“Pagi, Neng Qila!” sapa seorang OB yang baru saja selesai membersihkan ruangan.
“Pagi, Pak.”
Qila duduk dan meletakkan tasnya di meja. Hal pertama yang ia lakukan adalah menyalakan komputer dan melihat email masuk. Setelah memastikan tidak ada email urgent, ia berdiri dan bersiap mengikuti safety breafing yang rutin dilakukan sebelum memulai pekerjaan.
Mazaya Aqeela, seorang perempuan lulusan manajemen yang saat ini berumur 26 tahun, bekerja sebagai admin di sebuah Perusahaan rental alat berat. Walaupun banyak yang mengejarnya, perempuan yang akrab di sapa Qila itu tetap sendiri karena belum ada keinginan untuk menikah.
Ia menikmati kehidupannya dan menghabiskan waktunya untuk bekerja dan melakukan apa yang ia suka. Akan tetapi, hal itu menjadi kekhawatiran kedua orang tuanya yang hanya memiliki anak Tunggal. Mereka merasa perlu melakukan sesuatu agar anak mereka mau membina rumah tangga.
Sayangnya, setiap kali mereka mengenalkan laki-laki kepada Qila, semuanya berakhir dengan kegagalan karena alasan anak mereka yang tidak cocok dengan laki-laki tersebut. Mereka akhirnya menyerah dan memberikan batas umur 27 tahun untuk Qila.
Jika sampai di umur 27 tahunnya Qila masih tidak menikah, mereka akan menjodohkannya. Mau tidak mau, Qila harus menerimanya. Qila setuju saja dengan kedua orang tuanya karena menurutnya, umur 27 masih satu tahun lagi.
“Hey! Ada anak baru di bagian mekanik.” Kata Kiki, teman Qila yang sama-sama admin.
“Jangan bilang kamu naksir!” sergah Qila yang hafal dengan sifat Kiki.
“Kali ini tidak! sepertinya laki-laki itu lebih cocok denganmu.”
“Kenapa aku kamu bawa-bawa?”
“Iya. Anak baru itu sifatnya sama seperti kamu, irit bicara. Siapa tahu kalian berjodoh!”
“Dasar!” Qila mengabaikan Kiki dan kembali fokus dengan pekerjaannya.
Saat mendekati jam makan siang, Qila di panggil ke ruangan HRD. Di sana ia diberitahukan jika cabang di Daerah Timur, sedang membutuhkan admin karena admin yang sebelumnya resign.
“Kenapa tidak menaikkan anggota di sana untuk jadi admin, Pak?” tanya Qila.
“Tidak ada yang mampu, La. Kamu ke sana dan kamu akan memantau anak magang secara langsung. Jika ada yang cocok menjadi admin, kamu bisa kembali nanti.” Kata Henri, selaku pelaksana HRD.
Tentu saja kata-kata itu tidak mempan untuk Qila karena ia sudah hafal dengan trik perusahaannya. Qila tidak hanya dipinjamkan, melainkan di mutasi ke sana. Untuk kembali lagi ke pusat, akan sangat sulit karena harus ada lowongan kosong.
Tetapi ia juga tidak bisa menolak karena di kontrak kerjanya, tertulis dengan jelas bahwa ia bersedia di tempatkan di manapun. Qila hanya bisa menghembuskan nafas dalam. Mungkin sudah waktunya ia berganti lingkungan.
Sebenarnya bisa saja ia menolak, tetapi konsekuensinya adalah pemecatan sepihak. Bukan karena akan susah mendapatkan pekerjaan, hanya saja Perusahaannya saat ini memberikan keuntungan karyawan yang lebih baik dibandingkan yang lainnya.
Keputusan sudah ditetapkan, Qila harus berangkat ke sana minggu depan. Kabar ini tentu membuat kedua orang tua Qila semakin khawatir. Mereka tidak tega melepaskan Qila sendirian di sana.
“Bukankah Ayah memiliki teman di sana?” tanya Ana.
“Benar juga! Dia juga memiliki anak laki-laki!” Mukhsin kembali bersemangat dan segera menghubungi temannya.
Mereka akhirnya bersiasat untuk menjodohkan anak mereka. Mereka sepakat akan mendekatkan keduanya lebih dulu sebelum memberikan gebrakan.
“Apa tidak apa-apa, Yah? Zayyan masih SMA.” Tanya Ana khawatir.
“Lebih baik anak SMA yang sudah tahu kualitasnya daripada sama-sama dewasa tapi tidak tahu kualitasnya!”
“Ayah yakin?”
“Tentu saja! Kami sudah berteman lama dan Zayyan sejak dulu adalah anak yang bisa diandalkan. Siapa tahu dengan menikah dengan Zayyan, kehidupan anak kita bisa lebih berwarna.” Ana tersenyum mendengarnya.
Anak mereka memang terlalu monoton. Mungkin tidak ada salahnya jika perjodohan ini berhasil.
Sementara itu, Qila yang tidak tahu maksud kedua orang tuanya berangkat ke Daerah Timur dengan travel yang disediakan oleh Perusahaan. Perjalanan darat selama 10 jam lamanya, membuat Qila mabuk karena banyaknya jalan berlubang selama perjalanan. Perutnya sudah seperti diaduk-aduk di dalam mobil.
Begitu sampai, Qila tinggal sementara di hotel karena mess karyawan saat ini tidak menampung karyawan perempuan.
+62811xxxx: Assalamu’alakum Kak Qila, ini Zayyan anak dari Pak Bagus. Saya disuruh Ayah untuk menjemput Kakak. Kak Qila tinggal dimana?
Qila yang sudah tahu jika sang ayah memiliki teman Bernama Bagus di Daerah Timur. Meskipun merasa Lelah dengan perjalanan, ia tetap membalas pesan tersebut.
Qila: Wa’alaikumsalam… Hotel Awa.
+62811xxxx: Oke!
Beberapa saat kemudian, Qila mendapatkan panggilan dari nomor tersebut yang mengatakan jika dirinya sudah ada di depan hotel. Qila yang baru saja selesai mandi, memintanya untuk menunggu.
“Kak!” Zayyan melambaikan tangannya saat Qila baru saja keluar dari hotel.
“Zayyan?” tanya Qila memastikan.
“Iya, Kak! Ayo, Ayah dan Ibu sudah menunggu!” Qila mengangguk dan membonceng Zayyan.
10 menit kemudian, mereka sampai di rumah Bagus. Di teras, Bagus dan Rumi menyambut kedatangan Qila dan segera mengajaknya untuk makan malam. Mereka sengaja menunda makan malam, menunggu kedatangan Qila.
“Di sini kamu bisa mengandalkan Om dan Tante. Kamu juga bisa memanfaatkan Zayyan kalau kamu mau ke mana-mana. Kami sudah janji untuk menjagamu selama di sini.” Kata Bagus setelah mereka selesai makan.
“Terima kasih, Om, Tante.”
“Zayyan ini anak pertama kami. Maklum susah dapatnya, jadi usianya masih muda dibandingkan kamu padahal kami menikahnya hanya beda 3 bulan dengan Ayahmu. Tapi aku lebih beruntung karena setelah melahirkan Zayyan, kami dikarunia 2 anak lagi.” Qila hanya menganggukkan kepalanya.
Entah mengapa setelah kelahiran Qila, sang ibu tidak lagi bisa hamil. Setiap kali hamil, kalau tidak keguguran pasti hamil anggur sehingga mereka pasrah dan hanya memiliki Qila seorang.
“Sepertinya Qila sudah mengantuk, Yah.” Kata Rumi menghentikan suaminya yang masih ingin mengobrol.
“Oh! Kamu pasti kelelahan. Kamu bisa menginap di sini malam ini. Nanti pagi biar Zayyan yang antar kamu kembali ke hotel. Ini sudah malam.”
“Tidak apa-apa, Om. Saya kembali ke hotel saja. Besok saya harus berangkat pukul 6.”
“Tidak masalah! Zayyan akan mengantar kamu setelah subuh besok.”
Qila tidak nyaman untuk menolak, sehingga ia tetap tinggal untuk menginap. Ia tidur di kamar Zayyan sedangkanpemilik kamar tidur di sofa ruang tamu. Tidak butuh waktu lama, Qila langsung terlelap saat merasakan bantal yang memiliki aroma maskulin.
Sesuai dengan janji, Zayyan mengantarkan Qila kembali ke hotel setelah selesai melaksanakan sholat subuh.
“Terima kasih ya, Dik.” Kata Qila yang turun dari motor.
“Panggil Zayyan saja, Kak.”
“Kenapa? Kalau aku panggil kamu Adik, aku seperti memiliki adik laki-laki.”
“Aku bukan adikmu!” protes Zayyan.
“Bukankah kamu lebih muda dariku?”
“Memang lebih muda, tetapi aku tidak mau dianggap adik!”
“Baiklah! Kakak maubersiap. Kamu pulanglah, nanti telat masuk sekolah.” Kata Qila sambil mengusap puncak kepada Zayyan layaknya seorang kakak kepada adiknya.
Zayyan yang merasa kesal, ingin menarik tangan Qila tetapi Qila sudah lebih dulu menarik tangannya dan melambai sembari berjalan masuk ke dalam hotel.
“Kenapa dia seenaknya?” gumam Zayyan yang kemudian melajukan motornya kembali pulang.
Sampai di rumah, kedua orang tuanya bertanya mengenai kesan pertamanya terhadap Qila. Zayyan yang bingung dengan pertanyaan kedua orang tuanya hanya mengatakan jika Qila cantik dan tidak seperti perempuan lainnya yang pernah ia temui.
Bagus dan rumi menganggukkan kepala mereka dengan senyuman yang mencurigakan. Zayyan yang tidak mau ambil pusing segera mandi dan bersiap berangkat sekolah. Tetapi saat ingin keluar kamar, ia menemukan barang milik Qila tertinggal di kamarnya.
“Kenapa dia ceroboh sekali?” gumam Zayyan yang kemudian menyimpan ikat rambut Qila ke dalam laci.
Sementara itu, Qila yang sudah sampai di tempat kerja segera melapor dan mulai menerima tugas yang ditinggalkan oleh admin sebelumnya. Ia yang terbiasa bekerja di pusat, sedikit kewalahan dengan tugas yang kini ia emban.
Bukan karena tidak bisa, melainkan perbedaan pekerjaan. Jika di pusat ia hanya melakukan rekap data dari cabang, kali ini ia harus mengerjakan laporan cabang yang kompleks. Walaupun ada satu admin lagi yang membantunya, laporan bulan ini tetap akan terlambat karena ada beberapa form yang belum dikerjakan oleh admin sebelumnya sejak awal bulan.
“Pantas saja laporan selalu terlambat!” gumam Qila yang menandai admin cabang BK dengan cap terlambat.
Pasalnya admin BK selalu mengirimkan laporan di tanggal 6, yang mana terlambat sehari dari yang seharusnya. Alhasil, ia akan memberikan antrean terakhir kepada cabang BK karena tutup buku bulanan di tanggal 10.
Admin yang ada di samping Qila, melihatnya dengan tatapan horor setelah mendengar gumamannya.
“Kenapa?” tanya Qila yang sadar dengan perubahan Rendi.
“Tidak ada, Kak!”
“Kalau kamu merasa aku galak, tidak masalah. Selama kamu mengerjakan pekerjaanmu sesuai deadline, aku tidak akan mempersulitmu.” Kata Qila tanpa melihat wajah Rendi.
“Iya, Kak! Saya akan melakukan semampunya.”
“Kapan anak magang masuk?”
“Info dari Pak Susan, 2 hari lagi Kak.”
“Kamu yang akan bertugas memperkenalkan pekerjaan mereka. Cukup kamu ajari mereka memilah dokumen untuk minggu pertama.”
“Baik, Kak!” Qila mengangguk dan kembali fokus dengan komputernya.
Saat jam makan siang, Qila menatap aneh kotak makan siang yang ia dapat. Nasi, sayur entah apa Namanya, bakwan, kerupuk, ayam bumbu kuning dan sambal. Ia bertanya kepada Rendi apakah makanan mereka seperti ini setiap harinya dan Rendi hanya menganggukkan kepalanya.
Rendi tidak begitu tahu masalah katering karena yang mengurusnya orang bagian HRD. Segera saja Qila berdiri dan pergi ke ruangan HRD. Pandangannya dikejutkan dengan beberapa orang HRD sedang makan siang dengan nasi padang, bukan nasi kotak seperti yang ia terima tadi.
“Jadi, yang lain makan nasi kotak dengan menu tidak jelas dan kalian makan nasi padang?” tanya Qila yang duduk santai.
“Kami beli sendiri.”
“Benar kamu beli sendiri. Yang menjadi pertanyaan, kalau kalian saja tidak makan nasi kotaknya, kenapa kamu berharap yang lain mau memakannya?” 3 orang HRD terdiam.
“Aku tidak akan mengadukan ini ke pusat. Sebaiknya kalian ganti katering atau suruh mereka memperbaiki menu.”
“Tidak bisa! Kontraknya sudah ditandatangani untuk setahun.”
“Bukankah aku memberikan 2 pilihan?”
“Aku akan mengatakannya kepada pihak katering nanti.”
“Apa sudah ada kamar untukku?”
“Tidak ada. Mess saat ini hanya berisi laki-laki. Sementara kamu tinggal di hotel yang diakomodasi Perusahaan.”
“Baiklah.”
Qila pergi dari ruangan HRD. Hari pertamanya bekerja sungguh melelahkan. Ia akhirnya memakan nasi kotak yang ada di mejanya. Walaupun ia tidak merasakan apapun di lidahnya, setidaknya ada makanan yang harus ia syukuri.
Tetapi saat ia akan membuang sampah, ia melihat banyak nasi kotak yang tidak tersentuh di pantry. Ia bertanya kepada OB yang ada di sana, kenapa masih ada nasi kotak.
OB tersebut menjawab, jika beberapa tidak berselera sehingga tidak mengambil bagian mereka. Nasi kotak sisa itu akan ia bawa pulang nanti untuk diberikan kepada ternaknya. Inaya menggelengkan kepalanya.
Makan siang yang seharusnya bisa memberikan tenaga kepada para karyawan, nyatanya berakhir di ternak milik OB. Qila merasa miris dengan manajemen cabang BK. Jika saja ia bisa mengeluh ke pusat, masalahnya akan segera ditangani.
Tetapi ia tidak melakukannya karena masih ada manajer dan supervisor yang menangani masalah cabang ini. Yang penting ia sudah mengatakannya kepada HRD. Jika mereka mendengarkannya maka makanan akan lebih baik. Jika tidak, ia dan yang lain harus bertahan dengan makanan yang ada.
“Kenapa kamu di sini?” tanya Qila yang baru saja turun dari bus.
“Aku diminta Ayah menjemput Kak Qila seperti kemarin.”
“Bisa tidak aku tidak ke sana malam ini? Aku Lelah.”
“Kakak katakan sendiri kepada Ayah.” Qila menghembuskan nafas dalam.
Ia tidak nyaman jika mengatakannya. Jadilah ia masuk ke dalam hotel dan mandi, kemudian kembali menemui Zayyan.
Melihat Qila dengan wajah lesu, membuat Zayyan merasa iba. Apakah bekerja di hari pertama sangat melelahkan hingga membuatnya seperti sekarang?
“Apa pekerjaan Kakak berat sekali?” tanya Zayyan hati-hati.
“Sebenarnya tidak.”
“Lalu kenapa Kakak terlihat Lelah sekali?”
“Admin yang sebelumnya tidak mengerjakan bagiannya, aku harus mengejarnya karena sebentar lagi deadline.” Jelas Qila dengan suara lirih.
Zayyan menegang kala merasakan kepala Qila menyentuh punggungnya.
“Jangan tidur, Kak!” seru Zayyan yang melambatkan laju motor, tetapi Qila tidak merespon.
Zayyan hanya bisa pasrah. Dengan pelan ia mengendarai motornya dengan satu tangan dan tangan satunya memegangi tubuh Qila hati-hati, hingga sampai di rumah.
Bagus dan Rumi yang mendengar suara motor anak mereka merasa heran mengapa tidak ada yang masuk ke dalam rumah. Keduanya akhirnya keluar dan melihat Zayyan masih di motor dengan Qila yang menyandar di punggungnya.
“Anak bodoh! Mengapa tidak membawanya masuk?” Bagus mengetuk kepala Zayyan.
“Bagaimana caranya?”
“Angkat!”
“Tapi…”
“Kalau tidak kamu angkat, dia akan masuk angin seperti ini.” Zayyan mengangguk.
Perlahan ia berbalik dan mengangkat tubuh Qila, lalu membawanya masuk ke dalam. Ia merebahkan tubuh Qila di kamarnya dan memasangkan selimut.
“Jika tidur seperti ini, kenapa kamu terlihat imut?” batin Zayyan yang segera menggelengkan kepalanya.
Ia keluar dan mendapati kedua orang tuanya sedang menunggu di ruang tamu. Mereka bertanya kenapa Qila sampai tertidur. Zayyan menjawab jujur kedua orang tuanya sesuai apa yang ia bicarakan dengan Qila sebelumnya.
Tengah malam, Qila yang lapar terbangun dari tidurnya. Ia terkejut saat terbangun di kamar Zayyan. Seingatnya, ia sedang membonceng Zayyan kemarin.
“Aku ketiduran.” Gumam Qila yang perlahan turun dari tempat tidur.
Rumah Bagus sangat sepi karena semua orang masih terlelap. Qila menjaga langkahnya agar tidak terdengar untuk pergi ke kamar mandi. Alangkah terkejutnya Qila saat keluar dari kamar mandi, ia menemukan Zayyan yang menyender di pintu dapur.
“Kamu bangun?” tanya Qila kikuk.
“Iya.” Jawab Zayyan yang kemudian masuk ke dalam kamar mandi.
Qila yang merasa lapar, bingung mau bagaimana karena ini adalah rumah Zayyan. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke kamar. Puasa sampai besok mungkin tidak masalah, pikir Qila.
Tok… Tok… Tok…
Pintu kamar yang Qila tempati di ketuk dari luar. Qila membukakan pintu dan menemukan Zayyan di sana.
“Kakak lapar, tidak?” Qila mengangguk dengan malu-malu.
“Ayo makan, aku juga lapar!” ajak Zayyan yang berjalan lebih dulu ke dapur.
Qila mengikuti Zayyan ke dapur dan duduk di kursi makan.
“Lauk semalam masih, aku panaskan sebentar.” Kata Zayyan.
Qila mengangguk dan menunggu Zayyan selesai memanaskan masakan. Setelah selesai, Zayyan mengambil piring dan mengisinya dengan nasi lalu ia berikan kepada Qila.
“Terima kasih.” Kata Qila.
“Sama-sama.”
Keduanya mulai makan Tengah malam mereka dalam diam. Setelah selesai, Qila yang bermaksud mencuci piringnya, dihentikan Zayyan. Ia mengatakan jika dirinya yang akan membersihkannya, sebaiknya Qila kembali tidur karena besok harus bekerja.
Perut kenyang, membuat Qila tidak bisa kembali tidur. Ia memutuskan untuk membuka ponselnya dan membalas beberapa pesan masuk. Beberapa temannya yang kebetulan masih terjaga, membalas pesannya.
Zayyan yang baru selesai mencuci piring juga merasakan hal yang sama. Sebenarnya ia sengaja tidak makan malam karena menunggu Qila bangun. Tapi nyatanya Qila tertidur sampai Tengah malam. Beruntung ia juga terbangun. Jika tidak, mungkin Qila dan dirinya akan kelaparan sampai pagi.
Ia tahu Qila tidak tidur, tetapi ia juga enggan untuk mengajaknya mengobrol karena bagaimanapun mereka berbeda jenis dan bukan saudara kandung. Walaupun kedua orang tuanya tidak akan berpikir macam-macam, tetap saja akan ada setan jika mereka hanya berdua.
“Ada setan?” gumam Zayyan yang terkejut dengan pemikirannya.
“Tidak mungkin!” Zayyan mengelak.
Sayangnya, hatinya mengakui jika ia mulai ada rasa dengan Qila. Perempuan dewasa yang ia anggap menyebalkan itu ternyata telah mencuri hatinya. Entah sejak kapan dimulainya. Apakah saat melihat Qila tertidur atau saat pertama kali melihat senyuman Qila?
Yang pasti, Zayyan tidak lagi menganggap Qila sebagai anak dari teman sang ayah, melainkan seorang perempuan yang menarik hatinya.
Keesokan harinya.
Seperti kemarin, Zayyan mengantar Qila kembali ke hotel setelah melaksanakan sholat subuh.
“Jangan tertidur lagi!”
“Tidak. Aku sudah merasa segar.” Kata Qila yang menebarkan senyuman.
Zayyan ikut tersenyum karena ia bisa melihat wajah segar Qila lebih baik dibandingkan kemarin yang terlihat Lelah.
Selama perjalanan, Qila bertanya bagaimana dirinya bisa tidur di kamar dan Zayyan menjawabnya jujur jika dirinyalah yang mengangkatnya. Qila mengucapkan terima kasih. Ia tidak menyangka jika dirinya akan selelah itu sampai tidak merasakan apa-apa.
“Jangan dipaksakan kalau Kakak merasa Lelah.”
“Iya. Tenang saja!”
“Minta kontak Kakak. Biar nyaman aku tanya Kakak mau ke rumah atau tidak.” kata Zayyan yang menyodorkan ponselnya.
“Bukannya kemarin kamu sudah menghubungiku?” tanya Qila yang ingat jika Zayyan ada mengiriminya pesan.
“Itu nomor Ayah.”
“Oh!”
Qila menerima ponsel tersebut dan menyimpan nomornya di kontak Zayyan. Saat sampai, Qila mengembalikan ponsel Zayyan dan mengucapkan terima kasih.
“Biasa saja denganku, Kak. Kalau Kakak terus-terusan berterima kasih, aku merasa menjadi orang lain.”
“Iya, Adikku…” kata Qila yang kembali mengusap puncak kepala Zayyan.
Walaupun Zayyan merasa kesal, ia tidak lagi memperlihatkannya. Dalam hati ia justru merasa sangat senang dengan perlakuan Qila. Bahkan sampai Qila sudah masuk ke dalam hotel, ia masih melihat ke arah perginya dengan senyuman.
Saat ke sekolah, Zayyan melakukan aktivitasnya seperti biasa. Tetapi teman-temannya yang merasa aneh dengan tingkahnya, segera menyergahnya.
“Kamu sedang jatuh cinta?” tanya Sehan, teman Zayyan sejak SD.
“Tidak.” kilah Zayyan.
“Lalu, kamu dapat togel?”
“Togel kepalamu!” Zayyan melemparkan bola basket ke arah Sehan.
“Kamu sejak pagi tebar pesona, Bro! Lihatlah cewek-cewek itu! Mereka tergoda dengan senyumanmu.” Zayyan melihat ke arah yang ditunjuk Sehan.
“Bukankah mereka selalu seperti itu?” tanya Zayyan santai.
Dimatanya, teman-teman perempuan selalu terlihat sama. Jika tidak bersemangat karena ada laki-laki tampan, mereka akan bersemangat untuk cari perhatian.
“Dasar! Bukannya Miya sedang mendekatimu?”
“Buat apa?”
“Hey! Miya yang kita bicarakan. Ketua OSIS, anak guru, dan berprestasi. Masak iya kamu tidak tertarik?”
“Tidak.”
“Astaga! Andaikan Miya mendekatiku, sudah aku jadikan pacar.”
“Sayangnya, tidak!” Sehan yang merasa kesal melemparkan bola ke arah Zayyan yang berhasil ditangkap dengan sempurna, membuat perempuan-perempuan yang melihat interaksi mereka bersorak.
Zayyan yang merasa jengah, segera kembali ke kelas dan mengganti pakaian olahraganya. Setelah ini aka nada Pelajaran matematika, sehingga ia lebih memilih untuk tetap di kelas dibandingkan nongkrong di kantin seperti yang lain.
+62853xxxx: Assalamu’alaikum… Jangan terlalu memaksakan, Kak!
Zayyan mengirimkan pesan kepada Qila yang dibalas satu jam kemudian saat dirinya masih dalam Pelajaran matematika.
Kak Qila: Ini Zayyan?
+62853xxxx: Iya. Jangan lupa di save!
Kak Qila: Oke.
Zayyan: Sebentar lagi jam makan siang, jangan telat makan!
Qila yang merasa aneh dengan pesan Zayyan yang terkesan bawel, bingung. Ia berpikir jika Zayyan salah makan hingga membuatnya seperti itu.
Kak Qila: Fokus saja dengan pelajaranmu!
Zayyan tidak lagi membalas karena ia mulai mengerjakan soal yang diberikan guru. Sementara itu, Qila juga menyimpan ponselnya ke saku karena ia ingin ke kamar mandi. Saat keluar dari kamar mandi, pandangannya tertuju pada sebuah bangunan dengan teras mirip gazebo.
Di sana ada beberapa orang yang sedang merokok dan mengobrol. Qila merasa heran dengan pemandangan tersebut karena saat ini masihlah jam kerja.
“Bagaimana bisa mereka meraih penghargaan EE (Employee Engagement)?” batin Qila.
Tak mau tahu, Qila kembali ke ruangannya dan melanjutkan pekerjaannya.
Yang Namanya tempat kerja, pasti ada beberapa jenis karyawan. Ada yang bekerja sesuai porsinya, ada yang kerjanya menjilat, ada kerjanya yang mencari muka, ada yang bekerja ala kadarnya, ada pula yang bekerja sesukanya. Semuanya bergantung pada pemimpinnya.
Jika pemimpinnya bisa mengayomi, maka karyawan akan bekerja selaras. Tetapi jika tidak, maka pekerjaan karyawan adalah cerminan dari pimpinannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!