"Nama ku Rara Diandra, aku hidup sebatang kara karena orang tuaku meninggal saat usia ku 10 tahun, dan sejak saat itu aku tinggal disebuah Panti Asuhan bernama Harapan Bunda. Tapi saat lulus SMA aku memilih tinggal disebuah kost-kostan yang tak jauh dari tempat ku bekerja". Singkat cerita perkenalan Rara pada seorang gadis bernama Maharani, sejak perkenalan mereka, saat itu juga mereka menjalin persahabatan, Maharani menjadi sahabat satu-satunya yang dimiliki Rara. Karena Rara memang tak pandai bergaul dan juga lebih suka Menyendiri. Tapi sejak hadirnya Rani, Rara jadi terlihat lebih manusiawi, Dia menjadi sangat ceria dan Ramah pada semua orang. Tidak seperti sebelumnya yang selalu diam saja.
"Rara, aku pulang duluan ya, kamu hati-hati dijalan jangan pulang larut malam. Sepertinya di luar sedang gerimis." Ucap Rani rekan kerjanya sekaligus sahabat Rara.
"Iya Ran, aku juga sebentar lagi pulang kok. kamu tak mau menungguku." Sahut Rara memelas.
"Maaf Ra, Rizky sudah menjemputku jadi malam ini kita tidak bisa pulang bersama ya." Balas Rani menyesal karena sudah memilih pacarnya dari pada sahabat nya.
"Ga apa-apa Ran, Kamu hati-hati karena diluar sedang hujan suasana jadi dingin, jangan terlalu lama bersama pacar, karena disaat ada dua insan yang sedang jatuh cinta, disitu akan ada setan yang setia menunggu kalian putus ha-ha-ha..... " Ledek Rara.
"Apan si Ra, kamu doain aku putus ya?" Rani pun membalas dengan mencubit pipi Rara gemas karena ucapan Rara. Mereka tertawa karena lelucon yang dibuat Rara sangat tidak masuk akal.
Rani pun pergi meninggalkan Rara disebuah minimarket tempat mereka bekerja, namun saat Rara hendak menutup minimarket tersebut, datang seorang pria bertubuh Tinggi. Wajahnya ditutupi dengan masker berwarna hitam, bahkan semua yang dikenakannya serba hitam dari Topi, jaket, pakaian dan sepatu yang dikenakan pun tak luput dari warna Hitam, Rara pun terkejut saat mendengar suara dari pria tersebut.
"Permisi." Sapa pria itu.
"I-Iya Kak, a-ada yang bisa ku bantu?" Jawab Rara gagap. Namun bukan cepat membalas, Pria itu heran mendengar ucapan Rara seperti ketakutan.
"Ada apa, apa aku begitu menyeramkan?" Tanya sang pria yang sudah mendekatkan wajahnya ke wajah Rara.
"Tidak Kak, aku hanya terkejut saja, karena kakak tiba-tiba muncul dibelakang ku. Maaf jika membuatmu tersinggung." Jawab Rara santai dengan senyum diwajahnya.
"Aku ingin membeli beberapa barang di sini." ucap Pria tersebut.
"Tapi kami sudah tutup kak." ucap Rara menyesal.
Namun sang Pria hanya mematung mendengar penolakan dari Rara yang tak mengizinkannya membeli barang di minimarketnya. Kemudian tak lama Rara pun mengizinkannya, dari pada terjadi sesuatu karena pria itu tak kunjung pergi.
"Hanya beberapa barang saja kan kak, tidak banyak. kalau begitu kakak masuk aja. Silahkan Kak." Titah Rara mempersilahkan Pria itu untuk mencari barang yang di perlukan, tapi bukan nya ikut masuk kedalam, Rara memilih menunggu di depan pintu minimarket saja, agar sesuatu yang ia takutkan, tak terjadi jika ia didalam bersama pria tersebut.
Sang pria pun terlihat kebingungan, karena tak mendapati seseorang di bagian kasir, akhirnya dia pun keluar.
"Kenapa tidak masuk, Bagaimana aku mengambil rokok di rak sana?" Tanyanya sambil menunjuk sebuah rak yang berdiri tegak di belakang kasir.
"Kakak ambil sendiri aja ya, aku tunggu disini hehe..." Jawab Rara yang menunjukan gigi putihnya, membuatnya terlihat menggemaskan. Mau tidak mau si Pria pun mengikuti perintah Rara, lalu ia keluar kembali dan memberikan beberapa barang yang sudah diambil nya.
"Aku foto aja ya kak, jadi besok aku tinggal scan didata penjualan ku, apa aja yang kakak beli." Ucap nya yang sudah mempersiapkan kamera di telepon genggam milik Rara. Selesai memfoto, pria tersebut langsung memberikan uang 100 Ribu kepada Rara lalu pergi meninggalkan nya.
"Kak tunggu, ini terlalu banyak. Apa tidak ada uang kecil ini hanya 50ribu saja." ucap Rara mengejar sang Pria. Namun tak dihiraukannya, pria itu pergi menjauh meninggalkan Rara dan sisa kembalian belanjaan nya.
"Nanti sisanya aku Sedekahkan saja. " Ingin Rara.
********
Rara pun selesai menutup minimarket tersebut lalu beranjak pulang ke tempat Kost yang ia tempati sejak bekerja. Ini pertama kali nya Rara pulang sendiri, karena biasanya ia akan pulang bersama Rani. Malam ini begitu sepi tak banyak orang berlalu lalang, mungkin karena cuaca malam begitu dingin disertai hujan sedang jadi membuat keadaaan terasa sunyi. Saat melewati sebuah gang kecil yang memang tak pernah sama sekali orang lewati, tiba-tiba saja Rara mendengar suara teriakan seorang wanita meminta tolong, ia berfikir hanya suara orang yang sedang bercanda, namun teriakan itu semakin terdengar jelas membuat Rara memberanikan diri untuk melihatnya.
Ia pun mencari asal suara tersebut, namun betapa terkejutnya saat ia melihat sebuah tangan mencengkram leher seorang wanita dengan sangat kuat membuat sang wanita kesakitan, lalu dengan cepat melempar tubuh wanita itu ke dinding hingga terbentur sangat keras kemudian terjatuh, terlihat darah di sekujur tubuhnya. Sang pria itu pun menginjak telapak tangan wanita tersebut dan berkata.
"Sakit?, kau pantas diperlakukan seperti ini, pergilah ke surga, tidak wanita sepertimu hanya pantas di Neraka. Dasar Jalang." Ucap Pria tersebut walau terdengar Datar tapi begitu sangat menakutkan bagi siapapun yang mendengar nya. Tapi saat hendak menghajar kembali wanita itu, Rara spontan berteriak membuat pria itu terkejut menengok kearahnya.
Setelah memergoki aksi sang pria, Rara berlari semampunya agar tak tertangkap pria itu, berlari dan bersembunyi satu-satunya cara agar terhindar dari kejaran sosok pria misterius tersebut. Rara bersembunyi sebisa mungkin agar tak terlihat oleh sang pria, yang sudah dilihatnya sedang menghajar seorang wanita yang sudah terkapar berlumuran darah, membuatnya terpaksa harus bersembunyi agar tak menjadi korban berikutnya. Namun sayang persembunyian Rara pun diketahui oleh Pria itu dan Rara menjerit ketakutan saat sebuah tangan mencengkram bahunya dengan sangat kuat.
"Aargh sakit, " Jerit Rara yang hampir menangis ketakutan.
Namun tak dihiraukan pria tersebut, Ia hanya memandangi Rara dengan tatapan tajam, karena sudah mengganggu rutinitas nya menghajar para orang-orang yang membuatnya marah. Pria itu masih mencengkram bahu Rara semakin erat membuat Rara merasakan sakit yang amat luar biasa ia rasakan dan saat tangan pria tersebut menuju ke leher Rara, gadis itu menahannya dengan memegang tangan pria itu lalu memohon dengan berujar.
"Aku minta maaf tuan, aku tak sengaja melihatmu, aku hanya sedang melintasi jalanan ini untuk menuju rumah ku, ini jalanan setiap hari aku lalui. Tapi tiba-tiba aku mendengar teriakan seorang wanita. Aku hanya berpikir wanita itu terluka dan sedang membutuhkan pertolongan. Aku benar-benar tak bermaksud untuk ikut campur, aku mohon ampuni aku tuan, jangan sakiti aku, aku berjanji akan tutup mulut aku tak akan menceritakan pada siapapun tentang kejadian tadi. Aku mohon lepaskan aku tuan?" Mohon Rara sambil menangis. Namun tetap tak di hiraukan pria itu, hening, sunyi tak ada suara yang keluar dari mulut mereka, hanya terdengar jelas tangisan lirih Rara bersamaan dengan suara tetesan hujan yang masih setia menghujani tubuh mereka berdua. Rasa takut dan dingin yang mulai menusuk ke dalam tubuh Rara membuatnya lemas dan jatuh pingsan dihadapan lelaki itu.
"Aargh Sial !!! kenapa malah Pingsan merepotkan sekali. " Ucapnya dengan nada kesal.
Namun bukan meninggalkan Rara. Pria tersebut malah menggendongnya ala bridal membawanya menuju kesebuah mobil yang tak jauh terparkir.
"Bawa dia, aku akan bereskan Jalang itu." titahnya pada orang suruhan nya. lalu ia segera kembali ke lokasi tempat wanita itu berada dan dilihatnya wanita itu masih bernafas dengan nafas Terengah-engah.
"Kau selamat malam ini, berterima kasih lah pada gadis itu karena aku akan membiarkan mu hidup. Tapi sampai aku melihat mu masih di kota ini, aku tak akan segan untuk menghajar mu bahkan membunuhmu." ancam sang pria dan berlalu pergi meninggalkan wanita tersebut.
"Daffa... aku mohon jangan tinggalkan aku sendiri disini, Daffa... aku mohon siapapun tolong aku... " Ucap dari sang wanita, tak mempengaruhi keyakinan sang pria untuk benar-benar meninggalkannya seorang diri.
Fisik sempurna dari sang Pencipta begitu luar biasa diberikan padanya, wajah tampan, tubuh tinggi membuat siapa saja melihat akan langsung menyukainya. Namun tak banyak orang mengetahui bahwa dia memiliki Julukan manusia berdarah dingin yang sangat ditakuti. Yaa... dia adalah Daffa Anderson. Pria misterius si psikopat.
Di dalam sebuah kamar yang tidak terlalu besar, namun rapi dan cukup nyaman. Dinding berwarna Hitam putih menjadi warna dominan dikamar itu dan tak banyak hiasan dinding terpaku rapi, menandakan bahwa penghuni kamar itu sangat memperhatikan kebersihan.
"Rara.. " Ibu Rara tiba-tiba datang dengan senyum menghiasi bibirnya.
"Mah.. " Ucap Rara.
"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Ibunya kemudian memeluk Rara. Rara hanya mengangguk kepalanya menandakan bahwa ia baik-baik saja.
"Kamu harus bahagia ya sayang, jaga dirimu baik-baik. Ibu dan Ayah akan selalu memperhatikan mu dikejauhan." Ucap sang ibu lalu melepas pelukannya dan perlahan menjauh dari Rara dan menjauh hingga tak terlihat lagi.
"Ibu!!" Pekik Rara membuka matanya, ternyata hanya mimpi dan saat tersadar ia terbangun lalu menelusuri setiap sudut ruangan tersebut.
"Dimana aku?" gumamnya.
"Jam berapa ini?" Saat menoleh hendak mencari jam, Rara mendapati sosok pria yang tak ia kenal sedang menatap nya. Rara terkejut dan langsung beranjak dari tempat tidur yang sudah membuatnya nyaman semalaman.
"Siapa kamu?" Tanya Rara gugup, namun pria itu hanya diam tak menanggapi pertanyaannya. Selang beberapa menit Rara pun tersadar dengan kejadian semalam, Ia pun semakin merasa takut dan khawatir sehingga banyak sekali pertanyaan-pertanyaan konyol terlontar dalam otaknya.
"Apa kau merindukan Ibu mu?" Tanya Pria tersebut yang tak lain adalah Daffa, membuyarkan lamunan Rara sejenak dan Rara menganggukkan kepalanya, bukan karena menanggapi pertanyaan Daffa, Ia hanya merasa takut karena Daffa tiba-tiba berdiri lalu berjalan menghampirinya secara perlahan. Semakin dekat dan mendekatkan wajahnya ke wajah Rara membuat mata mereka bertemu.
"Apa tuan pria yang semalam?" tanya Rara menghentikan ucapan Daffa, karena tidak mau lagi mengingat apa yang sudah pria ini lakukan.
"Bukan kah sudah ku katakan, aku akan tutup mulut dan tak akan menceritakan pada siapapun. Jadi aku mohon lepaskan aku. " Pintanya memelas.
"Melepaskanmu, apa jaminan yang akan kau berikan agar aku melepaskan mu?" tanyanya balik yang masih dengan posisi mendekatkan wajahnya ke wajah Rara. Rara pun perlahan mundur lalu berkata.
"Aku... Aku bukan seorang yang kaya raya sehingga dapat memberikan uang yang sangat besar pada mu, tapi aku juga bukan seorang pembohong yang akan mengingkari janji ku." ucapnya lembut, membuat Daffa menyeringai.
"Kamu ingat baik-baik wajah ini, jangan sampai kau bertemu lagi dengannya." ucapnya tegas dengan menyentuh dagu Rara.
"Tapi !!!! Jika kita bertemu tanpa sengaja atau memang disengaja oleh ku, kau akan selamanya menjadi milik ku." ucap Daffa penuh penekanan.
"Aku sudah mengetahui semua identitas mu, Jadi Berhati-hatilah nona." ucapnya lagi.
"Mandilah lalu ganti pakaianmu yang sudah ku siapkan di kamar mandi, aku tunggu di meja makan." titahnya tapi dibantah oleh Rara.
"Tidak tuan, aku langsung pergi saja sekarang." pinta Rara.
"Apa kau bercanda, keluar dari apartemen ku dengan penampilan seperti wanita yang habis tidur bersama seorang pria." ucapnya, membuat Rara merasa malu.
"Lagi pula, bukankah hewan yang akan disembelih harus diberikan makan yang banyak terlebih dahulu." Ujar Daffa datar.
"Cepat aku akan menunggumu. " perintahnya tanpa penolakan. Rara pun mengikuti perintah Daffa dan beberapa saat terdengar suara air mengalir yang keluar dari Shower menandakan Rara sudah memulai aktivitas mandinya. Daffa pun tersenyum lalu pergi menuju meja makan.
********
Rara selesai dan bergegas keluar menuju tempat Daffa menunggunya, Rara memakai sebuah dress yang sangat pas ia kenakan, sehingga mempertontonkan lekukan-lekukan indah dari tubuh yang selama ini Ia tutupi dengan pakaian yang longgar. Daffa yang melihat nya pun terlihat terpesona karena bukan hanya cantik Rara ternyata mempunyai tubuh yang indah. Rambutnya sengaja ia gerai terurai, sehingga siapapun yang melihatnya walau tak memakai makeup ia tetep terlihat cantik natural.
Mereka memulai untuk sarapan namun hanya terdengar suara sendok yang beradu dengan piring, tak ada sepatah katapun yang mereka ucapkan, sampai sarapan pun selesai. Rara dengan sigap membereskan peralatan makan, memisahkan mana yang disimpan dan mana yang akan di cuci.
"Tidak perlu, aku yang akan membereskannya. Kau pergi saja." Titahnya yang masih memandang Rara.
"Tapi tuan, biarkan aku membereskan ini semua. karena tuan sudah berbaik hati padaku. Memberikan ku tempat tidur yang sangat nyaman, memberikan ku pakaian dan makanan yang sangat enak dan.... membiarkan ku untuk pergi. Jadi biarkan sekali saja aku melakukan sesuatu untukmu." Ucap Rara sebagai wujud tanda terima kasihnya.
Daffa pun berdiri dan berjalan menghampiri Rara yang sudah sibuk membereskan peralatan makan dari meja ke dapur yang letaknya tak jauh dari meja makan itu, setelah selesai menyimpan makanan ke dalam lemari pendingin, Rara pun segera mencuci peralatan yang kotor, namun tiba-tiba tangannya ditarik oleh daffa membuatnya terkejut dan tak sengaja meletakan tangan nya di dada bidang Daffa.
"Kau benar-benar gadis pembangkang ya." ucap Daffa dan menjentikkan jari nya ke dahi Rara, membuat Rara kesakitan atas perbuatannya.
"Auuwww... Sakit tuan." Rara mengusap-usap dahinya yang sudah memerah untuk menghilangkan rasa sakitnya. Daffa pun semakin erat menggenggam pergelangan tangan Rara membuatnya makin kesakitan.
"Jangan pernah menyentuh barang-barang disini, tanpa persetujuan dariku." ucap Daffa tegas. ia pun melepaskan Rara lalu duduk di Sofa yang menghadap ke arah Rara yang masih memegang pergelangan tangannya yang sakit karena ulah Daffa.
"Siapa namamu dan berapa umur mu?" tanya daffa.
" Aku Rara Diandra dan Umurku 22 tahun." Jawab Rara dengan wajah menunduk.
" Baiklah, sekarang kamu pergi dari sini sebelum aku menjadikan mu korban selanjutnya seperti yang kau lihat semalam. " titah Daffa
"Tuan aku minta maaf, dan Terima kasih sudah berbaik hati melepaskan ku." Ujar Rara
"Tuan-tuan... aku sangat terganggu sekali dengan panggilan mu itu. Panggil aku Daffa!!!. Jika kita bertemu kembali ingat baik-baik namaku dan sapalah aku." ucap Daffa.
"Baik Kak Daffa, Aku permisi." Rara pergi sesegera mungkin menjauh dari Pria bernama Daffa itu. Rara benar-benar masih merasa takut jika tiba-tiba Daffa berubah pikiran, bisa saja dia menjadi korban selanjutnya. Rara menekan-nekan tombol lift yang tak kunjung tiba, sambil sesekali dia menengok ke arah apartemen tempat Daffa tinggal.
"Kenapa lama sekali si Lift nya." gerutu Rara. tiba-tiba terdengar suara pria mengejutkan nya.
"Kenapa belum juga pergi?" tanya Daffa, bagaimana Daffa bisa muncul dengan tiba-tiba tanpa ada suara langkah menghampiri Rara.
"Ini kak, Lift nya gak mau kebuka. aku udah tekan-tekan tombol nya tapi tidak mau terbuka juga. Aku akan lewat tangga darurat saja kak." ucap Rara gemetar saat hendak melewati Daffa, pria itu menahannya dan Ia memegang tangan Rara dan berkata.
"Tunggulah sebentar lagi, Lift nya akan tiba." Ucap Daffa ramah. Tak lama Lift pun terbuka dan Rara segera masuk, dengan cepat ia menekan tombol agar pintu lift segera tertutup, Akhirnya pintu lift pun tertutup terlihat Daffa yang masih menatap Rara kemudian tersenyum.
"Apa tadi aku tidak salah lihat, Dia tersenyum padaku. Aargh.. Jantung ku rasanya mau copot. kenapa pria setampan dia harus semenakutkan itu, benar-benar sangat misterius. tiba-tiba muncul dibelakang ku tanpa bersuara siapa yang tak akan terkejut." Gerutu Rara.
Rara pun keluar dari gedung apartemen Daffa, dan berlari menuju halte bus terdekat, setibanya di bus yang akan ditumpangi Rara, Ia masih membayangkan apa yang terjadi semalam, wajah wanita itu yang terus meminta tolong dan seorang pria Tampan tetapi seorang Psikopat.
"Ra... ini aku Rani, boleh aku masuk." tanya Rani sahabatnya dengan mengetuk-ngetuk kamr kost Rara. Ia pun segera membuka pintu kost nya lalu menarik tangan Rani untuk masuk dan dengan cepat mengunci pintu kamarnya.
"Kamu kenapa si Ra... udah beberapa hari ini aku lihat kamu tuh aneh, jadi suka melamun dan murung, dan seperti yang ku lihat saat ini kamu sangat amat ketakutan. Apa terjadi sesuatu? cerita lah padaku Ra." Ucap Rani khawatir melihat kondisi sahabat nya.
Flashback on.
Sudah 7 hari sejak terjadinya pemukulan terhadap seorang wanita yang tak ia kenal, sejak saat itu pula Rara dihantui rasa bersalah. Ia merasa menjadi manusia bodoh dan lemah tidak dapat menolong sesama wanita yang dipukuli secara brutal oleg laki-laki itu. Dan yang lebih parahnya lagi setiap pulang bekerja, dia seperti melihat sosok Pria yang terus menerus memperhatikan nya di kejauhan, saat Rara berangkat atau pulang bekerja Pria itu sudah menunggu nya di gang tempat yang menjadi saksi kekejaman Daffa. Pria itu memukul, membanting, bahkan menginjak tubuh seorang wanita dihadapan Rara.
Rara benar-benar merasa dihantui oleh sosok Pria bernama Daffa. Pria itu selalu saja muncul di manapun Rara berada, ia sudah mencoba untuk menepis bahwa mungkin ia hanya berhalusinasi, tapi itu semua benar-benar nyata. Daffa selalu muncul di kejauhan dan menatap Rara dengan santainya ia tersenyum, Tapi saat Rara menyadari keberadaan Daffa yang memperhatikannya dikejauhan, tiba-tiba ia menghilang begitu saja entah kemana. Sampai detik ini pun Rara tak berani keluar dari tempat kostnya, ia ingin di dalam kamar saja, karena ia benar-benar merasa takut sekali, bahkan amat sangat takut, tapi ia juga tak berani menceritakan hal ini, ia takut pria itu akan menyakiti orang-orang terdekatnya.
Flashback off.
"Aku baik-baik saja Ran, jangan berlebihan begitu mengkhawatirkan ku, Aku hanya kurang enak badan saja." Jawabnya lemas lalu bersandar di tepi ranjang.
"Apa kau yakin? kau seperti sedang menyembunyikan sesuatu dariku." tanya Rani curiga.
"Tidak Ran, aku tak pernah menyembunyikan sesuatu dari mu. Ran, aku sangat mengantuk sekali, boleh aku tidur sebentar?. Tapi kau tetep disamping ku jangan kemana-mana yaa?" Pinta Rara sambil memegang tangan Rani erat sebagai bantalan. Rani mengangguk, dan membiarkan Rara untuk tertidur dengan memeluk tangannya.
Tak lama Rara pun tertidur sangat pulas sambil memegang tangan Rani, seolah tak ingin sahabat nya itu menjauh darinya. Sejak pertemuannya dengan Daffa Rara memang sulit sekali tidur, dia selalu dibayang-bayangi sosok Daffa. Ciri khas senyum nya yang Ramah namun begitu banyak menyimpan hal yang mengerikan.
"Ada apa sebenernya Ra?, aku tau pasti kamu menyembunyikan sesuatu dariku, aku sangat yakin itu. Tapi apa Ra, sampai membuatmu seperti ini?" gumam Rani dalam hati. Dari pada ia hanya melamun memikirkan Rara yang sudah terlelap, Tak lama Rani pun ikut tertidur disamping Rara.
***********
Keesokan harinya saat Rara terbangun, Ia masih mendapati Rani tertidur disamping nya. Senyum merekah terpancar diwajahnya, Ia sangat bahagia mempunyai sahabat yang begitu peduli dan menyayanginya. Saat itu pula Rara berniat untuk mulai memberanikan diri menghadapi Daffa yang terus menerus muncul di hadapan nya, selama pria itu tidak melakukan sesuatu hal yang membahayakan dirinya, ia tak akan takut. Daffa hanya terus memperhatikan di kejauhan, mungkin dia berfikir bahwa Rara akan melaporkan nya ke polisi. Wajar saja jika dia terus saja muncul dimana pun dirinya berada.
"Apa dia tidak punya pekerjaan, sampai waktunya ia habiskan hanya untuk mengikuti ku saja, Dasar penguntit." gumamnya dalam hati.
Setelah selesai mandi Rara bersiap-siap membereskan beberapa barang untuk Ia bawa ke suatu tempat.
"Loh Ra, kamu udah bangun?" ucap Rani yang terbangun, karena suara bising yang ditimbulkan oleh Rara sedang mengemas barang-barangnya.
"Maaf Ran, aku sudah membangunkan mu." ujar Rara menyesal.
"Kamu mau kemana, udah rapi banget? " Tanya Rani heran.
"Untuk beberapa minggu ke depan, aku akan tinggal di panti Ran, Ibu pengasuh ku sakit jadi aku akan kesana merawat nya. Mungkin aku akan minta cuti sama kak Ferdy untuk beberapa hari saja. Maaf ya Ran jika merepot mu." Ucap Rara.
"Ia istirahat lah, tenangkan dirimu. Disana akan ada banyak orang-orang yang melindungi mu, Jadi kamu tak perlu merasa takut." Tukas Rani membuat Rara terharu mendengarnya.
"Maafkan Aku Ran, aku belum bisa cerita tentang hal ini, aku takut dia akan mencekelakai dirimu. Aku tak mau kamu turut ikut campur dalam hal ini, biarkan aku tanggung sendiri saja ya. Suatu saat aku pasti akan cerita padamu." Pinta Rara agar Rani mengerti apa yang dimaksud nya dan tak banyak bertanya untuk sementara waktu.
"Jangan terlalu lama menutupi hal ini dari ku ya?, kau harus memberitahu ku segera. Berbagi keluh kesah mu padaku, agar tak begitu berat beban yang kau alami saat ini." Pinta Rani kembali, agar Rara segera memberitahu nya dan Rara pun mengangguk kemudian memeluk Rani.
"Terimakasih Ran, Kau memang sahabat terbaik ku." Ucapnya yang di iringi tangisan dan rasa takut yang amat sangat, karena ia takut kehilangan sahabat terbaiknya.
Setelah percakapan panjang, mereka bergegas meninggalkan kost tempat mereka berdua tinggal, lalu berpisah di halte untuk tujuan masing-masing. Sebuah bus jurusan Jakarta terlihat di kejauhan, untuk mempersiapkan para penumpang termasuk Rani, ia ikut berbaris mengantri untuk naik bus tersebut dan meninggalkan Rara seorang diri di halte. Sekejap halte menjadi renggang, menyisakan beberapa orang yang masih setia menunggu bus tujuan mereka, seperti Rara yang menunggu Bus jurusan Bogor. Hari ini ia merasa sedikit lega, karena tak mendapati sosok Daffa saat melewati gang yang menjadi saksi bisu kebrutalan seorang pria pada seorang wanita pada malam itu.
**********
Setibanya di Panti Asuhan, Rara disambut beberapa adik kecilnya yang sudah mereka anggap Kakak. Namun sosok yang biasa menyambutnya tak terlihat, seperti nya memang sedang sakit, jadi sang ibu yang diharapan Rara tak dapat menyapa dan menyambut kehadirannya seperti biasa. Rara segera pergi ke Kamar tempat Ibu asuh nya yang sudah dengan sabar merawat dirinya, Tampak seorang wanita paru baya yang sedang tertidur pulas dengan wajah pucat terlihat lesu sekali. berharap kehadiran Rara dapat segera membuatnya lekas pulih.
Hari-hari Rara habiskan untuk menjaga Ibu asuh nya, memasak lalu menyuapi nya, membantu membersihkan tubuh sang ibu dan membantunya untuk berganti pakaian, Pagi dan Sore mengajak jalan-jalan di sebuah taman yang terletak di halaman panti. Mereka habiskan dengan bercengkrama, sesekali ibunya menggodanya, karena Rara seperti sudah memiliki kekasih, namun selalu saja ditepis olehnya, karena Rara belum ingin memiliki kekasih.
Karena Rara sudah dirawat oleh bu Sita sejak usianya 10 tahun, dan yang terlihat oleh orang lain mereka seperti Ibu dan Anak, padahal mereka sama-sama sudah kehilangan orang yang dicintai dalam hidup mereka. Rara yang harus kehilangan kedua orang tuanya sejak usianya 10 tahun karena sebuah kecelakaan yang akhirnya merenggut nyawa ayah dan ibunya. Kemudian untuk bu Sita sendiri, ia harus kehilangan anaknya yang masih bayi, akibat penyakit yang diderita sang bayi, karena biaya nyawanya tak tertolong. Luka keduanya dapat sembuh seiring berjalannya waktu karena kehadiran Rara bagi Ibu asuh nya adalah hal yang luar biasa dan kehadiran Ibu Sita bagi Rara adalah obat dari rasa kehilangan itu sendiri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!