Gunung Bunga Persik pernah menjadi lokasi berdirinya salah satu sekte aliran lurus terbesar di dunia persilatan tetapi pertempuran besar 50 tahun lalu mengubah Gunung yang dulunya dipenuhi dengan pohon bunga persik menjadi tanah kematian.
Selama puluhan tahun terakhir, tempat ini terabaikan bahkan berganti nama menjadi Gunung Tengkorak Iblis karena begitu banyaknya jasad yang terkubur di tempat ini.
Setelah sekian lama tidak berpenghuni, hari ini Gunung tersebut menjadi tempat pertempuran besar lainnya. Terlihat di bawah cakrawala biru, seorang pria paruh baya sedang dikepung oleh puluhan orang lain.
“Senior Xiao, serahkan Kitab Dewa Naga Surgawi maka kami akan biarkan kau tetap hidup.”
“Senior Pedang Suci jangan keras kepala, anda tidak mungkin menang menghadapi kami semua yang ada di tempat ini.”
“Xiao Chen! Kau pikir dengan Kitab Dewa Naga Surgawi bisa bertindak sesukamu? Jika kau tidak menurut maka aku akan menuntut balas atas sekte-sekte yang kau hancurkan!”
Satu demi satu orang berusaha membujuk pria paruh baya di hadapan mereka, semua orang sadar meskipun jumlah mereka jauh lebih banyak tetapi setidaknya puluhan orang akan kehilangan nyawa jika pertempuran sungguh terjadi. Sebab itulah tidak ada yang menjadi penyerang pertama karena mengetahui mereka pasti kehilangan nyawa jika melakukannya.
Pria paruh baya itu hanya tersenyum tipis mendengarkan semua perkataan tersebut, namanya Xiao Chen yang juga dikenal sebagai Pendekar Pedang Suci. Biarpun sekilas terlihat seperti berusia 50-an tahun dan baru sebagian rambutnya yang memutih tetapi sebenarnya Xiao Chen telah berusia 92 tahun.
“Andai aku memiliki sepuluh… tidak, lima tahun lagi saja maka diriku tidak akan kesulitan lolos dari mereka semua.” Batin Xiao Chen saat memeriksa sekelilingnya.
Semua yang hadir di tempat ini adalah pendekar tingkat tinggi dari aliran lurus maupun sesat, tidak sedikit yang merupakan kepala sekte. Berkumpulnya mereka semua adalah karena ingin merebut Kitab Dewa Naga Surgawi, yang merupakan ilmu silat tenaga dalam paling hebat di dunia persilatan.
Xiao Chen menghela nafas panjang ketika mengingat semua ini dimulai 70 tahun lalu, dunia persilatan gempar karena kemunculan kembali Empat Kitab Ilmu Tanpa Tanding berserta Tujuh Pusaka Penguasa Dunia. Semua itu menjadi awal sesuatu yang disebut Era Kekacauan.
Begitu banyak manusia yang gugur dalam Era Kekacauan dan di saat bersamaan juga bermunculan bakat-bakat dalam dunia persilatan, orang-orang yang dijuluki sebagai Pahlawan ataupun Penjahat Besar tetapi Xiao Chen bukan salah satunya.
Xiao Chen memejamkan matanya, dirinya memahami bahwa hari ini tidak mungkin bisa keluar hidup-hidup dari tempat ini. Meskipun semua bisa melihat Xiao Chen memejamkan mata tetapi tidak satupun dari mereka mencoba menyerangnya.
Satu demi satu kenangan kembali terlintas dipikiran Xiao Chen, dia sebenarnya adalah anak biasa yang berasal dari keluarga sederhana. Suatu hari saat usianya masih 5 tahun desanya diserang oleh para perampok, dirinya ditangkap dan berniat dijual sebagai budak tetapi dirinya berhasil lari ke hutan yang menjadi lokasi pertemuannya dengan seseorang yang mengubah hidupnya. Xiao Chen bertemu seseorang yang menjadi Gurunya dan membawanya masuk ke dunia persilatan.
Xiao Chen memiliki bakat yang bagus dalam seni pedang, tetapi sayangnya akibat trauma masa kecil, dirinya enggan belajar bela diri dan memilih untuk menghabiskan waktunya belajar seperti sarjana. Gurunya tidak pernah memaksanya dan membiarkan Xiao Chen bersikap seperti yang dia inginkan.
Ketika Xiao Chen berusia 17 tahun, sang Guru meninggal akibat penyakit yang telah lama dideritanya. Saat itulah Xiao Chen menyadari seharusnya dia mempelajari bela diri, namun semua telah terlambat. Lima tahun kemudian Era Kekacauan terjadi dan sekte tempat Xiao Chen bernaung menjadi salah satu yang binasa pada tahun-tahun awal Era tersebut.
“Jika dipikir kembali, semua terasa benar-benar aneh…” batin Xiao Chen sambil mengelengkan kepalanya.
Xiao Chen menjadi satu dari sedikit orang yang berhasil selamat dari kehancuran sektenya, dengan niat membalas dendam Xiao Chen menghabiskan seluruh waktunya untuk mempelajari seni bela diri. Pada akhirnya Xiao Chen tidak pernah mendapatkan sesuatu yang sebenarnya mudah bagi kebanyakan orang seperti cinta, wajah seseorang muncul saat dirinya mengingat itu.
“Jika dipikir lagi, aku bahkan tidak pernah mengenggam tangan seorang gadis…” tiba-tiba Xiao Chen merasa ingin meneteskan air mata tetapi dia tidak bisa melakukannya di depan semua pendekar ini.
Saat berusia 72 tahun, Xiao Chen merasa dirinya telah menghabiskan hidupnya secara sia-sia, meskipun memiliki pencapaian yang tinggi dalam ilmu pedang setelah berlatih 50 tahun tetapi nyatanya dia tidak bisa membalas dendam.
Tidak pernah Xiao Chen menduga dirinya akan cukup beruntung menemukan Kitab Dewa Naga Surgawi, ketika berlatih sesuai kitab tersebut bukan hanya ilmu tenaga dalamnya meningkat pesat tetapi tubuhnya juga menjadi lebih muda.
Memang di dunia persilatan Xiao Chen sudah melihat beberapa jagoan hebat yang memiliki tenaga dalam tinggi mampu tetap terlihat muda, dia tidak menyangka dirinya juga akan bisa merasakan pengalaman yang sama.
Xiao Chen mengurung diri selama lebih dari sepuluh tahun sebelum muncul kembali di dunia persilatan untuk membalas dendam. Ilmu pedang serta tenaga dalam yang hebat membuatnya terkenal dalam waktu singkat dan mendapatkan julukan Pendekar Pedang Suci, salah satu pendekar ternama di dunia persilatan.
Banyak yang bertanya-tanya karena Xiao Chen muncul secara tiba-tiba dan tidak dikenal sebelumnya tetapi memiliki kemampuan yang begitu hebat. Sebab itu banyak yang menyelidikinya dan akhirnya menemukan Xiao Chen memiliki Kitab Dewa Naga Surgawi.
Semua itu membawa Xiao Chen ke situasi yang sekarang dia hadapi. Xiao Chen membuka matanya dan menatap semua pendekar di hadapannya dengan dingin.
“Hari ini langit dan bumi akan menjadi saksi darah kembali tumpah di Gunung ini…” Xiao Chen kemudian mengeluarkan sebuah buku dari pakaiannya, semua pendekar langsung bereaksi karena menyakini buku tersebut adalah Kitab Dewa Naga Surgawi, “Ini yang kalian inginkan? Ambilah!”
Xiao Chen melemparkan buku itu ke langit, belum sempat para pendekar tersebut bereaksi, Xiao Chen menarik pedangnya dan melepaskan sebuah energi pedang yang diarahkan pada buku tersebut.
“Tidak!”
“Apa kau sudah gila?!”
Kitab Dewa Naga Surgawi memang ilmu tenaga dalam terhebat tetapi tetap saja buku yang menyimpan ilmu tersebut terbuat dari kertas biasa. Energi pedang yang berbentuk cahaya biru itu segera menembus buku tersebut, membuatnya hancur menjadi serpihan.
Semua pendekar menarik senjata mereka dan menjadi begitu murka karena tindakan itu sementara Xiao Chen hanya tertawa keras menanggapi mereka.
“Kalian menginginkan Kitab Dewa Naga Surgawi? Tidak akan kubiarkan dalam mimpi kalian sekalipun!” Selesai berkata demikian Xiao Chen maju menyerang dengan pedangnya.
Berkat tenaga dalam yang besar, Xiao Chen memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi membuat gerakannya begitu gesit dan lincah. Dalam waktu beberapa tarikan nafas, dirinya sudah tiba diantara para pendekar dan berhasil melepaskan beberapa tebasan.
Semua terjadi begitu cepat, dua orang pendekar tingkat tinggi telah terbunuh oleh pedang Xiao Chen. Padahal dua orang tersebut sempat menahan pedang Xiao Chen hanya saja tusukan pedang tersebut menghancurkan pedang mereka begitu mudahnya.
Pedang Xiao Chen bukanlah sebuah pedang pusaka, tetapi tenaga dalam yang dialirkan pada pedang tersebut begitu besar membuat pedangnya memiliki daya rusak yang dasyat serta dengan mudah memotong baja seperti memotong kertas.
Para pendekar tidak lagi tinggal diam, mereka menyerang pada waktu hampir bersamaan. Pertempuran sengitpun terjadi antara Xiao Chen melawan puluhan pesilat tangguh. Di hadapan begitu banyak musuh, Xiao Chen tidak sedikitpun gentar bahkan dapat bertarung sambil tersenyum lebar tidak peduli tubuhnya mulai dipenuhi luka.
Pertarungan tidak berlangsung lama, sekitar lima belas menit berlalu sebelum para pendekar bergerak mundur menjauhi Xiao Chen dan memandangnya sambil merasakan ketakutan.
Kondisi Xiao Chen begitu buruk, dia kehilangan lengan kirinya, seluruh tubuhnya dipenuhi luka tetapi dia masih bisa berdiri setelah kehilangan begitu banyak darah. Nafasnya memang berat, tetapi dirinya terlihat masih bisa membunuh beberapa orang lagi untuk mati bersamanya.
“Guruku pernah bilang berhati-hati pada orang tua di dunia persilatan, karena di dunia ini kebanyakan orang mati muda… Hari ini mataku benar-benar terbuka.” Kata seseorang sambil berdecak kagum.
Xiao Chen serta para pendekar yang tersisa memandang ke sumber suara tersebut dan menemukan seorang pemuda yang terlihat berusia 20-an tahun. Mereka semua segera mengenalinya sebagai pendekar muda paling berbakat di generasi ini yang berasal dari salah satu sekte terbesar saat ini.
Pemuda itu melihat sekelilingnya yang kini dipenuhi jasad pendekar tingkat tinggi, dirinya yakin dengan kemampuannya pun sulit untuk melakukan yang diperbuat oleh Xiao Chen.
“Jangan salah paham, aku datang kesini karena mendengar Penguasa Pulau Es datang kemari, bukankah kesempatan langka untuk menyaksikan Penguasa Pulau Es?” tanya pemuda tersebut sambil tersenyum lebar.
Raut wajah para pendekar termasuk Xiao Chen segera berubah, hampir bersamaan dengan selesainya pemuda tersebut bicara, udara disekitar mereka semua terasa lebih dingin.
Xiao Chen memandang ke satu arah dan melihat seorang gadis mendekat dengan cepat dari kejauhan, sekilas gadis tersebut seperti melayang di udara tetapi Xiao Chen mengetahui itu adalah teknik yang bisa dilakukan oleh seseorang yang memiliki tenaga begitu tinggi. Sejauh yang Xiao Chen ketahui, orang yang mampu melakukannya di seluruh dunia persilatan dapat dihitung dengan jari satu tangan.
Ketika gadis itu akhirnya mendarat di hadapan semua orang, mereka dapat melihat wajah gadis itu dengan jelas. Semua berdecak kagum tetapi tidak ada yang berani menatapnya terlalu lama selain pemuda yang merupakan pendekar muda paling berbakat.
“Kecantikan Penguasa Pulau Es sungguh sesuai dengan legenda. Hari ini mataku sungguh terbuka.” Pemuda tersebut tertawa lepas dan penuh kesombongan.
Gadis yang memiliki kecantikan surgawi itu memasang wajah dingin dan tidak berkata apa-apa, selain tiba-tiba mengangkat tangannya.
Satu tarikan nafas berikutnya, tubuh pemuda berbakat itu terlempar beberapa meter sebelum jatuh ke tanah. Tubuhnya membeku dan nafasnya terhenti seketika. Melihat kejadian itu semua pendekar yang tersisa tidak berani menarik nafas, beberapa bahkan segera meninggalkan tempat tersebut.
Xiao Chen tertawa kecil, pemuda itu mungkin yang paling berbakat dari generasinya bahkan mampu mempelajari ilmu silat tingkat tinggi milik sektenya. Masalahnya gadis yang terlihat berusia belasan tahun ini sebenarnya seumuran dengan Xiao Chen.
Bing Ruyue, Penguasa Pulau Es sekaligus satu-satunya jenius bela diri dari Era Kekacauan yang masih hidup sampai hari ini. Bukan hanya menguasai satu dari Empat Kitab Tanpa Tanding tetapi Ruyue juga memiliki satu dari Tujuh Pusaka Penguasa Dunia.
“Dalam tiga tarikan nafas, yang masih berada di sini akan tetap tinggal di sini selamanya…” Bing Ruyue berkata pelan, tetapi semua orang bisa mendengarnya.
Tidak perlu tiga tarikan nafas, belum selesai Ruyue berkata lebih dari separuh pendekar yang tersisa segera meninggalkan Gunung tersebut. Xiao Chen kembali tertawa kecil saat hanya tersisa dirinya dan Bing Ruyue.
“Nyonya…”
“Aku belum menikah.” Bing Ruyue memotong Xiao Chen.
“Ehem… Nona…” Xiao Chen sampai tersedak ludahnya sendiri saat Ruyue memotong perkataannya untuk hal yang menurutnya sepele, “Nona Bing, Aku tidak mengetahui alasan kehadiranmu disini tetapi jika yang kau inginkan adalah Kitab Dewa Naga Surgawi, dirimu terlambat.”
Bing Ruyue mengelengkan kepala pelan, “Aku hanya ingin membantu orang yang berasal dari generasi yang sama denganku. Kudengar kita berasal dari zaman yang sama, tetapi sepertinya aku terlambat…”
Xiao Chen menaikan alisnya, tidak menduga Bing Ruyue berniat datang untuk membantunya tetapi Ruyue benar, dirinya sudah terlambat. Jika bukan karena tenaga dalam miliknya, Xiao Chen sudah lama tewas bahkan pandangannya mulai kabur.
“Nona Bing… Terima kasih atas niat baikmu. Jika ada kehidupan berikutnya, aku akan membalas…” Xiao Chen tidak bisa menyelesaikan kata-katanya sebelum muntah darah, tenaga dalamnya tidak bisa menahan lukanya lebih lama.
Yang bisa Xiao Chen lakukan hanyalah tersenyum selebar yang dia bisa kepada Bing Ruyue, sebelum menghembuskan nafas terakhirnya. Mata Bing Ruyue sedikit melebar ketika menyadari Xiao Chen meninggal dalam posisi berdiri dengan menggunakan pedangnya sebagai penyangga.
Bing Ruyue teringat kata-kata Kakeknya yang sudah hampir dia lupakan, “Hanya pendekar sejati yang meninggal dalam posisi berdiri tegak, tidak peduli jumlah luka yang dia miliki.” Bing Ruyue tidak terlalu mempedulikan kalimat tersebut mengingat kakeknya pun meninggal di atas tempat tidur.
“Tidak kusangka aku akan melihat seorang pendekar sejati disini…” Bing Ruyue tersenyum tipis, dia tidak ingat kapan dirinya terakhir tersenyum. Bing Ruyue melepaskan kalung yang digunakannya kemudian melingkarkannya pada leher Xiao Chen.
“Kalung ini adalah pusaka Pulau Es, dikatakan pusaka ini memiliki kekuatan mengubah takdir…” Bing Ruyue tidak pernah menemukan rahasia dari kalung ini, pada akhirnya dia merasa ini bisa menjadi bentuk penyesalannya tidak bisa menyelamatkan Xiao Chen.
Bing Ruyue kemudian menggunakan tenaga dalamnya untuk menciptakan es disekitar tubuh Xiao Chen, membuat jasadnya terkurung dalam peti es. Bing Ruyue menundukan kepalanya sekali sebelum meninggalkan Gunung itu, tanpa menyadari ketika dirinya membalikan badan sesuatu terjadi pada kalung yang dia berikan ke Xiao Chen.
Sesuatu yang mengubah takdir Xiao Chen dengan cara yang paling tidak terbayangkan.
“Beginikah rasanya kematian…”
Xiao Chen bisa merasakan pandangannya perlahan-lahan menjadi gelap, baginya penglihatan terakhirnya adalah wajah gadis paling cantik di dunia persilatan bisa dikatakan sebagai sebuah pencapaian juga. Xiao Chen setidaknya mampu membalaskan dendam sektenya sebelum meninggal, tidak ada lagi menyisakan penyesalan.
“Benarkah tidak ada lagi penyesalan?”
Xiao Chen rasanya ingin tertawa, karena merasa bodoh. Siapa yang coba dia bohongi? Begitu banyak penyesalan dalam hidupnya yang tidak bisa dia perbaiki tetapi sekarang menyesalinya pun sudah percuma.
“Semua sudah terlambat, kecuali diriku bisa memutar waktu… Pikiran bodoh macam apalagi yang kumiliki.”
Sekarang Xiao Chen merasa berada dalam kegelapan, rasa sakit diseluruh tubuhnya juga perlahan-lahan menghilang menandakan dirinya mulai menuju ke alam baka.
“Guru… Ayah, Ibu… Aku datang…”
Ketika Xiao Chen mulai memilih untuk pasrah dan merelakan semuanya tiba-tiba sebuah cahaya biru terang muncul di hadapannya.
“Oh, inikah pintu menuju alam baka?” Belum sempat Xiao Chen berpikir lebih jauh, cahaya biru terang itu semakin besar dan mendekatinya. Xiao Chen ingin mengamati cahaya itu lebih jauh tetapi ketika cahaya biru itu mengenai tubuhnya, cahaya itu seolah masuk ke dalam dirinya.
Tubuh Xiao Chen kemudian memancarkan cahaya biru terang sebelum pandangannya kembali menjadi gelap, tetapi kali ini seluruh tubuhnya kembali merasakan kesakitan meskipun tidak separah sebelumnya.
“Aduh! Aduh! Apa yang terjadi?!” Xiao Chen berusaha berontak dari rasa sakit yang dia rasakan, bukankah seharusnya dia sudah mati? Mengapa dia masih harus merasa sakit seperti ini?
Ketika Xiao Chen meronta lebih jauh, dia tersadar bisa membuka matanya dan menemukan dirinya sedang berbaring sambil menatap langit malam yang penuh bintang.
“Aku belum mati?” Xiao Chen tidak bisa percaya, dia berusaha mengubah posisinya menjadi duduk tetapi seluruh tubuhnya terasa sakit dan sulit digerakan. Xiao Chen yakin dirinya telah tewas dan tempat ini juga terasa asing baginya, mungkinkah alam baka berbeda dengan yang selama ini dikatakan dalam buku-buku catatan pikir Xiao Chen.
“Oh, kau sudah sadarkan diri? Kupikir akan butuh beberapa hari lagi.”
Xiao Chen kemudian menemukan seseorang sedang duduk di depan perapian tidak jauh darinya, seorang pemuda yang menggunakan topeng besi untuk menutupi sebagian besar wajahnya. Meskipun yang terlihat hanya sepasang mata dan mulut, Xiao Chen bisa mengenali orang tersebut.
“Guru Fang, Mengapa anda masih menggunakan topeng di alam baka? Apa ketampanan Guru tetap membawa masalah di alam ini?” Xiao Chen segera mengenali pemuda ini sebagai Fang An, seseorang yang membawa masuk dirinya ke dunia persilatan.
Fang An yang awalnya mendekati Xiao Chen sambil tersenyum lembut kini menghentikan langkahnya dan menjadi waspada, “Bagaimana kau mengetahui diriku bermarga Fang anak muda? Siapa kau?”
Xiao Chen mengerutkan dahinya ketika mendengar Fang An memanggilnya dengan sebutan anak muda. Xiao Chen memeriksa tubuhnya, tangannya terlihat jauh lebih kecil dan kakinya juga menjadi begitu pendek.
“Apa-apaan…” Xiao Chen memegang kepalanya yang mulai terasa sakit, dia yakin dirinya telah terbunuh oleh luka yang begitu parah tetapi sekarang dia berada di sebuah situasi yang mulai diingatnya, “Bukankah ini pertama kali aku bertemu Guru Fang? Aku kembali ke masa lalu? Bagaimana mungkin?”
Xiao Chen tidak mengerti kondisinya, kepalanya terasa sakit dan dia mulai berteriak histeris. Tidak ada orang waras yang bisa memahami situasi yang terjadi padanya. Fang An yang bersikap waspada kini berubah menjadi iba karena melihat kondisi Xiao Chen.
“Tenangkan dirimu, semua akan baik-baik saja…” Fang An memeluk Xiao Chen yang sedang histeris, anehnya pelukan tersebut menenangkan Xiao Chen setelah beberapa saat.
Fang An tidak memaksa Xiao Chen untuk bercerita lebih jauh melainkan membiarkan Xiao Chen mencerna situasi yang sedang dihadapinya.
Selama semalaman itu Xiao Chen tidak bisa tidur, berusaha mencari penjelasan atas pengalaman yang sedang terjadi padanya ini. Sesekali Xiao Chen bisa mendengar Fang An batuk pelan di depan perapian sepanjang malam.
Melihat Fang An juga tidak tidur karena ingin mengawasi Xiao Chen, khawatir Xiao Chen membutuhkan sesuatu atau kembali histeris lagi membuat Xiao Chen lebih cepat menerima situasinya.
“Mungkin Dewa memberiku kesempatan untuk menyelesaikan penyesalanku…” Xiao Chen tidak peduli lagi apakah semua ini adalah ilusi atau kenyataan, tetapi dia akan menjalaninya. Baginya apapun yang sedang dia alami ini, bisa bertemu dengan Gurunya kembali adalah sebuah berkah.
Xiao Chen tidak mengerti kenapa dia kembali pada saat masih berusia 5 tahun, ketika desanya sudah diserang dan kehilangan kedua orangtuanya. Xiao Chen kemudian menepis pikiran tersebut, karena menyadari kembali ke waktu lebih awal juga belum tentu dirinya bisa menyelamatkan desanya dari serangan perampok.
“Nak, Kau sudah tenang? Bisakah kau menceritakan darimana asalmu? Bagaimana kau berakhir di tempat ini?” Fang An mulai bertanya setelah melihat kondisi Xiao Chen stabil.
Xiao Chen menceritakan semuanya pada Fang An, pada kehidupan sebelumnya butuh waktu lama sebelum Xiao Chen bisa menceritakan semua pada Fang An karena trauma yang dialaminya tetapi kali ini Xiao Chen bisa menceritakan semua dengan lancar.
Fang An cukup terkesima melihat Xiao Chen yang masih begitu muda terlihat tenang menghadapi situasi yang terjadi padanya, Fang An juga bisa melihat semua yang Xiao Chen ceritakan padanya bukanlah sebuah kebohongan.
“Baik, aku memahami situasimu, Bagaimana kau bisa mengetahui margaku? Dan mengapa kau memanggilku Guru?”
Fang An berpakaian seperti orang biasa, selain topeng diwajahnya tentu saja sementara pedang miliknya disembunyikan dengan kain. Tidak akan banyak orang yang berpikir Fang An adalah pendekar dari pembawaannya, mereka hanya akan berpikir Fang An menyembunyikan wajahnya karena luka ataupun parasnya tidak enak dilihat.
Xiao Chen mengaruk kepalanya, dia tidak mungkin menceritakan kenyataan bahwa ini adalah kehidupan keduanya bukan? Akhirnya Xiao Chen hanya bisa mengarang cerita bahwa sebelum bangun dirinya bermimpi dirinya diangkat menjadi murid seorang pendekar bernama Fang An yang juga memakai topeng.
Fang An memandang Xiao Chen dari atas sampai bawah, mengetahui marganya adalah satu hal tetapi mengetahui nama lengkapnya tentu adalah hal yang sangat berbeda. Sejujurnya Fang An sulit percaya cerita Xiao Chen, tetapi disisi lain Xiao Chen hanya anak lima tahun di mata Fang An.
“Tidak mungkin aku meninggalkannya di hutan ini sendiri, dia bilang dalam mimpinya mengenaliku sebagai Guru, apa mungkin benar? Ini takdir?” Fang An mengelus dagunya.
Xiao Chen sedikit khawatir Fang An kali ini tidak akan mengangkatnya sebagai murid karena reaksinya sebelumnya serta Xiao Chen memang begitu mencurigakan tetapi jika Xiao Chen ingin memperbaiki semua penyesalannya di masa lalu, dia harus ikut dengan Fang An masuk ke dunia persilatan.
“Jika kau memang tidak memiliki tujuan, Bagaimana jika kau ikut denganku? Mungkin semua ini memang takdir, aku belum pernah memiliki murid, kau bisa jadi murid pertamaku…”
Fang An belum selesai bicara tetapi Xiao Chen sudah mulai bersujud di hadapannya sebanyak tiga kali sebelum kembali memanggil Fang An sebagai Guru Fang. Semua sikap Xiao Chen ini membuat Fang An sedikit cemas, tetapi pada akhirnya Guru dan murid ini kembali bersama di kehidupan ini.
Tiga hari berlalu sejak Xiao Chen resmi menjadi murid Fang An, mereka sudah meninggalkan hutan dan Fang An mengajak Xiao Chen kembali ke sekte namun perjalanan mereka cukup panjang.
Fang An yang sebelumnya merasa cemas dan khawatir karena Xiao Chen terlalu jauh lebih dewasa dari anak seusianya perlahan-lahan mulai berubah pandangan. Bukan hanya Xiao Chen adalah murid yang baik dan penurut tetapi juga begitu menghormati Guru dan berbakti, membuat Fang An kini memandangnya sebagai anak berbakat.
“Dunia persilatan adalah dunia yang kejam, tetapi selama kau berlatih dengan giat maka setidaknya kau akan bisa bertahan hidup dengan baik.”
Dalam perjalanan Fang An memang tidak banyak menceritakan tentang sekte mereka melainkan memilih memberikan gambaran suasana dunia persilatan pada Xiao Chen.
Xiao Chen merasa sedikit canggung karena sikap Fang An begitu berbeda padanya dibandingkan kehidupan sebelumnya tetapi Xiao Chen memahaminya. Pada kehidupan sebelumnya Xiao Chen merupakan seorang anak lima tahun yang mengalami trauma, penjelasan ini jika disampaikan padanya oleh Fang An hanya akan membuat Xiao Chen memilih untuk menjauh dari dunia persilatan.
Fang An menjelaskan seperti ini pastinya karena memandang Xiao Chen sebagai murid yang berbakat serta berani, memang di kehidupan kedua ini Xiao Chen berniat tidak akan lagi mengecewakan Gurunya.
“Chen’er, Gurumu ini bukan orang hebat di dunia persilatan dan banyak kekurangan, tetapi Guru harap kau tidak menyesali berada dibawah bimbingan Gurumu ini. Andai suatu hari ada pendekar yang lebih pantas mendidikmu, Guru akan membiarkan kau berada di bawah bimbingannya.” Fang An berkata seperti ini sambil tersenyum tipis. Dalam tiga hari saja, Fang An merasa Xiao Chen terlalu berbakat untuk berada di bawah bimbingannya yang belum pernah memiliki satupun murid.
Biarpun Fang An berkata demikian, Xiao Chen mengetahui bahwa Fang An sedang merendah. Sekte yang akan menjadi rumah baru Xiao Chen sekaligus tempat Fang An berasal adalah Lembah Seratus Pedang, meskipun tidak bisa dibilang sebagai sekte besar aliran lurus tetapi tidak terlalu jauh dari itu.
Fang An dikenal di dunia persilatan sebagai Pendekar Berwajah Giok, kemampuan pedangnya juga papan atas yang membuatnya menjadi salah satu pesilat handal di sektenya.
Lembah Seratus Pedang memiliki seratus orang Tetua yang mengurus sekte yang disebut Tetua Pedang. Para Tetua Pedang yang berjumlah seratus orang ini merupakan kumpulan pesilat paling hebat di Lembah Seratus Pedang.
Fang An bukan hanya berhasil menjadi Tetua Pedang paling muda dalam sejarah yaitu saat berusia 19 tahun, tetapi juga murid paling berbakat pada generasinya.
Tentu saja nama Pendekar Berwajah Giok bukan didapatkan dari kemampuannya bermain pedang melainkan hal lainnya.
“Guru, murid hanya akan mengikuti Guru, tidak akan mengikuti yang lain.” Xiao Chen menepis niat baik Fang An, baginya sungguh Fang An hanya satu-satunya orang yang pantas dia panggil Guru di kehidupan sebelumnya.
“Chen’er, Dunia persilatan tidak seperti yang kau bayangkan. Tidak ada salahnya memiliki lebih dari satu Guru, bahkan diriku memiliki tiga guru sepanjang hidupku dan mungkin akan bertambah.” Fang An berkata sambil mengelus kepala Xiao Chen.
Xiao Chen merasa canggung ketika Fang An mengelus kepalanya tetapi tidak berkata apa-apa, Bagaimanapun dirinya memiliki mental orang berusia 92 tahun saat ini. Masalah memiliki lebih dari satu guru juga tidak Xiao Chen bantah lebih jauh.
Menurutnya dengan Kitab Dewa Naga Surgawi yang masih ada dalam ingatannya, dia tidak membutuhkan Guru lain. Selama memiliki waktu, Xiao Chen akan mampu menguasai dunia persilatan dan memperbaiki semua penyesalannya di masa lalu.
“Hari sudah mulai malam, sebaiknya kita beristirahat di tempat itu…” Fang An menunjuk sebuah penginapan sederhana.
Memang jalur yang ditempuh Fang An dan Xiao Chen merupakan jalur perdagangan sehingga tidak jarang ada penginapan serta kedai di sepanjang jalur ini. Beberapa malam terakhir keduanya sudah menginap di alam terbuka, Fang An merasa tidak ada salahnya kali ini mereka beristirahat di tempat ini.
Xiao Chen mengerutkan dahinya, selama beberapa hari terakhir dia berusaha mengingat semua kejadian yang terjadi pada kehidupan pertamanya dimulai dari hari pertemuan dirinya dengan Fang An.
“Bukankah harusnya kami mendatangi penginapan ini setelah seminggu perjalanan?” batin Xiao Chen saat memandang penginapan di hadapannya.
Xiao Chen cukup mengingat penginapan ini karena pada kehidupan sebelumnya saat dia melewatinya, penginapan ini telah menjadi reruntuhan serta dipenuhi banyak jasad. Xiao Chen bahkan kehilangan kesadaran ketika menemani Fang An memeriksa kondisi di dalam reruntuhan tersebut.
Pada kehidupan sebelumnya Xiao Chen berjalan dengan lambat tanpa semangat hidup sehingga membutuhkan waktu jauh lebih lama tiba di tempat ini, sebaliknya sekarang dia berjalan dengan penuh semangat bersama Fang An. Xiao Chen tidak mengetahui apa yang terjadi di penginapan ini dulunya tetapi pastinya bukan sesuatu yang baik.
“Bisa saja semua itu terjadi malam ini…” Xiao Chen berbisik pelan, khawatir dirinya dan Fang An dalam bahaya.
“Chen’er, Apa yang kau pikirkan? Ayo masuk…”
“Guru, Apakah tidak sebaiknya kita melanjutkan perjalanan saja? Murid tidak sabar melihat tempat tinggal yang baru…” Xiao Chen tersenyum canggung.
Fang An tersenyum lembut dan mengelus kepala Xiao Chen, menjelaskan bahwa sekte mereka tidak akan pergi kemana-mana sehingga keduanya tidak perlu buru-buru.
Xiao Chen mengaruk kepalanya yang mulai terasa sakit, sebuah keajaiban dirinya bisa mengalami kehidupan kedua. Xiao Chen tidak ingin terbunuh beberapa hari setelah kelahiran kembalinya, meskipun Fang An memiliki ilmu silat yang tinggi tetapi Xiao Chen tidak ingin mengambil resiko.
“Jika aku bersikeras menolak memasuki penginapan, Guru pasti menjadi curiga apalagi jika nanti dia mendengar sesuatu terjadi pada penginapan ini…” Xiao Chen merasa dilema, tanpa pilihan dia mengikuti Fang An memasuki penginapan.
Xiao Chen hanya bisa berharap bahwa kejadian mengerikan itu tidak terjadi malam ini karena Xiao Chen tidak bisa membantu Fang An andai terjadi sesuatu nanti.
Keduanya kemudian memasuki penginapan yang bernama Penginapan Bulan Perak tersebut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!