Cinta Menang Taruhan
Hari pertama class meeting
Hari ini langit begitu cerah. Biru terang dengan sedikit hiasan awan. Suasana SMA PPB ( Putra Putri Bangsa) cukup riuh siang ini.
Class meeting kali ini mereka melakukan berbagai macam kegiatan lomba. Seperti basket, voli, dance, menyanyi dan masih banyak lainnya. Tidak semua, sih, mereka lakukan hari ini... seperti class meeting sebelumnya, mereka lakukan selama 5 hari dan hari sabtunya terima raport.
Di saat semua siswa dan siswi sibuk menikmati kegiatan mereka, hanya Sasya Karmila yang fokus dengan alat lukisnya. Gadis yang sering disebut cupu itu mengasingkan diri di sudut lapangan. Tepatnya lapangan basket.
Tidak sepenuhnya juga Sasya dibilang mengasingkan diri, tapi memang tidak ada yang mau berteman dengannya.
Sasya acap kali di bully karena penampilannya. Berkacamata tebal, rambut ikal-ikal nyaris kribo dikuncir. Seragam Sasya kebesaran hingga tampak kedodoran. Sasya juga agak berisi tapi dia kulitnya putih, kok. Hobinya makan dan nyemil.
Entah kenapa Sasya masih saja bertahan dengan penampilannya yang seperti itu. Padahal dari kelas 10 sampai kelas 11, ia terus di bully. Awalnya Sasya sedih, sakit hati sampai nangis-nangis saat di bully, tapi makin lama ia kebal. Tidak peduli dan bahkan sesekali melawan.
Sembari melukis, mulutnya juga ikut komat-kamit karena nyemil. Sudut bibirnya belepotan remah-remah camilan. Tangannya warna-warni karena cat, beberapa spot di wajahnya juga.
Meskipun penampilan Sasya seperti itu, ia jago melukis. Aneh, kan? Harusnya Sasya juga bisa bergaya sesuai dengan gadis seusianya. Bergaya penampilan, kan, juga merupakan seni, seperti melukis.
Teriakan itu membuat fokus Sasya pada lukisannya lenyap, ia menoleh ke arah sumber suara. Ternyata teriakan itu untuk dirinya.
Ya! Bola basket itu tengah mengudara ke arahnya.
Manik mata Sasya langsung membola besar diikuti mulutnya yang sedang penuh camilan.
Tepat sasaran! Bola basket itu mengenai wajah Sasya. Hidungnya langsung berdarah dan dahinya merah. Sasya terjungkal dengan kursinya sekaligus.
Bangun bangun, Sasya sudah berada di ruang UKS. Hidungnya disumpal pakai tisu dan dahinya di kompres dengan batu es yang dibungkus dengan kresek.
Sasya duduk dan meng-aduh, menaruh kresek itu di sampingnya.
Bu Suci
Kamu udah siuman? Nih, minum dulu tehnya!
Sasya menerimanya dan langsung menyesap teh hangat itu.
Sasya
Bu, saya kenapa, ya?
Bu Suci
Kamu tadi kena lemparan bola basket. Kamu ga inget?
Sasya meringis sebagai jawaban, ia kembali ingat.
Bu Suci
Ini kompres lagi dahi kamu!
Sasya patuh dan melakukannya.
Sementara di sisi lain....
Alya
Eh lo tengokin, tuh, pacar lo! Jahat banget, sih. Udah dilemparin pake bola basket. Minta maaf, kek, hahaha.
Semua yang ada di bibir lapangan basket itu tertawa. Mereka adalah siswa siswi kelas 12 yang 2 siswa di antaranya adalah yang ikut lomba basket tadi juga 3 orang siswi yang merupakan teman sekelas.
Febi
Iya, nih. Bawain camilan juga sekalian! Kan pacar lo kayak kebo hobi makan.
Farel
Berisik! Enak aja ngomong dia pacar gue. Ogah, ah. Amit-amit pacaran sama sumo kek gitu!
Farel Pratama adalah pelakunya. Ia rebutan bola dengan Gilang Bramanto padahal mereka satu tim. Mereka berteman, tidak terlalu akrab juga tapi karena memang sekelas saja. Mungkin tadi saat bermain basket ada sedikit keributan makanya terjadi insiden ini.
Gilang
Ah yang bener? Tadi aja lo panik banget pas dia pingsan.
Gilang tertawa ngakak bersahutan dengan 3 siswi lainnya.
Camilan gratis
Farel
"Gimana pun juga itu bola basket. Berat, besar dan lemparannya kuat ke mukanya. Coba kalian bayangin gimana nasib gue kalau si cupu itu geger otak... saluran otaknya mampet terus meninggal? Gimana nasib masa depan gue? Gila aja!" Farel tentu kekeuh membela diri.
Farel Pratama adalah ketua tim basket di SMA PPB. Sedangkan Gilang Bramanto adalah ketua tim basket tahun lalu. Mereka sama-sama terkenal di sekolah bahkan di sekolah lain.
Baik Farel maupun Gilang merupakan tipe idaman para siswi. Mereka dijuluki badboy tampan di sekolah.
Gilang
Halah, bilang aja lo kasihan, kan, sama si cupu? Kita semua di sini sering jahilin dia, cuman elo yang engga.
Farel
"Gue juga, kok! Gue sering isengin dia sama si Citra. Iya, kan, Cit?" ujarnya mencari pembenaran pada Citra.
Citra
Iya, bener apa kata si Farel, Lang.
Citra baru bersuara karena diajak Farel. Sebelumnya ia hanya tertawa saja mendengar percakapan mereka.
Gilang
Halah... lo belain Farel karena naksir Farel aja, Cit.
Memang benar. Diantara Citra, Alya dan Febi... Citra memang suka dengan Farel dari dulu. Tapi ia belum pernah confess. Hanya sikap dan perlakuannya saja yang menunjukkan kalau ia suka pada Farel.
Semua orang tau itu. Bahkan banyak dari mereka yang mengira kalau Farel dan Citra sudah berpacaran.
Namun Farel acuh saja, hanya menganggap Citra sebagai teman bahkan dari bagaimana perlakuannya pada Citra.
Citra
Apaan, sih, lo, Lang!
Citra jadi malu karena perasaannya malah diumbar oleh Gilang. Lalu melirik pada Farel, melihat bagaimana reaksi laki-laki itu setelah mendengarnya. Agak ngarep dikit.
Alya
Iya, nih. Lama-lama lo kok jadi nyolot gitu!
Farel memperbaiki posisi sandangan tasnya dan berlalu. Jelas sekali moodnya jadi jelek.
Citra
"Eh Farel tungguin!" seru Citra, bergegas mengikuti Farel.
Sayangnya Farel tidak mau. Ia ingin sendiri. Citra jelas kecewa sekaligus kesal pada Gilang.
Farel menunggu antrian di parkiran, karena sekarang sudah jam pulang jadi para siswa siswi berebut pulang mengeluarkan kendaraan mereka.
Entah mengapa karena membahas tentang si cupu tadi dengan temannya, Farel jadi kepikiran. Bukan membahas, sih, tapi membully secara tidak langsung.
Farel tidak tau bagaimana keadaan Sasya sama sekali setelah terkena lemparan bola basket. Bagaimana kalau ketakutan yang dia pikirkan tadi terjadi sungguhan? Bisa kacau, Farel bisa masuk penjara dan masa depannya sudah pasti akan kelam.
Farel
'Ah, biarin lah. Kalau gue tiba-tiba nongol di UKS setelah insiden tadi dan ada yang mergokin pasti pada bakal cengin. Jatuh, dong, harga diri gue,' ujar Farel membatin.
Farel melaju motornya setelah menyelesaikan antrian di parkiran. Ia melirik-lirik ke samping kiri dan mendapati matanya menangkap sebuah minimarket. Akhirnya ia berbelok ke situ.
Beberapa waktu berlalu Farel kembali lagi ke sekolah. Ia mengendap-ngendap menuju UKS sembari menyembunyikan sesuatu dibalik jaketnya.
Ternyata Farel tidak bisa tenang kalau tidak melihat keadaan Sasya karena terus kepikiran kemungkinan terburuknya.
Farel
Sial! Kenapa gue jadi beneran kesini, sih? Bisa besar kepala, tuh, si cupu ntar.
Farel berjalan bak maling yang ingin melancarkan aksinya. Beberapa kali laki-laki tampan itu bersembunyi dibalik tembok saat melihat beberapa siswa siswi lewat.
Belum sampai di depan pintu UKS, masih di dekat jendela Farel mengintip. Mengedarkan pandangan mencari sosok Sasya.
Bu Suci
Eh, kamu ngapain disitu ngintip-ngintip?
Farel terlonjak kaget karena di pergoki oleh perawat UKS... Bu Suci.
Farel pun berdiri tegap dan salah tingkah. Bingung harus menjawab apa.
Bu Suci
"Loh, Farel ternyata."
Sorot matanya langsung berbinar.
Melihat sosok Farel dengan ketampanannya. Bukannya gimana-gimana, Bu Suci masih muda. Ia fresh graduate keperawatan dan mendapat kerjaan di sekolah ini. Mungkin sambil nunggu info loker di rumah sakit sungguhan, itung-itung nambah pengalaman dan uang jajan.
Tidak mungkin Bu Suci tidak tertarik dengan salah satu badboy sekolahan ini, apalagi brondong baginya.
Farel refleks menempelkan jari telunjuknya di bibir Bu Suci agar diam. Ia panik dan segera mengintip lagi ke dalam UKS. Manik matanya langsung membola saat ia melihat Sasya. Entahlah apa Sasya juga melihatnya atau tidak, Farel tidak tau.
Farel langsung memberikan camilan yang ia sembunyikan tadi dengan buru-buru pada Bu Suci, lalu langsung kabur.
Camilan gratis 2
Bu Suci
Eh, kamu mau kemana?
Bu Suci bersorak bingung melihat Farel yang ngibrit semakin menjauh. Lalu melihat tangannya yang memegang paper bag berukuran menengah berisi camilan.
Bu Suci mengangkat bahu lalu masuk ke UKS.
Sasya
Ada apa, Bu, heboh di luar?
Rupanya Sasya mendengar sorakan Bu Suci.
Bu Suci
Ga tau. Tadi si Fa....
Kalimat Bu Suci menggantung karena teringat sesuatu. Ia tiba-tiba memahami kejadian barusan.
Paper bag camilan yang baru saja ia taruh di atas ranjang kosong sebelah ranjang Sasya pun ia ambil kembali dan menyodorkannya pada Sasya.
Sasya menatap heran pada paper bag itu lalu Bu Suci.
Sasya perlahan mengambilnya, meski bingung. Lalu membuka paper bag itu sedikit.
Sasya
Loh ini camilan favorit saya, Bu. Kok Bu Suci tau?
Sasya
Emang sekarang pasien UKS diservis kek gini, ya? Asik, dong, bisa ke UKS tiap hari.
Bu Suci langsung melotot dan Sasya langsung sadar dengan ucapan tidak tahu dirinya.
Bu Suci
Emang kamu mau sakit terus? Tapi ini bukan servisan dari UKS.
Bu Suci
Dari saya. Kan saya yang ngasih.
Dahi Sasya berkerut. Ia makin tidak mengerti. Kenapa Bu Suci tiba-tiba ngasih camilan buat dirinya? Apalagi tahu persis camilan favoritnya. Agak aneh, tapi biarlah. Yang penting Sasya dapat camilan gratis.
Sasya
Makasih, ya, Bu. Aku jadi langsung sembuh, nih.
Sasya senyam-senyum dan merubah cara bicara menjadi manja. Terdengar imut sekali, lucu. Mungkin kalau ada orang lain selain Bu Suci yang hanya mendengar suara itu, mereka akan gemas tanpa tahu kalau itu Sasya yang membuat suara.
Bu Suci hanya bisa senyum tipis sebagai jawaban.
Bu Suci berpikir ternyata Farel masih punya hati nurani meskipun sering jahilin Sasya dengan teman-temannya. Mungkin Farel malu akan ketahuan kalau datang ke UKS jenguk Sasya. Padahal secara tidak langsung Gilang juga pelaku, tapi hanya Farel yang mau menurunkan sedikit egonya untuk memastikan keadaan Sasya.
Karena itu pula Bu Suci tidak ingin mengatakan kalau yang memberikan camilan itu adalah Farel. Bu Suci ingin mempertahankan sifat baik Farel meskipun hanya secuil itu. Siapa tau nanti Farel berubah dan bisa mengajak teman-temannya agar tidak menjahili Sasya lagi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!