Seperti biasanya, jika setelah menunaikan ibadah shalat Dzuhur kebanyakan para santri mengambil makanan di tempatnya masing masing, tempatnya juga tergantung pemilihan, ada kos yang dekat dengan masjid, ada juga PA (panti asuhan) yang tempatnya cukup jauh dan letaknya dekat dengan ndalem dan pondok santriwati, akan tetapi harganya relatif lebih murah dari kos dan ada juga santri yang lebih suka memasak makanannya sendiri.
"Padahal udah lulus smp, tapi kok gue masih disini mulu? Kapan gue bisa pulang ke Jakarta lagi?! " gumamku kesal.
Adi sebenarnya tinggal di Jakarta lebih tepatnya Bogor, yang membuatnya berada jauh di Madura adalah karena kesalahannya dalam memilih keputusan untuk melanjutkan smp dimana, waktu itu Adi tanpa berpikir panjang langsung memilih ikut pamannya yang sekolah di SMP/SMA/MA Sunan Ampel yang sekaligus mondok, entah apa yang memicunya langsung berpikir seperti itu.
"Adii," ucap Romi sambil membawa piring plastik yang membuyarkan lamunanku.
"Iya? Kenapa?" tanyaku pura-pura tidak tau.
"Ngambil nasi lahh... Udh laper banget nihh," ucapnya sambil memegang perutnya yang keroncongan.
"Iya iya," jawabku malas.
Aku dan teman teman sekamarku rata rata semuanya lebih memilih PA, bukan karena dekat dengan pondok santriwati, tetapi karena harganya lebih murah dari kos, walaupun begitu ada juga temanku yang memilih PA karena ingin melihat santriwati.
*mungkin aku juga ingin sedikit.
Setelah sudah dekat PA terlihat banyak santriwati berlalu-lalang, dan Romi memanggilku sambil menepuk pundakku.
"Di di, kamu aja nihh yang ngambilin nasinya saya tunggu sini, hehe," ucap Romi sambil memberikan piringnya.
"Dasar makan doang cepet tapi ngambil buat makan sendiri aja malu," kataku mengejek.
"Hehe."
Kemudian akupun berjalan perlahan menuju tempat pengambilan makan dengan kepala menunduk,
*tetapi mata tetap melirik kemana-mana
dan tanpaku sadari yang menjaga PA tersebut bukan pengurus, melainkan santriwati.
"Pengurusnya kemana semua sihh... kebiasaan banget yang jagain nggak ada mulu," gumamku sambil memberikan 2 piring plastik kepada 3 santriwati tanpa melihat wajahnya.
Setalah kulihat wajah ketiga perempuan tersebut, satu dari tiga diantaranya tidak asing bagiku.
"Hmm dia lagi?" ucapku pelan.
Hmm mungkin bisa dibilang perempuan itu tidakku kenal, bagaimana bisa di bilang kenal? nama dan tempat tinggalnya saja aku tidak mengetahuinnya, jadi aku hanya sekedar mengingat wajahnya saja.
Aku bisa ingat wajahnya karena setiap kali aku bertemu dengannya atau kalau dia yang sedang menjaga PA pasti dia akan tersenyum saat memberikan makanan itu kepadaku, tapi anehnya aku pun ikut tersenyum melihatnya seperti itu, kalau sudah seperti ini pasti teman di sampingku yang juga mengambil makan pasti langsung mengejek yang membuatku tersipu malu.
Setelah selesai disiapkan nasi beserta lauknya , perempuan yang kukenal wajahnya itu seperti biasanya, ia selalu memberikannya dengan dibarengi oleh senyuman yang membuatku malu dan ikut tersenyum, apalagi yang paling membuatku malu ketika temannya mendehem yang sengaja mereka lakukan.
Karna menahan malu akupun pergi dari situ tanpa menengok ke belakang, dan menemui Romi yang masih menunggu di dekat ndalem karena ia heran dengan sikapku yang senyum senyum nggak jelas ia pun bertanya.
"Di? Kamu kenapa? Kok senyum senyum kayak orang nggak waras gitu?" tanyanya.
"Udah nggak usah dipikirin," jawabku sambil senyum.
"Dia lagi Di?" ucapnya dengan nada mengejek.
"Nggak tau."
...3 jam berlalu......
Semua santri bersiap untuk melaksanakan shalat ashar berjama'ah, kemudian dilanjutkan dengan pengajian kitab kuning di masjid, banyak santri nakal yang tidak mengikuti pengajian, ada yang beralasan sakit lahh, dikirim lahh, dan ada juga yang mengumpat.
"Adi," ucap fahmi teman sekamarku.
"Iyaa? Kenapa?" tanyaku.
"Nanti abis pengajian selesai, jalan jalan kayak biasa ok," ucapnya sambil membuka kitab.
"Kenapa emngnya?" tanyaku dengan tidak mengharap jawaban karena aku mahh iya iya aja.
"Dari pada maen bola mulu bosen," jawabnya cepat.
"Mandinya? Kalau kamar mandi penuh repot juga nunggunya, kayak nungguin dia yang nggak peka peka." ucapku dengan nada kebucinnan
*Santri kok bucin :v
*Gk tau tuhh authornya ngarangnya kacau :v
"Udah tenang aja, kalau telat ngambil makan juga nanti kita patungan buat beli makan malem," ucapnya meyakinkan.
"Hmm yaudah terserah lahh." jawabku pura pura terpaksa.
Setelah selesai pengajian, semua santri kembali ke kamarnya masing masing untuk sekedar menaruh kembali kitab yang baru saja di pelajari.
Bisa dibilang setelah pengajian ba'da ashar adalah waktu yang kosong, walaupun cuman sekitar satu setengah jam. Biasanya para santri menggunakannya waktu itu untuk bermain main seperti main bola, volly, atau yang lainnya. Tetapi aku tidak, aku biasanya hanya menggunakannya untuk santai.
Di kamar....
"Fahmi, Romi buruan biar nggak terlalu malem baliknya! " ucap yudai yang tidak lain juga teman sekamarku.
"Sebentar ini lagi ganti baju," ucap Fahmi sambil memakai kaos lengan panjang.
"Iya ini lagi ngunci lemari," ucap Romi sambil memutar sebuah kunci.
"Yaudah yuk udah semua nihh, tapi , Di, Kopiah kamu mana?" tanya Romi kepadaku.
"Hmm... Oiyaa ketinggalan, sebentar yaa," ucapku sambil mengambil kopiah yang berada di atas lemari.
Hmm di pondok ini tidak seperti pondok lainnya, yang di pagari besi dan di kunci pula seperti sebuah penjara suci, katanya, namun di pondok ini semua santri di bolehkan keluar pondok, akan tetapi terdapat batasan batasannya, jika melanggar akan kena sanksi yaitu menjadi tuyul pondok alias botak licin,
Dan satu lagi, semua santri juga diharuskan memakai kopiah saat ingin keluar pondok.
Kami berempat pun keliling-liling walaupun sudah sering di lewati tapi tetap saja tidak ada bosannya.
Setelah lama berkeliling kami pun duduk beristirahat di warung mikip, hmm aku pun tidak tau kenapa kebanyakan santri mengatakannya seperti itu mungkin karna si penjaga warung orangnya yang kelewat besar? atau apa? aku tidak tau.
Setelah lama kami membeli makanan dan minuman kami hendak kembali ke pondok tapi hal itu tidak jadi dilakukan karena ada 2 perempuan yang datang ke warung mikip.
Yang satunya berhijab biru tua, orangnya dikatakan tinggi tidak pendek tidak, cara berpakainnya sedehana dan indah parasnya, kemudian yang satunya lagi berhijab hitam, orangnya sedikit tinggi tapi agak gemukan, mungkin parasnya di bilang biasa biasa saja.
Setelah agak dekat jarak kami dengan 2 perempuan tadi, kulihat perempuan yang berhijab biru tua itu menatapku dengan senyumnya sambil mengedipkan mata kepadaku.
Deg...
Tiba-tiba saja jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya, aku bingung karena apa yang kurasakan saat itu, walaupun rasa itu tidak asing tapi tetap menimbulkan pertanyaan.
Entah aku kesal atau tidak karena salah satu temanku, Yudai, sudah mengajak kami kembali ke pondok.
"Yuk balik ke pondok udah sore banget ini!" ajak yudai.
Aku mau tidak mau harus balik ke pondok karena memang waktu sudah hampir menjelang maghrib.
Ba'da maghrib ...
Setelah kejadian sore tadi aku terus kepikiran dengan perempuan itu. Iya, perempuan yang berhijab biru tua itu, yang selalu membuatku ingin tau namanya dan dimana tempat ia tinggal, namun semua sifat penasaranku itu untuk sementara aku lupakan sejenak, karena aku ingin fokus dengan kegiatanku yang masih belum selesai.
Dan seperti biasanya, setelah melaksanakan shalat fardhu maghrib, aku dan semua santri lain mengaji kitab suci Al-Qur'an kepada masing masing pengurus yang berbeda-beda, bisa dibilang seperti dibuat secara berkelompok.
Setelah mengambil kitab suci Al-Qur'an aku pergi mencari kak khoirul. Iya, dialah pengurus yang mengajarkanku mengaji selama ini.
Setelah kutemui, kemudian aku segera ikut berkumpul dengan mereka yang sudah lebih cepat sampai dariku, dan kamipun memulai pengajiannya.
1 jam kemudian ...
"Kak Rul, pulangan masih lama kak?" tanya Taufik kepada guru pembimbing kami setelah pengajian selesai.
Memang, disini yang tidak kerasan bukan hanya aku saja akan tetapi hampir semua santri ingin rasanya cepat cepat keluar dari sini atau bisa di bilang berhenti mondok.
*yaa mungkin tidak semuanya juga sihh.
"Kenapa emangnya?" tanya Kak Khoirul dengan tersenyum.
"Nggak betah kak," sambungku.
"lagi juga disini bosen, nggak boleh megang hp, terus mau keluar juga ada batesnya," kataku
Kak Khoirul hanya tersenyum melihatku.
"Emangnya kamu udah berapa lama disini Di?" tanyanya.
"Udah 3 tahun," jawabku cepat.
"Yaudah tenang aja, dikit lagi juga pulangan, sekitar 2 bulan lagi mungkin, tapi tergantung imtihanannya kapan," ucap kak Khoirul.
"Huhhh masih lama banget," keluh Arul yang duduk di sampingku.
"Yaa emang udah kayak gitu," ucap kak Khoirul sambil menahan tawa melihat tingkah anak didikannya seperti itu.
Tidak lama kemudian adzan isya pun terdengar dari masjid lain, kemudian pengurus menyuruh salah satu santri untuk adzan.
"Dia lagi?" gumamku.
Iya, yang adzan adalah pamanku sendiri, Saifullah Agustin itulah namanya, yang paling sering memenangkan lomba imtihan di tahun lalu.
Lalu semua santri pun melaksanakan kewjibannya yakni shalat fardhu isya, setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan madrasah Umul Quro yang letaknya berada di belakang masjid.
Setelah selesai kegiatan Umul Quro semua santri kembali ke kamar masing masing ada yang langsung tidur dan ada juga yang makan malam.
Seperti yang seharusnya, karena tadi balik terlalu sore kami pun terlambat untuk mengambil jatah makan untuk malam hari.
Sebelum aku sampai kamar, pamanku, Saiful memanggilku.
"Di, kamu udah makan?" tanyanya.
"Belum, ini pengen makan bareng bocah," ucapku.
"Makan bareng aku aja, nanti beli pake duit ini, nihh beli makanan di mikip," ucapnya.
"Hmm yaudah, gue bilang dulu ke bocah."
"Sip," ucapnya sambil memberikan uang selembar Rp 20.000 an.
Kamar ...
"Di, ayo beli makan, patungan duitnya, Romi ama Yudai udah duitnya tinggal kamu doang," ucap Fahmi yang ingin segera membeli makanan.
"Maaf, gue sekarang di suruh makan bareng ama Sipul, ini gue di suruh beli makanan di mikip" ucapku menolak, karena untuk sekedar menghemat duit.
"Ohh yaudah, bareng saya aja Di, beli makannya, saya juga mau beli disana," ucapnya.
.........
Lalu sesampainya di depan warung, ku lihat 3 perempuan yang tidak asing bagiku sedang membeli sesuatu, mungkin juga membeli makanan, pikirku.
"Hmm dia lagi?" ucapku pelan.
Iya, dia adalah orang yang mengambilkan makan siang tadi, yang selalu tersenyum jika bertemu denganku.
Aku dan Fahmi pun masuk dan memesan makanan 2 bungkus kepada si penjaga warung sambil memberikan uangnya.
Setelah perempuan itu menyadari akan kehadiranku dia pun seperti biasanya, membuatku tersipu malu dengan senyumannya.
"Kamu beli apa?" tanya perempuan yang hanya ku ingat wajahnya saja.
"Aku beli makanan, kamu sendiri?" ucapku.
"sejak kapan gue pake bahasa aku kamu?" gumamku.
"Ohh... Sama dong saya juga membeli makanan," ucapnya sambil tersenyum.
Aku hanya diam tidak berani mengatakan apa apa lagi kalau tidak di tanya.
"Di, kamu kenal dia?" bisik Fahmi kepadaku.
"Entahh, aku juga tidak tau," ucapku bohong tapi emang bener sihh aku tidak tau siapa dia.
"Kok, dia kayak udah kenal kamu, Di?" tanyanya lagi.
"Udahh, entar aja gue ceritain," ucapku agar Fahmi berhenti bicara.
Ketiga perempuan itu sepertinya sudah jadi makananya, dan mereka juga sudah membayarnya, tapi kok, mereka nggak kembali ke pondok? Bahkan mereka malah asyik mengobrol dengan penjaga warung itu.
Tidak lama kemudian, si penjaga warung itu ke dalam sebentar dan keluar sambil membawa 2 kantung kresek dengan makanan di dalamnya.
"Akhirnya punyaku siap juga," gumamku.
Tapi kok, si penjaga warung malah memberikan ke perempuan itu? Apa dia membeli 2 lagi? Atau jangan jangan?...
Aku melihatnya dengan jelas, dia memasukan sesuatu seperti kertas kecil kedalam kantung kresek punyaku dan setelah itu dia memberikannya kepadaku dengan tersenyum, dan satunya lagi diberikan ke Fahmi, lalu perempuan itu pergi kembali ke teman-temannya dan dia kembali ke pondoknya, Aku dan Fahmi juga sama, segera pergi kembali ke pondok sebab mereka pasti sudah lapar sekali karena menunggu makanan yang kami beli.
Karena aku tidak tau kertas tadi itu berisi apa aku langsung mengambil kertas kecil itu langsung mengantunginya, untunglah Fahmi tidak melihat kertas itu, kalau lihat, pertanyaannya akan di lanjutkan kembali.
.........
"Alhamdulillah ... kenyang juga akhirnya," ucap Saiful lemas karena kekenyangan.
"Hmm yaudah gue balik ke kamar dulu yaa," ucapku sambil berdiri.
"Iya."
Sebelum sampai di kamar aku teringat akan kertas kecil itu, setelah ku baca isinya terdapat tulisan singkat yang menimbulkan pertanyaan, isinya adalah ...
"Apa jawabanmu? :) "
Banyak pertanyaan yang timbul di benakku, apa maksud dari kata "jawabanmu?" Jawaban dari apa? Apa sebelumnya dia pernah bertanya sesuatu yang belum ku jawab?
Atau jangan jangan ...
Ini adalah lanjutan dari kertas kecil yang berada di atas makanan siang tadi yang ia berikan kepadaku, karena aku pikir itu hanya sebuah kertas yang tidak sengaja jatuh di piringku, jadi aku tidak menghiraukannya. Akan tetapi, kertas itu tidak kubuang, melainkan aku taruh di kantung.
Karena aku sangat ingin mengetahui isi kertas sebelumnya, aku langsung berlari menuju kamar dengan sangat tergesa-gesa, karena kertas itu ada di dalam kantung baju yang di gantung di luar.
Biasanya apa saja isi kantong baik celana atau baju pasti hilang di karenakan banyak santri nakal dari kamar sebelah yang suka mencari duit, sekalinya bukan duit yang di temukan pasti akan di buang.
"Doorrr....!!!"
Pintu kamar aku buka dengan sangat cepat, sampai mengejutkan teman temanku yang ada di dalam.
"Di, kamu kenapa?" tanya Yudai yang heran melihatku seperti itu.
"Huhh ... Huhh ... Ngg ... nggak ada apa-apa kok," jawabku sambil terengah-engah.
Aku langsung mencari baju itu dan setelah ku periksa kantungnya.
Alhamdulillah masih ada, itu membuatku menjadi tenang kembali.
"Di, kamu mau kemana lagi?" tanya Romi karena aku hendak keluar lagi.
"Sebentar doang nyari angin," jawabku asal.
Setelah aku buka ternyata isinya ...
"Apa kamu menyukaiku? "
Deg ...
Tiba tiba jantungku kembali berdetak lebih cepat seperti sebelumnya.
Apa kamu menyukaiku? Apa jawabanmu? :')
Setelah kusatukan pertanyaan itu, jelas sudah maksud dari kedua kertas itu.
Apa yang harus kukatakan saat bertemu dengannya lagi?
Apa benar aku menyukainya?
Keesokan harinya, Di hari Minggu yang cerah. Semua santri di perkenankan untuk melaksanakan kerja bakti bersama membersihkan lingkungan sekitar, dari mencabut rumput liar, membersihkan kolam ikan, menguras septic tank yang penuh, dan lain lain.
Setelah selesai, semua santri kebanyakan bermain main karena tidak ada kegiatan saat itu, walaupun begitu, aku dan teman temanku langsung mandi karena setelah kerja bakti kami akan gunakan waktu kosong itu untuk jalan jalan.
Bisa di bilang kami ini orangnya agak pemalas, karena jarang bahkan hampir tidak pernah menggunakan waktu kosong untuk belajar.
Kamar mandi.
"Rul, punya odol nggak?! " teriak Ali dari dalam kamar mandi.
"Nggak ada, udah abis, Lii," jawab orang yang berada di kamar mandi sebelahnya.
"Wooyy jangan berisik di kamar mandi!" ucapku yang baru sampai.
"Nahh kebetulan banget Di, aku minta odolnya dong," pinta Ali kepadaku.
"Aku juga Di," arul yang dari kamar mandi sebelah juga ikut ikutan meminta.
"Ahhh payah kalian, untung gue baik, yaudah nihh buruan," ucapku sambil memberikan pasta gigi kepada kedua temanku itu.
"Makasih Di," ucap mereka hampir berbarengan.
"Iyaa," jawabku singkat.
"Padahal tadi kita udah cepat pergi ke kamar mandinya, tapi hasilnya sama aja, penuh semua kamar mandinya," keluh Yudai.
"Sabar Dai, namanya juga santri, santri kan harus sabar mengantri," ucap Romi mengingatkan sekaligus menyabarkan temannya itu.
"Iya iya dehh," ucap Yudai pasrah.
Beberapa menit kemudian Arul dan Ali keluar dari kamar mandi, kemudian aku dan Yudai masuk duluan, sedangkan Romi dan Fahmi menunggu 2 kamar mandi sebelahnya.
Setelah aku masuk, aku menemukan sesuatu yang tidak biasa di dalam kamar mandi yaitu ...
"Apaan ini?!" Teriak ku hampir tertawa.
"Alii luu abis ngapain ini?!" tanyaku kepada Ali yang mungkin sudah kembali ke kamarnya.
"Kenapa Di?" tanya ketiga temanku heran.
Setelah kutunjukkan apa yang ku temukan di kamar mandi itu, seketika ketiga temanku itu langsung tertawa terpingkal pingkal.
"Mungkin karena takut ketahuan, si Ali terburu-buru sampai ketinggalan barang yang penting ini," ucap Yudai sambil tertawa.
"Udah buang aja Di," kata Fahmi yang masih tertawa.
Beberapa menit kemudian ...
"Dii," ucap Ali sambil mengetuk pintu kamar mandi.
"Kenapa li?" tanyaku pura pura tidak tahu, tapi malah tersenyum.
"Liat sabun aku nggak?" tanya Ali.
"Ohh yang warna merah yang ditengahnya boll .... Sssssttt" ucapku yang terpotong karena mulutku ditutup olehnya.
"Jangan kasih tau siapa siapa ok, udah langsung buang aja sabun itu," ucapnya.
"Ok ok," ucapku sambil senyum.
*padahal teman temanku sudah banyak yang tau.
"Sip."
.........
Setelah selesai mandi, kami bersiap untuk pergi jalan-jalan. Kali ini salah satu temanku ikut bersama kami, yaitu Khairul waro.
Seperti biasanya, kami keliling-liling daerah sekitar, walaupun sering di lewati tapi tidak ada bosan bosannya.
Dan setelah lama kami berkeliling kami pun beristirahat di sebuah gubuk sederhana dekat sawah.
"Dengan pemandangannya yang hijau asri seperti ini, siapa saja yang pikirannya sedang kacau bisa tenang dengan mudah," pikirku asal.
Dari kejauhan terlihat 2 perempuan sedang berjalan menuju kemari.
"Sepertinya aku pernah melihat kedua perempuan itu," gumamku.
Ternyata memang benar, kedua perempuan itu adalah orang yang pernah bertemu dengan kami saat sore hari, di warung mikip.
"Ehh ada Khoir," ucap perempuan yang agak gemukan itu.
"Kenapa emangnya?" Tanya khoir acuh.
"Nggak apa apa," ucapnya.
Seketika gubuk itu seakan menjadi semakin sempit saja, karena kedua perempuan itu juga ikut duduk di gubuk itu, automatis yang laki-laki langsung saling menggeser tempat duduknya untuk menjaga jarak.
Pandanganku tidak lepas dari perempuan yang indah parasnya itu, iya, perempuan yang membuatku kagum akan penampilannya yang sederhana, dan juga cantik rupanya.
"Us, tuhh ada cowo yang kamu suka," ucap perempuan agak gemuk itu kepada temannya.
"Us? Siapa? Perempuan itu? " pikirku.
"Aku kesulitan untuk menebak namanya, jika panggilannya hanya 'us'," pikirku lagi.
Sementara perempuan yang aku kagumi itu hanya menundukkan wajahnya, entah karena malu atau apa? Aku tidak tahu.
"Emangnya uus suka ama siapa rim?" tanya Khoir kepada Rima, perempuan agak gemuk itu.
"Itu yang duduk sebelah kiri kamu Ir," jelasnya.
"H-hah?"
Tiba-tiba jantungku kembali berdetak tidak karuan.
Karena mendengar hal itu, semua mata tertuju kepadaku, dan aku pun langsung senyum senyum sendiri.
Seketika ...
"Ciieee... Adii ama uus nihh," ucap mereka semua berbarengan.
Kulihat perempuan yang di panggil uus itu pipinya memerah dan juga tersenyum hampir tertawa.
"Apaan sihh aku aja belum kenal ama dia," ucapku mengelak sambil menahan malu.
*Tuhhkan bahasa 'aku' nya keluar lagi.
"Tumben, Di, pake bahasa aku?" tanya Khoir sambil tertawa.
"Ahh, diem ahh," ucapku menahan malu yang hampir ikut tertawa itu.
Tidak lama kemudian, Adzan Dzuhur pun terdengar.
Lalu kami saling berpamitan untuk kembali ke pondok dengan kedua perempuan itu.
Kulihat perempuan yang di panggil uus itu melihatku dan melambaikan tangannya.
Dan aku pun menjawab lambaian tangan itu dengan mengangkat tanganku.
Dan kami pun segera kembali ke pondok, untuk melaksanakan shalat fardhu Dzuhur.
Sementara kedua perempuan itu juga mungkin sudah kembali ke rumahnya masing-masing.
Setelah sampai di kamar kami pun bergegas untuk mengganti pakaian dan langsung pergi ke masjid.
.........
"Di, ayo ngambil nasi bareng," ajak Romi.
"Ngambil bareng atau cuman nganterin sampai ndalem doang?" ucapku sambil mengejeknya.
"Hehe." tawanya.
"Dasar, ucapan sama kenyataan lain," ucapku untuk memancingnya agar ikut denganku sampai PA.
"Yaudah ayo, aku juga ikut sampai PA dahh," ucapnya yang terkena pancinganku.
Saat di jalan aku teringat akan perempuan yang memberikan kertas kecil itu.
Kalau aku bertemu dengannya, apa yang akan aku katakan kepadanya? Apa yang harus kujawab jika dia menanyakan hal itu? Apa aku harus menjawab 'tidak'? Sebaiknya jangan, itu hanya akan menyakitinya, tapi apa yang harus ku jawab?
Tiba-tiba saja kepalaku penuh dengan pertanyaan.
Memang, kalau dikatakan suka, aku mungkin menyukainya, tapi disisi lain aku juga menyukai uus.
Setelah sampai di PA, aku tidak melihat perempuan itu, melainkan hanya Kak Khoirul yang menjaga PA.
"Alhamdulillah," ucapku dalam hati.
"Tumben Romi ngambil makan bareng Adi?" tanya kak Khoirul.
"Hmm iya, udah biasa kak ," ucap Romi sambil senyum.
"Biasa apanya," gumamku.
Setelah selesai kami pun kembali ke kamar.
Untunglah kali ini aku tidak bertemu dengannya karena aku sendiri bingung bagaimana aku akan menjawabnya jika aku bertemu dengannya nanti.
Setelah sampai di kamar, aku melihat temanku Khoir ingin berangkat madrasah yang letaknya di sebelah kanan pondok.
"Di, mau aku salamin ke uus nggak," kata Khoir menggodaku.
"Emangnya dia satu madrasah juga denganmu?" tanyaku penasaran.
"Tentu saja bahkan satu kelas," ucapnya.
"Jadi bagaimana?" tanyanya kembali.
"Hmm terserah dehh," jawabku pasrah dengan senyuman.
"Baiklah," kata Khoir sambil pergi menuju madrasahnya itu.
"Aduhh, gue lupa mau nanya nama uus," ucapku pelan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!