"Kenz, kamu berangkat kerja hari ini?" tanya Endah Yulia yang akhir-akhir ini selalu menemani dsn menginap.dirumah puteranya.
Ia tahu jika Kenzo akhir-akhir.ini seperti tidak bersemangat dalam menjalani hari-harinya sejak ditinggal pergi oleh sang istri yang saat ini sangat dicintainya, dan ia merasakan hidupnya begitu suram.
Ia tidak tahu mengapa sang istri pergi begitu saja, padahal mereka tidak ada bertengkar sebelumnya. Hubungannya selama ini terlihat baik-baik saja, hingga kejadian malam itu membuat semuanya berubah dan ia harus kehilangan sang istri untuk selamanya.
Kenzo sudah mencoba mendatangi kampung Desa Terlarang untuk menemukan sang istri, namun ia tidak menemukan siapapun disana, bahkan bilik bambu itu sudah roboh dan rata dengan tanah.
Ia sudah kehilangan harapannya untuk dapat menemukan sang istri. Namun tatapan Endah Yulia sang mama, membuatnya tidak dapat terus parut dalam kesunyian jiwanya. Ia harus meneruskan hidupnya yang hampa dan semua demi menemukan dimana sang istri, ia masih meyakni jika suatu nanti akan menemukannya.
"Iya, Ma. Ada pekerjaan yang harus diselesaikan." jawab Kenzo, sembari menyantap sarapannya. Ia mencoba mengulas senyum yang begitu tipis, meskipun terpaksa, dan itu tak lain karena tidak ingin membuat hati mamanya bersedih karena melihat dirinya seperti tidak memiliki harapan hidup.
Hari ini ia akan bertemu dengan dengan rekan bisnisnya dan membuat kerja sama yang saling menguntungkan, dan semua ini ia lakukan untuk menghilangkan rasa sepi yang selalu hadir direlung jiwanya, saat ia mengenang sang istri yang sudah pergi entah kemana.
"Kenzo pergi kerja dulu, Ma," ia menyudahi sarapannya. Potongan roti bakar dengan selai coklat yang menjadi sarapannya pagi ini tak membuatnya begitu berselera. Sebab bayangan wajah sang istri selalu hadir dalam angan dan juga lamunannya.
"Kamu pergi kemana? Apakah ada satu kesalahan yang ku perbuat, hingga membuatmu harus pergi tanpa pamit?" gumamnya dengan lirih dalam hati saat ia sudah berada didalam mobil dan sang sopir selalu memperhatikan wajah murung Big Bos mereka yang akhir-akhir ini sangat murung dan bersikap sangat dingin.
Sementara itu, dibalik air terjun, terdapat bebatuan yang cukup besar dan juga lebar, tampak seorang wanita cantik dengan kulitnya yang penuh sisik ular berwana keemasan sedang berjuang untuk mengeluarkan sesuatu yang saat ini tampak mendesak didalam perutnya yang membuncit.
Hampir lima bulan yang lalu ia selalu menyendiri dibalik air terjun tersebut dan menghabiskan hari-harinya dalam kesepian.
Dibalik sinar matanya yang penuh dengan kesedihan, jujur saja ia menyimpan sebuah kerinduan yang begitu sangat mendalam pada seseorang, namun ia tidak cukup berani untuk menemuinya, karena wujudnya tak lagi secantik dulu.
Sisik ular kobra hampir memenuhi sekujur tubuhnya, dan ia tidak begitu percaya diri untuk hal tersebut. Ia hanya dapat menyimpan semua perasaannya yang begitu dalam, dalam diam, dan mencoba mengubur semua harapannya bersama derasnya air terjun yang turun menjadi dinding pemisah untuk dirinya dan alam yang lain.
Wanita cantik itu adalah Adhisti. Ia sedang berjuang dan untuk melahirkan satu malaikat kecil yang merupakan hasil dari pernikahannya dengan satu manusia tampan yang sampai saat ini telah mengikat hati dan jiwanya.
Rasa kontraksi semakin kuat, ia mencengkram bebatuan untuk menahan rasa sakit yang saat ini sedang dialaminya.
Wajahnya meringis menahan sakit, dan terlihat burung-burung liar dalam bulu yang berwarna warni sedang mengitarinya, seolah ingin memberinya semangat untuk segera menjadi seorang ibu.
Saat bersamaan, sebuah cahaya keemasan melesat menghampirinya. Seorang wanita cantik berjongkok dan membelai rambut Adhisti dengan.penuh cinta dan kasih sayang yang begitu sangat dalam.
"Ibu," ucap Adhisti ditengah lenguhan nafasnya yang terasa berat. Kontraksinya semakin kuat. Dan wanita itu menggenggam jemari Adhisti dengan senyum yang menyejukkan.
Wajahnya begitu teduh, dan membuat Adhisti menemukan kekuatannya untuk melewati perjuangannya yang cukup berat.
"Aaaaaaa." pekik Adhisti saat mesasakan sakit yang sangat luar biasa dan saat bersamaan, satu sosok mungil terlahir dengan jenis kelamin perempuan.
Manik matanya berwarna biru. Wajahnya sangat cantik, dan ternyata ia mengambil garis wajah sang ayah.
Ditempat yang berbeda, Kenzo tersentak kaget dan merasakan deguban jantungnya bergemuruh. Ia merasakan sesuatu yang begitu sangat dalam merasuk ke relung jiwanya.
"Oeeeeeeek," terdengar suara tangisan yang begitu indah bak melodi cinta yang menggema saat bayi mungil.dengan kulitnya yang putih bersih seperti ibunya itu pertama kali melihat dunianya.
Adhisti mengulas senyum yang begitu bahagia, dan wanita cantik yang tak lain adalah Dewi Asri mengangkat bayi tersebut dan memotong tali pusatnya, lalu membersihkan sisa darah yang melekat, dan membalutnya dengan sehelai kain yang berwana kuning keemasan.
Dewi Asri memberikan bayi nan cantik tersebut pada Adhisti, lalu menyelesaikan placenta yang masih tertinggal sembari membersihkan Adhisti dari sisa darah melahirkannya.
"Bayimu sangat cantik sekali, mirip dengan ayahnya, lihatlah dua manik biru dimatanya," ucap Dewi Asri saat membawa makanan untuk puterinya.
Sebuah daging rusa utuh yang baru saja selesai dipanggang ia hidangkan pada puterinya.
Seketika wajah Adhisti berubah sendu. Ia kembali teringat akan pria tersebut. Andai saja mereka masih bersama, tentu saja ini adalah moment yang sangat bahagia, dimana ia dan sang suami akan menyambut kelahiran putera mereka dengan begitu meriah.
Dewi Asri merasa bersalah akan ucapannya barusan, sebab itu hanya akan membuat hati puterinya kembali bersedih.
Rasa kerinduan dan juga harapan yang menggunung dihatinya bagaikan sebuah larva yang siap dimuntahkan, namun apa daya, itu semua hanyalah harapan hampa semata.
Sementara itu, Kenzo baru saja selesai dengan ursan bisnisnya. Orang-orang sudah berpamitan keluar dari ruangan meeting, namun ia masih tetap berada ditempatnya.
Ia melihat tanggal yang tertera di ponsel canggihnya. Jika saja ia dan istrinya masih bersama, tentu saja mereka sudah memiliki seorang anak. Sebab sang istri meninggalkannya saat usia pernikahan mereka menginjak empat bulan.
"Sayang, kamu dimana? Tidakkah ada rindu hatimu untukku? Pulanglah, aku menunggumu,"" gumamnya dengan sangat lirih.
"Bos, semua orang sudah pergi, tidakkah kita beranjak dari ruangan ini?" tanya seorang sekretaris yang sedang mengamati Bos barunya tersebut.
Jujur saja ia mengakui jika Kenzo adalah pria tampan yang tak dapat ia pungkiri.
Akan tetapi, sikap pria itu sangat dingin, dan bahkan menoleh ke arah wanita manapun ia sepertinya tak sudi.
Apakah hati dan cintanya sudah habis untuk sang istri seorang? Sehingga tidak ada tempat untuk wanita lainnya.
Kenzo tersadar dari lamunannya, lalu melonggarkan letak dasinya, dan beranjak dari tempatnya.
Saat ia baru saja bangkit dari kursinya dan bergeser sedikit saja, tiba-tiba saja..,
Braaak
Atap plafon runtuh dan hampir saja balok kayu hampir menimpanya dengan jarak yang begitu sangat tipis sekali.
Kenzo menatap puing-puing reruntuhan atap plafon yang berserakan disekatnya. Bahkan ada yang tertempel dipundak dan juga sepatunya.
"Mengapa bisa roboh? bukankah konstruksinya sangat kokoh dan juga baru?" gumamnya dengan rasa penasaran yang cukup tinggi.
:"Minta cleaning service untuk membersihkannya, dan panggil tukang untuk memperbaiki semua kerusakan yang ada," titah Kenzo pada sekretaris tersebut.
"Baik, Pak. Akan saya laksanakan," jawab wanita cantik tersebut dengan sigap, dan Kenzo meninggalkan ruangan meeting, untuk menuju ke ruangan kerjanya yang berada dilantai empat.
Tak berselang lama, terlihat Lyra sang sekretaris yang datang dengan membawa segelas kopi hitam dalam sebuah nampan. Ia mengenakan rok diatas lutut dan juga blush dengan kancing yang terbuka.
Ia meletakkannya diatas meja Kenzo, dengan posisi membungkuk dan tentu saja memperlihatkan belahan yang menonjol didadanya.
"Ini kopinya, Bos. Diminum selagi panas lebih nikmat," ucap Lyra dengan suara lembut mendayu dan menggoda.
Siapa saja pasti akan tergoda dengan wajah cantik sang sekretaris yang mana sudah banyak.pria yang mencoba untuk mendapatkannya, dan pastinya juga ingin merasakan bagaimana nikmatnya ketika wanita itu berada diatas ranjang.
"Aku tidak memintamu membuatkan kopi, dan biasanya OB yang selalu membawanya kemari, apakah kau sekretaris yang merangkap OB?" tanya Kenzo dengan tatapan tak senang. Apalagi terlihat jika Lyra terang-terangan ingin menggodanya dengan pakaiannya yang sengaja seperti itu.
Seketika wajah Lyra memerah. Ia tak suka penolakan, apalagi selama ini ia selalu mendapatkan apa yang diinginkannya.
"Dan satu lagi, jaga pakaianmu dan juga sikapmu. Karena pria yang mendekatimu hanya ingin tidur denganmu untuk melampiaskan hasratnya saja, sebab pada dasarnya cinta mereka hanya untuk pasangannya." tegas Kenzo pada sang wanita. Sebab ia ingin memberikan batasan pada qanita itu, jika hubungan mereka hanya sebatas hubungan kerja semata.
Lyra merasakan wajahnya memerah. Ia telah dipermalukan dan merasa direndahkan. Maka jangan sebut ia adalah Lyra si penakluk pria jika tidak dapat membuat Kenzo akan mengemis cinta untuknya.
Sementara itu, Adhisti baru saja selesai dengan makan siangnya. Dewi Asri membantunya mengurus dirinya dan selalu menyiapkan semua keperluan yang dibutuhkan puterinya.
"Oooooeeek," bayi mungil itu diletakkan diatas ranjang yang terbuat dari pahatan batu cadas yang sudah menghitam dan masih terbalut kain kuning keemasan.
Bulu matanya sangat lentik. Bibirnya mungil dan merah muda. Sedangkan rambutnya pirang dan ikal, sungguh ia gambaran sesuatu yang sangat mengagumkan.
kembali menangis dengan suaranya yang begitu sangat merdu. Adhisti meraihnya, lalu menyusuinya untuk membuat sang bayi kembali tenang.
Bayi mungil itu menyesap puting sang ibu dengan begitu sangat lahap. Ia merasakan kehangatan yang sangat luar biasa yang mengalir didalam darahnya dan itu adalah kasih sayang yang diberikan oleh sang ibunda.
"Kau akan memberinya nama apa?" tanya Dewi Asri pada puterinya.
Adhisti menoleh ke arah sang ibunda yang terlihat begitu menyayanginya.
Dewi Asri mengubah wujudnya menjadi seekor ular Kobra dengan sisik yang tampak berkilauan dan ia senantiasa mengawasi setiap arah untuk menjaga dan mengawasi puterinya dari berbagai serangan dan juga niat jahat dari para Iblis yang berniat hendak menculik cucunya.
"Menurut ibu, nama apa yang bagus dan cocok untuknya?" tanya Adhisti balik pada sang ibunda.
Dewi Asri terdiam untuk sesaat. Ia sepertinya sedang berfikir dan memilah nama yang akan ia sematkan untuk cucunya.
"Bagaimana kalau Dewi Pandita?" usulnya pada puterinya. Jujur ia sangat senang saat diberi kepercayaan untuk memberikan nama untuk sang cucu.
Adhisti mengangguk setuju, ia tak ingin menolaknya. "Jika itu menurut ibu yang terbaik, maka aku aku kan menerimanya dengan sangat baik. Aku akan memanggilnya 'Dita'." sahutnya, sembari menoel ujung hidung puterinya yang sangat menggemaskan..
Bulu mata nan lentik dengan bola mata yang indah dan manik biru yang sangat menggoda melepaskan sesapannya, lalu tersenyum dengan begitu manis, sehingga membuat sang ibunda merasa menemukan harapan yang begitu sangat kuat.
Kulik kulik kulik
Terdengar suara burung elang yang terbawa oleh angin. Dewi Asri merasakan sebuah aura kegelapan yang sedang mengincar sang cucu dan tentunya untuk menjadi tumbal yang akan membuat si pemangsa semakin kuat.
"Sepertinya keberadaanmu ditempat ini akan t8dak sangat aman. Mereka menginginkan Dewi Pandita untuk diambil auranya, maka kau harus melindunginya, dan tinggalkanlah tempat ini," titah Dewi Asri mengingatkan pada puterinya.
Saat bersamaan, seekor burung elang putih terbang melayang diudara dan ia ingin menerobos dinding yang terbuat dari derasnya air terjun.
Kulik kulik
Burung itu berputar semakin dekat dipermukaan air. Lalu tiba-tiba ia berubah menjadi sangat besar dan bertengger diatas sebuah batu besar, lalu menatap air terjun yang mengalir deras dan menciptakan percikan yang menyebar.
Dewi Asri mencoba melindungi puteri dan cucunya, dan ia menjadi tameng bagi keduanya.
"Pergilah, tinggalkan tempat ini!" perintah Dewi Asri, dengan menegaskan ucapannya.
"Tapi, Bu. Aku belum siap untuk bertemu dengan banyak manusia," tolaknya
"Nyawa puterimu jauh lebih berharga. Dan pakailah jubah ini, untuk melindungi kulitmu agar tidak menjadi pusat perhatian banyak orang." Dewi Asri memberikan sebuah jubah dengan warna kuning keemasan, dan juga sebuah cadar yang semakin menutup seluruh tubuhnya, dan hanya menyisakan dua nola matanya saja.
"Pergilah, sekarang!" Dewi Asri melihat jika Elang raksaaa itu sudah semakin mendekat ingin menerobos aliran air terjun yang cukup deras.
Saat ia berhasil menerobosnya, ia tak menemukan apapun disana, hanya sisa aroma manis.dari mangsanya.
Sosok Elang itu menggeram kesal, lalu melesat terbang dengan rasa kecewa.
Ia pergi memasuki sebuah rumah yang cukup besar, dan didalamnya tersapat seorang wanita dengan tatapan yang tajam seolah sebilah pedang yang siap membunuh.
Ia duduk disebuah kursi dengan mahkota kepala ular hitam.yang menjadi lambang kebesarannya terlihat sangat kejam pada raut wajahnya.
Ruangan yang cukup luas dengan cat berwarna hitam yang senada dengan lantainya, hingga meninggalkan kesan seram.
"Aku tak menemukannya, mereka telah pergi, dan sepertinya mendeteksi kehadiranku, ada yang mencoba melindunginya," sosok Elang Putih itu melaporkan apa.yang baru saja ia kerjakan.
"Caro dan temukan, aku ingin mendapatkan aura tubuhnya, dan jangan sampai kehilangan jejak!" wanita dengan lipstik berwarna hitam yang menghiasi bibirnya itu beranjak dari duduknya, dan ia terhenti sejenak, sebab ujung ekornya yang berbentuk segitiga runcing tersangkut dilubang ukiran yang terdapat pada sandaran kursinya.
Ia menatap sosok Elang itu dengan tatapan marah, sebab terlihat jika.ia sedang ditertawakan.
Karena merasa diledek, ia menarik kursi itu dengan kuat dan melemparkannya pada sosok Elang yang mencoba mentertawakannya.
Kursi itu melayang keudara, lalu melesat menghilang sebelum mendapat amukan dari tuannya.
Kenzo turun dari dalam mobilnya. Ia sedang ingin membeli ayam geprek, sebab pagi tadi ia tak menghabiskan sarapannya, karena tidak berselera.
Entah mengapa ia ingin membeli dipinggir jalan, dan nalurinya mengatakan akan hal itu.
Ia berjalan dengan santai difoodcourt yang tersedia. Ia melihat banyak pedagang yang berjejer menjajakan berbagai makanan yang menggugah selera, dan ia berhenti sejenak untuk memilah makanan mana yang akan ia inginkan.
Ia melihat banyaknya orang berlalu lalang, dan entah mengapa ia masih begitu merasa swpi, meskipun ia berada dikeramaian.
Hatinya begitu kosong, mengharapkan kehadiran sosok wanita yang dicintainya.
Braaaak
Kenzo terbuyar dari lamunannnya, saat seseorang menabraknya tanpa sengaja.
"Ooooeeek,: terdengar suara bayi menangis dari gendongan seorang wanita bercadar yang tampak terburu-buru.
"Tunggu," cegah Kenzo pada wanita tersebut. Namun ramainya orang yang berlalu lalang membuat ia kehilangan jejak sang wanita.
Ia hanya ingin meminta maaf karena bayi itu menangis, dan suara tangisannya, ah... Membuat ia merasakan sesuatu yang berbeda.
Semerbak aroma kasturi terbawa angin dan terendus oleh Kenzo yang mana membuatnya begitu tenang.
Sementara itu, satu sosok wanita dengan pakaian jubahnya dan menyembunyikan wajahnya dibalik cadar berdiri dibalik dinding sebuah bangunan yang merupakan gang sempit menuju sebuah rumah kecil yang sedikit terpisah dari hiruk pikuknya keramaian.
Ia merapatkan tubuhnya didinding tersebut dengan nafasnya yang tersengal. "Sayang," bisiknya dengan lirih. Namun ia memilih untik pergi dan tidak memiliki keberanian umtuk menghampiri dalam keadaan seperti itu.
Ia melesat dan menuju sebuah rumah berukuran sederhana. dindingnya terbuat dari batu dan didepannya halaman terlihat sangat luas dengan tanaman rumput jepang yang membentang luas dan menghijau.
Adhisti membawa sang bayi ke rumah tersebut. Dewi Asri sengaja memberinya wewangian dengab aroma kasturi untuk menyamarkan indera penciuman sang Elang Putih yang pastinya akan terendus oleh iblis tersebut dimanapun berada.
Wanita itu melangkah memasuki rumah yang sudah lama lama kosong dan tidak ada yang menempati.
Rumah tersebut adalah milik seorang tetuah desa yang pernah tinggal didalamnya. Namun karena tidak memiliki anak, ia menghibahkannya pada anak kakaknya yang sudah yatim piatu, dan kini ia menempatinya.
Tak ada perabotan yang tertinggal, dan hanya kosong semata yang mana sudah berdebu pada bagian lantai dan juga dindingnya.
Dengan satu jentikkan jemari tangannya, rumah itu sudah rapih dan bersih. Lalu ia berjalan masuk dengan langkah yang begitu mantap. Sang bayi kembali menangis.
"Ooooooeeek," suara tangisannya terbawa angin hingga samapai ke indera pendengaran Kenzo.
"Hah!" ia tersedak saat mencoba mengunyah ayam gepreknya.
Ia seperti mendengar suara tangisan seorang bayi, tapi bayi siapa? Dan mengapa suaranya membuat ia merasakan sesuatu yang tak dapat ia jelaskan dengan kata-kata.
Hatinya begitu merindu dan ia merasa seakan suara tersebut bagaikan melody yang mengalun syahdu dan menenagkan hatinya.
Sreeet sreeet sreeeet
Tiba-tiba Kenzo tercengang saat mendapati satu sosok pocong yang sedang meludahi sambal.dan juga ayam.gepreknya.
Keduanya saling bertatapan dan saling membeliakkan matanya. Aroma busuk tiba-tiba menyeruak diindera penciumannya dan membuat ia serasa mula.
Sosok pocong itu menyeringai padanya, memperlihatkan barisan giginya yang karatan. Kenzo menendang sosok tersebut hingga terjungkal dan menabrak meja makan pelanggan yang lainnya, dan anehnya mereka makan dengan sangat lahapnya.
Ia mendadak.menyudahi makannya. dan berlari ke toilet untuk memuntahkan isi perutnya.
Setelah menguras habis yang baru saja dimakananya, ia membayar dengan cepat pesanannya, lalu keluar dengan tergesa-gesa.
Ia merasa sangat lelah ketika mata bathinnya terbuka dan dapat melihat makhluk-makhluk astral yang sangat mengerikan.
Ditengah rasa mual yang dialaminya. Ia kembali mengendus aroma kasturi yang membuatnya sesikit tenang dan rasa mual diperutnya sedikit lega.
Perasaannya membawa ia untuk mencari dimana aroma yang sudah sangat membuatnya begitu sangat penasaran.
Langkahnya ia ayunkan menuju sebuah gang yang ada diseberang sana, dan mulai menyeberangi jalan untuk tiba disana.
Ciiiiittt
Sebuah decitan ban mobil menghadangnya. Lalu tanpa diduga, beberapa orang bertubuh tegap menariknya masuk ke dalam mobil dan membekapnya, lalu mobil melaju dengan kencang meninggalkan jalanan yang tadinya terlihat sangat ramai.
Kenzo mencoba memberontak, namun para pria yang berjumlah lima orang bertubuh tegap itu mengarahkan sebuah pistol ke arah keningnya dan siap untuk meledakkan kepala sang korban.
"Dimana Robert!" ucap pria itu dengan nada intimidasi. Kenzo melirik pergelangan tangan sang pria yang terdapat tatto black mamba yang mana hal itu merupakan symbol jika mereka adalah salah satu dari anggota gangster yang terkenal.kejam dan tak memberi ampun.
"Mengapa kalian bertanya padaku?" tanya Kenzo dengan sesantai mungkin.
"Jangan mencoba mengelabui kami, sebab bukti sudah sangat jelas, kami menemukan mobilmu dan cincin pimpinan kami dilokasi yanh sama!" gertak pria itu sembari menarik pelatuk senjata apinya.
Sesaat Kenzo merasakan jika apa yang terjadi beberapa hari lalu adalah benar adanya.
"A-apa? Mobilku dan jasad Robert yang terbakar?" Kenzo mengulangi ucapan pria tersebut. Sesunguhnya ia sangat penasaran dengan apa yang terjadi tempo hari.
Pria itu semakin geram dengan jawaban Kenzo uang terlihat mengulur waktu mereka.
"Dimana kalian menemukan mobilku?" tanyanya dengan rasa penasaran.
"Didesa Larangan, dan kau tidak lagi dapat mengelak! Kau yang telah membunuh Robert!" pria itu menekan ujung pucuk senjata api kekulit kepala Kenzo.
"Sepertinya Robert sudah menjadi daging bakar," jawab Kenzo asal.
Dengan rasa geram yang sangat dalam. Pria itu akhirnya menembak Kenzo.
Dooor
Satu peluru ditembakkan. Namun anehnya tidak dapat menembus kulitnya, dan membuat semua yang ada didalam mobil saling pandang.
Pria ya menggunakan senjata api itu mencoba memberondong Kenzo dengan sisa pelurunya, namun lagi-lagi peluru tersebut tidak dapat menembus kulit Kenzo.
Lalu mereka mengayunkan sebuah pisau sangkur ke arah punggung Kenzo. Lagi-lagi pisau itu patah dan hal itu membuat mereka semakin bingung, dan hal yang sama dirasakan oleh Kenzo, ia juga bingung dengan kondisinya saat ini.
Mereka bertubi- tubi menghujaninya dengan.berbagai senjata untuk dapat melumpuhkannya, namun tidak juga berhasil.
Setelah mereka kelelahan dan senjata mereka juga telah habis, maka Kenzo menghadiahkan bogem mentah ke arah pria yang tadinya telah mencoba menembaknya.
Dalam satu tinju saja, pria itu sudah terkapar dijok mobil dengan lidahnya yang terjulur.
"Kenapa aku jadi kebal senjata?" gumam Kenzo.sembari melihat lengannya yang tadi coba ditembus oleh ujung pisau sangkur.
Merasa mendapatkan kekuatan super, Kenzo meninju para lawannya, lalu melemparkannya satu persatu keluar mobil dengan mudahnya, dan saat ini gilirannya dengan sang sopir. Ia ia mencengkram leher pakaian sang lawannya, lalu melemparkan keluar dengan cepat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!