NovelToon NovelToon

Bittersweet Villain

BAB 01

Aizha Adreena Hayva, seorang gadis yang berusia 23 tahun, harus putus SMA karena kematian kedua orangtuanya dengan cara yang misterius, Aizha harus berhenti bersekolah karena harus bekerja untuk membiayai kehidupannya dan sang adik yang masih berumur 6 tahun bernama Ghaniya Nuka Hayva. Aizha harus merelakan cita-cita nya demi sang adik dan menjadi tulang punggung. Kedua orang tua Aizha meninggal beberapa tahun yang lalu saat usianya baru menginjak 18 tahun, kedua orang tuanya ditemukan meninggal di kamar mereka pada suatu pagi, terdapat 3 tembakan di tubuh ayahnya dan satu tembakan di tubuh ibunya.

​Yang membuat Aizha binggung sampai sekarang adalah, pada malam kejadian itu sama sekali tidak ada suara apapun, tidak ada suara orang yang membobol pintu rumah mereka untuk masuk, tidak ada suara tembakan atau keributan apapun, seolah seperti bayangan menyelinap masuk ke rumah mereka melalui celah terkecil dan pergi tanpa meninggalkan jejak sama sekali. Tidak ada apapun yang rusak selain kunci pintu, tidak ada satu benda pun yang menghilang dari rumah mereka. sekitar 2 tahun penyelidikan polisi dan detektif tidak membuahkan hasil apapun membuat pihak berwajib menutup kasus itu sebagai kasus yang tak terpecahkan.

​Aizha tentu saja sangat kecewa dengan keputusan itu, dia entah bagaimana bertekad untuk menangkap pembunuh yang telah merengut kedua orangtua serta kehidupannya dari Aizha. Satu-satunya yang dia tahu dari hasil otopsi kedua orang tuanya adalah ada sejenis obat tidur dengan dosis tinggi di dalam tubuh mereka, itu menjelaskan kenapa tidak ada perlawanan dari kedua orang itu saat ditembaki. Dan kini bahkan 5 tahun setelah kejadian itu, Aizha masih tak bisa melakukan apapun, pembunuh kedua orang tuanya masih berkeliaran di luaran sana tanpa ada seorang pun yang dapat menemukannya.

​Dari kejadian itu Aizha mengalami trauma besar, dia menjadi takut pada darah. Setiap dia melihat darah ingatannya selalu membawanya kembali ke hari ketika kedua orang tuanya ditemukan di atas tempat tidur mereka, mengingatkannya pada darah yang memenuhi tubuh mereka dan menodai tempat tidur mereka. bahkan terkadang Aizha bermimpi buruk, berdiri di ruang gelap tanpa cahaya dan menatap langsung kedua orang tuanya yang ditembaki, mimpi itu terus berulang-ulang dan tetap sama.

​Dari pagi sampai sore Aizha bekerja di suatu restoran dan saat malam hari ia bekerja di toserba. Nuka, sang adik yang baru masuk TK itu akan dititipkan pada tetangga mereka yang juga mempunyai anak perempuan seusia Nuka dan berteman dekat dengannya sampai jam 10 malam saat Aizha telah pulang. Mereka berdua tinggal di rumah kontrakan kecil yang hanya memiliki 2 kamar, 1 ruang tamu berukuran kecil dan satu kamar mandi. Walaupun begitu rumah itu cukup nyaman dan hangat bagi mereka.

​Tiap malam, Aizha akan membacakan Nuka dongeng sebelum tidur, menceritakan banyak hal pada gadis kecil itu. Aizha juga sering menempuk kepala gadis itu hingga terlelap tidur lalu mengecup pipinya. Walaupun rumah itu memiliki 2 kamar, Aizha dan Nuka tidur di kamar yang sama dengan dua tempat tidur berukuran single size. Aizha tidak berani membiarkan Nuka tidur sendiri, dia selalu paranoid kalau berada di ruang yang berbeda dengan Nuka, dia takut saat dia bangun pagi dan melihat Nuka di kamar yang terpisah dengannya, adik kecilnya itu akan pergi sama seperti kedua orang tuanya dan Aizha tidak tau apa-apa tentang itu.

​Saat sedang mengelap meja setelah dua orang pengunjung mereka pergi, handphone di saku Aizha bergetar, ada dua pesan masuk dari Rafy, pacarnya. Aizha membuka room chat tersebut dan membaca pesan itu.

^^^Rafy:^^^

^^^Maaf kita tidak bisa bertemu malam ini.^^^

^^^Aku sibuk.^^^

​Aizha menghela napas pelan dan kembali mengelap meja tersebut tanpa membalas pesan itu. akhir-akhir ini pacarnya itu bersikap aneh, dia selalu menghindari Aizha, tidak ingin bertemu dengannya dan sangat jarang menghubunginya. Hubungan mereka sudah lewat dari 2 tahun, Aizha tau betapa dia sangat menyukai pria itu, pria manis yang punya senyum hangat itu, namun semakin lama hubungan mereka entah kenapa semakin terasa sangat hambar, seperti ada sesuatu diantara mereka yang perlahan menghilang. Aizha mencoba memperbaikinya namun Rafy terasa semakin jauh darinya.

Hari ini ada sangat banyak pengunjung restoran mereka membuat Aizha dan waiter lainnya sedikit kewalahan. Ada sangat banyak yang perlu dikerjakan dan tidak ada waktu istirahat. Aizha melirik arloji kecil yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, sudah jam setengah 5. Aizha membereskan barang-barangnya karena shift nya telah berakhir. Gadis manis dengan rambut cokelat bergelombang itu pamit pada teman-temannya dan pergi meninggalkan restoran itu.

​Aizha gadis yang cantik, wajahnya mungil dengan mata cokelat dan bulu mata panjang dan lentik dengan alami, rambut panjangnya berwarna cokelat seperti matanya dan bergelombang, memiliki tubuh tinggi dan ramping, sebenarnya dia masuk kriteria menjadi model, namun sayangnya dia tak memiliki kesempatan. Gadis itu berjalan santai dengan headset yang terpasang di kedua telinganya. Perjalanannya berakhir di sebuah toserba yang tak begitu besar, sejujurnya pemilik toko ini sudah tua dan toko ini juga tidak memiliki banyak pengunjung, tapi pria itu belum mau menutup tokonya dan alhasil memperkerjakan Aizha. Sebenarnya dia ingin mengambil cuti malam ini namun yeah Rafy membatalkan janji kencan mereka.

​Setelah pekerjaannya selesai di toserba itu, Aizha berjalan pulang. Menjemput Nuka terlebih dahulu dari rumah tetangga nya. Dia membuat makan malam sederhana dengan nasi goreng dan telur, makan bersama Nuka dan mendengarkan dengan ceria saat gadis kecil itu bercerita tentang kesehariannya. Melihat keceriaan di wajah polos Nuka selalu memberi kebahagiaan tersendiri bagi Aizha. Tidak ada yang lebih ia sayangi di dunia ini selain adik kecil nya itu dan tetap menjaga kebahagiaan Nuka adalah tugas dan tanggung jawabnya.

​Setelah membereskan semua peralatan makan mereka, Aizha menuntun Nuka ketempat tidurnya, membacakan cerita untuknya dan memberikan kecupan hangat. Setelah memastikan Nuka telah tertidur, Aizha pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket oleh keringat. Aizha merasa sangat lelah, setiap hari terasa sangat monoton dan berulang, semua pekerjaan yang ia lakukan terasa seperti mengerogotinya secara perlahan.

​Aizha duduk di bawah pancuran air yang menyala membasahi seluruh tubuhnya, memeluk tubuhnya dengan erat dalam kerinduan pada sosok kedua orang tuanya. Dia tau dirinya sudah berjuang dengan keras, dia sudah melakukan yang terbaik sebisanya. Aizha membayangkan kedua orang tuanya berdiri di hadapannya saat ini, memujinya, mengatakan betapa hebat dirinya dan telah menjaga adiknya dengan sangat baik. Namun semua itu tidak nyata, tidak ada sentuhan, tidak ada usapan lembut, yang ada hanya isakannya sendiri yang memenuhi kamar mandi, terendam oleh suara air.

BAB 02

Setiap minggu Aizha libur dari pekerjaannya dan dia memanfaatkan waktu itu untuk dihabiskan sebaik mungkin dengan Nuka. Aizha akan membawa gadis kecil itu untuk berjalan-jalan, ke taman bermain, makan es krim, membeli beberapa mainan yang mampu Aizha belikan untuk adiknya itu. tinggal di rumah bersama untuk memasak beberapa kue atau menonton kartun.

​Saat dia tengah menonton The Sing bersama Nuka, Rafy meneleponnya mengatakan nanti malam dia akan mampir ke rumah Aizha. Aizha mengatakan itu ide bagus, mungkin mereka bertiga bisa menonton sesuatu yang menyenangkan atau bermain jengga bersama. Aizha memasak beberapa jenis masakan, pergi ke toko yang tak jauh dari rumahnya untuk membeli beberapa snack dan minuman soda, mempersiapkan banyak hal untuk malam mereka bersama.

​Pada pukul 8.26, Rafy sampai ke rumah gadis itu. Aizha begitu senang saat melihat sesosok tinggi Rafy yang berdiri di depan pintu rumahnya dengan senyum hangat khas pria itu. Tanpa basa basi gadis itu langsung berhambur ke dalam pelukan pacarnya itu. Aizha mempersilahkan Rafy masuk, pria itu membawa kantong plastik berisi kue cokelat untuk mereka nikmati, meletakan kantong itu di meja sambil mengacak rambut Nuka yang tengah duduk di sofa sambil memakan permen jeli kesukaannya. Kini mereka bertiga duduk di sofa bersebelahan menonton beberapa film kartun sambil menunggu Nuka terlelap tidur.

​Rencananya setelah Nuka tidur mereka akan lanjut menonton film horror, tentu saja pasti itu akan sangat menyenangkan. Nuka terlelap tidur di pertengahan film itu, dia bahkan masih memangku makanannya dan mulutnya sedikit belepotan dengan cokelat. Aizha mengambil tisu, memindahkan makanan yang ada di pangkuan gadis kecil itu, mengelap mulut dan tangannya hingga bersih, lalu mengangkatnya dengan perlahan, membawa satu-satunya keluarga yang ia miliki itu kedalam kamar. Aizha dengan hati-hati membaringkan tubuh kecil Nuka diatas tempat tidurnya, tidak ingin membangunkannya, Aizha menyelimuti Nuka hingga setengah dadanya lalu mengecup lembut kening adiknya itu, setelahnya dia berjalan perlahan kembali ke ruang tamu dimana Rafy tengah menukar film kartun itu dengan film horror.

“dia udah tidur?!” tanya Rafy saat merasakan keberadaan Aizha di ruangan itu.

“ehemm” Aizha menganguk sambil kembali duduk di sofa, menyamankan tubuhnya dengan selimut dan bantal. Setelah film itu di putar, Rafy duduk di samping Aizha, menarik sedikit selimut di tubuh gadis itu untuk menutupi tubuhnya sendiri dan tangannya secara otomatis merangkul bahu Aizha.

​Mereka menonton film itu dengan lampu mati membuat satu-satunya pencahayaan mereka adalah layar TV. Kedua orang itu menonton sambil sesekali berbicara, berkomentar tentang film itu dan lainnya. Aizha hampir saja tertidur namun tangan Rafy menarik wajahnya agar menghadap kearah dirinya, mereka bertatapan dan mulai mengabaikan film yang hampir sampai ke klimaksnya, mengabaikan semua suara yang ditimbulkan oleh film itu yang bisa membuat jantung copot. Mereka sama-sama tenggelam dalam manik mata satu sama lain, mencoba menyelami pemikiran masing-masing. Sebelum Aizha tersadar dari terpana oleh manik mata gelap Rafy, pria itu sudah mengecup bibirnya, memberikan ciuman yang hangat dan lembut. Dengan perlahan-lahan ciuman itu terus berlanjut mengacaukan pikiran Aizha, dia tenggelam dalam kemanisan dan kehangatan ciuman itu.

​Tiba-tiba ciuman itu turun ke lehernya dan turun lagi lebih bawah, semakin bawah. Tangan besar Rafy yang terasa hangat dan basah oleh keringat menyusup kedalam kaos yang Aizha kenakan, mencekram pinggangnya erat. Aizha mengumpulkan kembali kesadarannya, menarik dirinya sendiri kembali ke dunia nyata dari imajinasi nya sendiri. Dengan spontan mendorong tubuh Rafy menjauh darinya menghentikan semua kegiatan yang tengah pria itu lakukan. Rafy menatap Aizha yang berada di bawahnya dengan tatapan heran sedangkan gadis itu tengah mencoba mengatur napas nya.

“itu… maaf” Aizha mendorong tubuh Rafy sedikit lagi agar menyingkir dari atasnya, sedetik ada pancaran kecewa di mata Rafy namun pria itu tetap menyingkir, kembali mendudukan dirinya di sofa seperti semula dan Aizha yang tadi terbaring juga buru-buru kembali duduk.

​Kini mereka diselimuti oleh atmosfir canggung yang sangat menyesakan, membuat Aizha merasa tak begitu nyaman.

“udah larut, sebaiknya aku eum.. pergi” kata Rafy sambil menatap arlojinya.

“yeah baiklah” Aizha kembali menyalakan lampu, mengantar Rafy ke pintu depan. Pria itu memberikan pelukan singkat pada Aizha dan berjalan menjauhi rumah itu.

​Setelah sosok Rafy tak terlihat lagi dari pandangan mata Aizha, gadis itu dengan cepat menutup pintu dan merutuki dirinya. Tadi itu hampir saja namun suasananya menjadi jelek. Ayolah walaupun Aizha sudah berumur 23 tahun dia tetap tak siap untuk hal-hal semacam itu. walaupun mereka sudah berpacaran 2 tahunan, hal yang mereka lakukan hanya sebatas hal-hal tadi dan tak pernah lebih dari itu. entahlah Aizha hanya merasa takut dan belum siap, semoga Rafy memahami dan bisa menunggu.

​Hari-hari tetap berlanjut dengan keseharian Aizha yang sangat monoton dan berulang, tak ada yang spesial sama sekali. Terkadang jika sempat, di sela-sela jam istirahatnya, Aizha menyempatkan diri untuk menjemput Nuka dan temannya dan mengantar mereka pulang kerumah anak itu yaitu tetangga mereka. saat menjemput Nuka, hatinya menjadi hangat saat memperhatikan adiknya itu memiliki teman yang banyak dan sangat ceria. Walaupun tanpa sosok kedua orang tua mereka, Nuka tetap menjadi anak ceria dan memiliki kehidupan yang baik dan normal. Jika ada anak-anak mengganggu adiknya itu, dengan sigap Aizha akan mengurus mereka tidak peduli siapa orangtua anak-anak itu, Aizha tak pernah takut pada apapun jika itu berkaitan dengan Nuka.

​“kakak!” kata Nuka setengah berteriak sambil berlari ke arah Aizha yang berdiri di depan pagar TK, anak itu berlari sambil tetap mengandeng tangan sahabatnya yang bernama Anne, kedua gadis cilik itu berhenti tepat di depan Aizha. Aizha mengambil tangan kedua anak itu lalu mengandeng mereka dan mulai berjalan. Untungnya rumah mereka tak begitu jauh dari TK jadi dia tak akan begitu banyak menghabiskan waktu dan bisa kembali ke restoran tempatnya bekerja tepat waktu.

“kak Zha aku mau es krim” kata Anne mendongak menatap Aizha.

“aku juga mau” kata Nuka yang juga ikut menatap Aizha, baiklah siapa yang tega mengabaikan tatapan polos kedua gadis cilik itu?!

​Aizha mengajak mereka memasuki sebuah kios lalu membelikan es krim kepada mereka berdua. Keuangan Aizha memang sedang sulit, namun dia tak pernah pelit dan mencoba sebisa mungkin memenuhi kebutuhan adiknya, dan dia juga senang bisa memberikan sesuatu pada sahabat kecil adiknya itu. senang rasanya memiliki seorang sahabat sedangkan dirinya tak memiliki siapapun, hanya beberapa kenalan yang tak begitu dekat dengannya. Walaupun begitu dia merasa sudah cukup dengan kehadiran Nuka dan bahkan sosok Rafy dalam hidupnya, tak ada hal yang lebih baik dalam hidupnya selain keberadaan mereka berdua.

BAB 03

Aizha menatap pantulan dirinya di cermin yang ada di kamarnya lalu melirik pada jam dinding yang berada di sisi lain ruangan itu, jam 7.46 malam dan dia sudah bersiap-siap. Wajahnya sudah dipolesi make up tipis, dia menggunakan dress hitam selutut dengan high heels tinggi melekat di kaki jenjangnya, rambut panjang bergelombangnya kini telah di kepang kebelakang. Penampilannya sangat cantik namun simple, tidak ada kesan berlebihan dari tampilannya. Aizha berjalan keluar dari kamar mengambil tasnya dan berjalan ke dapur. Khusus untuk malam ini Nuka akan tidur di rumah sahabatnya karena Aizha akan pulang sangat larut malam atau mungkin dia bahkan tidak akan pulang.

​Aizha mengambil kotak kue berwarna biru pastel yang ada di lemari pendingin, kue di dalam kotak ini adalah kue spesial yang ia buat sendiri seharian dengan susah payah dan yeah hasilnya tak terlalu buruk. Ouh ya dan alasan kenapa Aizha berdandan seperti itu, tampil lebih cantik dari biasanya dan repot-repot membuat kue adalah karena hari ini adalah hari ulang tahun pacarnya, Rafy. Aizha sengaja untuk tidak menelepon maupun mengirim pesan pada Rafy seharian ini karena ingin memberi kejutan pada pria itu. Aizha bahkan tidak mengabari Rafy bahwa sekarang dia sedang berada di taksi untuk pergi ke apartemen pria itu.

​Khusus untuk hari ini, Aizha sudah mempersiapkan dirinya sendiri dari minggu lalu, mungkin ini adalah saatnya, mungkin sekarang dia sudah siap. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, mungkin sama seperti pasangan lainnya, terkadang hal ini di perlukan(?)

​Sesampainya di depan gedung apartemen yang menjulang tinggi itu, Aizha keluar dari taksi membayar ongkosnya dan langsung berjalan memasuki gedung itu. suara heels nya menggema saat ia berjalan, gadis itu memasuki lift dan menuju lantai 3 dimana unit pacarnya berada. Mood nya sangat baik dan dia sangat bahagia, Aizha bahkan sedikit bersenandung dengan pelan. Lift itu berdenting lalu pintu terbuka, Aizha kembali berjalan keluar dari lift dengan kotak kue itu erat berada di genggamannya.

​Kini Aizha sudah berdiri di depan pintu unit apartemen Rafy, tak perlu mengetuk pintu untuk dibukakan karena gadis itu hafal sandinya. Yang hanya perlu Aizha siapkan adalah kata-katanya, sebelum membuka pintu itu, Aizha mencoba menenangkan dirinya terlebih dahulu karena jantungnya terus berdetak dengan cepat, dia sangat gugup. Setelah beberapa kali tarikan nafas panjang, Aizha akhirnya memberanikan diri, tangannya yang bebas terulur untuk menekan sandi pintu, setelah bunyi ‘klik’ pintu terbuka dan baru selangkah ia menginjakan kakinya di dalam, suara erangan dan desahan menyambutnya.

​Aizha tidak tau, kepalanya blank namun sebisa mungkin dia berpikir positif, itu mungkin hanya suara yang berasal dari film yang tengah pria itu tonton, dengan perlahan Aizha masuk lebih dalam dan dalam lagi. Semakin Aizha masuk suara-suara itu semakin keras terdengar namun dia masih tidak dapat menemukan siapapun. Ruang tamu kosong dan TV mati, suara itu berasal dari kamar Rafy. Jantung Aizha bahkan berdetak lebih kuat hingga membuat dadanya sakit, dia merasa sepertinya jantungnya sebentar lagi akan meledak.

​Memutar knop pintu kamar tersebut yang tak dikunci, Aizha mendorong pintu itu lebih lebar dan dalam gelapnya kamar karena lampu yang mati, di balkon kamar dengan jendela terbuka, Aizha dapat melihat siluet dua orang yang bergerak-gerak. Suara-suara berisik itu memenuhi kamar dan mencemari atmosfir di sekitar Aizha, memekakkan telinganya dan membuat sekujur tubuh Aizha membeku. Otaknya dengan cepat memproser dan tangannya meraih sisi kiri dinding untuk menghidupkan lampu, Aizha mengetahui tepat dimana saklar itu berada dan sedetik kemudian lampu di kamar yang gelap itu menyala menampilkan semua yang ada di dalamnya dengan lebih jelas dan kedua orang yang ada di balkon tersentak kaget dan kini telah menatap kearahnya dengan tatapan binggung.

​Rafy melepaskan wanita yang berada di depannya lalu berjalan kearah tempat tidur, menarik selimut kemudian membungkus tubuhnya sendiri sedangkan wanita itu masih berdiri terdiam di balkon.

“Zha, what you doing here?” tanya Rafy sambil berjalan mendekati gadis yang masih berdiri mematung di tengah-tengah pintu kamar.

“itu yang seharusnya ku pertanyakan, apa yang kamu lakukan?” kata Aizha dengan suara bergetar dan melirik sekilas wanita di balkon itu.

“aku tau aku gak bisa ngasih kamu kayak yang dia kasih, but just say so if you want it so bad kita bisa mengakhirinya baik-baik, gak perlu main bodoh dibelakang” Aizha setengah berteriak, emosi sudah menguasainya.

“ya benar, inilah permainan bodoh yang gak bisa kamu lakukan” Rafy balas teriak di depan wajah Aizha. Keegoisan Rafy membuat Aizha muak, tangannya terangkat keatas dan menampar pipi Rafy dengan kuat, suara tamparan memenuhi kamar itu untuk sepersekian detik.

​Rafy semakin emosi karena ditampar di pipinya dan berdenyut nyeri, pria itu ingin menarik rambut Aizha dan menamparnya kembali juga, namun diurungkan dan membiarkan gadis itu pergi begitu saja dengan air mata yang terus turun membasahi pipinya. Selama perjalanan Aizha keluar dari tempat itu, dia terus merutuki pria sialan itu. tidak ada lagi senyum hangat yang memikat milik Rafy dalam ingatannya. Sia-sia saja Aizha melakukan semua ini, sedangkan pria itu dengan seenaknya bermain di belakangnya, berselingkuh darinya.

Dengan emosi Aizha hampir membuang kue itu kedalam tong sampah yang ia lihat di luar gedung apartermen Rafy, namun seketika dia ingat betapa melelahkannya membuat kue itu, berapa uang yang harus dia keluarkan untuk membeli bahan-bahannya dan semua waktu yang ia curahkan dalam membuat kue itu mengurungkan niat Aizha untuk membuangnya.

​Dengan air mata yang terus mengalir, Aizha berjalan perlahan menelusuri jalanan itu, angin malam berhembus membuat tubuhnya kedinginan, bahkan rasa dingin yang hampa itu terasa seperti tengah menertawai kebodohannya. Betapa bodohnya dia mempercayai orang. Cinta? Apa yang bisa diharapkan dari cinta sialan itu?! tidak ada selain rasa sakit. Beberapa kali Aizha mengusap wajahnya dan mencoba menenangkan dirinya namun hatinya terlanjur luka. Hanya dia sendiri, hanya dia dengan bodohnya mempercayai pria itu, memberikan seluruh hati dan akal sehatnya sedangkan pria itu tak lebih hanya menganggapnya mainan saja. Rafy pasti dengan mudahnya menggantikan sosok Aizha dengan orang lain lagi sedangkan Aizha dengan sepenuh hati menganggapnya begitu berharga.

​Aizha memang berniat untuk pulang dan meringkuk di bawah selimut sambil menangis semalaman, bukankah itu wajar saat baru saja mendapati pacarmu berselingkuh?!. Namun langkahnya terhenti di depan sebuah bar, lampu neon dengan tulisan white drink bar menggantung di atas bangunan itu. dia memang sudah kehilangan akal sehatnya sejak berada di kamar Rafy setengah jam yang lalu dan kenapa tidak sekalian saja dia menjadi gila sepenuhnya di dalam sana dengan alkohol itu?! hanya untuk malam ini.

​Dengan pemikiran seperti itu, Aizha memaksa kakinya yang masih di balut dalam high heels tinggi dan sudah berdenyut nyeri karena lecet itu untuk masuk ke dalam bar tersebut. Dia menunjukan kartu identitasnya pada penjaga bar sebagai bukti bahwa dia sudah cukup umur untuk berada di sana, pria besar botak itu membiarkan Aizha untuk masuk.

​Didalam suara musik dari seorang DJ di depan sana sangat memekakkan telinga membuat Aizha hampir tak bisa mendengarkan apapun yang lain, asap rokok dan aroma berbagai parfum berbaur di udara memenuhi atmosfir, sekumpulan manusia memenuhi tempat itu hingga bahkan tak ada sisa celah sama sekali. Untungnya air mata sudah mengering dan Aizha hanya ingin menemukan tempat dimana ia bisa minum alkohol sebanyaknya, hanya untuk malam ini, hanya satu malam ini.

​Kepala Aizha menoleh ke sebelah kiri dimana ada banyak sofa dan orang-orang yang duduk sambil minum disana ditemani oleh wanita-wanita yang entahlah, di sebelah kanan hampir sama namun ada meja panjang dibelakang sofa-sofa itu dengan seorang bartender di baliknya, itu yang Aizha cari. Tanpa membuang-buang waktu lebih lama Aizha berjalan ke meja panjang itu dan duduk di salah satu kursi tepat di depan bartender yang tengah mengelap gelas-gelas kecil bening.

“selamat malam, apa yang ingin anda minum miss?” sapa sang bartender dengan ramah dan senyuman lebar tentunya. Aizha menimbang-nimbang, tak banyak tau tentang alkohol namun dia memilih whiskey, dia tak pernah mencoba jenis alkohol apapun sebelumnya namun dia pernah mendengar beberapa tentang itu. tentu saja di restorannya menyediakan whine atau beberapa jenis anggur lainnya namun Aizha tidak begitu peduli dengan itu.

​Bartender itu mulai meracik minuman yang dipesan Aizha, gadis itu sambil menunggu melirik kiri kanan, ada beberapa orang lainnya duduk disana entah bersama seseorang atau sendiri seperti dirinya. Kenyataan yang sempat terlupakan beberapa detik yang lalu, mengingatkan kembali pada dirinya alasan kenapa dia berada disini. Aizha merebahkan kepalanya diatas meja lalu menatap kotak kue yang tepat berada di depannya, kue yang dengan susah payah ia buat.

“sialan, you fucking stupid!” kata nya pada diri sendiri. Bartender itu meletakan secangkir whiskey di depan kepala Aizha membuat gadis itu sontak mengangkat kembali kepalanya. Aizha dengan ragu menyesap seteguk minuman itu dan merasakan sensasi panas di tenggorokannya saat whiskey itu mengalir kedalam tubuhnya, pahit yang entah bagaimana juga terasa manis.

​Sejam kemudian Aizha sudah menghabiskan beberapa gelas whiskey dan sudah mabuk, dia mencerocos dan menangis sendiri lalu terdiam lalu menangis lagi hingga sang bartender merasa khawatir padanya. Beberapa pria mencoba mendekatinya dan merangkul tubuh Aizha namun mereka semua mendapat tamparan dan tendangan dari gadis mabuk itu hingga membuat mereka menjadi enggan mendekati Aizha.

Aizha yang setengah sadar dengan kepala tertangkup di meja merasakan seseorang duduk di sampingnya membuatnya cepat mengangkat kepala, saking cepatnya membuat gadis itu semakin pusing dan hampir terlentang jatuh kebawah, untunglah orang yang baru duduk di samping Aizha dengan sigap menahan tubuhnya mencegah hal itu terjadi.

​Aizha samar-samar mendengar suara berat pria itu memesan tequilla dan setengah berteriak Aizha juga ikut buka suara memesan minuman tersebut. Tentu saja bartender itu menolak memberinya alkohol lebih banyak.

“berapa banyak yang dia minum?” tanya pria asing itu setelah minumannya tersaji.

“eum.. 4 atau mungkin 5 atau bahkan lebih, entahlah” jawab bartender itu tidak begitu yakin, dia bahkan sampai lupa sudah memberikan berapa gelas whiskey pada Aizha.

“waa tidak mengherankan, bahkan dia bisa pingsan dengan wiskey sebanyak itu” komentar pria asing itu, nyatanya Aizha belum pingsan dan dia hanya mabuk berat.

​Tidak tau apa yang merasukinya, mungkin karena patah hati, atau bayangan Rafy bersama wanita sialan di balkon tadi masih memenuhi kepala Aizha, gadis yang mabuk berat itu langsung menarik kerah kemeja pria asing yang duduk di dekat nya itu, menarik wajah pria itu hingga sangat dekat dengannya.

“SIALAN!! COWOK BODOH SIALAN! Memangnya kenapa kalau aku gak mau ngelakuin hal-hal bodoh semacam itu?! kenapa juga dia harus bermain-main sama orang lain, MENYEBALKANNNNNN!!!!” Aizha terus saja berteriak dan berbicara lalu menangis sambil terus menarik-narik kerah pria itu, sedangkan pria itu tidak melakukan apapun, hanya diam dan terus menatap Aizha.

​Dia menebak gadis itu baru saja putus dari pacarnya dan kini terus menangis sambil mabuk, yeah remaja memang seperti itu, dapat dipahami.

“pak ah maaf… anda tidak apa-apa?” bartender itu terlihat panik dengan kelakuan Aizha, hampir keluar dari tempat nya itu untuk menghentikan Aizha terus menarik-narik kerah orang, tapi pria itu bilang tidak apa-apa, tidak masalah dan biarkan saja gadis asing yang menyedihkan itu melakukan apapun yang dia mau.

​Aizha merasa lelah sendiri, tidak memiliki tenaga lagi untuk melakukan apapun. Jadi dia merebahkan kepalanya keatas dada bidang pria asing itu hanya karena pria itu kini ada di depannya. tangan pria itu terangkat untuk menarik kursi Aizha lebih dekat padanya dan memosisikan kepala Aizha agar lebih nyaman.

“aku membenci semua pria” itu kata yang diucapkan Aizha terakhir lalu tidur, mendengar kata itu membuat pria itu tersenyum miring, menangkup wajah Aizha dan membuat gadis itu mendongak kearahnya, tidak membiarkan gadis itu tidur sama sekali walaupun dia sudah sangat mabuk.

​Pria asing yang bahkan Aizha tak tau namanya dan itu bahkan tak penting lagi saat ini karena dia terlalu mabuk tanpa meminta izin terlebih dahulu langsung menyambar bibir Aizha, menciumnya dengan sedikit kasar. Aizha dengan kewarasan dan kesadaran yang entah hilang kemana membalas ciuman orang asing itu. semakin dalam ciuman mereka, pria itu mengangkat tubuh kurus Aizha dan mendudukannya diatas pangkuannya. Aizha menjauhkan kepalanya dan melepaskan ciuman mereka, menatap pria itu dengan setengah mata terbuka dan napasnya yang memburu.

​Pria itu mengangkat tubuh kecil Aizha dalam gendongannya, membayar minumannya dan juga minuman Aizha lalu membawa barang-barang Aizha termasuk kotak kue yang sama sekali tak pernah ia buka barang sedetikpun. Membawa gadis yang merasa nyaman dalam gendongannya itu keluar bar dan memasukannya kedalam mobil pria itu. Apa ini semacam penculikan? Penculikan orang mabuk?!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!