NovelToon NovelToon

Misteri Kematian Pria Desa Kabut Surem

Pindah

Ambar Wati baru saja pulang dari pendaftaran kuliah ketika melihat pintu rumah mewahnya sudah di tempel kertas bertuliskan 'DI SITA BANK'. Bukan main terkejutnya gadis cantik ini. Baru juga di hantam kedukaan karena kedua orang tua meninggal karena kecelakaan, kini Dirinya kembali di hantam masalah baru dengan rumah nya di sita.

Om nya mengatakan jika orang tuanya meninggalkan banyak hutang, sehingga rumah ini di jadikan jaminan.

“Maaf Ambar, dengan berat hati kita harus keluar dari rumah ini. Om tau kamu sedih meninggalkan rumah yang banyak kenangan nya ini. Tapi kita memang harus segera pindah. Kita hanya tersisa mobil ini saja.’’ ucap Om nya yang juga di rundung kekalutan.

“Jadi kita semua akan tinggal dimana om Tante?’’ tanya Ambar lemas.

“Oom ada rumah di kampung, tapi sempit. Jadi dengan kata lain kita akan tinggal di rumah Eyang’’ ucap om Darma.

“Hem jika memang itu yang terbaik, Ambar ikut saja om’’ Ambar langsung menaiki tangga menuju ke kamar nya.

Ambar mulai memasukkan pakaian nya kedalam koper. Terdapat tiga koper yang di bawa. Karena memang Dia begitu banyak pakaian. Dua koper untuk pakaian, dan satunya untuk aneka rasa sepatu dan aksesoris lainnya. Tak lupa foto keluarga kecil mereka.

Ambar mengusap kedua matanya. Dia menangis pelan karena luka hati nya. Baru saja di terpa duka, kini rumah peninggalan yang penuh kenangan pun juga disita. Siapa yang tidak akan hancur hatinya bila mendapat cobaan bertubi begini. Hidup sebatang kara, walaupun ada Om dan Tante nya, tetap saja rasa nya beda dengan orang tua sendiri.

Tok...tok..tok

Terdengar pintu diketuk dari luar.

Ambar?! Kamu baik-baik saja sayang?’’ tanya Tante Ningrum.

“Iya Tante, sebentar lagi Ambar turun” ucapnya serak.

Tante Ningrum menghela nafas berat, iba melihat keponakannya ini yang bersedih karena terus di hantam ujian beberapa bulan belakangan.

Setelah semua pakaian dan semua perlengkapan nya siap di packing, Ambar beranjak menuju pintu. Dia menatap sebentar sekeliling kamarnya. Begitu berat Dia rasanya meninggalkan rumah ini. Bayangan mama dan papa nya yang bercanda malam sebelum kecelakaan itu menari di pelupuk mata. Ambar menghela nafas berat lalu di hembuskannya, berharap rasa sesak di dada sedikit berkurang. Ambar menutup pintu kamar, turun tangga menyusul keluarganya.

“Sudah siap sayang?’’ tanya Om darma.

“Iya om.’’

.

Mereka semua pun pergi meninggalkan rumah kenangan itu. Sepanjang perjalanan Ambar hanya diam saja, karena memang pikirannya masih kalut. Sesekali hanya senyum melihat sepupu nya yang bercanda.

Om nya memiliki empat anak. Dulunya Om darma tinggal di kampung Eyang tapi beda rumah. Eyang melarang keras anak lelaki bungsu nya ini tinggal di rumahnya. Om darma hanya beranggapan bahwa sang Ibu tidak menyukai istrinya. Karena Tante purba ningrum bukanlah dari keluarga berdarah biru.

Saat kakak nya alias papa nya Ambar sukses, Darma di minta ikut ke kota membantu mengurus perusahaan pribadi papa Ambar. Ayah Ambar membangun perusahaan nya dari nol tanpa dukungan orang tua nya. Tapi saat kecelakaan itu terjadi, sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, papa menitipkan anak satu-satunya pada adik bungsunya.

👻

9 jam berkendara akhirnya mereka tiba di gerbang menuju desa Eyang. Terlihat kehidupan di sana sudah agak maju. Tidak seperti beberapa tahun lalu, di saat pertama kali Ambar mengunjungi Pemakaman Sang Eyang. Dulu sekitaran kiri kanan jalan banyak pohon-pohon tinggi dan semak belukar, listrik juga belum ada, Jalanan masih tanah becek. Kini jalan sudah lumayan bagus karena aspal, meskipun hanya muat 1 kendaraan dan motor saja, listrik juga sudah ada dan ada warung lumayan besar juga.

15 menit kemudian, mereka tiba di halaman rumah Eyang Gayatri. Saat memasuki pagar, angin dingin menerpa wajah Ambar, seketika bulu kuduknya meremang.

“Kok horor gini sih rumah Eyang? mending kita kerumah kita aja yuk Pa?’’ ujar anak ketiga Darma. Dia kelas 4 SD.

“Rumah kita kecil sekali nak, mana bisa menampung kita yang segerombolan ini. Sudah bagus di rumah Eyang. Rumah megah begini kok!. Ini jika di bersihkan nanti juga hilang kesan horornya. Rumah ini sudah lama di tinggal dan tidak terawat, makanya jadi begini. Udah ayo kita masuk.’’ ujar Darma panjang lebar.

Orang yang lewat di depan pagar hanya melihat saja. Om Darma hanya melihat sekilas.

Krieeeeeetttt

Pintu berderit saat di buka, menandakan rumah ini memang jarang di buka. Jadi engsel pintu karatan. Angin dari luar langsung membawa daun ke dalam rumah.

“Wah harus kerja keras ini sepertinya.’’ ucap Dimas anak tertua. Umurnya lebih tua dua tahun dari Ambar.

“Bagian sini biar saja duku. Kita bersihkan saja bagian kamar, karena itu bagian terpenting. Soal dapur nanti papa telpon Mbok tukiem untuk membersihkan.’’ timpal Darma.

“Jadi kita tidur dimana ini?’’ tanya Della yang seumuran Ambar.

“Kiya di atas saja. Aku biasanya jika nginap di sini kamarnya di atas.’’ ucap Ambar cepat.

“Hm, baiklah. Semua telah memutuskan. Papa dan mama akan tidur di atas juga, termasuk kalian berdua. Nanti papa juga akan minta mbok tukiem dan pak Saimin nginap disini. ’’ tunjuknya pada ketiga putra nya.

Semua setuju dan meninggalkan ruangan yang luas itu. Semua barang-barang masih di tutupi kain putih, sehingga terlihat horor sekali. Padahal itu untuk menutupi barang dari debu.

.

Pukul 07.00 mereka berkumpul di ruang tamu. Kain yang menutupi sofa dan meja sudah di buka. Sebelum naik ke atas Darma sempat menyapu dan membereskan sedikit area ruang tamu.

“Kok sepi banget ya? Hem malah nggak ada signal lagi.’’ keluh Dimas. Dia yang biasanya jam segini akan nongkrong bersama temannya di cafe, mendadak harus tinggal di pelosok sini, apa tak membara hati pria muda ini.

“Kamu ini, ngeluh Mulu dari tadi. Dari pada kamu di Kota jadi pemulung, mending tinggal di sini. Lihat saja rumah Eyang ini! Rumah walikota saja kalah megahnya. Hussssh!’’ ucap Della mendengus.

Dimas menatap Della sengit. Ketika akan membalas perkataannya, Langsung di potong Papanya.

“Besok kalian akan mendaftar di kampus baru. Kalian masuk kampus yang sama, biar gampang juga pulang perginya. Di kota ini nggak kalah bagus kok. Jurusan kalian juga ada di kampus itu.’’ ucap Darma.

Mereka bertiga hanya mengangguk saja, mau menolak juga tidak bisa. Di sini harus srba menerima. Ada tempat tinggal saja sudah bersyukur, mana tempat tinggalnya megah lagi.

“Boleh minta sesuatu Pa?’’ tanya Della.

“hem?’’

“Pasang wifi dong. Jika ada tugas kuliah pasti butuh signal juga.’’ ucapnya santai.

“Alah! Bilang saja mau chat ayank’’ timpal Dimas.

.

.

“Hantuuuu!!!’’

Dimas di ganggu

Tok..tok....tok...

Della yang akan menjawab ucapan sang Kakak jadi diam tatkala mendengar ketukan pintu. Semua berpandangan. Dimas dengan gaya tengilnya langsung berdiri menuju pintu ruang tamu.

Saat di buka terlihat wanita tua, mengenakan kebaya hitam kuno. Di tangannya terdapat boneka lusuh yang mengerikan di mata Dimas. Pria ini terpaku, mendadak saja kaki nya berat mau kabur.

“Hantuuu!!!’’ Pekik Dimas lantang.

.

Semua yang berada di ruang tamu langsung terlonjak kaget mendengar teriakan Dimas. Mereka semua buru-buru menyusulnya.

“Eh ada mbok Tukiyem, mari masuk Mbok! Maaf ya anak kami satu ini memang penakut.’’ Darma mempersilahkan Mbok Tukiyem masuk.

“Jadi apa yang harus saya kerjakan Den?’’ tanyanya tanpa basa-basi.

“Tolong di bersihkan area dapur ya Mbok. Oh iya malam ini bisa kan nginap di sini saja. Mbok sama Pak Saimin bisa menggunakan kamar Ibuk.’’ ucap Darma.

“Baiklah. Tapi maaf den, mendiang Eyang Gayatri melarang orang asing tidur di kamarnya. Kecuali cucu nya.’’ jawab Mbok Tukiyem.

Para cucu yang mendengar langsung kaget. Buku kuduk mereka mendadak merinding. Sontak kelima saudara itu menatap foto yang tertera di dinding rumah. Terlihat potret Eyang Gayatri Laksmi mengenakan kebaya Hitam. Rambut sanggul dan ada tusuk konde di sebelah kiri, di dada ada hiasan Bros emas. Mata nya terlihat tajam dan penuh misteri. Otomasi ke 5 saudara ini saling pandang.

“Eh ke atas aj yuk! Kayaknya malam ini bulan purnama. Enak juga ni duduk di balkon’’ ucap Dimas. Karena Dia memang sangat merinding sekarang.

“Ayok! Jangan lupa cemilan sekalian.’’ jawab Denis adik Dimas no tiga.

Akhirnya mereka berlima naik ke lantai dua.

“Ini aku ngeri banget ya di rumah ini! Kesannya horor benget gitu. Apalagi fotonya Eyang, udah kek mau makan orang saja tatapan nya itu.’’ ucap Dimas yang memang takut tidak ada habisnya.

“Hust!!!! Bisa diam nggak sih kak. Dari tadi takut mulu kerjaannya. Rumah Eyang ini kan sudah lama di kosong dan nggak ada yang merawat juga, jadi wajar dong jika terkesan horor.’’ balas Della muak lama-lama dengan kakaknya ini.

“Terserah kalian! Gue keluar dulu. Denis, kamu di sini aja atau ikut ke kamar bareng kakak?’’ tanya Dimas pada adiknya. Kamar Dimas dan adik nya jarak satu kamar dari kamar Ambar.

“Aku disini aja deh.’’ jawab anak itu.

Dimas hanya mengedikkan bahu dan meninggalkan kamar. Saat keluar kamar kembali sepi yang terasa. Dari semua area rumah ini, hanya kamar Ambar yang rasanya hangat dan nyaman. Sementara ruangan lainnya terasa lembab dan aura nya berbeda.

Dimas menelan ludah kasar. Mendadak saja rasa takut kembali menghantuinya. Melihat ke kiri kanan, mau kembali ke kamar rasa sudah pasti gengsi. Tadi Dirinya sok-sokan berani. Nanti jika kembali, pasti akan jadi bahan ledekan adik dan sepupunya. Dengan menguatkan tekad Dimas melangkah kakinya, berjalan melewati satu persatu kamar. Saat di asik berjalan sekilas terlihat sesuatu bayangan di cermin. Dimas langsung menoleh tapi tidak ada siapapun. Dengan langkah seribu Dimas langsung masuk kamarnya dan menutup pintu kasar.

“Astaghfirullah apa itu tadi? Masa sih Aku salah lihat. Sudah jelas di cermin seperti ada seorang melintas?!’’ nafas Dimas ngos-ngosan saking berdebarnya.

Dimas berjalan mundur dan duduk di ranjang. Tapi rasanya ada yang berbeda. Karena ada empuk dan kerasnya juga. Dia meraba-raba sesuatu. Tangannya terasa basah dan berbau amis juga. Dengan pelan Dimas melihat ke arah apa yang di raba. Sontak saja Dimas langsung terlonjak kaget dan tersurut mundur.

Terlihat wanita berambut sangat panjang menatap tajam menyeringai. mulut wanita itu terus mengeluarkan darah segar. Dimas yang terpaku langsung di seret hingga menabrak pintu.

“Agrrrkhhhh!!!’’ Dimas memekik tertahan. tubuhnya terasa remuk karena di seret dan di banting oleh hantu perempuan itu.

“To---long!’’ Dimas terbata tapi suaranya seorang tidak keluar. Di lantai sudah banyak darah yang tergenang akibat dari darah dari mulut hantu wanita itu.

“Ya Allah bagaimana aku bisa keluar dari sini?’’ batinnya.

“Ganti nyawa ku. Kau juga harus mati bersama ku!!’’ bisik hantu perempuan itu lalu mencekik hingga Dimas tergantung di udara.

Wajah Dimas memerah dan kesulitan bernafas juga. kaki nya menendang-nendang Karena menahan rasa sakit dan butuh oksigen.

Brakkkkk!!!

“Haahhh???’’ Dimas ngos-ngosan menghirup dan menghembuskan nafas lega.

“Aden baik-baik saja?’’ tanya nya.

“Arhghkkk... Astaga Mbok! Kirain hantu! Ada apa?’’ tanya Dimas berusaha tenang.

“Tadi Mas saya panggil-panggil, Ndak menyahut. Jadi saya langsung masuk saja, ternyata tertidur sangat pulas sekali. Mas sudah di tunggu untuk makan malam.’’ jawab Mbok Tukiyem. Lalu pamit keluar.

Dimas menatap kiri kanan dan lantai. ternyata tidak ada setitik darah pun di sana. Dia kembali mengingat kejadian barusan.

“Lalu apa itu tadi? Masa sih cuman mimpi, tapi rasanya seperti nyata. Mana mau minta nyawa lagi. Ihhhhh’’ gumam Dimas seraya bergidik ngeri.

Segera Dia beranjak dan keluar kamar. Saat pintu terbuka terlihat Mbok Tukiyem sudah berdiri di hadapannya dengan wajah dinginnya.

“Ada apa lagi Mbok?’’ tanya Dimas sambil berjalan.

“Mbok baru saja mau manggilin Aden untuk makan malam, ternyata sudah keluar duluan. Kalau begitu saya pamit duluan Den.’’ pamit Mbok Tukiyem.

“Ha?!’’ Dimas langsung melongo.

“Jika baru saja itu Mbok Tukiyem, jadi yang ngobrol sama aku di dalam tadi siapa?’' gumamnya pelan.

Dimas menoleh kamarnya, terlihat hordeng putih renda itu meliuk-liuk berkibar, padahal anginnya tidak kencang. Dia langsung merinding. Lewat di depan cermin , Dimas sedikit melirik lalu melajukan langkahnya. Dilihat kamar sepupu nya sepi jadilah Dia langsung turun ke bawah.

“Tumben lama? Biasanya jika soal makan langsung sat set!’’ ucap Della yang memang tidak pernah akur dengan sang kakak.

Dimas hanya diam tidak menanggapi karena pria ini memang sedang kalut dengan pikirannya. Belum juga beradaptasi sudah di gangguin oleh makhluk tak kasat mata. ini Dimas sebenarnya sudah tidak betah tinggal disini. Jika mau kabur ya kabur kemana akan berteduh. Di desa ini sebabnya sangatlah enak dan asli, apalagi rumah Eyang yang begitu megah. Tapi yang membuat semua nyaman adalah rumah dan auranya ini.

“Gimana? Betahkan tinggal disini?’’ tanya darma disela makannya.

“Betah kok pa. Rumah Eyang bagus dan ada kolam ikannya juga itu di taman samping. Besok Arum mau main disana ya pa?’’ tanya gadis berusia 5 tahun itu.

“Iya boleh. Besok kita sama-sama gotong royong’’ balasnya.

Yang lain hanya mengangguk saja. Sedangkan dari arah dapur Mbok Tukiyem tersenyum menyeringai.

.

.

Jangan lupa like subscribe vote dan komentarnya 🙏

Belanja

Semua terlihat ceria pagi ini. Karena Tante Ningrum dan ketiga wanita itu akan berbelanja ke pasar tradisional di kampung sini.

Sedangkan Darma, Dimas, Denis akan mulai membersihkan pekarangan rumah. Bagian dalam rumah akan di bersihkan oleh Mbok Tukiyem dan Lek Saimin.

Ambar yang hanya pernah belanja di mall saat masih kaya, kini Dialah yang paling bahagia, karena ini moment pertama kali berbelanja di pasar tradisional. Dia sudah membayangkan akan dimana barang-barang untuk di jual akan di taruh diatas meja atau lesehan yang beralaskan bambu yang di anyam. Dan akan di beli dengan gobog (uang koin ada lobang di tengah) khas Jawa jaman dulu.

Mereka bertiga pergi ke pasar tradisional berjalan kaki, karena lokasi pasar tak seberapa jauh dari kediaman mereka saat ini.

“Nah, yang itu rumah ku dulu!’’ beri tahu Della.

“Oh tapi meskipun kecil bagus loh suasana nya. Nggak kayak di rumah Eyang. Aura nya seram banget’’ ucap Ambar.

“Hust! Nggak baik ngomongi orang yang sudah meninggal. Ucap Tante Ningrum, kedua gadis itu langsung bungkam.

Tak berapa lama mereka tiba di pasar tradisional. Para penjual sibuk melayani para pembeli. Tante Ningrum langsung menuju tempat penjual keperluan dapur.

“Bawang merah berapa sekilo nya Kang?’’ tanya Tante.

“Bawang mewah dan putih 15 ribu/kilo Mbak yu. Sayur 4 ikat lima ribu.’’

“Ya sudah bawang nya masing-masing 1 kilo ya. Itu bayam sama kangkung juga. Telor satu baki.’’ ujar Tante Ningrum.

Ambar melongo mendengar bahan makanan murah begini, karena di kota bawang saja sudah mencapai 30 ribu dan lainnya juga serba mahal.

Setelah membayar Tante Ningrum menuju tempat yang menjual ikan dan daging.

“Ma, kita kesana dulu ya. Mau beli cemilan.’’ ucap Della. Tante Ningrum mengangguk.

Saat berjalan Tante Ningrum tak sengaja menabrak seseorang.

“Eh Ningrum kan ya?’’ tanya Inah teman lamanya.

“Iya. Kamu apa kabar Inah?’’ Tante balik bertanya sambil memilih ikan di dalam baskom.

“Aku Yo begini, Alhamdulillah sehat. Kamu kok Yo tambah cantik, sudah pas sekali jadi orang kota. Kamu kok tumben pulang? Mau lihat rumah lama mu ya?’’ Tanya nya kepo.

“Ndak lah. Em, panjang cerita nya. Yang jelas aku beserta yang lainnya kini tinggal di rumah Mertua ku.’’ jawab Tante Ningrum.

“Saya ikan nila dan lele setengah kilo, ayam sekilo dan ini bakso nya setengah kilo.’’ ucap Ningrum pada penjual dan mengulurkan uang.

“Ihi kembalian nya Mbak yu.’’

Mereka telah selesai berbelanja dan membayarnya. Kedua wanita itu duduk di poskamling menunggu Della dan Ambar membeli aneka jajanan.

“Jadi kamu tinggal di rumah Eyang Gayatri?!’’ Inah kembali bertanya karena memang benar-benar penasaran.

“Iyalah. Mau tinggal dimana lagi. Anakku saja ada 4 di tambah anak almarhum ipar ku. Yo mana muat menampung kami semua. Kamu kan tau sendiri rumah ku sempit.’’ balas Ningrum.

“Ha setauku anak Eyang Gayatri hanya tiga. Anak pertama nya meninggal saat umur 15 tahun. Kedua Dhirendra dan suami mu anak terakhir. Apa Dhirendra yang meninggal? Kapan?’’ Inah bukan main kagetnya.

“Iya, Mereka kecelakaan.’’ ujar Ningrum.

“Ya Allah innalilahi, kasian sekali mereka. Padahalkan mereka itu orang baik semua.’’ ucap Inah. Karena memang mengenal Dhirendra dari kecil. Mereka teman saat sekolah.

Della dan Ambar datang menghampiri kedua wanita dewasa itu.

“Wah sudah gadis ini mereka berdua. Dulu ketika kesini Ambar masih SMP ya.’’ Inah menatap Ambar.

“Iya tante.’' Ambar hanya tersenyum.

“Eh kalo gitu aku pulang dulu ya, udah siang juga ini. Kamu kapan-kapan mainlah kerumah ya.’’ ucap Ningrum di balas anggukan dari Inah.

“Kita ke rumah Bude Surti dulu beli es. Ini pasti para pria sedang sibuk di luar rumah. Enaknya minum yang segar-segar.’’ ucap Tante Ningrum saat melewati rumah Surti.

“Mama aja yang ke sana. Kita tunggu di sini saja.’' ujar Della yang tiba-tiba manyun. Tante Ningrum langsung kerumah Bude Surti.

“Kamu kenapa?’’ tanya Ambar heran.

“Anak Bude Surti itu mantan ku.’’ jawabnya ketus.

“Jadi ceritanya belum move on ini?’’ ledeknya.

Della menatap sengit Ambar, yang di tatap hanya nyengir. Tak lama Tante Ningrum datang dan mereka pulang ke rumah.

.

...👻👻👻👻...

.

Di halaman

Para lelaki sibuk membersihkan pekarangan rumah. Darma memotong rumput Dnegan mesin, Dimas menyapu dan membakar sampah. sementara Denis bertugas mengelap kaca. Sedangkan Arum memberikan makanan pada ikan-ikan yang ada di kolam.

Terlihat ketiga wanita masuk pagar. Melihat mama nya pulang, Arum langsung berlari ke arah mama nya.

“Ma, tadi Arum memberikan makanan pada ikan di kolam.’’ cerita gadis kecil itu.

“Oh ya? Arum senang sekali ya tinggal di sini?’’ tanya Ningrum.

“Senang dong ma. Rumah Eyang bagus juga. Mama tadi beliin jepitan pesanan aku nggak?’’ tanya Arum.

“Astaga! Maaf sayang, mama lupa. Tapi tadi Mbak kamu beli jajanan. Nanti di bikinin es sirup juga.’’ sesal Arum.

“Itu kue nya di masukkan ke wadah. Jangan bikin juga ya nak’’ ucap Ningrum pada kedua gadis itu.

“Baik Ndoro ayu. Perintah Ndoro akan kami kerjakan’’ keduanya menunduk dan tertawa.

“Ada-ada saja anak itu.’’ Iya hanya menggeleng kepala.

Jam sudah menunjukkan pukul 10 kurang. Darma dan Denis memutuskan untuk istirahat, nanti akan di sambung saat sore saja. Sedangkan Dimas membawa gerobak yang berisi sampah untuk di bawa ke tempat pembakaran di area belakang. Setelah membakar sampah, Dimas berbalik tak sengaja ekor matanya melihat ke kebun samping. Terlihat wanita bergaun merah darah menyeringai ke arahnya. Wanita itu memegang sesuatu yang lusuh. Dimas juga tidak terlalu memperhatikan. Pria ini langsung berjalan cepat menuju halaman depan. Gerobak di biarkan saja tinggal.

Dimas ngos-ngosan. Dia langsung menuangkan es kedalam gelas lalu menenggaknya sampai tandas, setelahnya berbaring di rumput.

“Ini orang kayak habis di kejar hantu saja. Baru kerja segitu udah lemas begini.’’ ujar Della. Mereka berdua ini memang jarang akur.

“Ya udah Lo aja yang kerja!’’ jawab nya ketus. Dia bangun lalu meninggalkan Della yang melongo.

“Kenapa sih tuh orang. Kayak perempuan yang lagi Pms aja.’’ ucap Della heran.

“Mbak sih, orang capek-capek Mbak ajak bercanda. Mana bisa’’ timpal Denis.

“Anak kecil diam aja.’’ balas Della.

Orang tua mereka hanya menggeleng melihat anak-anaknya yang memang suka saling usil. Usai makan jajanan, meraka memutuskan masuk rumah.

.

Dimas masuk rumah. Terlihat Mbok Tukiyem sedang menyapu.

“Ada yng perlu di bantu den?’’ tanyanya.

Dimas hanya menggeleng, langsung naik lantai Dua. Mbok Tukiyem tersenyum penuh misteri.

.

.

Jangan lupa like subscribe vote dan komentarnya 🙏

.

Selamat menjelang sore

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!