NovelToon NovelToon

AKU PUN BERHAK BAHAGIA

Selingkuh

Pagi itu Jaka sudah berdandan rapi dan duduk di kursi siap menyantap sarapan.

Sedang Yunis istrinya masih ada di depan cermin. Belum selesai berdandan.

"Mas, nanti aku pulang terlambat ya," kata Yunis pada Jaka suaminya.

Jaka memandang istrinya dengan tatapan tajam.

" Memangnya kamu mau kemana?" suaranya datar.

"Aku ada event sampai malam." jawab Yunis sambil terus berdandan.

"Tak bisakah yang lain, kenapa harus selalu kamu yang jaga?"

tanya Jaka, suaranya sedikit meninggi.

Yunis meletakkan pinsil alis dengan keras dan memandang suaminya dengan tatapan marah.

"Aku ini kerja mas, bukan sedang bermain, jadi iya harus profesional dong. Emangnya seperti kamu, yang cuma keliling kesana kemari tapi pulang ndak pernah bawa uang!" kata Yunis dengan nada sinis.

 "coba mas pikir, selama ini siapa yang membiayai hidup kita..., kamu, dan ibu kamu bisanya cuma minta uang... Minta uang.. beras habislah.. Minyak habislah.. Belum lagi kalau ibu kamu butuh ke rumah sakit, mas pikir itu uang siapa?" teriak Yunis.

Omongan Yunis begitu menusuk perasaan Jaka.

"Kamu pikir apa aku juga ndak kerja gitu, apa kamu pikir aku kesana kemari itu cuma main. Aku kerja Yunis.. K E R J A...!"

jawab Jaka dengan suara yang tak kalah melengking. Apalagi penekanan kata KERJA yang diucapkan dengan penuh emosi.

Yunis meninggalkan alat make up nya di meja dan menghampiri suaminya.

"Kalau kamu kerja mana hasilnya, MANA, jangan untuk belikan aku make up, atau kebutuhanku lainnya, untuk urusan dapur saja mas tak mampu mencukupi. Mas, sama ibu kamu itu, cuma merepotkan aku. Kalian itu menumpang hidup. Ndak ada manfaatnya sama sekali. Ndak ada!" teriak Yunis sambil menuding wajah Jaka, matanya melotot memandang suaminya dengan tak berkedip .

Sedang Jaka tak mengira sama sekali kalau istrinya akan seberani ini.

Petengkaran semakin menjadi, ibu hanya menangis dalam kamar. Merasa tak mampu melakukan apa-apa karena semua yang dikatakan menantunya adalah hal yang benar.

Adanya peraturan dalam satu perusahaan tidak boleh ada pasangan suami istri, Yunis meminta Jaka untuk berhenti kerja dan mencari pekerjaan lain.

Sejak saat itu kondisi ekonomi semakin terasa menjadi beban.

Hanya bermodalkan ijazah SMA, Jaka sulit untuk mencari kerja di kota yang sebesar ini. Maka, menjadi sopir angkot pun, serasa sebuah keuntungan bagi Jaka.

Tapi dengan semakin berkembangannya alat transportasi, membuat persaingan dalam mencari penumpang menjadi satu masalah baru.

Tak jarang Jaka tekor, alih-alih mendapatkan hasil yang berlimpah.

"Yunis jaga bicaramu!" teriak Jaka sambil berdiri dengan tangan terangkat.

"Apa mas, mau pukul aku,

pukul.. Pukul.. Ayo pukul..!" jawab Yunis tanpa takut sedikit pun. Dia mencondongkan wajahnya ke depan dengan mata melotot, menantang suaminya.

Jaka terdiam menahan amarahnya. Jangan sampai dia melayangkan tangannya ke wajah Yunis.

"Seharusnya kamu itu berkaca mas, dengan wajah seperti itu, dengan pendapatan seperti itu, harusnya kamu bersyukur, aku mau jadi istri kamu, kalau bukan aku, apa kira - kira ada perempuan lain yang mau sama kamu, SIAL, lihat apa aku dulu, bisa - bisanya aku mau jadi istri kamu!" Yunis masih melanjutkan amarahnya bahkan sampai di luar batas.

Braaakk.. !

Jaka mengalihkan pukulan ke wajah Yunis dengan menggebrak meja makan yang ada di depannya. Meluapkan kemarahannya.

Yunis yang terkejut segera menjauh. Melangkah kembali ke depan cermin. Merapikan semua alat make upnya dan pergi begitu saja. Tanpa pamit.

Braaakk.. !

Terdengar suara pintu yang dibanting. Dan suasana menjadi sepi kembali.

Jaka berdiri, berjalan mendekati cermin dengan langkah gontai, dan memandang wajahnya di sana. Pantulan cermin memperlihatkan wajah yang berkulit gelap dengan hidung bak buah jambu nemplok. Mata tak terlalu besar dengan alis tipis yang sedikit terlihat datar daripada melengkung.

Jaka mengamati sekali lagi,

" Kenapa harus kamu yang aku lihat, kenapa bukan seseorang dengan kulit putih dan berhidung mancung seperti artis - artis di luar sana," keluhnya pendek.

Tak berapa lama Jaka melangkah dengan langkah berat berjalan menuju kamar ibu.

Ibu yang mendengar langkah Jaka mendekat segera menghapus air matanya.

Jaka membuka kelambu dan melangkah pelan, memasuki kamar sempit dengan sebuah dipan yang sudah tak berwarna lagi.

Jaka berjongkok di depan Ibu. Hatinya hancur mendengar perkataan istrinya, yang tentu saja juga melukai hati ibu yang sangat disayanginya.

"Maafkan kami Bu, kalau sudah mengganggu istirahat Ibu," kata Jaka pelan sambil menggenggam tangan ibunya.

"iya Nak, " hanya jawaban itu yang mampu diucapkan oleh ibu. Sambil mengusap lembut kepala anaknya.

"Bu, Jaka berangkat kerja dulu... Doakan hari ini ramai penumpang ya. Nanti Jaka belikan tahu campur kesukaan ibu," pamit Jaka.

Ibu mengangguk

"Iya nak, hati - hati di jalan."

Jaka perlahan berdiri dan berjalan keluar. Dibawanya bekal yang sudah disiapkan istrinya tadi sebelum bertengkar.

Menyusuri jalan yang sudah mulai ramai, dan panas matahari yang menyengat, Jaka berjalan kaki menuju tempat kerjanya.

Ke rumah Pak Kholim, juragan angkot. Yang tidak terlalu jauh dari rumah petak sewaannya.

      ###########

Sesampai di perusahaan tempatnya bekerja, Yunis segera masuk ke ruang bagian produksi. Tempat dia menghabiskan waktu sepanjang hari.

Adonan - adonan yang sudah dibuat siap untuk di bentuk dan diberi aneka toping. Bau wangi ragi memenuhi ruangan, dan beberapa saat kemudian akan berganti dengan bau roti yang bisa membuat perut lapar seketika.

Rekan kerja Yunis, yang tidak terlalu banyak, juga sudah siap di tempat masing - masing. Dan mulailah mereka bekerja. Dalam diam, dalam balutan seragam dengan masker dan sarung tangan.

Hhhhhrrrtt... Hhhhrrtt...

Hari telah siang menjelang sore, ketika ponsel Yunis bergetar, dia menghentikan kegiatannya dan berlalu keluar ruangan, menuju kamar mandi untuk membuka ponselnya.

" Ke ruangan saya sekarang," pesan yang tertulis di layar ponselnya.

Yunis bergegas keluar dari kamar mandi, melangkah menuju tempat yang dimaksud.

Berjalan melewati koridor, berbelok ke kiri, masuk ke sebuah ruangan yang tak terlalu besar, tapi cukup adem karena AC yang berfungsi dengan baik.

Yunis bisa mencium aroma wangi parfum dan melihat ruangan yang bersih dan tertata rapi. Tak ada tepung atau biji - biji meses yang berserakan seperti di ruang dia bekerja.

" Iya, ada apa kamu panggil saya di jam kerja begini?" tanya Yunis, tanpa menyertakan panggilan Pak, atau Tuan, atau Bos.

Seseorang dengan balutan setelan mahal yang berdiri menghadap jendela membalikkan badan dan menatap Yunis lekat - lekat.

Wajah itu ayu, kulit sawo matang dengan hidung mancung. Badannya mungil dan sekal, membuatnya ingin memeluk dan merangkumnya lama - lama.

"Emang kenapa, apa aku tak boleh untuk panggil kamu, suka - suka dong, ini kan usaha punya aku, dan kamu juga punya aku," katanya sambil berjalan mendekati Yunis.

Yunis hanya tersenyum memandang laki - laki setengah tua itu. Seorang yang berperawakan tinggi, dan berkulit bersih.

Sedetik kemudian Yunis sudah berada dalam pelukannya.

Bibir mereka mulai saling memagut. Tangan Yunis memeluk nya. Dan tangan Burhan, nama laki - laki itu, semakin berani untuk menjelajahi tubuh Yunis, membuat Yunis menggelinjang.

Tok tok tok...

Pintu di ketuk dari luar, membuat mereka berdua kaget dan menghentikan aktifitasnya. Burhan tampak kesal.

Setelah dilihatnya Yunis sudah merapikan baju, Burhan berdehem dan pintu terbuka.

" Selamat siang Pak, ada tamu dari perusahaan Kembar Jaya, ingin menawarkan produk mereka," kata karyawan itu.

"Baik, suruh mereka masuk, dan kamu Yunis, silakan kembali ke tempatmu, nanti tolong buat laporan tentang hasil produksi dan rencana produk apa saja yang akan disajikan dalam event." kata Burhan dengan tegas.

"Baik, siap Pak," jawab karyawan itu dan Yunis hampir berbarengan.

Yunis berjalan meninggalkan ruangan dan kembali ke tempat kerjanya. Menghabiskan sisa waktu dengan eoti - roti empuk penggugah selera, hingga jam kerja usai.

   ###########

Waktu berjalan dengan cepat, tak terasa hari sudah gelap.

Jaka melihat jam tangan butut yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 18.00 wib.

"Terminal.. Terminal.. Ayo.. Yang Kertanegara.. Kertanegara.." teriak keneknya sambil bergelayutan di pintu. Handuk kecil melingkar d leher, sesekali diangkat dan diusapkan ke dahinya yang berpeluh.

"Haiiisss.. Wes sepi bos.. Ayo sekalian jalan muleh yo," kata keneknya.

Jaka tak menyahut, tapi dia langsung membelokkan mobil, mengambil arah balik ke rumah Kholim.

Merasa sudah menyelesaikan pekerjaannya hari ini, Jaka melangkahkan kaki untuk pulang. Meninggalkan mobil angkotnya di tempat parkir bersama mobil-mobil angkot lainnya.

Badannya terasa remuk, tulang-tulang seakan mau rontok satu persatu. Apalagi sehari ini sepi muatan dan hasil pun tak seberapa , menambah pegal seluruh persendian.

Tapi Jaka tak lupa akan janji pada ibunya.

Dia berjalan menuju tempat penjual tahu campur langganannya. letaknya tak terlalu jauh. Tapi sebelum sampai di sana, tiba - tiba matanya terbelalak, napasnya menjadi sesak..

Naas

Jaka menajamkan pengelihatannya, berkali - kali digosok mata kanan dan kiri dengan tangan, sesekali diusap juga dengan ujung bajunya, semua hanya untuk memastikan apakah benar penglihatannya saat ini. Seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan.

 Napasnya memburu naik turun tak beraturan. Dadanya mulai terasa sesak.

Jaka menjaga keseimbangan tubuhnya agar tidak jatuh, dan berjalan pelan menuju arah sosok itu bergerak. Matanya mengawasi dengan teliti, meskipun sesekali terhalang oleh banyak kendaraan yang lewat. Tapi Jaka tetap fokus melihat ke seberang jalan.

Langit gelap, dan lampu - lampu yang berpendar seakan mengaburkan pandangannya. Jaka masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Apakah saya salah lihat, atau ... apakah benar seperti itu, apakah benar itu Yunis, dengan siapa, kenapa berjalan bergandengan tangan?" pikirannya bertanya jawab sendiri tanpa menemukan jawaban yang pasti.

Sosok yang diikuti itu berhenti di depan BHAVIN HOTEL.

Jalanan ramai sekali, kendaraan hilir mudik ke kanan ke kiri memenuhi jalan saat itu. Dengan mengangkat satu tangan, Jaka berusaha untuk menyeberang. Sedang tangan yang satu memegang ponsel,

mencoba menghubungi Yunis.

Deerrrtt ... Deerrrrtt ....

tak ada jawaban

Berlari keci, di antara mobil - mobil yang seakan tergesa, akhirnya Jaka berhasil melewati semuanya..Tapi setelah sampai di seberang jalan, sosok itu sudah tak tampak lagi, hilang bagai ditelan bumi. Jaka panik, matanya menyapu seluruh area tempat itu. Tapi tetap saja tak ditemukannya.

Jaka tak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia ingin mendapat jawaban atas apa yang dilihatnya barusan.

Sedari tadi mau menyeberang tak bisa karena padatnya kendaraan. Tapi begitu menyeberang sosok itu tak nampak dihadapannya. Semua itu membuatnya frustasi.

"Apa benar yang aku lihat tadi, atau hanya pikiranku saja, atau mataku yang salah lihat," keluhnya dalam hati.

Jaka mengacak rambutnya. Diam tak bergerak di tempatnya berdiri, sambil mengawasi ke area sekitar.

Deeerrrrttt.... Ddeeeerrrrrttt..

Yunis masih tetap tak bisa dihubungi.

Tiba - tiba ekor matanya menangkap sekelebat sosok yang dicarinya dari tadi. Dengan bergegas Jaka mengikutinya masuk dalam hotel.

Tapi sekali lagi dia menghilang.

"Uuuhh sial.. ," rutuknya pelan sambil menghentakkan kaki di lantai.

Jaka memandang sekitarnya. Suasan lobby hotel mewah itu sangat ramai. Orang berjalan hilir mudik, keluar masuk, dengan bawaan masing - masing. Para kru yang berseragam necis juga kesana kemari sesuai dengan tugas msing - masing. Semua terlihat jelas karena penerangan di hotel ini sangat bagus meskipun menggunakan lampu yang temaram.

Akhirnya Jaka keluar dari lobby hotel, mencari tempat duduk yang menghadap pintu. Matanya tajam mengawasi setiap orang yang keluar masuk.

Ponsel ditangannya tetap aktif dalam panggilan, berusaha mendapat jawaban. Tapi semua sia - sia.

     #########

" Uuuhh.. Akhirnya bisa istirahat juga aku," kata Yunis sambil menghempaskan badannya di atas sofa.

Tapi belum sempat melonjorkan kaki, laki - laki bertubuh tinggi dan putih itu sudah menarik untuk bangkit, dan mendorongnya pelan ke kamar mandi.

"Ayolah sayang, ini si EEp sudah minta disayang lho.. Buruan mandi biar segar," katanya manja sambil mencium tengkuk Yunis.

Yunis menggelinjang geli. Di dorongnya pelan tubuh laki - laki itu untuk menjauh.

"Iya ... Iya ... Aku mandi dulu, terus kamu berikutnya," kata Yunis manja.

"Atau sekalian kita mandi bersama?"goda laki - laki itu.

"Nggak ah ... Ga asyik tau," jawab Yunis sambil tertawa.

 Tangannya buru - buru menutup pintu kamar mandi tanpa menguncinya dari dalam. Pelan tapi pasti, Yunis melepas satu persatu kain yang melekat pada tubuhnya. Sambil menatap cermin, Yunis tersenyum, mengamati tubuhnya yang polos, tampak gundukan bukitnya sekalnya begitu menantang.

Tiba - tiba pintu kamar mandi terbuka, Yunis terkejut,

"Hah ... Apa yang kau lakukan, sana aku belum juga mulai mandi,"

Tapi Pak Burhan, laki - laki itu, tak menjawab. Dia langsung meraih tubuh Yunis yang polos dan mendekapnya.

"Terlalu lama sayang, aku sudah tak tahan,"bisiknya pelan di telinga Yunis, napasnya yang hangat membuat Yunis menggelinjang manja.

Tangan Pak Burhan dengan terampil menjelajahi seluruh tubuh Yunis yang polos, meremas pelan gundukkan bukit itu, memainkan ujungnya dengan lembut, sedang bibirnya melumat sebentar bibir Yunis yang ranum.

Aaaagghh ... Uuuugghh ....

desah napas Yunis membuat Pak Burhan semakin bergairah.

Mereka hanyut dalam permainan dan menjalankan peran masing - masing. Bergerak teratur seakan menari dengan alunan musik yang indah. Hingga sampai pada batas not terakhir, mereka menggeliat kencang. Dan permainan pun berakhir dengan badan berpeluh.

Pak Burhan segera mandi, begitu pun dengan Yunis. Mereka membersihkan diri masing - masing.

Alunan nada dering ponsel Pak Burhan berbunyi, segera Pak Burhan berjalan keluar kamar mandi dan menerima panggilan, terdengar suara perempuan yang sangat dikenalnya.

"Paaa ... Sudah jam berapa ini, kok belum pulang, katanya mau ajak aku ke puncak,"

" Iya sayang, beri waktu 2 jam lagi ya, ini masih ada sedikit urusan mendadak," jawab Pak Burhan.

" Iya papa ...," jawab perempuan itu sedikit kecewa dengan keterlambatan suaminya.

Pak Burhan sudah rapi kembali. Begitu pun dengan Yunis. Pak Burhan menatap Yunis yang memberengut.

"Kenapa sayang?" tanya Pak Burhan sambil berjalan mendekati Yunis yang duduk di sofa.

"Sebeeell ... Iya masa cuma sebentar gini, makan aja belum, kalau emang ndak ada waktu buat aku, ndak usah ajak sekalian, " katanya kesal.

Pak Burhan duduk di samping Yunis dan membelainya.

"Iya, maafkan saya ya, sebenarnya tadi mau saya ajak bermalam, tapi saya lupa sudah janji mau ajak istri saya jalan, lain kali ganti kita yang jalan ya ," kata Pak Burhan membujuk Yunis yang mukanya sudah semasam mangga muda.

tangannya meremas tangan Yunis

"Ayo, sekarang saya antar kamu pulang dulu ya," ajaknya, sambil menggenggamkan sejumlah uang pada tangan Yunis.

"Ini kamu pakai buat beli makan dulu, lain kali saya tambahkan lagi,"

Yunis yang memberenggut bangkit berdiri dengan sikap malas.

\#\#\#\#\#\#\#\#\#\#

Jaka yang menunggu di luar tampak gelisah, matanya dengan fokus mengawasi area sekitarnya.

berkali-kali dilihatnya jam tangan. Duduk, berdiri, jalan mondar mandir di depan pintu utama hotel itu.

"Apakah benar yang aku lihat tadi Yunis ya, kalau bukan untuk apa aku di sini lama - lama, tapi kalau aku tinggal pulang ... Bagaimana kalau itu benar Yunis," perdebatan dalam hatinya membuat Jaka kesal.

Berkali - kali diacak rambutnya dengan kasar.

Tiba - tiba matanya menatap sosok yang dicarinya itu berjalan keluar dari pintu utama hotel.

Jaka lari menghampiri, Dan begitu melihat dari dekat, serasa sesaklah dadanya. Benar sekali itu Yunis istrinya, bergelayut manja di lengan seseorang yang dulu sangat dihormatinya.

Yunis dan Pak Burhan pun terkejut dengan kedatangan Jaka.

"Oh ... J j.. ja ... ka," sapa Pak Burhan terbata.

Yunis langsung melepaskan tangannya dari lengan Pak Burhan.

"Iya, apa yang Bapak perbuat sama istri saya?" tanya Jaka dengan tegas. Gerahamnya bergemeretak menahan marah.

"i ... I ... Itu ti ... ti ... tidak seperti yang kamu pikirkan," Pak Burhan berusaha membela diri.

" Jadi ini event yang kamu bicarakan tadi pagi?" tanyanya pada Yunis dengan marah.

" Suka - suka aku mau gimana, mau jaga event atau mau jalan, suka - suka aku !" jawab Yunis ketus membuat Jaka semakin emosi.

Jaka menarik tangan Yunis dengan kasar.

"Ayo pulang !"

Yunis menepis tangan Jaka.

" Pulang saja sendiri, saya masih ada urusan !" teriaknya.

"Urusan ... Urusan ... Urusan apa, urusan ranjang dengan orang ini?" tinggi suara Jaka sambil menunjuk pada Pak Burhan yang hanya diam, tak bisa berbuat apa - apa.

"Sial, kenapa harus ketemu Jaka, menambah masalah saja," keluh Pak Burhan dalam hati.

" Mari kita bicara baik - baik," ajak Pak Burhan akhirnya.

Jakan menatap Pak Burhan dengan tajam, membuat Pak Burhan diam.

"Apa kamu tidak dengar aku bilang apa tadi, suka - suka aku mau apa, aku capek hidup sama kamu, tak pernah kamu bahagiakan aku, tak pernah kamu belikan aku segala kebutuhanku, kamu tak bertanggung jawab terhadap istrimu jadi iya biar aku cari sendiri, terserah bagaimana caraku!" teriak Yunis sambil menunjuk wajah Jaka dengan jari telunjuknya.

Pertengkaran di depan lobi hotel itu menjadi pusat perhatian. Beberapa orang mendekat untuk sekedar menengok. Satpam hotel segera datang dan melerai.

Karena malu, Jaka, tanpa banyak bicara segera menarik tangan Yunis, digenggamnya erat dan ditarik untuk pulang.

Pak Burhan mengambil kesempatan untuk menghindar dari kejadian tarik menarik itu, langsung ke tempat parkir didepan dan pulang.

"Lepassskaan ... Lepaasskaaan!" teriak Yunis berusaha memberontak tarikan tangan Jaka.

Jaka tak bicara, tak menoleh, dia terus menarik tangan Yunis hingga di tepi jalan.

"Lepaaaskan ... Aku bilang lepaaasskan !" teriak Yunis sepanjang jalan.

Dan Jaka susah payah menarik tangan Yunis.

Jalanan tetap ramai seperti tadi. Kendaraan masih lalu lalang menghalaing Jaka yang akan menyeberang sambil menarik tangan Yunis.

Pada satu kesempatan Yunis melawan dengan menarik tangan Jaka serta menggigitnya kuat - kuat. Tapi Jaka berusaha menahan rasa sakit itu. Jaka terus menggenggam pergelangan tangan Yunis.

Yunis menarik tangannya dengan kasar hingga ....

Ddduuuaaarrr ....

Di Rumah Sakit

Yunis menarik tangannya dengan sangat keras sehingga membuat Jaka terpental.

Sebuah mobil yang melaju dengan kencang, tak menyadari adanya badan Jaka yang limbung ke jalan, berjalan tanpa mengurangi kecepatan, dan ...

cciiiiittt ....

Brraaaakk ... !!!

Seketika tubuh Jaka terpental, melayang ...

Buugh... !!

Badan dan kepalanya terbentur aspal dengan sangat keras.

"Aaaahh.. Tolooong ... Tolooong!" teriak salah seorang yang terkejut melihat badan Jaka jatuh di dekatnya.

Yunis menutup mulut, terkejut, melihat kejadian itu, otaknya lumpuh seketika, tak tahu apa yang harus diperbuatnya.

Orang yang lalu lalang di jalan seketika berhenti. Disusul langkah - langkah cepat, berlari mendekat dan mengerumuni tubuh Jaka yang sudah tak berdaya. Beberapa orang sigap dengan ponselnya, merekam kejadian itu dan diunggah di media sosial. Yang lain berkasak - kusuk memperkirakan keadaan Jaka. Dan beberapa orang yang kebetulan tahu adegan tarik menarik itu berkata dengan suara keras,

"Makanya kalau mau tengkar di rumah saja, jangan di jalan, kalau sudah begini siapa yang rugi, bukan kau aja yang rugi, noohh ... Pak sopir itu juga ikut rugi!"

Orang - orang yang mendengar saling menengok ke kanan ke kiri mencari orang yang dimaksud lalu melanjutkan berkasak - kusuk lagi. Sedang Yunis sudah tak ada di situ.

uuuiii ... Uuuuiii ... Uuuiii ...

Tak lama kemudian, sirine saling bersahutan, antara mobil polisi dan suara mobil ambulan, para pengendara di jalan minggir memberi jalan.

Dengan sigap polisi segera mengambil tindakan. Beberapa memperhatikan keadaan korban dan beberapa lagi menanyai sopir yang menabrak.

Setelah polisi selesai dengan tugasnya, para tenaga medis bergerak cepat menolong Jaka. Memberinya pertolongan pertama dan langsung membawa ke rumah sakit .

Perlahan tapi pasti, kerumunan orang di situ mulai menipis. Satu persatu mereka meninggalkan area yang sudah di batasi dengan police line.

Dari kejauhan, Yunis yang duduk di kedai tenda dekat situ, menyeruput secangkir teh manis sambil melihat semua, apa saja yang dikerjakan oleh polisi dan tenaga medis, hingga ambulan membawa suaminya pergi.

" Sial.. Dasar suami ndak berguna, bisanya merepotkan saja. Untung banyak aku kalau napas putus sampai di situ, bisa langsung jadi istri Burhan aku," kata Yunis dalam hati.

  \#\#\#\#\#\#\#\#\#

Mobil ambulan berlari kencang di jalan, sirine meraung keras membuat pengendara lain minggir dan memberi jalan.

Halaman Rumah Sakit Dr Herlambang tampak ramai. Mobil ambulan melewati semua keramaian itu langsung menuju pintu bagian Gawat Darurat, di sana sudah berjaga beberapa perawat untuk penanganan selanjutnya.

Pintu mobil dibuka, tubuh Jaka yang tergolek tak sadarkan diri langsung diturunkan dan dibawa ke ruang penangan.

Dokter dan perawat yang bertugas memburu masuk ruangan dan segera menjalankan tugasnya. Jarum - jarum suntik dan semua peralatan sudah disiapkan. Mereka bekerja dengan cepat, berusaha memberikan pertolongan yang sebaik - baiknya.

    #########

Yunis sudah sampai di rumah dengan langkah santai. Meletakkan tas di meja dan membuka sepatu di sana.

"Uuugghh .. Akhirnya sampai juga aku, capek .. Badan capek sekali," keluhnya sambil menggeliatkan badan.

Mengetahui menantunya sudah pulang, ibu berjalan ke dapur, membuatkan minuman hangat.

"Nak, kok tumben pulang malam, ini Jaka juga, biasanya sudah pulang tapi kenapa belum pulang ?" tanya ibu sambil meletakkan segelas teh manis pada menantunya.

Yunis mengacuhkan teh itu dan menjawab tak acuh, sambil berjalan ke kamar.

"Jaka kecelakaan Bu, sekarang di Rumah Sakit Dr Herlambang."

"Astagfirullah .... !"jerit ibu terkejut, sambil menutup mulutnya.

"Ayooo nak kita kesana sekarang," ajak ibu pada Yunis.

"ibu yang sana dulu nanti saya menyusul, badan saya masih pegal setelah seharian kerja," jawabnya malas, sambil menyibak kelambu kamar dan segera merebahkan diri di tempat tidur.

Ibu langsung meninggalkan Yunis, berjalan menuju kamar dan berganti pakaian. Setelah selesai ibu baru ingat, dia tak memiliki sepeserpun uang untuk bayar ongkos transport kesana. Dengan hati - hati ibu melangkah mendekat ke kamar Yunis.

Di depan helai kelambu itu ibu berdiri, ragu - ragu, dan bertanya pelan,

" Maaf nak, apakah ada sedikit uang untuk ongkos ibu ke rumah sakit?"

Demi mendengar pertanyaan itu, Yunis bangkit dari tempat tidur, menyibak kelambu dan menatap tajam mertuanya,

"Emang Jaka tak pernah beri uang sama ibu, kok ibu minta saya, uang saya habis, bukannya kemarin sudah diminta Jaka untuk belanja?" jawabnya ketus.

Ibu terkejut, suaranya bergetar,

"Iya nak, ibu pergi dulu, nanti kamu segera menyusul ya."

Yunis melengos tanpa memberikan jawaban, kembali ke tempat tidurnya.

"Ndak anak, ndak ibu, sama - sama merepotkan," gerutunya.

Ibu mendengar dan mengelus dada, lalu berjalan ke pintu.

Krriieèet .. Jeglek ..

pintu ditutupnya pelan.

Ibu berjalan menyusuri malam, wajahnya kuyu, badannya sedikit terasa lemas, karena sehari ini hanya beberapa potong ubi rebus yang dimakannya, langkah kakinya sedikit terseok akibat radang sendi yang dideritanya, tapi semua itu tak mematahkan semangat ibu untuk terus berjalan menuju Rumah Sakit, meskipun jarak lumayan jauh. Di hati dan bibir keringnya terucap doa yang tak putus untuk keselamatan putra semata wayangnya.

Langkahnya pelan melewati pertokoan dan jalanan yang masih ramai, peluhnya mengalir dan diusapnya dengan tangan yang sudah keriput. Beberapa kali langkahnya terhenti, hanya untuk mengistirahatkan lutut yang mulai terasa sakit. Napasnya memburu, naik turun sudah tak beraturan tanda dia sudah sangat kelelahan, tapi ibu tetep bertahan. Bayangan anaknya yang sedang dalam kondisi tak menentu, membuatnya mengabaikan semua rasa sakit dan lelahnya.

Akhirnya ibu sampai di rumah sakit. Kaki dan tangannya gemetar. Antara lelah dan lapar yang dirasanya.

Menghampiri meja resepsionis, dan bertanya pada perawat yang jaga di sana.

Setelah mendapat jawaban dari perawat, Ibu langsung bergegas menuju tempat yang dimaksud.

Sebuah pintu tertutup rapat. Bau pewangi ruangan bercampur dengan bau obat dan karbol pembersih lantai, menjadi bau khas ruangan rumah sakit. Dihirupnya dalam - dalam sambil menenangkan hati dan merilekskan langkahnya.

Dua bangku panjang terletak bersebelahan dalam keadaan kosong, tak seorang pun duduk di sana. Ibu memilih salah satunya dan duduk. Perasaannya bercampur aduk, antara gelisah dan berserah. Membayangkan bagaimana kondisi anaknya yang ada di dalam sana. Ibu berusaha untuk tenang kembali, doa mulai dilafalkan lagi dalam hati. Rasa lapar dan lelah tak dihiraukan.

Menunggu hingga beberapa jam, akhirnya seseorang dengan memakai kacamata tipis keluar dari sana. Baju dan tangannya masih kotor, bercak darah masih tampak di sana.

Ibu bergegas menghampiri dokter,

"Dokter, bagaimana kondisi anak saya?"tanyanya dengan nada panik.

Dokter menatap tajam pada ibu, hatinya harus kuat menyampaikan keadaan anaknya.

Dokter itu menggeleng pelan.

"Kondisi anak ibu....

ibu membayangkan hal terburuk, air matanya mengalir. Belum selesai dokter menjelaskan, tiba - tiba pandangan ibu gelap, kakinya tak kuat lagi menahan tubuh renta itu.

Dengan cepat, dokter memegangi tubuh ibu supaya tak jatuh ke lantai.

"Tooolooongg ... Tooloong..!" teriak dokter sambil tetap memegangi tubuh ibu yang mulai terasa berat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!