini Anara. Papa! anak siapa yang Papa tangisi," ucapnya dengan kebingungan.
"Apa papa punya anak lain selain Anara?" Anara sudah berteriak-teriak agar Haris melihatnya dan ternyata hasilnya tidak ada.
"Saya permisi, Pak!" ucap Dokter dengan menundukkan kepala.
Dokter yang berjalan menuju arah Anara. Anara hampir saja jatuh yang mana tubuhnya dilewati begitu saja dengan tembus yang membuatnya kaget dan melihat ke belakang dengan matanya melotot.
"Apa-apaan tadi?" tanyanya melihat kedua tangannya yang menyadari bahwa dirinya baru saja dilewati.
Anara kembali melihat orang di sekitarnya yang benar-benar tidak menyadari kehadirannya. Anara tiba-tiba saja kepikiran menyentuh Nindy dan ternyata sentuhan itu tidak mengenai tubuhnya dan justru tembus yang membuatnya justru takut.
Anara berjalan mendekati pintu ruangan UGD dan betapa terkejutnya dia dengan menutup mulutnya saat melihat pasien yang berada di ruangan itu dengan alat pernapasan di mulutnya dan suara mesin jantung yang terdengar begitu kuat.
"Tidak mungkin!" ucapnya tampak tidak percaya yang ternyata pasien yang sejak tadi dikhawatirkan itu adalah dirinya yang tidak sadarkan diri.
"Pah! Ini Anara! Anara di sini Pah!" Anara berusaha untuk menyentuh Haris dan ternyata hasilnya tetap sama.
"Jadi aku mengalami kecelakaan dan mobil tadi benar-benar adalah mobilku," nafas Anara naik turun.
Anara tampak sedih melihat Haris yang begitu sedih dengan menangis di pelukan Tami. Dia terus saja beberapa kali menyebutkan nama Anara.
Mata Anara tiba-tiba saja melihat kearah Nindy dan Heri yang mana terlihat Nindy mengusap-usap bahu Heri yang seolah menenangkan.
Dan tiba-tiba saja Heri pergi.
"Heri!" panggil Nindy.
"Aku permisi untuk menenangkan Heri sebentar," ucap Nindy yang membuat Tami menganggukkan kepala.
Anara yang pada akhirnya mengikuti Nindy dan juga Heri, entah kemana pasangan itu. Anara benar-benar tidak percaya jika sekarang dia sama sekali tidak bisa dilihat oleh siapapun dan orang yang bertabrakan dengannya akan tembus pandang.
Kecelakaan yang terjadi pada memang sangat parah dan Anara bukan hanya kecelakaan sekali saja, bahkan dua kali. Bukankah suatu keajaiban jika dia masih hidup.
Bersambung........
Tampak Heri yang berdiri mengusap wajahnya menggunakan kedua tangannya. Nindy yang berdiri di belakangnya mengusap bahu Heri yang membuat Heri membalikkan tubuhnya dan langsung memeluk Nindy.
Anara sudah berada di sana yang melihat pasangan itu tampak sendu dengan penuh kecemburuan melihat pelukan itu yang mungkin tampak Nindy yang hanya ingin menenangkan Heri
"Percayalah, Anara pasti akan baik-baik saja," ucap Nindy yang membuat Heri menganggukkan kepala dan melepas pelukan itu.
"Aku melihat sejak tadi kamu tampak begitu khawatir sekali kepada Anara?" tanya Nindy tampak cemburu.
"Aku hanya bingung saja apa yang terjadi Nindy, kenapa tiba-tiba Anara berada di Jakarta dan mengalami kecelakaan dan bukankah sebelumnya dia berada di Jepang," jawab Heri.
"Jadi kekhawatiran kamu hanya kebingungan dengan keberadaannya di sini dan bukan karena kamu takut terjadi sesuatu pada Anara, karena aku melihat kamu seperti seseorang yang takut kehilangan orang yang dicintai?" tanya Nindy.
Heri menghela nafas dengan memegang pipi Anara.
"Kita bukan mengenal baru kemarin, kamu bisa memahami dan melihat apa yang terjadi padaku. Kamu tahu bagaimana perasaan ku dan kamu tidak perlu cemburu seperti itu. Perasaanku tidak akan pernah berpaling," ucap Heri yang membuat Nindy menganggukkan kepala dengan tersenyum.
Mereka berdua kembali berpelukan dengan erat dan bahkan pelukan itu bukan seperti pelukan biasa.
"Sejak kapan kalian menjalani hubungan seperti ini?" tanyanya.
"Nindy!" nama yang dipanggil itu membuat Anara yang melihat yang ternyata Tami datang dan membuat Nindy melepas pelukan bersama dengan Heri dan tampak keduanya santai yang tidak ada rasa panik sama sekali.
"Iya. Ma!" jawabnya.
"Mama pulang sebentar! Papa meminta untuk menginap di rumah sakit," ucap Tami.
"Baiklah!" jawab Nindy.
"Kenapa Mama tidak tanda tanya dengan apa yang barusan dia lihat? Apa Mama juga berpikiran jika mereka berpelukan adalah pelukan biasa?" tanya Anara dengan kebingungan.
"Heri sebaiknya kamu sana, temani Om Haris!" titah Tami.
"Baik Tante!" ucap Heri dengan menundukkan kepala dan langsung pergi.
"Nindy, kamu tahu situasi saat ini sedang tidak baik-baik saja. Papa kamu pikirannya sangat kacau atas apa yang terjadi pada Anara. Jadi kamu jangan terlalu dekat dengan Heri dan bagaimana jika tadi Papa kamu yang melihat hal itu," ucap Nindy.
"Iya. Nindy minta maaf," jawabnya.
"Apa maksud dari perkataan Mama? Apa dia mengetahui hubungan mereka berdua!" tanya Anara dengan dahi mengkerut.
Nindy dan Tami yang akhirnya meninggalkan tempat itu.
"Tidak mungkin Mama juga tahu, tetapi jika Mama tidak tahu, tidak mungkin reaksi seperti itu, dia tampak terlihat santai seperti sudah biasa melihat hal itu,"
"Jangan-jangan banyak hal yang tidak aku ketahui?" Anara merasa ada yang tidak beres dengan apa yang terjadi selama ini.
***
Anara yang sekarang berada di dalam ruangan ICU dengan Haris yang ada di sana, menemani Anara yang sejak tadi menggenggam tangan putrinya itu. Haris tampak sangat sedih yang membuat Anara juga kasihan pada Haris yang tidak henti mengeluarkan air mata dan bahkan ketika dirinya sudah tiga hari di rumah sakit. Haris seperti orang yang tidak terurus dengan matanya yang bengkak.
"Papa harus makan! Papa harus jaga kesehatan," ucap Anara yang menangis tetapi air matanya tidak bisa keluar.
Pintu ruangan itu terbuka yang memperlihatkan kedatangan Tami, Nindy dan juga Heri.
"Mas. Aku sudah membawakan makan siang, kamu makanlah!" ucap Tami.
"Mana mungkin aku bisa makan jika putriku masih tidak bangun juga," jawab Haris.
"Papa tidak boleh mengatakan seperti itu. Papa harus makan, Papa pasti lapar, nanti papa sakit," ucap Anara, tetapi mau sebanyak apapun dia berbicara tidak akan ada yang mendengarkannya.
"Kalau begitu, jika. Mas lapar, Mas makanlah, aku membuat makanannya di sini," ucap Tami yang membuat Haris menganggukkan kepala.
"Mama kenapa menyerah begitu saja? Seharusnya bujuk Papa dan paksa agar makan. Bukankah selama ini Mama selalu sangat mempedulikan makan Papa, begitu cerewet jika Papa tidak makan. Ayo bujuk Papa!" Anara takut jika terjadi sesuatu pada ayahnya yang membuatnya jadi panik.
"Om! bagaimana dengan proyek yang sekarang kita jalan nih, bukankah harus segera ditandatangani," ucap Heri yang tiba-tiba saja mengalihkan pembicaraan.
"Mas Heri apa-apaan sih! Kenapa disaat aku kritis seperti ini dan kamu masih sempat-sempatnya memikirkan masalah proyek," ucap Anara kesal.
"Anara sedang koma dan tidak mungkin proyek itu dilanjutkan," jawab Haris.
"Kita semua tahu itu, Pa! Tapi kita juga tidak mungkin membiarkan banyak pekerjaan terbengkalai. Bukankah Heri adalah kepercayaan Anara. Jadi kita serahkan saja semua kepada Heri. Ini juga pasti keinginan Anara," ucap Tami memberikan ide.
"Tidak. Ma! Aku tidak percaya padanya. Aku tidak ingin proyek itu dia yang menjalankan. Aku tidak tahu apa-apa saja yang dia kerjakan selama ini di belakangku. Aku harus bangun dulu dan menyelidiki semuanya. Mama jangan mengambil keputusan seperti itu. Dia saja memiliki hubungan dengan Kak Nindy," protes Anara dengan kepanikan.
"Aku setuju apa yang di katakan Mama. Anara sama sekali tidak pernah meragukan pekerjaan Heri dan aku yakin ini yang terbaik," tambah Nindy.
"Jangan! Pah!"
Anara terlihat begitu memohon agar Haris tidak memberikan kepercayaan itu kepada calon menantunya.
"Baiklah! Saya akan memimpin rapat dan menandatangani dokumen proyek itu akan diserahkan kepada kamu. Saya juga harus fokus menjaga Anara dan tidak akan bisa tenang jika melanjutkan pekerjaan dan apalagi berurusan dengan Perusahaan," ucap Haris.
"Pah...." Anara yang tampak lemas mendengar keputusan Haris.
"Papa jangan khawatir, Nindy akan mengawasi perusahaan untuk sementara. Kita semua memang harus mengutamakan kesembuhan Anara" sahut Nindya yang mengusap-usap punggung Haris.
Haris kembali melihat nanar putrinya yang tidak bangun juga dan sementara Anara justru tampak gelisah dan matanya tiba-tiba saja melihat Tami yang tersenyum penuh arti pada Nindy dan begitu juga dengan Herry yang membuat Anara bingung.
"Apa-apaan ini?"
"Kenapa aku merasa seperti ada yang terjadi?" tanya Anara mulai merasa ada yang tidak beres diantara 3 orang itu.
***
"Sekarang kesempatan sudah ada di tangan kamu dan gunakan semua ini dengan baik! Kamu harus bisa mendapat kepercayaan Haris, seperti gadis bodoh itu yang memberikan kepercayaan 100% kepada kamu,"
Anara tampak begitu schok mendengar perkataan Tami yang berbicara kepada Heri
"Papa tenang saja, aku akan mendukung Heri. Sayang kamu jangan pernah khawatir. Aku akan menemani kamu menyelesaikan semua ini," ucap Nindy.
"Dengan kamu yang terus mendampingiku. Maka aku akan terus semangat," sahut Heri tersenyum yang merangkul bahu Nindy bahkan mencium pucuk kepala Nindy di depan Tami.
"Jadi Mama selama ini mengetahui hubungan mereka?" tanya Anara dengan nafas naik turun.
"Lalu bagaimana jika Anara sadar?" tanya Heri
"Kamu tidak dengar apa kata dokter. 20 persen harapan dia akan kembali sadar. Kamu jangan memikirkan dia bangun lagi atau tidak, yang sekarang kita harus menggunakan kesempatan ini dengan baik dan ingat yang kita targetkan saat ini adalah kepercayaan terbesar dari Haris," sahut Tami.
"Apa-apaan ini? Jadi selama ini kalian adalah dua orang yang berbeda saat berada di depanku dan di belakangku. Mas Heri kamu telah mengkhianati hubungan kita yang aku tidak tahu sejak kapan kamu menjalin hubungan dengan Kak Nindy dan aku tidak tahu apa yang terjadi lagi?" tanya Anara benar-benar tidak percaya.
Bersambung.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!