NovelToon NovelToon

Fragment Of Time

Dunia Asing

...BAB 1...

...「Dunia Asing」...

Dingin, sangat dingin, suhu dingin yang membekukan segalanya, entah itu perasaan, kesakitan, penderitaan, kelaparan, ketidakadilan, kegelapan, cahaya, segalanya dibekukan oleh suhu dingin yang membekukan segalanya, termasuk waktu.

Dunia yang menderita ini, entah diselamatkan oleh waktu, atau dihancurkan secara perlahan, ia tidak memiliki pilihan lain selain membekukan waktu. Semuanya hancur, kehancuran yang seakan akan neraka merangkak keluar dari tanah.

Mengerikan.

Menyedihkan.

Menyakitkan.

Mematikan.

Memilukan.

Menggelikan.

Menjijikan.

Satu-satunya cara adalah kembali ke masa lalu. Namun tidak ada satupun orang yang pantas memiliki kekuatan ini, di dunia ini. Namun ia hanya bisa berharap.

Siapapun itu, entah dia akan menghancurkan dunia ini, atau menyelamatkan dunia ini, itu semua akan diserahkan kepada orang itu. Sungguh dosa yang sangat besar untuk menyerahkan segala dosa kepada orang lain.

Namun ia tidak memiliki pilihan lain.

Dunia dimana makan atau dimakan, bunuh atau dibunuh, hidup atau mati yang ditentukan oleh setiap langkahnya, bagaikan berdiri di benang tipis, sangat tipis sampai tidak ada yang dapat melihatnya, jika salah satu langkah. Tidak. Jika salah keseimbangan, posisi badan, pergerakan kaki, konsentrasi, pernafasan, perkiraan. Segalanya akan berakhir. Dan saat ini, dunia telah terjatuh dari benang tipis itu. Benar. Bukan hanya makhluk-makhluk yang memiliki akal budi. Namun juga dunia ini. Dunia yang dikatakan kekal dan tidak memiliki akhir, telah jatuh dalam jurang. Tinggal menunggu waktu saja sampai dunia ini mencapai dasar jurang itu, dimana neraka berada.

Untuk menyelamatkan dunia ini dari takdirnya, harus ada yang mengubah takdir itu. Untuk melakukannya, harus ada yang kembali ke masa lalu, menulis ulang cerita ini. 

Akan ku warisi kekuatan ini kepada orang lain. Karena ku sudah tidak sanggup menahan segala dosa yang telah dan tengah diperbuat oleh makhluk di dunia ini. Sungguh dosa yang berat memang, meninggalkan masalah terbesar yang dapat dibayangkan manusia. Dia menyerahkannya kepada orang lain. Lebih parahnya lagi, itu hanya orang asal pilih, dia tidak tahu siapa yang akan menerima tanggung jawab ini, dia hanya dapat berharap pada orang itu.

...×××...

"Eh?"

Suara yang sedang kebingungan, suara yang menyatakan sebuah pertanyaan, namun itu juga suara yang datar.

"Sejak kapan aku berada di tempat ini?!"

Setelah menyadari dirinya tidur di tumpukan jerami dalam kandang kuda yang bau kotoran, dia dengan panik berlari keluar kandang.

"Apa ini?"

Tempat yang asing dan sepi, sepinya dapat membuat seseorang merinding.

"Semacam desa?"

Tempat yang lebih besar sedikit dan lebih bagus dari sebuah desa pada umumnya, jalan yang dilapisi bebatuan bata yang disusun sangat rapi, namun tempat yang terlihat sudah ditinggalkan cukup lama, dan warna sore pada langit, memberikan nuansa bersejarah.

"Apa tidak ada siapa-siapa disini? Halooo?"

Suara yang feminim meneriakan banyak pertanyaan. Tubuhnya yang ramping dan terlihat atletis, seperti sebuah tubuh yang ideal, namun dadanya yang datar dan tingginya yang lebih pendek namun tidak terlalu pendek dari orang pada umumnya, orang-orang pasti akan berpikir umurnya masih sangat muda. Rambut hitam halus nan indahnya, serta matanya yang berwarna oranye, juga wajahnya yang imut, ia memancarkan aura menenangkan. Namanya Elizabeth atau dapat disingkat menjadi Elise.

"Lah? Kok aku tidak pakai baju?"

Wushhh~

Angin berhembus, menghasilkan suara dedaunan musim gugur, memberikan hawa dingin pada tubuh tanpa busananya.

"Brrrr..."

"Tempat ini sangat dingin, aku harus mencari pakaian sebelum malam hari."

Seharusnya ada sesuatu yang dapat dikenakan di desa ini, begitu pikirnya.

Meskipun ia sesungguhnya tidak merasakan dingin sedikitpun.

Elise berjalan-jalan menelusuri desa itu, atau lebih tepatnya sebuah kota kecil. Dia memasuki sebuah rumah, Rumah yang berdebu, banyak sarang laba-laba, kayu-kayu rumah yang sudah keropos dimakan rayap, Elise pun takut terhadap rumah itu namun dia mencari-cari sampai kedalam-dalamnya, apa ada baju yang bisa dikenakan olehnya.

"Hmm?"

"Ini pakaian yang cukup tebal dan berat."

Baju berwarna putih, ukiran batik berwarna biru di ujung lengan baju panjangnya dan dibagian bawah bajunya, serta ukuran yang sedikit lebih besar dari tubuhnya, memberikan penilaian bahwa baju itu sedikit kelonggaran untuknya. Beserta dengan celana panjangnya yang memiliki ciri-ciri yang sama.

itu baju yang berat. Namun sesungguhnya tak terasa berat sama sekali oleh Elise, hanya terlihat berat saja.

Dia membersihkan cermin yang ada di samping lemari itu, cermin yang sudah berdebu, Elise membersihkannya menggunakan telapak tangannya.

"Yah, setidaknya ini dapat menghangatkanku dalam kondisi sekarang ini dan juga, aku harus mencari tahu sebisaku apa yang sedang terjadi sekarang ya."

Sesaat di keluar rumah, ingin mencari tahu lebih lagi tentang kondisinya, dia dihadapi dengan pecahan-pecahan cahaya yang mengelilinginya.

Ada yang berwarna merah, ada pula yang biru, ungu, kuning, putih, dll. Mereka semua adalah pecahan cahaya yang cukup kecil, sekecil serangga, dengan jumlah yang sangat banyak, mereka terlihat seperti jangkrik yang sedang bermigrasi. Mereka memberikan pemandangan yang sangat teramat indah pada tempat itu. Bagaikan pelangi di tanah. Begitu indahnya, Elizabeth mengaspirasi keindahan itu untuk beberapa waktu. Mengamati, memandangi, menyentuh, mengikuti, mengejar.

"Tu-tunggu, kalian ingin kemana?"

Mengejar mereka dengan berlari pelan, mereka semua bepergian ke arah matahari terbenam. Elise yang tidak memiliki tujuan mengikuti mereka, berharap dapat menemukan seseorang di jalan.

"Hmm?"

Jumlah mereka bertambah drastis setelah Elise mencapai ke sebuah lapangan rumput yang luas, itu merupakan pemandangan paling indah yang dapat orang bayangkan. Pemandangan pelangi. Tidak, itu adalah pemandangan bintang-bintang di alam semesta, namun dilihat secara dekat, sangat dekat, sampai kau dapat berada ditengah-tengahnya.

Apapun itu, tidak ada yang bisa mengalahkan keindahan pemandangan bagaikan lukisan maestro ini. Sebuah lukisan yang teramat realistis, sampai-sampai dapat masuk kedalam lukisannya.

"Woah."

Mata Elise bebinar-binar melihat pemandangan bercahaya ini.

"Tapi, ini apa?"

Mengajukan pertanyaan kepada sebuah masterpiece ini adalah hal yang bodoh.

Sesaat mereka menghilang dari pandangan Elise, membuat Elise terkejut karena kehilangan mereka secara tiba-tiba, seperti sedang kabur dari predatornya.

"Eh? Ada apa?"

Mungkin mereka ada urusan lain, begitu pikir Elise, namun di satu sisi, Elise merasakan sesuatu yang berbahaya.

Hari sudah gelap, tidak ada cahaya, tidak ada suara, semuanya gelap gulita. 

Ada seseorang disana. Tidak. ada banyak orang di kota kecil itu, orang-orang yang berbicara dari sama lain, mereka sepertinya penduduk kota kecil itu. Namun tidak masuk akal rasanya, bahwa ada banyak orang yang tinggal disana. Elise pergi mendatangi mereka.

"Selamat malam semuanya."

"Aku tidak tahu datang dari mana, namun sekarang aku punya banyak pertanyaan. Memang tidak sopan jika aku mengajukan pertanyaan. Tapi  perkenalkan namaku Elise, Elizabeth."

"..."

Mereka semua terdiam dengan wajah pucat pasi yang terkejut.

"Dia dapat melihat kita?"

"Dia dapat bertutur kata dengan kita?"

"Dia barusan memperkenalkan dirinya?"

Setiap orang mengajukan pertanyaan yang berbeda-beda, tapi setelah beberapa saat-

"Ahh, maaf, kamu bilang namamu Elise ya? Tidak apa-apa, kamu pasti lelah ya? Kamu boleh menetap disini jika kamu mau."

Orang yang berbicara memiliki wajah bagaikan orang yang sudah mati, matanya yang tidak berkedip sama sekali, kulitnya yang putih pucat, bajunya yang serba putih, ekspresinya yang dipaksa, serta gerakan mulutnya saat sedang berbicara sangatlah tidak natural.

"Benarkah? Aku sangat berterima kasih, namun aku tidak dapat membayar apapun."

"Tidak masalah, kami pun punya banyak pertanyaan kepadamu."

"Oh, baiklah kalau begitu."

"Ikutilah aku."

Setelah diantar menuju sebuah rumah di tengah kota kecil yang gelap gulita itu, mereka mulai menyalakan lampu-lampu di dalam rumah itu, berserta di luar rumah, mulai dinyalakan lampu, dapat dilihat dari jendela rumah itu.

"Maaf, kami hanya punya air biasa, kami juga tidak memiliki apapun untukmu makan, sayangnya."

"Itu bukan masalah kok, aku punya masalah yang lebih penting dari itu."

"Ah, benar juga, namaku..."

"Iya?"

"Kamu boleh memanggilku Lilyth."

Nama yang bagus adalah apa yang dipikirkan oleh Elise, namun sebelum ia dapat mengatakannya, Lylith memulai pembicaraan.

"Kamu boleh menanyakan apapun, aku akan menjawabnya sebisaku."

"Baiklah, kalau begitu, ini tempat apa?"

"Ah, nama kota ini adalah kota Melifac, kami tinggal disini secara damai, kami juga sangat jarang, sangat jarang berinteraksi dengan orang luar, jadinya kami tidak tahu banyak tentang dunia di luar kota kami."

Kata "sangat jarang" dikatakan dua kali, seakan-akan mengatakan bahwa mereka hampir tidak pernah berinteraksi dengan orang asing.

"Ohh, ah! Benar juga, aku mengambil pakaian ini tanpa ijin dari desa ini tadi sore, maafkan aku!"

Sambil menutup kedua tangan di atas kepala yang ditundukan, dia meminta maaf kepada Lilyth. 

"..."

"Itu tidak apa, kurasa. Kamu boleh mengambil baju itu sesuka mu, anggap saja sebagai oleh-oleh dari kami. Kami harap kamu menyukainya."

Sesaat wajahnya berubah menjadi cemas, dia memaksakan wajahnya untuk tersenyum. Senyuman yang dipaksakannya dapat membuat orang salah paham bahwa dia adalah seorang psikopat.

"Ah, begitu ya, aku sangat menyukai pakaian ini, terutama ukiran biru nya ya!"

Sambil tersenyum lebar, Elise mengatakan aspirasinya terhadap ukiran batik itu.

"Baguslah jika begitu. Apa kamu punya pertanyaan lain?"

"Saat ini aku sedang kebingungan dengan apa yang terjadi. Tiba-tiba saja aku ada di tumpukan jerami dalam kandang kuda. Aku juga tidak ingat apapun."

"Itu sangat disayangkan ya..."

"Ada apa?"

Kata ragu-ragu dari Lylith, membuat Elise memiringkan kepala, dan mengkhawatirkan kondisi Lylith, karena dia juga tidak tahu banyak hal tentangnya, dia khawatir apa ada yang salah.

"Ah bukan apa-apa, kamu tidak perlu khawatir padaku. Tapi, apa aku boleh mengajukan pertanyan juga?"

"Ah, tentu saja boleh kok."

"Apa kamu... "

Lylith menutup matanya, memikirkan kata-kata yang tepat untuk pertanyaannya.

"Bagaimana bisa kamu melihat kami?"

Mata Elise mebelalak, sedikit terkejut dengan pertanyaan absurdnya.

"Apa maksudmu? Aku bisa melihat kalian karena aku punya mata untuk melihat."

"Hmm... begini, kami sesungguhnya hanya penduduk yang sudah mati."

"..." Elise terdiam.

"Kota kecil ini bukanlah tempat yang cocok untuk anak semuda dirimu, jika bisa, besok pagi kamu sudah harus pergi jauh dari sini. Bagaimanapun caranya."

Kalimat penuh kekhawatiran dan permohonan, membuat Elise agak takut.

"Apa kamu mendengarkan?"

"Eh, iya tentu saja, aku hanya terkejut."

"Jawaban dari pertanyaan-pertanyaanmu tidak dapat ditemukan disini, kamu akan menemukan jawabannya di luar kota."

Seakan-akan memahami kondisi Elise, Lilyth berkata demikian.

"Kamu hanya dapat melihat kami sesaat matahari terbenam, saat matahari terbit nanti kamu tidak akan dapat melihat kami, namun kami dapat melihatmu. Kamu tidak perlu mengatakan selamat tinggal kepada kami, karena kami hanyalah orang-orang yang sudah mati, mengatakan selamat tinggal itu-"

"Aku paham."

Itu akan terasa jahat, jika dikatakan demikian. Mengatakan selamat tinggal kepada seseorang yang sudah meninggalkan dunia ini rasanya jahat. Elise sudah memahaminya.

"Terima kasih." tutur Lylith.

...×××...

Pagi hari telah tiba, Elise terbangun di sebuah Kota mati itu. Dia bersiap-siap dan kemudian memulai perjalanannya ini.

"Terima kasih, semuanya" ucap Elise.

"Inilah awalku, namun mungkin saja ini akan menjadi akhirku, tetapi aku harus memulai agar aku dapat maju ke depan, agar aku dapat melihat dunia yang luas ini, aku akan memulai petualanganku di sini, aku akan memulai ceritaku disini, menulis ceritaku, dari sebuah Dunia Asing."

Para Bandit

...BAB 2...

...「Para Bandit」...

Elizabeth mengikuti jalan, berjalan cukup lama. Dia belum makan ataupun minum, dan dia sudah berjalan seperti 4 jam lamanya.

Namun Elise tidak merasa lapar maupun haus, juga tidak merasa pegal ataupun capek. Bahkan Elise sendiri tidak menyadarinya. Yang diketahui adalah jalan ini akan membawanya ke sebuah peradaban. Setidaknya itu yang dikatakan Lylith.

Berjalan di sebuah dataran yang mempunyai banyak pohon, namun tidak sebanyak hutan. Langit yang cerah berawan, kemungkinan hujan nanti malam. Elise terkadang harus berhenti untuk mengamati jalannya lagi. Kata Lylith, jalan itu bukanlah jalur yang ada di tanah, melainkan bebatuan yang berjajar, namun jika kamu tidak mengamatinya secara detil, bisa saja kamu kehilangan jalurmu. Bebatuan yang dimaksud adalah bebatuan yang memiliki ukiran samar yang sama dengan bajunya. Entah kenapa bisa sama, mungkin penduduk disitu mengikuti ukiran dari bebatuan-bebatuan unik ini, atau mereka mungkin memahatnya, tapi kesimpulan kedua itu tidak masuk akal.

Dia tidak tahu berapa lama dia harus mengikuti jalan panjang dan samar ini, kemungkinan saja, dia akan kehilangan jalurnya secara tidak sadar. Dia berharap akan mendapatkan sebuah tumpangan.

Dan sesaat dia memikirkannya-

"Heh, lu cantik juga ya"

"Bener tuh! Dia bisa dijual dengan harga yang cukup mahal."

Dia dihadapi oleh sekelompok preman atau bandit. Mata Elise mebelalak terkejut karena orang pertama yang ia temui adalah orang-orang yang menyedihkan.

Dengan melihatnya saja ia sudah paham.

Meski dia sudah bertemu dengan orang lain sebelumnya, namun mereka mengakui bahwa mereka adalah orang mati.

Satu orang yang berada di tengah pandangan Elise adalah orang yang berbicara pertama kali, rambut hitam acak-acakanya, tubuh kekar dan luka-lukanya di wajah, beserta satu mata yang pupilnya terlihat tidak memiliki warna. Ia buta sebelah. Baju yang dikenakannya adalah baju hitam ala bandit.

Sesaat wajah terkejutnya berubah menjadi wajah yang cemas.

Meski begitu dia tetap bersyukur dapat bertemu seseorang, setidaknya mereka dapat diajak berbicara, pikirnya.

Ketiga orang itu sepertinya. Tidak. Ketiga orang itu akan melakukan hal yang jahat kepada Elizabeth.

"Siapa kalian? Bolehkah aku bertanya sesuatu kepada kalian? Aku, saat ini sedang mencari sebuah jawaban."

Itu adalah hal pertama yang dikatakan Elise kepada mereka.

"Hah? Memangnya lu ngapain disini? Anak kecil kayak lu gak seharusnya bisa ada disini." 

"Meskipun tubuhku kelihatan lebih kecil dari kalian, umurku ini sudah 18 tahun genap, dan juga aku tidak yakin aku terlihat seperti anak kecil."

"Yah daripada lu banyak ngomong mending lu ikut kita aja dah."

"Ehh?!"

"Apa yang kau lakukan, lepaskan aku!!"

Genggaman yang sangat kuat mencengkram pergelangan tangan kanan Elise. 

Namun rasanya sama sekali tidak sakit. 

Elise ditarik secara paksa sampai tiba ke sebuah kereta kuda, dimana di dalam kereta itu ada sebuah kurungan besi yang sempit, hanya sedikit lebih besar dari tubuh Elise saat meringkuk.

Tangan Elizabeth diikat dengan tali tambang sama dengan kakinya,  diikat sangat erat agar Elise tidak banyak bergerak di dalam kurungan yang sudah sempit itu. 

"Haaah?!" pikir Elise dalam hati.

Mereka membawa Elise pergi jauh dengan kereta kuda itu. Yah, mungkin saja permintaan Elise terkabulkan, meski yang membawanya adalah sekelompok bandit, setidaknya ini lebih baik dari sendirian pikirnya.

"Maaf, tapi kita akan pergi kemana?"

"Sudah jelas lah? Kita akan menjualmu pada pedagang budak yang ada di kerajaan."

"Ehhhhhh? Kenapa bisa begitu? Kok tiba-tiba aku mau dijadikan budak?!"

...×××...

"Berapa lama kita akan pergi?"

"..."

Tidak ada yang meresponnya.

Keretanya telah berhenti. Sepertinya mereka sudah sampai ke tujuannya, atau mungkin sedang mengistirahatkan kudanya. Karena sudah sangat lama sekali sejak Elise dibawa oleh mereka.

Jika dilihat dari celah-celah kurungan mereka ternyata mereka sedang berkumpul bersama orang lain. Bukan hanya bertiga, namun ada kelompok lainnya, dengan jumlah yang bervariasi, mereka pun membawa kereta kuda mereka sendiri, yang membuat Elise dapat membedakan kelompok-kelompok mereka. Kemungkinan besar mereka juga bandit yang mirip seperti bandit yang menangkap Elise. Itu dikarenakan bukan hanya Elise yang berada di kurungan kecil itu, ada banyak dari mereka dengan ukuran kurungan yang berbeda-beda dengan jumlah yang berbeda-beda. Kemungkinan mereka adalah orang-orang yang akan dijadikan budak seperti kondisi Elise saat ini.

Kelompok bandit lain itu mengamati Elise.

"Dia pasti akan sangat mahal jika dijual ya, tapi daripada dijual dengan harga pasaran, kenapa tidak dilelang saja?"

"Benar juga, mungkin dia akan terjual dengan harga 10 koin suci ya."

"Aku akan dilelang? Bagaimana ini? Aku tidak mau dijadikan budak, aku bahkan tidak tahu menahu tentang dunia asing ini." pikir Elise.

Namun bandit yang menyarankannya untuk dilelang kelihatan tenang dan bijaksana.

Aneh rasanya kalau seorang bandit yang menyarankan hal seperti itu akan mendapat penilaian serupa.

"Lu, siapa nama lu?"

"Namaku Elise, Elizabeth. Hanya itu, aku tidak punya nama belakang."

"Begitu, nama gua Barit si bandit."

Wajahnya yang tenang, janggut pendek dan tipisnya, membuatnya terasa seperti orang berumur 30 tahun keatas.

"Lebih baik lu nurut aja sama kami, dan jangan membantah perintah yang diberikan, atau kau akan ku cambuk." lanjut Barit.

Meski begitu penilaian banditnya masih belum menghilang dikarenakan kalimat mengancam tersebut.

"Anu, kenapa aku ingin dijadikan budak?"

"Tentu saja, karena kau adalah perempuan yang lemah, bahkan tidak memiliki nama belakang, kau adalah orang yang terbuang, memangnya kau harus mengajukan pertanyaan seperti itu?"

"Iya, itu karena aku, saat ini masih punya banyak pertanyaan, dan tiba-tiba saja aku ingin dijadikan budak membuatku kebingungan."

"Apa-apaan."

"Diamlah dan jangan banyak berbicara!"

"Ugh..."

Elise yang menjawab tanpa berpikir panjang dijawab kembali dengan jawaban yang lebih mengancam dan galak.

...×××...

Hanya Elise yang dikeluarkan dari kurungan itu, itu dikarenakan Elise adalah yang paling berharga, paling mahal diantara yang lain, paling cantik, paling imut, paling ramping diantara yang lainnya.

"To-tolong berikan kami makanan." Kata salah satu budak.

"Apa katamu?! Makan aja tanah yang ada di bawahmu, kalo udah kau bisa makan *** lu sendiri!"

Budak-budak yang lainnya diperlakukan kasar ketika mereka mencoba memohon makan, ketika mereka mencoba berbicara satu sama lain, ketika mereka ingin tidur, ketika mereka ingin menangis, ketika mereka meringis kesakitan, ketika mereka menatap para bandit dengan tatapan penuh kebencian serta kemarahan, ketika mereka memberikan ekspresi tidak senang atau ekspresi lainnya, yang diperbolehkan adalah ekspresi kesedihan. Itu sudah cukup kejam bagi siapapun yang masih normal melihatnya.

Waktu telah berjalan sampai tengah malam, di tengah dataran luas ini, mereka minum-minum dan mencoba untuk melecehkan Elise. Tentu saja Elise menolak diperlakukan mesum seperti itu. 

"Hahh?"

Dengan suara melirihkan salah satu bandit itu mulai berkata-kata.

"Oi, oi, kenapa kau mundur kebelakang gitu? Emangnya kau bisa apa kalo udah dipasung seperti itu?" Lanjut bandit itu.

"Tolong jangan dekat-dekat."

Dengan suara sedih dan putus asa, ia meminta tolong ke para bandit itu. Suara ketakutan dan gemetaran, ia yakin mereka tidak akan mempedulikannya.

"Kenapa kalian melakukan ini? Aku tidak mengerti. Bukankah kalian dapat melakukan hal yang lebih baik?"

"Apa maksud lu? Di dunia ini, yang ada hanya makan atau dimakan, bunuh atau dibunuh, hidup atau mati, imajinasi anak kecil lu gak bakalan cocok di dunia ini."

"T-tapi, bukankah itu jahat? Bukankah itu kejam? Bukankah seharusnya bisa menjadi lebih baik seandainya begitu?"

"Hentikan Idealisme konyol lu itu!! lu yang kagak tau apa-apa, yang bisanya bermanja-manja ama emak lu, harus diberi pelajaran!" kata Barit.

"Memangnya itu salah? Bukankah kau berpikir semuanya akan lebih baik jika begitu? Mungkin itu terdengar ambisius bagimu, tapi kenapa tidak bisa? Kenapa tidak? Wajah kalian yang menyedihkan ini, bukankah kalian bisa menjadi lebih baik?! Bukankah kalian berpikir ini adalah perbuatan yang salah?! Tidakkah kalian merasa berdosa?! Memangnya kalian ini apa?! Kalian memiliki hati nurani kan?!! Kalian memiliki pengetahuan akan hal baik dan yang salah kan?! Kalian menganggap diri kalian ini manusia bukan?!!"

Setelah mendengar ocehan Elise yang panjang lebar, Barit mengambil cambuknya dan mulai melambungkan ujung cambuknya ke atas.

Namun sesaat itu juga-

"ROOAARRRR!!!"

Orang itu mati. Mati dihadapannya. Barit Mati dengan cara yang sangat mengerikan, tubuhnya dirobek dari bahu kanannya sampai ke pinggang kirinya lewat belakang.

Darah muncrat kemana-mana, darah yang berwarna merah gelap, dalam jumlah yang sangat banyak, darah itu telah melapisi tanah dengan warna merah tua.

Dibelakang bandit-bandit itu dan di depan Elise, terdapat mahluk buas yang mengerikan. Dengan tubuh beruangnya yang masif disertai dengan tubuhnya yang dilapisi zirah besi yang kusam, ukuran tangan yang seukuran batang pohon, dan kepala harimaunya yang disertai tanduk rusa, itu adalah mahluk yang sangat mengerikan. Melihatnya saja dapat membuat orang-orang muntah dan bergemetar hebat.

"Aaaaaarghhhhh!!!"

"ROOAAAAR!!!"

Seketika orang kedua yang mati dihempas ke sebuah pohon sampai pohon itu runtuh. Namun sebelum pohon itu jatuh ke tanah, pohon itu telah bersandar pada pohon-pohon lainnya.

Orang ketiga,

Orang keempat,

Orang kelima,

Orang keenam dan ketujuh,

Orang kedelapan,

Orang ke-

"Ti-tidak, tolong hentikan."

Tidak menerima kenyataan yang baru saja dikatakan Barit. Kata-katanya telah menjadi sebuah kenyataan yang kejam.

Terlalu kejam, mati dengan cara seperti itu. Ini pertama kalinya bagi Elise, untuk melihat sebuah monster mengerikan ini, rasanya seperti makhluk dari neraka.

Orang ke-17

Orang ke-19

Orang ke-20

Orang ke-21

Orang terakhir itu adalah orang ke-21

Jantung berdetak sangat cepat sampai wajahnya memerah, tubuh yang bergetar hebat, serta giginya yang tidak dapat berhenti bergetar bisa saja dia memotong lidahnya sendiri dengan ketakutan ini,wajah panik dan mata yang begitu ketakutan meminta segalanya untuk berhenti.

Meski begitu, sesungguhnya segalanya sudah berhenti. Tidak sebenarnya masih berlanjut. Hanya berakhir, itulah kenyataannya.

"He-ntikan"

Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan. Hentikan.

..."BERHENTILAH!!!"...

Seketika semuanya berhenti, segalanya mengambang dan menjadi stagnan.

(AU N: Kata Hentikannya bukan untuk dibaca, hanya sebagai kontras saja, ada banyak komen tentang hal ini).

Kenyataan Baru

...BAB 3...

...「Kenyataan Baru」...

 

"A-pa yang terjadi?"

Semuanya berhenti secara tiba-tiba, mengabulkan permintaan mati-matian gadis itu. Elizabeth yang sedang melihat kengerian yang stagnan, seakan-akan waktu telah dihentikan.

"Kenapa segalanya membeku?"

Segalanya menjadi stagnan. Cahaya, bayangan, dedaunan dari pohon, debu, darah yang masih mengudara, pencahayaan yang biasanya memberikan efek 3 dimensi pada suatu objek pun telah berhenti, memberikan kesan yang tidak biasa. Tentu saja itu berlaku kepada Elise, meskipun dia bergerak, pencahayaan saat sebelum segalanya menjadi stagnan, Elise memberikan semacam efek 2.5 dimensi. Cahaya yang berada disitu pun hebatnya dapat digerakan bagaikan menggerakan angin kaku.

Setelah menenangkan sedikit dirinya, Elise mengambil sebuah belati yang berlumuran darah bandit itu. 

"..."

Wajahnya ragu-ragu, karena ia tidak memiliki keberanian untuk melihat darah yang berlumuran pada belati itu.

"Aku harus mengambilnya, dan memotong tali ini"

Namun apa yang akan dia lakukan selanjutnya? Melihat orang-orang itu mati, dan orang lain yang berada di ambang kematian, apa yang akan dia lakukan terhadap hal itu? Menyelamatkannya? Bagaimana? Membiarkannya? Itu terlalu jahat. Lalu apa keputusan yang tepat? Takdir tidak dapat diubah, takdir mereka sudah ditentukan sejak awal kelahiran mereka, takdir segala sesuatu pastilah kematian, kehancuran, kemusnahan. Setiap orang akan menemui takdir kematian mereka, namun yang membedakan kematian mereka semua adalah caranya, apakah mereka mati secara terhormat, ataukah mereka mati secara tercela?

"Aku harus mencari cara untuk menyelamatkan mereka semua" pikir Elise.

"Kasihan mereka, mati dengan cara sekejam ini, dan hanya aku yang akan selamat, itu terlalu egois,"

"Tapi bagaimana? Saat ini bagaimana bisa-"

Sesaat dia menyadari apa yang tengah terjadi dia mulai membuat kesimpulan yang akurat.

"Oh,"

"Waktunya berhenti? Bagaimana bisa itu terjadi?"

"Apa karena aku?"

Dia tidak tahu kenapa dia bisa melakukan ini? apa dia yang melakukannya? Itu adalah kesimpulan yang absurd namun tidak ada kesimpulan lain yang dapat ia pikirkan. Dan untuk membuktikan hal itu, dia harus mencoba melanjutkannya.

"LANJUTKAN-"

Seketika kekejaman itu berlanjut.

"HENTIKAN-"

Seketika kekejaman itu berhenti.

Dia dapat menghentikan dan melanjutkan waktu, alasannya tidak diketahui, namun jika begitu, apakah dia dapat memutar ulang dunia? Menulisnya kembali? Dan yang terpenting, apakah dia dapat mengubah takdir?

"Aku harus mencobanya, jika tidak, aku tidak akan tahu."

Tanpa pikir panjang, Elise mencoba memutar ulang waktu.

"PUTAR ULANG-"

Seketika pemandangan kilas balik memenuhi pemandangannya. Tidak, tapi memenuhi pikirannya.

"Eh?"

Berada di tumpukan jerami dalam kandang kuda yang-

"Aku harus melakukan sesuatu!"

...×××...

"Kenapa dia keliatan panik dan terburu-buru bos?"

"Mana gua tau lah, kita nggak bisa masuk ke dalem kota sakral itu, gua juga kagak mau kena kutukan yang sama kayak orang-orang yang tinggal disitu."

"Terus,  kenapa dia bisa bertahan disitu bos?"

"Bodo amat lah, yang penting kita harus bisa nangkep dia."

"Itu bener sih, tapi bagaimana caranya?" ucap bandit ketiga.

"Cih, Diamlah dulu Alto."

Nama bandit ketiga itu Alto, dia memiliki tubuh yang agak gemuk, juga suaranya yang pas dengan tubuhnya, dia pun memberikan kesan pemalas.

"Kita mendingan tungguin dia keluar dulu, sampe pergi jauh dari sana, abis itu baru kita tangkep dia." ucap Goin.

Yang barusan berbicara adalah ketua kelompok itu, dia adalah orang yang buta sebelah. Sedangkan yang selanjutnya berbicara adalah Garfiel, dia orang yang kurus namun tidak kurus kering.

"Gimana kalo dia bisa sihir?" Kata Garfiel.

"..."

Membutuhkan waktu untuk memikirkan solusi untuk hal ini, karena jika memang benar kalau orang itu bisa sihir maka habislah mereka.

"Aarrghh, Bodo amat lah! Nggak peduli dia bisa sihir kagak, kita harus tangkep dia bagaimanapun caranya! Kalo dia memang bisa sihir, harganya pasti bisa lebih mahal, gimana sih kau!" Kata Goin.

"Bener juga ya! Kita harus menjualnya apapun yang terjadi!" kata Alto.

Mereka menunggu sampai besok pagi, menunggu anak itu untuk pergi keluar kota, pergi, pergi sangat jauh dari kota terkutuk itu. Pergilah sejauh mungkin dari kota itu.

"Bagaimana ini bos? Bukannya udah jauh banget?" Kata Garfiel.

"Iya tuh, kalo nunggu mulu nanti nggak dapet-dapet."

"Uhh, Okelah, demi keluarga kita, kita harus melakukannya."

Mengatakan demi keluarga mereka, membuat Garfiel dan Alto memiliki tekad yang lebih kuat untuk menangkapnya, Meski mereka berpikir semoga saja anak itu bukan penyihir.

"Heh, kau cantik juga ya." ucap Goin.

"Bener tuh! Dia bisa dijual dengan harga yang cukup mahal." ucap Garfiel.

"Ah, Tolong temukan aku dengan Barit secepatnya." anak itu berkata.

"Ap-"

"Gimana bisa lu tahu tentang dirinya?! Dari mana lu denger itu hah?!" Lanjut Goin.

Mereka semua menatap anak itu dengan wajah yang syok dan takut.

"Hmm? Ada apa? Aku sudah pernah-"

Anak itu berhenti sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, dia sepertinya menyadari sesuatu.

"Kau udah pernah ketemu sama si Barit?"

"Eh? Ah, bukan kok, aku hanya, uhmm..."

"Oi! Cepetan ngomong! Begimana bisa kau tau soal Barit?!"

"Aku, tidak bisa bilang."

"Apa?!!"

Anak itu menjadi ketakutan dan terancam, sepertinya Goin tidak bisa menjadikan anak ini sebagai budak kalau sudah begini jadinya. Goin mendeham dan mulai berbicara lebih tenang.

"Maaf, aku terlalu kasar."

"Ehh?"

Suara kebingungan dari anak itu, membuat kelompok bandit itu menjadi kebingungan juga.

"Bener juga ya, namaku Goin, yang kurus ini Garfiel, sama yang gemuk ini namanya Alto."

"Ah."

Entah apa masalahnya, anak itu sepertinya kehabisan kata-kata. Pertama-tama dia meminta agar dipertemukan dengan Barit, namun setelahnya anak itu tidak dapat mengatakan satu kata pun. 

"Kalau begitu perkenalkan, namaku Elizabeth, Elise."

"Begitu ya, kalo gitu, boleh kutanya kau, bagaimana caranya kau bisa tau tentang Barit?"

"Itu… rahasia"

Ingin dipertemukan dengan Barit, nanun anak itu, Elise tidak ingin memberitahu alasan pengetahuannya tentang Barit. Sungguh tidak sopan.

"Kalau begitu, setidaknya kau bisa kasih tau kenapa kau mau ketemuan sama si Barit?"

"Aku bisa memberitahunya saat sudah bertemu Barit si Bandit."

"!!!"

Goin memegang kedua pundak Elise, semakin menunjukan keterkejutannya terhadap pengetahuan Elise.

"Ehh? Ah, Ada apa??"

"Kau, sampe mana kau tau persoalan Barit?!!"

Mengatakannya dengan lugas dan cepat, membuat Elise panik dan kebingungan, seperti anak kecil yang sedang tersesat mencari ibunya.

"I-Itu!"

"Lu ga bisa kasih tau juga ya? Okelah, aku ketemuin kau sama si Barit, nanti aku juga bakal tau alasannya ya."

"Eh?! Benarkah? Aku sangat berterima kasih lho."

"Ah, uhmm... tentu saja."

Wajah senang sampai mulut Elise menganga tersenyum, senyuman yang sangat manis, sampai bisa membuat orang-orang mendapat penyakit gula hanya dengan melihat senyumannya.

Barit yang menjawabnya dengan canggung dan ragu-ragu memberikan kesan pemalu kepadanya.

"Tapi, aku tidak bisa membayarnya lho, soalnya aku tidak punya uang."

"Itu nggak apa, selama kau nggak ngelakuin yang aneh-aneh sama kami."

"Baiklah!"

...×××...

Mereka sedang dalam perjalanan menuju kelompok-kelompok lainnya, tapi kali ini, Elise tidak diikat ataupun dikurung.

"Kau, keliatannya udah tau kalo kita pengen menangkapmu "

"Benarkah? Dan juga,  aku ini punya sebuah nama, memanggil seseorang dengan kata "Kau" diawal itu sedikit tidak sopan, pikirku."

"Be-begitu ya, kalo gitu aku minta maaf, Elise ya?"

"Itu benar."

Mengatakannya dengan senyuman manis, semua orang pasti akan ragu membantahnya.

"Kalau begitu boleh ku tanya sesuatu?"

"Iya?"

"Kau baru saja dari kota itu, mengambil pakaian, dan segera pergi dari situ, bukannya menurutmu itu hal yang aneh?"

"Kalian mengikutiku?"

Setelah Elise menyadari bahwa keberadaannya diikuti, dia menjadi penasaran, kenapa mereka tidak segera masuk dan menangkap Elise pada garis waktu sebelumnya?

"Kenapa kalian tidak mencoba menangkapku saja saat aku ada di kota itu?"

"Oh."

"Jadi kau mengetahuinya ya?"

Goin dan Elise berada di tempat duduk bagian depan, tempat untuk mengemudikan kudanya, sedangkan Garfiel dan Alto duduk di bagian belakang, mereka hanya mendengarkan dari situ.

"Uhmm, ah, bagaimana ya?"

"Begitu. Kau sudah mengetahui segalanya sejak awal kami disitu ya?"

"I-Itu benar."

"Tempat itu adalah tempat yang terkutuk, itu adalah kota yang sudah dimakan oleh Cacing Viel."

"Cacing Viel?"

Belum pernah mendengar nama hewan itu, tapi sepertinya itu lebih mirip monster, dilihat dari perbuatannya.

"Cacing itu ada puluhan ribu jumlahnya, mereka tidak bisa mati, salah satu cara membunuh mereka hanyalah dengan menghilangkan induk mereka."

"Lalu, dimana induk itu?"

"Nama induk itu adalah Viel, dia adalah monster yang berwujud manusia. Dia tidak bisa dibunuh namun bisa disegel atau dihilangkan."

Kata dihilangkan agak membingungkan Elise yang tidak tahu apa-apa.

"Maksudnya dihilangkan itu dipindahkan ke tempat yang sangat jauh, jauh sekali dari dunia ini." ucap Alto.

"Eh? Tapi bagaimana caranya?"

"Entahlah, itu adalah kesimpulan dari banyak orang, entah siapa yang pertama kali membuat kesimpulan itu, Viel sudah menjadi cerita umum masyarakat."

"Cacing Viel…"

"..."

Waktu sudah mulai malam, tidak seperti sebelumnya, mereka berangkat menuju kelompok lain delapan jam lebih cepat dari sebelumnya.

Berada di ditengah pepohonan, duduk di api unggun yang menghangatkan dinginnya malam, Elise mulai berbicara.

"Bolehkah aku mengajukan sebuah pertanyaan?" Kata Elise.

Di malam hari ini mereka bermalam di dekat sungai mengalir.

"Kenapa kalian mencoba untuk menjadikanku sebagai seorang budak?"

"Bahkan sampai situ ya."

"Kami harus melakukanya untuk membayar hutang-hutang kami. Jika tidak keluarga kamilah bayarannya." Lanjut Goin.

"Hutang? Hutang apa?"

"Kami bertiga sudah berteman sejak lama sekali, apapun yang kami lakukan, kami lakukan bersama-sama, kami bersenang bersama-sama, tapi itu sudah sangat lama ya." 

"Kami berjudi untuk mendapatkan perhatian para wanita dikasino itu, kita senang bermabuk-mabukan, bahkan istri kami pun sering sekali memarahi kami. Kami mempunyai hutang sebanyak 10 koin suci."

"10 koin suci?! Apa itu mahal?!"

Mengatakannya secara panik meskipun tidak tahu apa-apa soal mata uang di dunia ini, Elise mengatakannya sebab dia panik terhadap kondisi mereka yang lebih menyedihkan dari ekspetasinya.

"Itu sangat mahal, kau bisa saja membeli sebuah mansion dari uang sebanyak itu, koin suci bukanlah uang yang digunakan secara umum pula." Kata Garfiel.

"Begitu."

Dengan ekspresi sedih dan khawatir mengatakannya, Elise sangat peduli terhadap para bandit itu.

"Maaf ya, kami tidak akan menjadikanmu budak kok, lagipula kau sudah mengetahui tentang Barit si Bandit." ucap Goin.

"Ada apa tentang Barit?"

"Hanya orang-orang khusus dan para Bandit setia yang mengetahui nama aslinya, jika kau mengetahui namanya, pastinya kau adalah orang yang penting."

"Ah."

Mengetahui informasi itu, Elise merasa sangat beruntung terhadap posisinya saat ini, meski masih ada masalah yang sangat teramat penting untuk tidak dipikirkan setiap waktunya.

"Kau sangat mirip dengan istriku." Kata Goin diam-diam.

"Eh? Ada apa?" tanya Elise.

"Ahh, bukan apa-apa kok."

Goin panik setelah melihat Elise yang sepertinya mendengar kata-katanya.

"Hmm... baiklah."

...×××...

Pagi hari menjelang siang Elise bertemu dengan Barit si Bandit, wajah terkejut Barit karena Elise mengetahui tentang dirinya, meski dirinya tidak pernah memberi tahu persoalan namanya.

"Lu ini sebenernya siapa?" Kata Barit.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!