NovelToon NovelToon

FANIA ITU AKU

PART 1

Di pekarangan rumah mewah, terlihat beberapa anak sedang bermain dengan bahagianya.

Rey (11 tahun), Lisa (9 tahun), Rina (12 tahun), Rangga (11 tahun), Resi (10 tahun), dan Daniel (11 tahun).

Mereka tinggal dalam sebuah komplek perumahan mewah, dan sekarang keenal anak tersebut sedang bermain bersama di pekarangan rumah Resi.

Memang setiap hari minggu, anak-anak tersebut sudah biasa berkumpul dan bermain bersama. 

Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata sendu mengintip mereka bermain dari balik sebuah pohon di pekarangan. Anak tersebut adalah Fania (9thn).

Fania atau biasa dipanggil Nia sebenarnya adalah anak asli dari pemilik rumah mewah tersebut.

Tetapi sejak mamanya meninggal dunia, tidak lama setelahnya sang ayah membawa pulang seorang wanita yang bernama Laura, beserta tiga orang anak yaitu Rina, Rangga, dan Resi. Sejak saat itu, wanita dan ketiga anak itu menjadi ibu dan kakak tiri Nia.

Nia sebenarnya ingin ikut bermain, tapi dia takut karna sejak kehadiran kakak-kakak tirinya, kehidupan Nia menjadi menyedihkan, Nia seperti pembantu dirumahnya sendiri. Untung masih ada Mbok Nah yang setia menemaninya.

Sejak keluarga baru masuk dalam kehidupan Nia, semua berubah. Dari kamar besar dan nyaman menjadi kamar sempit dengan hanya sebuah kasur dan lemari kayu. Kamar indahnya, pakaian, dan mainannya, semua diambil oleh ketiga kakak tirinya.

Apabila Nia kecil membantah, Laura dan Resi tidak segan-segan memukul dan menghukum Nia.

Rina dan Rangga menutup mata dengan perbuatan mama dan adiknya itu. Meskipun sang ayah juga mengetahui perbuatan Laura dan kakak-kakak tirinya, sang ayah tak acuh terhadap keadaan Nia.

###

Nia kaget ketika Mbok Nah tiba-tiba menarik tangannya.

"Ayo Non, masuk saja jangan dilihat lagi. Main sama Mbok Nah saja didalam ya."

Nia hanya diam sambil mengikuti Mbok Nah yang memang sangat menyayanginya. Di dalam kamar, Mbok Nah menatap putri majikannya dengan sedih.

'K**asihan nasibmu nak ... aku akan melindungimu sesuai pesan mamamu sebelum beliau meninggal. '

"Mbok, kok liatin Nia terus kenapa?"

Mbok Nah tersenyum, "habisnya Non Nia cantik, hehehe."

"Ih Mbok Nah bisa saja." Nia tertawa bahagia.

Hanya dengan Mbok Nahlah Nia baru bisa tertawa bahagia. Nia sudah menggangap Mbok Nah sebagai mamanya sejak mama kandungnya meninggal empat tahun yang lalu. Sambil melipat cucian kering, Mbok Nah bercanda dengan Nia didalam kamar.

"Mbok Nah! Mbookkk!!" Tiba-tiba terdengar lengkingan suara Resi memanggil dari dapur.

"Bentar ya, Non Nia," kata si mbok sambil berlari menghampiri nona Resi.

"Ya non Resi," jawab Mbok Nah

"Mbok Nah dari tadi ngapain aja sih?! Teman-teman Resi datang masa nggak dibawain camilan sama minuman! Jangan malas aja kalau kerja!" dengan judes Resi memberi perintah

"Iya Non." Mbok Nah langsung menuju ke dapur,  menyiapkan apa yang diminta majikan barunya itu.

Nia yang bosan dikamar ikut membantu Mbok Nah di dapur.

"Mbok, biar nanti Nia aja yang bawa makanan ini keluar."

"Jangan non, nanti kalau non Nia dimarahi non Resi gimana?"

"Gitu ya mbok ... padahal Nia ingin ikut main, tapi Nia takut dihukum sama kak Rina dan kak Resi ... " jawab Nia sedih.

"Sudah, Non Nia belajar di kamar saja dulu biar makin pintar, nanti mbok temani main lagi."

"Ya sudah kalau gitu, Mbok," jawab Nia sambil menuju kamarnya

###

Malam hari saat makan malam, Laura dan ketiga kakak tiri Nia telah berkumpul di meja makan. Nia dengan wajah takut mendekati meja makan.

"Ma, kata Bu Guru besok Nia disuruh bayar buku paket ... "

"Heh! Minta duit lagi ya kamu! Nggak usah beli buku! Pakai saja buku bekas kakakmu!" jawab Laura sambil menatap tajam ke Nia.

"Tapi Ma ... "

"Nggak ada tapi-tapian. Pergi sana kamu! Merusak selera makanku saja!" kata Laura sambil mendelik.

"Heh babu! Jngan minta uang ke mamaku! Kamu bukan anak mamaku!" kata Resi ikut-ikutan mamanya memarahi Nia.

Nia cuma bisa diam dan meninggalkan ruang makan tersebut dengan perasaan sedih.

###

Di dalam kamar, Nia mulai menangis sedih. Mbok Nah yang tadi mendengar obrolan Nia, tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar. Melihat Nia yang menangis, langsung dipeluknya tubuh ringkih tersebut.

"Sudah, sudah non .... Nanti mbok kasih uangnya ya, biar bisa bayar buku."

"Beneran Mbok?" kata Nia kembali senang.

"Iya, Non. Jadi jangan menangis lagi ya, sayang ... "

"Mbok, kenapa Mama Laura dan kakak-kakak nggak suka samaa Nia, ya?"

Mbok Nah yang ditanya begitu bingung mau jawab apa.

"Non Nia kan masih ada Mbok Nah yang sayang" kata simbok sambil tersenyum.

"Sudah Non, ayo kita makan. Mereka sudah selesai makan, sekarang giliran kita."

"Horee! Kita makan!" jawab Nia bahagia.

Ya, sejak Laura menjadi nyonya dirumah tersebut, Nia dilarang makan bersama dengan mereka. Nia hanya boleh makan di dapur setelah mereka selesai makan.

Sambil duduk di pojokan dapur, Mbok Nah dengan telaten menyuwir daging ayam ke dalam piring Nia dan membawanya ke dalam kamar Nia.

"Mbok, memangnya kita boleh ya makan ayam ini? Kalau dimarahi sama Mama Laura gimana, Mbok?"

"Jangan takut, Non. Tadi pas ke pasar, Mbok sengaja beli ayam lebih dengan uang Mbok Nah sendiri. Jadi ayam ini punya Non Nia," jawabnya sambil menyuapi Nia makan.

"Makasih ya, Mbok," kata Nia sambil mengecup pipi si mbok.

Brakkk!

Tiba-tiba, pintu kamar Nia dibuka dengan kasar.

Mbok Nah dan Nia terkejut menatap pintu kamar.

Terlihat Resi yang memasuki kamar tersebut dengan wajah sinis. Saat Resi melihat piring makan Nia, dia langsung teriak, "Mamaaa! Ada pencuri!!"

PART 2

Laura yang kaget mendengar teriakan Resi, buru-buru menuju kamar belakang. 

"Dimana pencurinya Res?" kata Laura dengan kagetnya.

"Itu Ma! Si anak babu mencuri ayam goreng, lihat tuh dia makan ayam goreng kita Ma," seru Resi sambil menunjuk piring makan Nia.

Mbok Nah terkejut dengan perkataan Resi. "Saya tidak mencuri, Nyonya. Ayam ini saya beli pakai uang saya sendiri untuk Non Nia ...."

"Kamu ya Mbok. Punya uang darimana coba?! Kamu pasti mencuri, kan?!"  kata Laura sambil mendelik. 

"Tidak nyonya, saya tidak mencuri ...." jawab mbok Nah kekeh. 

Tiba-tiba Laura dengan kasarnya menarik tangan mungil Nia yang dari tadi bersembunyi di belakang punggung Mbok Nah

"Ampun Ma, ampun Ma, Nia tidak mencuri ...," kata Nia dengan wajah ketakutan. 

Laura tidak peduli dengan rintihan Nia dan terus menariknya sampai ke ruang keluarga. Mbok Nah yang mengikuti mereka terus-terusan meminta ampun, "maafkan saya Nyonya. Ini semua salah saya bukan salah Non Nia, tolong lepaskan Non Nia."

Sesampainya di ruang keluarga, Laura langsung mengambil kemoceng dan mulai memukuli Nia. Nia hanya bisa menangis dan memohon ampun berulang kali.

Setelah puas memukuli Nia, Laura berkata, "ingat baik-baik, semua yang ada di dalam rumah ini adalah milikku dan anak-anakku! Jadi jangan pernah mengambil, menyentuh, atau memakan apapun tanpa seijinku! Mengerti?!" bentak Laura angkuh.

"Iya Ma, maafkan Nia ...," lirih Nia sambil terisak.

Sedangkan Resi, dia tertawa melihat kejadian tersebut dan berkata, "ingat babu, jangan sok jadi nona di rumah ini!" sambil menjulurkan lidahnya. 

Mbok Nah yang melihat hal tersebut hanya dapat memeluk nona kecilnya dan meminta maaf, "maafin Mbok ya, Non. Karena Mbok, Non Nia jadi begini ...."

Nia cuma bisa menangis dalam pelukan Mbok Nah.

"Mbok, saya ingatkan sekali lagi ya, saya ini Nyonya rumah di sini! Jadi kamu sebagai pembantu di sini jangan berani-beraninya melawan saya!" kata Laura sambil meninggalkan ruangan. 

"Sudah, Non ... ayo Mbok obati kakinya, kita ke kamar yuk, Non."

###

Hari masih gelap, tetapi Nia dan Mbok Nah sudah bangun.

"Mbok, kenapa papa sekarang tidak sayang Nia lagi ya?" kata Nia sedih.

"Sudah Non, jangan dipikirkan," jawab si Mbok.

"Mbok, Nia takut tinggal di sini, Mbok ... Nia takut sama Mama dan Kak Resi," kata Nia lagi.

Mbok Nah terdiam merenung mendengar perkataan nona kecilnya,

'apa aku ajak saja Non Nia pulang ke desa saja ya supaya bisa lebih aman ...'

### flashback ###

Setelah pemakaman Fira (Ibunda Nia), seorang pengacara datang ke rumah untuk membacakan surat wasiat dari almarhumah. Surat tersebut menyatakan bahwa:

Seluruh harta benda peninggalan almarhumah berupa rumah dan segala isinya, mobil, gedung, dan perusahaan akan diwariskan kepada anak tunggalnya, yaitu Fania Subroto, dengan ayahnya, Wahyu Subroto, sebagai walinya hingga Fania mencapai usia dewasa.

Sebelum Fania Subroto mencapai usia dewasa, warisan tersebut tidak dapat diganggu gugat, dijual, maupun dipindah tangankan.

Apabila terjadi sesuatu kepada Fania Subroto sebelum usianya mencapai 18 tahun, maka seluruh harta warisan akan diuangkan dan disumbangkan ke panti asuhan dan yayasan sosial.

Ya, sebenarnya semua kekayaan yang ada sekarang berasal dari keluarga Ibundanya. Ayah Nia bukanlah pemilik dari rumah dan perusahaan tempatnya bekerja. Itu semua adalah milik ibunda dan kakeknya Nia yang diwariskan kepada Nia.

Sedangkan Mbok Nah, dulunya pernah di tolong oleh keluarga Pak Alex. Sejak saat itu Mbok Nah mengabdi kepada keluarga tersebut karena merasa berhutang budi. Sampai Fira menikah dan memiliki anak pun, Mbok Nah masih setia ikut dengan Fira. Bahkan hingga ajal menjemput majikannya, Mbok Nah selalu merawat Nia seperti anak sendiri.

Fira yang sangat menyayangi anak satu-satunya itu selalu berpesan kepada Mbok Nah, "Mbok, tolong jaga Nia ya, Mbok ... kalau sampai aku tiada, tolong rawat Nia baik-baik ya, Mbok."

###

"Mbok, kok Nia ajak bicara Mbok Nah malah diam sih," kata Nia sambil manyun. 

"Eh ... maaf non cantik, Mbok lagi bingung," jawab Mbok Nah sambil mesem-mesem. 

"Non Nia, emang benar nggak betah tinggal di sini?" tanya Mbok Nah pelan. 

"Nia takut, Mbok ... takut dipukuli lagi sama Mama Laura dan Kak Resi ...," jawab Nia sambil menunduk ketakutan.

"Non Nia kalau Mbok ajak tinggal di desa, mau?" tanya Mbok Nah lagi dengan hati-hati.

"Desa itu di mana, Mbok? Apa tempatnya bagus?" tanya Nia heran. 

"Desa itu tempatnya sepi, nggak ada mall, nggak ada timezone Non," kata Mbok Nah sambil membelai rambut Nia.

"Di desa nanti ada Mama Laura dan Kak Resi juga, Mbok?" tanya Nia lagi. 

"Ya nggak ada Non. Di desa mah adanya sapi sama kambing!" kata Mbok Nah tertawa.

"Hahaha ... Memang Nia boleh tinggal di sana, Mbok? Kalau ke sana Mama Laura dan Kak Resi nggak akan memukuli Nia lagi?" tanya Nia lugu. 

"Enggak dong Non, di desa nggak akan ada Mama Laura dan Kak Resi."

"Nia mau, Mbok! Nia mau tinggal di desa, Mbok!" kata Nia dengan wajah cerah.

"Kapan kita pergi ke desa, Mbok?"

"Tapi Non Nia janji ya, jangan bilang siapa-siapa soal desa." Mbok Nah meletakkan telunjuk di bibirnya. mengisyaratkan untuk merahasiakan hal tersebut.

"Iya, iya! Nia janji, Mbok," jawab Nia sambil menjulurkan jari kelingkingnya. 

Mbok Nah pun tersenyum dan mengaitkan jari kelingkingnya ke jari mungil Nia. 

"Lagian Nia mau cerita ke siapa, Mbok. Kan Nia nggak punya teman," kata Nia lagi.

Mbok Nah melihat majikan tersayangnya itu dengan tatapan sedih dan miris. Sejak Laura masuk ke dalam kehidupannya, Nia tidak lagi merasakan kebahagiaan.

"Ya sudah, Mbok buat sarapan dulu ya," pamit Mbok Nah. 

"Nia bantu ya Mbok, abis itu Nia mandi ya!" jawab Nia senang. 

Di ruang makan, Laura, Rina, Rangga, dan Resi sudah duduk dan siap untuk sarapan. 

Rina, Rangga, dan Resi disekolahkan di sekolah swasta elite ternama, sedangkan Nia dipndahkan ke sekolah swasta murah seadanya.

Setelah selesai sarapan, Rina, Rangga, dan Resi pamit berangkat ke sekolah.

"Ma, kami pergi sekolah dulu ya!" Rina, Rangga dan Resi serempak mengucapkan salam ke mamanya lalu masuk ke dalam mobil.

Dari pintu samping, Nia menatap sedih kepergian mobil tersebut. 

"Mbok, ayo cepetan nanti Nia telat nih," kata Nia.

"Iya non, ayo," ajak Mbok Nah sambil menggandeng tangan mungil Nia.

Mereka berjalan kaki menuju ke sekolah Nia. 

Saat melewati rumah seorang tetangga Nia, tiba-tiba ada yang menyapa Nia, "Nia, Nia mau ke sekolah ya?"

Karena disapa Nia pun membalas sapaan tersebut, "iya Tante Retno," jawab Nia malu-malu.

"Nia bareng dengan Rey dan Lisa aja ya, nanti telat loh kalau jalan kaki!" kata Retno kembali. 

"Jangan Nyonya, nanti merepotkan ... terima kasih banyak," jawab Mbok Nah.

"Nggak papa, Mbok! Kan sekalian lewat." Retno tetap bersikeras.

Retno keluar dari pekarangan rumahnya lalu menarik Nia untuk diajak masuk ke dalam mobil yang sudah siap mengantar putra putrinya ke sekolah. Rey dan Lisa saat itu sedang keluar dari rumah, dan melihat apa yang mamanya lakukan. 

"Rey, Lisa, kalian antar Nia ke sekolahnya dulu nggak papa kan?" tanya Retno kepada kedua anaknya. 

"Nggak papa Ma, kan sekalian lewat," jawab Rey tak acuh.

"Ayo Nia!" kata Lisa sambil menggandeng tangan Nia masuk ke dalam mobil. 

Dengan takut-takut, Nia melirik ke arah Mbok Nah.

"Ya sudah nggak papa, Non. Non Nia ikut mereka saja ya," kata Mbok Nah sambil tersenyum. 

"Terima kasih ya, Nyonya," kata Mbok Nah lagi kepada Tante Retno.

"Mbok Nah, Tante Retno, Nia pergi dulu ya," pamit Nia pelan. 

Mobil pun berjalan santai membawa ketiga anak tersebut ke sekolahnya masing-masing. Di dalam mobil, Lisa yang memang nggak bisa diam bertanya, "Nia kok nggak ikut mobil Kak Rangga? Kan sekalian lewat."

Sedangkan Rey cuma mendengarkan obrolan bocah kecil tersebut. 

"Nggak, Nia sudah biasa diantar Mbok Nah kok," jawab Nia pelan seperti berbisik.

Nia takut ketahuan kakak-kakaknya. Kalau sampai mereka tau Nia ikut mobil Rey dan Lisa, ia bisa dipukuli lagi oleh Resi.

"Umm ... Lisa tolong nanti jangan kasih tau kak Rina dan kak Resi ya kalau Nia ikut mobil kalian ...," pinta Nia takut-takut. 

"Loh kenapa memangnya Nia?" tanya Lisa bingung.

"Nggak papa, nanti Nia dimarahi," jawab Nia pelan. 

Rey yang duduk di depan, dalam hati kaget. Setahunya Resi anak yang baik dan lembut. Marah bagaimana?

Lisa banyak berbicara di perjalanan, tapi Nia hanya berani menjawab dengan singkat.

Sampai di depan gerbang sekolah, Nia turun dari mobil, tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Lisa, Rey, dan juga pak supir. 

"Sa!" panggil Rey.

"Si Nia, kalau kita main ke rumah Resi kok dia nggak pernah ikutan, kamu tau kenapa?" tanya Rey.

PART 3

"Sa!" panggil Rey.

"Hmm?" 

"Si Nia, kalau kita main ke rumah Resi, dia kok nggak pernah ikutan, kamu tau kenapa?" 

"Mana aku tau kak."

"Hmmm ...," jawab Rey.

###

Akhirnya, Rey dan Lisa sampai di gedung sekolah mereka yang mewah. Kakak beradik ini pun turun dari mobil. 

Tampak Resi yang sudah setia menanti kedatangan mereka. Resi memang selalu menunggu kedatangan Rey, karena Rey mempunyai wajah yang tampan. Dengan hidung mancung dan tubuh atletis, Rey merupakan idola para gadis di sekolahnya, tapi Rey selalu acuh dan cuek. 

"Rey, kok telat sih? Tumben," kata Resi dengan suara mendayu. 

"Nganter Nia dulu," dijawab oleh Lisa dengan santai.

"What? Ngapain kalian nganter anak babu itu!" teriak Resi marah. 

"Anak Babu?" tanya Rey agak tersentak mendengar jawaban Resi. 

"Kak Rey, Kak Rey nggak usah dekat-dekat sama anak babu, nggak pantas kali," kata Resi sambil memanyunkan bibirnya manja sambil menggandeng tangan Rey.

Sejak awal mengenal Rey, Resi sudah jatuh cinta padanya dan menganggap Rey sebagai kekasihnya. Resi tidak suka jika Rey dekat dengan perempuan lain. Rey menipiskan tangan Resi, sambil terus berjalan menuju kelas. Resi mau nggak mau mengekor mengikuti mereka.

### 

"Anak babu, Nia babu!" teriak Resi yang baru saja pulang dari sekolah.

Resi masuk ke dalam rumah dengan wajah kesal sambil terus berteriak memanggil Nia dengan marah.

Laura yg mendengar teriakan Resi, langsung mengernyitkan alisnya. "Resi, kamu kok pulang pulang teriak-teriak gitu, kenapa?"

"Itu Ma, si anak babu tadi pagi nebeng mobil Rey ke sekolah," rengek Resi manja ke mamanya, sambil memasang wajah jengkelnya.  

"Sudah, nggak usah ngambek gitu. Nanti mama tegur Nia," jawab Laura lembut sambil merangkul Resi. 

"Bener ya ma, marahin si anak babu ya," kata Resi lagi dengan manja.

"Iya, iya. Sudah, jangan teriak-teriak lagi."

"Papa, papa kapan pulang, bawa oleh-oleh untuk Resi kan?" seru Resi saat melihat seorang pria gagah turun dari lantai dua.

"Hai anak cantik papa, Papa baru pulang, Sayang," jawab Wahyu sambil memeluk Resi. 

"Oleh-oleh dari papa untuk kalian sudah mama taruh didalam kamar kalian," jawab Laura. 

"Yuk kita makan. Papa udah laper loh!" ajak Wahyu.

Mereka berlima menuju ke ruang makan yang mana sudah tersaji makan siang yang disiapkan oleh Mbok Nah. 

"Nia kemana, Ma?" tanya Wahyu.

"Makan di belakang seperti biasa, Pa. katanya lebih suka makan dengan Mbok Nah," jawab Laura tak acuh.

"Hm, ya sudah. Ayo kita makan," ajak Wahyu.

Setelah makan, anak-anak langsung berlari menuju kamar untuk melihat oleh-oleh yang dibawakan oleh papanya.

"Ma, Mama ingat kan harus bagaimana terhadap Nia?" tanya Wahyu.

"Iya, Mama nggak ngapa-ngapain dia kok, Pa," saut Laura agak kesal.

"Kita harus sabar untuk membujuk Nia saat usianya 18 tahun nanti, Ma. Supaya Nia mau menanda tangani penyerahan hak warisnya ke kita," kata Wahyu lagi.

"Papa yang bodoh!" jawab Laura dengan ketus.

"Ingat nggak dulu janji Papa apa? Saat Papa bilang si Fira menyukai Papa?" Laura berkata sambil mendelik.

"Lihat sekarang, mana buktinya? Papa nggak dapet apa-apa setelah dia meninggal kan!"

"Papa nggak nyangka kalau si Fira itu ternyata licik," jawab Wahyu geram.

###

Jauh sebelum menikah dengan Fira, Wahyu sudah memiliki satu anak dengan Laura, yaitu Rangga. Sementara Rina adalah anak dari Laura dan mantan suaminya. Saat itu kehidupan Wahyu dan Laura pas-pasan dan hanya tinggal di rumah kos.

Saat Wahyu tahu anak pimpinan perusahaan tempatnya bekerja menyukainya, dia bercerita ke Laura, dan mereka akhirnya menyusun rencana sampai akhirnya Laura mengijinkan Wahyu menikahi Fira supaya bisa merebut semua hartanya. 

###

"Ingat Ma, jangan kelewatan terhadap Nia. Masih ada Indra si pengacara sialan itu yang melindunginya," ujar Wahyu lagi.

"Pa, apa Papa nggak bisa cari cara lain supaya warisan tersebut bisa jatuh ke tangan kita? Apa kita bunuh saja si Nia sialan itu seperti dulu kita membunuh Fira?" ucap Laura dengan suara kecil karena takut ada yang mendengar. 

"Tidak bisa, Ma. Kalau Nia meninggal sebelum usia 18 tahun, maka seluruh warisannya diserahkan ke panti asuhan dan yayasan sosial," jawab Wahyu lemah. 

"Dasar Fira sialan," maki Laura sengit.

###

Di dalam kamar kecilnya, Nia yang sedang sibuk mengerjakan PR sekolahnya kaget karena pintu kamarnya dibuka dengan kasar oleh Resi. Tanpa ba-bi-bu lagi, Resi langsung menjambak rambut Nia. 

"Sakit kak, ampun ...," seru Nia sambil memegangi kepalanya menahan sakit.

"Heh babu! Dengerin ya, lo jangan berani-beraninya ya dekati Kak Rey! Ngerti?! " ancam Resi murka.

"Ampun Kak. Nia nggak dekati kak Rey ...," lirih Nia dalam tangisan.

Setelah puas mengacau Nia, Resi beranjak meninggalkan kamar tersebut. Sedangkan Nia hanya bisa menangis ketakutan.

Mbok Nah yang baru selesai beberes, masuk ke dalam kamar Nia dan terperanjat kaget saat menemukan Nia yang menangis tersedu-sedu. Mbok Nah langsung memeluknya dengan erat.

"Non Nia kenapa nangis, Non?" tanya Mbok Nah.

"Hik ... hik ... hik ... Kak Resi jahatin Nia, Mbok," jawab Nia sambil terus menangis dalam pelukan Mbok Nah. 

"Cup cup, sudah jangan menangis lagi, Non ... Nanti cantiknya ilang loh," jawab Mbok Nah sambil tersenyum miris. 

Sedih, perih hati Mbok Nah melihat nona kecil yang sudah dirawatnya dari bayi merah itu, kini terlihat berantakan sambil menangis pilu.

 

"Mbok, kapan kita ke desa?" 

 

"Kita pergi sekarang yuk, Mbok. Nia nggak kuat di pukul Mama dan dijambak Kak Resi ...," kata Nia sayu. 

"Iya, Non ... yang sabar ya, Non. Mbok harus bilang dulu ke Mas Indra, kita harus ijin dulu," jawab Mbok Nah

"Mas Indra siapa, Mbok? Kenapa harus ijin ke Mas Indra, Mbok?"

"Ya pokoknya Non Nia sabar, nanti biar Mbok yang urus semua, tapi janji ya Non Nia nggak boleh cerita ke siapa pun," jawab Mbok Nah kembali. 

"Iya, Mbok. Nia sayang Simbok," kata Nia sambil memeluk erat Mbok Nah.

"Mbok juga sayang sekali sama Non Nia, jadi jangan sedih, jangan nangis lagi ya." 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!