NovelToon NovelToon

Istri Jelekku Season 2

Pengenalan Tokoh/Bab 01

Hai, hai, readers setia "Istri Jelekku."

Terima kasih untuk suport kalian atas novel "Istri Jelekku" Season pertama karya dari Author Mahdania. Berkat support dan antusias dari kalian, maka rilislah novel "Istri Jelekku Season II" ini.

Kalian pasti bingung sekaligus penasaran, karena di kisah sebelumnya masih ada masalah yang belum selesai. Tentu saja, di novel "Istri Jelekku Season II" semua masalah yang terjadi di season sebelumnya, akan terungkap di sini.

Note: Setiap percakapan, bayangkan saja menggunakan bahasa negara yang dipijak. Misalnya, saat di Sydney, maka pemeran bicara dalam bahasa Inggris.

Oke, enjoy your reading, Guys❤️

***

Dania Hamish, berusia 38 tahun. Istri dari Randy Sebastian sekaligus ibu dari Raydan dan Rayna.

Di Istri Jelekku Season 2 ini, Dania adalah seorang model sekaligus Brand Ambasador dari sebuah produk kecantikan dengan brand ternama di Sydney, Australia, bahkan di beberapa negara lainnya.

Meski usianya sudah lebih dari kepala tiga bahkan hampir berkepala empat tetapi kecantikannya tak memperlihatkan usianya. Bahkan dia terlihat muda dan begitu menawan, seperti saat sepuluh tahun yang lalu.

Randy Sebastian, berusia 39 tahun. salah satu Owner dari perusahaan food&beverage yang sudah dia dirikan sejak masih muda dulu di negara kelahirannya, Indonesia. Tak hanya di Indonesia saja, kini Randy pun memiliki beberapa outlet restauran di Sydney, Australia.

Wijaya Hamish, pengusaha sukses di dunia perhotelan yang terkenal di beberapa negara, sekaligus papa dari Dania Hamish, yang tak lain adalah mertua dari Randy Sebastian.

Rania Hamish, Istri Wijaya Hamish sekaligus Ibu dari Dania Hamish. Meski usianya tak lagi muda, Rania masih lah terlihat cantik dan awet muda.

Raydan Sebastian, 16 tahun. Pria tampan berkulit putih dengan wajah blasteran, yang tak lain adalah putra dari Randy Sebastian dan Dania Hamish.

Si playboy yang selalu berhasil memikat hati para gadis dengan pesonanya dan bisa membuat para gadis tergila-gila padanya. Sepertinya, bakat playboynya adalah turunan dari sang papa.

Meski begitu, dia sangat menyayangi Rayna. Dia tak akan segan memberi pelajaran bagi siapa saja yang berani mengganggu Rayna.

Rayna Hamish, 16 tahun. Adik kembar dari Raydan Sebastian. berwajah cantik bak boneka yang tentunya kecantikannya di turunkan oleh sang Mommy. Rayna tidaklah seperti kebanyakan gadis yang akan berpenampilan modis mengikuti trend zaman now. Meski dia memiliki segalanya yang orangtuanya berikan, tetapi dia lebih senang dengan kesederhanaannya. Dia pun tak terlalu senang bergaul saat di luar. Meski begitu, dia adalah anak yang periang saat dia berada di lingkungan keluarganya.

______________________________________________

Seorang gadis berusia berusia 16 tahun, berwajah blasteran Indonesia-Australia tengah mengintip di balik pintu sebuah kamar yang tak tertutup rapat. Kaca mata yang menutupi keindahan manik hitam miliknya tertuju ke dalam kamar. Gadis itu tengah memperhatikan seorang remaja laki-laki yang tampak asik melihat sesuatu di tangannya.

Laki-laki remaja itu berwajah tampan dengan wajah yang hampir mirip dengan gadis yang tengah mengintip dibalik pintu. Usianya pun tak jauh berbeda dengan gadis itu, bahkan hanya terpaut beberapa menit saja. Ya, mereka adalah sepasang saudara kembar.

Sementara itu di kamar, remaja laki-laki  itu memang tengah melihat sesuatu yang ada di tangannya.

Sebuah majalah dewasa, majalah yang menampilkan beberapa wanita cantik yang berpose dengan seksi menyita perhatiannya sehingga dirinya tak sadar adik kembarnya tengah mengintipnya dibalik pintu. Dia mendapatkan majalah itu dari sahabatnya yang sudah dia kenal sejak masih duduk di Sekolah Menengah Pertama.

'Apaan, nih? Kenapa Bryan malah kasih majalah beginian?' gumam remaja laki-laki itu. Dia tak mengerti mengapa temannya itu justru memberinya majalah dewasa.

"Hei!" seseorang memekik, sontak membuat remaja laki-laki itu menempelkan jari telunjuk di bibirnya.

"Ssttt... Jangan berisik," ucap remaja laki-laki itu tanpa melihat ke arah datangnya suara tersebut.

"Abang lagi ngapain?" tanya seorang gadis.

Remaja laki-laki itu membulatkan matanya, dia hapal betul suara itu milik siapa.

'Mampuslah,' batinnya.

Remaja laki-laki itu langsung membenarkan posisinya hingga sejajar dengan gadis itu. Kemudian menatap canggung gadis yang tengah membetulkan posisi kacamata yang dikenakannya.

Gadis itu tampak mengerutkan dahinya, dan mengalihkan pandangannya ke arah majalah yang terempas ke atas sofa dengan masih terbuka lembarannya.

Gadis itu membulatkan matanya.

"Moms!" gadis itu berteriak memanggil sang mommy.

"Ssstttt... Jangan berisik, dong," ucap remaja laki-laki itu sambil menutup mulut gadis itu.

"Ahhh..." Remaja laki-laki itu memekik saat gadis itu menggigit telapak tangannya dengan kencang.

Brugh!

"Aw..." Remaja laki-laki itupun meringis saat bokongnya terempas ke lantai akibat dorongan yang cukup kuat dari tangan gadis itu.

"Rasain, tuh. Adek laporin mommy, Abang mesum," ucap Gadis itu sambil menjulurkan lidahnya dan melenggang keluar dari kamar.

"Ya ampun, Rayna!" remaja laki-laki itu berteriak memanggil nama gadis itu.

Ya, gadis itu bernama Rayna Hamish, berusia 16 tahun, berambut sebahu dan berkulit putih. Sungguh gadis itu mirip dengan sang mommy yang memiliki wajah blasteran. Hanya saja, entah mengapa gadis itu tak berpenampilan layaknya anak remaja jaman sekarang yang akan tampil modis. Gadis itu justru memilih berpenampilan sederhana dengan penampilan sehari-harinya yang memakai kacamata tebal. Tak mencerminkan latar belakang gadis itu.

Gadis itu adalah putri dari pasangan Randy Sebastian dan Dania Hamish, yang juga saudara kembar dari remaja laki-laki yang tengah mendengus kesal karena ulah sang adik yang membuatnya sampai terjengkang dan kesakitan.

Remaja laki-laki itu adalah Raydan Sebastian, kakak dari Rayna Hamish yang usianya hanya terpaut beberapa menit saja darinya. Ya, Raydan lahir selang beberapa menit Rayna lahir.

Rayna terus berlari dan sang kakak pun mencoba mengejarnya.

"Moms, Pa!" teriak Rayna sambil berlari menuju kamar sang mommy.

Brak.

Rayna mendorong keras pintu kamar kedua orangtuanya dan membulatkan matanya saat melihat pemandangan mengejutkan, di mana sang papa tengah mencium sang mommy dengan penuh gairah di atas ranjang.

Tak kalah terkejut dengannya, Randy dan Dania pun begitu terkejut. Sontak mereka pun saling melepaskan diri satu sama lain karena melihat anak gadis mereka tengah berdiri di hadapan mereka.

"Ya Tuhan, ketuk pintu dulu, Dek," ucap Randy.

Sungguh jantungnya seperti akan terlepas karena tingkah anak gadisnya itu yang memiliki kebiasaan tak pernah mengetuk pintu terlebih dulu dan main masuk ke dalam kamar orangtuanya. Beruntungnya, mereka belum sampai menanggalkan pakaian mereka masing-masing. Sepertinya, Rayna mirip dengan sang mommy, sama-sama ceroboh.

Randy dan Dania pun lupa mengunci pintu kamar mereka.

"Maaf, Pa," ucap Rayna sambil menundukkan kepalanya. Dia pun berbalik dan keluar dari kamar itu.

‘Ya Tuhan, kenapa pria di rumah ini mesum semua? Pantas Abang mesum, jangan-jangan turunan dari papa,’ gumam Rayna.

"Argh..." Rayna memekik saat tangannya ditarik oleh sang kakak.

"Bang, ampun," ucap Rayna sambil meringis kesakitan.

"Duduk!" tegas Raydan.

Dia meminta Rayna duduk di sofa yang berada di ruang keluarga di lantai atas dekat kamarnya.

Rayna pun duduk.

"Tolong, Dek. Jangan laporin ke mommy sama papa," ucap Raydan sambil memegang bahu Rayna.

Rayna mengerutkan dahinya.

"Laporin apa?" tanya Rayna bingung. Rayna seperti melupakan sesuatu.

"Itu, majalah tadi," ucap Raydan.

"Oh, Abang dapat majalah itu dari mana? Nanti kalau papa sama mommy lihat, mereka bisa marah," ucap Rayna.

"Itu, si Bryan emang kurang ajar ngasih majalah begituan!" kesal Raydan.

"Terus, kenapa Abang mau aja baca majalah dewasa kayak gitu? Kenapa nggak Abang buang aja?" tanya Rayna.

"Penasaran, sih," ucap Raydan sambil tersenyum sok cute, juga sambil menggaruk kepalanya. Ah, ya. Bukan sok cute, Raydan wajahnya memang cute.

Rayna memutar bola matanya kemudian menatap lekat wajah sang kakak.

"Kenapa, Dek? Kok, lihatnya begitu banget?" tanya Raydan bingung.

'Benar 'kan Abang ketularan papa,' batin Rayna.

Rayna menggelengkan kepalanya, entah mengapa dia merasa jijik melihat pemandangan yang tak sengaja dia lihat antara mommy dan papanya tadi.

"Ya udah, ah. Adek mau tidur," ucap Rayna.

"Janji dulu," ucap Raydan sambil menahan tangan Rayna.

"Nggak mau," ucap Rayna sambil melepaskan paksa tangannya dari genggaman Raydan.

Rayna pun berlari menuju kamarnya, meninggalkan Raydan yang mendengus kesal karena adiknya itu tak ingin mendengarkan perintahnya.

Bab 02

Rayna Hamish, dia memanglah anak yang cukup kritis. Dia anak yang sangat memperhatikan kebersihan. Karena itu, menurutnya hal semacam apa yang dilakukan sang mommy dan sang papa justru akan mengganggu kesehatan dan sangatlah tidak baik dilakukan. Gadis itupun sangatlah polos.

Sebetulnya, wajar saja semua itu dilakukan antara pasangan suami istri. Namun, dia menganggap semua itu perbuatan yang tak pantas.

Di kamar.

Randy dan Dania tengah duduk bersandar di kepala tempat tidur.

Entah mengapa, gairah yang Randy rasakan belum lama tadi justru menghilang saat anak gadisnya itu memeregokinya bersama Dania. Konsentrasinya menjadi buyar. Dia tahu betul anak gadisnya itu adalah anak yang kritis.

"Adek pasti mikir macam-macam. Anak itu 'kan polos banget," ucap Randy sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Sungguh dia menjadi tak enak hati pada Rayna.

"Kamu, sih, pakai lupa kunci pintu segala!" kesal Dania.

"Gimana mau inget, Yang. Orang baru masuk, kamu udah godain aku," ucap Randy.

Dania membulatkan matanya.

"Siapa yang godain kamu?" tanya Dania.

"Kamu tadi," ucap Randy.

"Aku sama sekali nggak godain kamu, ya. Kamunya aja yang dasarnya mesum. Heran aku, sampai sekarang mesum kamu nggak hilang-hilang!" kesal Dania sambil merebahkan tubuhnya.

Randy ikut merebahkan tubuhnya dan memposisikan tubuhnya menghadap Dania, dia menatap Dania.

"Itu semua udah naluri, Yang. Nggak bisa dirubah. Kamu benar, kamu nggak godain aku. Tapi--" Randy menghentikan ucapannya dan tersenyum menatap Dania.

"Tapi apa?" tanya Dania sambil menatap Randy bingung.

"Kamu memang menggoda. Dari dulu sampai sekarang, nggak ada yang berubah dari kamu, Yang," ucap Randy.

Dania tersenyum kecil mendengar pujian dari Randy.

Meski sudah hampir 20 tahun mereka menikah tetapi sikap Randy tak pernah berubah. Randy masihlah sama seperti Randy yang Dania kenal ketika diawal mereka menjadi sepasang suami istri, masih romantis dan begitu menyayanginya.

Itulah yang membuatnya bahagia dan senang merawat dirinya hanya demi untuk memanjakan mata Randy. Panggilan sayang Randy bahkan tak pernah berubah, dia masihlah memanggil Dania dengan panggilan sayang atau yang, membuat Dania semakin beruntung menjadi seorang istri sekaligus ibu. Dia beruntung memiliki orang-orang yang menyayanginya di hidupnya.

"Gombal aja, nih, bapak-bapak. Malu, lho, kalau sampai didengar anak-anak," ucap Dania kemudian terkekeh.

Randy pun tersenyum dan memeluk Dania.

"Biarin! Emang salah, kalau bapak-bapak gombalin ibu-ibu?" ucap Randy sambil mencium gemas pipi Dania.

Dania pun terkekeh geli dan memeluk Randy.

"Yang!"

"Ya?" Randy menatap Dania sambil mengusap bahu Dania.

"Udah 16 tahun kita tinggal di Sydney. Tapi, sekalipun kamu nggak pernah mau ketemu papa," ucap Dania.

Randy berhenti mengusap bahu Dania dan melepaskan pelukannya. Dia pun duduk bersandar di kepala tempat tidur.

Dania menatap Randy dengan bingung. Ekspresi Randy selalu berubah masam saat mendengar Dania mengatakan soal papanya. Namun, bukan tanpa alasan.

Sebetulnya, meski sudah 16 tahun berlalu tetapi rasa sakit di hati Randy masihlah tetap ada. Rasa sakit serta trauma yang dia rasakan akibat perbuatan papa mertuanya itu masih melekat di hatinya.

Sungguh dadanya terasa sesak jika mengingat kejadian itu. Sesaat kemudian Randy menatap lekat wajah Dania.

"Kamu rindu papa?" tanya Randy.

Dania duduk dan ikut bersandar di kepala tempat tidur bersama Randy.

"Iya, apa aku boleh tanya sesuatu?" tanya Dania.

"Tanya aja. Kalau aku bisa jawab, akan aku jawab. Kalau pertanyaan kamu sulit kujawab, aku nggak akan jawab," ucap Randy.

Dania menghela napas.

"Sebenarnya, ada masalah apa di antara kamu sama papa?" tanya Dania.

"Nggak ada," ucap Randy sambil memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Kalau gitu, kenapa dulu kamu ajak aku tinggal di sini? Aku pikir, dulu kita sekedar liburan aja. Kamu juga nggak pernah mau datang ke rumah papa," ucap Dania.

"Nggak kenapa-kenapa, kamu tahu sendiri setiap kamu ketemu papa, ada aja kerjaan yang nggak bisa aku tunda. Meski begitu 'kan, aku tetap komunikasi sama papa, dan kamu tahu itu," ucap Randy.

"Lagian, untuk masalah pindah 'kan, karena aku emang mau lanjut kuliah di sini. Aku juga mau pendidikanku lebih tinggi, dan karier aku lebih bagus lagi. Dengan begitu, kamu dan anak-anak nggak akan hidup susah," ucap Randy.

Dania terdiam sejenak. Dia merasa bingung sendiri, karena selama dia tinggal di Sydney sekali pun sang papa tak pernah ikut bersama sang mama jika sedang berkunjung menemuinya di Sydney. Sang papa hanya pulang ke rumah mendiang sang oma.

Ya, oma Dania yang tak lain adalah orangtua dari tuan Hamish sudah meninggal sejak beberapa tahun yang lalu. Tak jauh berbeda dengan tuan Hamish, begitupun juga Randy tak pernah ingin menemui papa mertuanya itu jika sedang ada urusan pekerjaan di Indonesia. Beberapa kali Randy pulang ke Indonesia karena urusan pekerjaannya. Namun, tak pernah sekalipun dia menginjakkan kaki di kediaman Hamish.

"Udahlah, lebih baik kita tidur. Kamu juga besok ada pemotretan 'kan?" ucap Randy.

Dania mengangguk dan kembali merebahkan tubuhnya. Tak lama mereka pun mulai terlelap.

***

Ke esokan harinya.

Dania tengah sibuk menyiapkan sarapan di dapur.

Sementara itu, terlihat Raydan dan Rayna baru saja menuruni anak tangga menuju meja makan.

"Pagi, Moms," sapa Raydan dan Rayna bersamaan.

Mereka mengecup pipi Dania, Dania pun tersenyum.

"Pagi kesayangan Mommy," ucap Dania.

"Papa, kok, belum turun, Moms?" tanya Rayna.

"Kenapa nanyain Papa? Kangen, ya?" tanya Randy yang mulai memasuki ruang makan.

"Pagi, Pa," ucap Raydan dan Rayna.

"Pagi," ucap Randy sambil tersenyum dan mulai duduk di kursi makan.

"Ayok, kalian sarapan dulu. Habis ini, kalian berangkat sama papa, ya. Mommy ada kerjaan di luar hari ini," ucap Dania.

Raydan dan Rayna mengangguk. Mereka pun menyantap sarapan mereka. Setelah itu, Randy mengantar mereka ke sekolah. Sedangkan Dania pergi menuju tempat pemotretan.

Saat ini, Dania adalah Brand Ambasador dari sebuah produk kecantikan yang cukup terkenal di Australia, bahkan di beberapa negara. Dia yang tak pernah terpikirkan untuk masuk ke dunia entertaint, awalnya di rekomendasikan oleh teman kuliahnya untuk mengikuti casting iklan sebuah kosmetik dan ternyata Dania berhasil mendapatkan iklan itu.

Kini dia justru menjadi Brand Ambasador produk kecantikan. Tak hanya itu, sebelumnya dia pun pernah menjadi bintang iklan dari beberapa produk lainnya.

Karena itu, sejak menyelesaikan S2-nya, dia pun menjadi aktif di dunia entertaint. Meski begitu, dia tetap mengutamakan keluarganya meskipun terkadang ada beberapa pekerjaan yang mengharuskan dirinya meninggalkan keluarganya.

Dania memang memiliki pesona yang seakan tak pernah pudar. Usianya sudah lebih dari kepala tiga. Namun, orang lain mungkin tak akan menyangka. Dia masih terlihat cantik dan tampak awet muda. Jika bergandengan dengan Rayna, mungkin orang lain juga akan mengira Dania adalah kakak dari Rayna.

Bab 03

Di tempat lain, tepatnya di salah satu sekolah elit di Sydney, Australia.

Note: anggap saja Rayna dan Raydan menggunakan bahasa Inggris saat di sekolah.

Author tidak akan menulis memakai bahasa Inggris disini. Biar nggak rancu kalian nya karena harus ada terjemahannya juga.

Author pun sebetulnya nggak pintar banget bahasa Inggris, sih🤭

*******

Plak.

Rayna menggeser kacamata yang dia kenakan saat mendongak dan melihat orang yang baru saja melemparkan buku di atas mejanya.

"Kerjakan tugas aku!" ucap seorang murid laki-laki.

"Kenapa harus aku?" tanya Rayna menatap heran pada murid laki-laki itu.

"Kenapa? Ya, karena aku yang mau!" ucap murid laki-laki itu.

"Aku nggak mau," ucap Rayna sambil melihat ke arah bukunya yang ada di atas mejanya.

Murid laki-laki itupun menyeringai dan membungkukkan tubuhnya, membuat kepalanya sejajar dengan kepala Rayna.

"Kalau kamu nggak mau, aku akan cium kamu di depan murid lainnya," ucapnya sambil tersenyum penuh arti.

Rayna sontak membulatkan matanya karena terkejut mendengar ucapan murid yang terkenal nakal di kelasnya itu.

Brak.

Rayna menggebrak mejanya, membuat murid pria itu membulatkan matanya karena terkejut. Meski selama dia satu kelas dengan Rayna, Rayna bahkan jarang bicara dan anaknya tak terlalu senang bergaul. Namun, dia tak menyangka ternyata Rayna bisa marah.

Rayna menatap tajam ke arah murid laki-laki itu.

Meski wajah Rayna terlihat lugu, namun melihat tatapan tajamnya membuat siswa itu sampai menelan air liurnya.

Rayna pun keluar dari kelas dan pergi menuju toilet.

Dia membasuh wajahnya berkali-kali dan menatap dirinya di cermin.

'Ya ampun, kenapa semua pria sama aja? Benar-benar menjijikan,' gumam Rayna.

Sedangkan di dalam kelas, murid laki-laki itu masih terdiam sambil tak henti memikirkan Rayna.

Ada suatu hal yang membuatnya entah mengapa menjadi tertarik pada Rayna.

Dia pun tersenyum kecil dan tak lama pandangannya teralihkan saat Rayna kembali masuk ke dalam kelas.

'Hem... Kita liat aja nanti,' gumam murid laki-laki itu.

*******

Tak terasa jam sekolah pun berakhir.

satu persatu pelajar mulai meninggalkan sekolah.

Sementara di dalam suatu kelas, masih terlihat beberapa siswa yang masih berkumpul di dalam kelas.

Dia adalah Raydan dan siswa lainnya juga.

Ada Brian juga di sana.

Pria bule berwajah cukup tampan dan bertubuh tinggi.

"Gimana, yang kemarin?" tanya Brian sambil menyeringai menatap Raydan.

"Lumayan, sayangnya aku ke tangkap basah sama Rayna. Dia bahkan ngancam mau laporin ke Mommy sama Papa." ucap Raydan.

Brian terkekeh geli mendengar ucapan Raydan.

Sementara Raydan justru menatap Brian dengan tatapan bingung.

"Apanya yang lucu?" tanya Raydan.

"Kamu." ucap Brian.

"Aku? Kenapa?" tanya Raydan masih dengan ekspresi bingung.

"Ayolah, ini sudah zaman apa? Kenapa masih saja takut ketahuan Mommy dan Papa kamu? Itu hal biasa dan wajar saja." ucap Brian.

Raydan pun tersenyum tipis.

Orang lain mungkin bisa berpikir seperti itu.

Tetapi, Mommy dan Papanya sudah terlalu baik memperlakukan nya. Tentu saja meski Raydan nakal di luar, tetapi dia tak pernah membuat keributan. Dia hanya nakal sebatas suka menggoda gadis-gadis cantik yang ada di sekolah. Sama dengan sang Papa dulu, dia pun tak suka terikat suatu hubungan dengan seorang wanita. Karena itu, dia lebih senang hanya dengan sekedar jalan saja.

Raydan bahkan masuk ke dalam peringkat tiga besar di kelasnya dalam setiap tahun.

Sepertinya, Raydan ini benar-benar paket komplit. Selain tampan, populer, pintar pula.

Jadi, senang bermain-main pun menjadi suatu hal yang wajar baginya.

Meski begitu, nakalnya pun masih dalam batas kewajaran.

"Hai, Babe." panggil seorang siswi yang memakai seragam ketat dengan rok yang benar-benar mini dan kaus kaki panjangnya.

Gadis cantik dengan bentuk tubuh yang sempurna untuk gadis seusianya.

Gadis itu bernama Jenny, dia adalah siswi yang cukup populer di sekolah.

Namanya bahkan tak asing di telinga para pelajar di sana. Karena selain cantik, Jenny juga putri dari salah satu konglomerat di Sydney.

Jenny merangkul Raydan yang masih duduk di kursinya dengan manja.

Raydan pun tersenyum tipis tanpa mengatakan apapun.

"Sial, yang jomblo mendingan pergi saja." ucap Brian.

Raydan dan Jenny pun terkekeh melihat ekspresi kesal Brian.

"Kita duluan, Bro." ucap Brian sambil bangun dari duduknya.

"Loh, bareng." ucap Raydan.

Brian mengerutkan dahinya dan mengalihkan pandangannya ke arah Jenny.

Seolah memberi isyarat pada Raydan, bahwa bagaimana dengan Jenny, jika Raydan pergi bersamanya?

Raydan pun mengerti maksud Brian.

"Babe, sorry, ya. Aku nggak bisa temani kamu. Aku mau samperin Rayna, kelasnya pasti sudah selesai." ucap Raydan sambil bangun dari duduknya.

"What? Rayna lagi?" tanya Jenny dengan nada tak percaya.

Raydan pun mengangguk santai.

"Kenapa Rayna terus, sih? Kamu nggak pernah mau jalan sama aku, kamu selalu sibuk sama Adik kamu, gadis yang nggak jelas itu." ucap Jenny dengan nada kesal.

Raydan mengepalkan tangannya.

Mendadak dadanya terasa sesak mendengar Jenny mengatai Adiknya seperti itu.

Brak.

Jenny membulatkan matanya saat tiba-tiba Raydan menendang kursi di hadapannya.

"Jangan ganggu aku lagi." ucap Raydan dengan penuh penekanan.

"What? Ke-kenapa?" tanya Jenny dengan bingung.

"Karena kamu nggak ada artinya di banding Rayna, gadis yang kamu bilang nggak jelas, itu." ucap Raydan dengan menatap Jenny dengan tatapan tajam.

Jenny menelan air liurnya.

"A-aku minta maaf, Babe. Aku nggak sengaja bilang gitu, tolong tarik lagi ucapan kamu, ya. Aku nggak mau putus dari kamu." ucap Jenny sambil mencoba memegang tangan Raydan, namun Raydan segera menepisnya.

"Apa? Putus?" tanya Raydan.

Jenny pun mengangguk.

Raydan terkekeh geli mendengar ucapan Jenny.

"Putus, kamu bilang? Sejak kapan kita pacaran? Aku bahkan nggak pernah nyatakan cinta ke kamu." ucap Raydan.

Jenny mengerutkan dahinya, dia merasa bingung dengan ucapan Raydan.

"Apa maksud kamu, sih? Kalau kita nggak pacaran, terus selama ini kita apa?" tanya Jenny.

"Aku nggak pernah anggap kamu pacar aku, aku dekat sama kamu, ya, hanya anggap kamu sebagai teman. Teman di saat aku suntuk dan merasa bosan." ucap Raydan dengan nada geram.

Dia emosi mendengar ada orang lain yang menjelek-jelekkan Adik kesayangannya itu.

Beruntunglah Jenny seorang wanita, Karena jika tidak, Raydan mungkin sudah menghajarnya hingga babak belur.

"Dan sekarang, aku nggak merasa bosan lagi. Jadi, aku sudah nggak butuh kamu lagi." ucap Raydan sambil tersenyum sinis dan pergi meninggalkan Jenny.

Jenny pun mengepalkan tangannya kuat-kuat, dia tak mengatakan apapun lagi. Hatinya sungguh hancur mendengar ucapan Raydan.

Dia pun terus memperhatikan Raydan yang perlahan mulai keluar dari dalam kelas dan pergi menuju kelas Rayna.

Sesampainya di kelas Rayna.

Raydan tersenyum saat melihat Adik kesayangannya itu tengah duduk sambil cemberut.

"Hai." sapa Raydan.

Rayna memutar bola matanya.

Dia sungguh kesal karena harus menunggu cukup lama di dalam kelas.

Dia pun tak mengerti pada Abangnya itu. Karena setiap kali jam sekolah selesai, Rayna tak boleh pergi meninggalkan kelas sebelum Raydan menjemputnya.

"Abang, lama, nih." ucap Rayna dengan nada kesal.

"Sorry, tadi ada kelas tambahan." ucap Raydan sambil mengusap kepala Rayna.

Rayna menepis tangan Raydan dan bangun. dari duduknya.

"Kelas tambahan sama si Jenny?" tanya Rayna.

Raydan hanya tersenyum tipis.

"Dasar , nggak jelas." ucap Rayna dengan kesal sambil menghentakkan kakinya dan melangkah keluar kelas.

Raydan pun terkekeh melihat tingkah Rayna yang menurutnya justru lebih menggemaskan saat tengah marah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!