Spy X Sibling: Kakakku Sang Telepati
Reinkarnasi Sang Eksperimen
Langit berwarna oranye keemasan, menyapu jendela kaca retak kamar anak-anak panti. Bau sabun murahan dan bubur dingin memenuhi udara. Seorang gadis kecil, rambutnya berwarna ungu kelam, duduk di sudut kasurnya yang usang. Matanya terbuka perlahan…
Ayaka Forger
(…Apa ini… dunia lagi?)
Ayaka Forger
(Suasana ini… bukan laboratorium. Bukan ruang eksperimen. Tapi… aku masih hidup?)
Ayaka Forger
Aku… di mana?
Ayaka Forger
Ini bukan ruangan putih…
Ayaka Forger
Bukan suara mesin…
Ayaka Forger
Bukan bau darah…
Anak Lain
(mengetuk pintu dengan suara lembut)
Anak Lain
“Sayang, kamu sudah bangun? Makan malam sudah hampir habis, kamu harus cepat.”
Ayaka Forger
(Suaranya… hangat?)
Langkah kecil Ayaka membawa tubuh barunya ke lorong panti. Setiap jengkal langkahnya terasa asing, tapi familiar dalam jiwa. Ada suara anak-anak lain tertawa, saling mencubit, bernyanyi pelan. Dia mendengarnya semua—bahkan saat mereka tak bicara.
Riku
“Hei, itu anak baru yang pingsan waktu ditinggal di gerbang kemarin!”
Suara Anak Lain
“Dia aneh! Matanya kayak bisa baca pikiran!”
Ayaka Forger
(Mereka… benar.)
Ayaka Forger
(Tapi aku bukan anak kecil. Aku adalah—…)
Dalam mimpinya, Ayaka mengingat…
Dunia kelabu. Kawat berduri. Suntikan tak berujung. Suara orang dewasa berseragam yang menyebutnya “Subjek X-21”.
Darah. Tangis. Kematian.
Lalu... cahaya.
Anak Lain
“Kamu belum punya nama. Tapi saat kamu dibawa ke sini, kamu terus menggumam 'Ayaka… Ayaka…’”
Anak Lain
“Apa itu namamu, sayang?”
Ayaka Forger
“…Ya. Aku Ayaka.”
Seorang pria berjas rapi datang ke panti. Tingginya menjulang, sikapnya tenang dan penuh perhitungan. Di sampingnya, seorang anak kecil berambut merah muda, bola matanya besar dan bersinar—Anya.
Loid
“Kami mempertimbangkan mengadopsi anak kedua. Teman untuk putri kami, Anya.”
Anak Lain
“Oh, ada satu anak yang cocok. Dia agak… unik. Tapi sangat manis. Namanya Ayaka.”
Pertemuan Pertama Ayaka dan Anya
Mata Ayaka dan Anya bertemu. Sejenak… dunia seperti berhenti.
Gelombang energi aneh mengalir di antara mereka.
Mereka saling mendengar, bukan dengan telinga—tapi lewat pikiran.
Ayaka Forger
(telepati, kaget)
Ayaka Forger
(Aku… bisa mendengar pikiranmu?)
Anya Forger
(Kakak?! Kenapa aku merasa kenal?!)
Anya Forger
(tersenyum canggung)
Anya Forger
“Namamu siapa? Kamu suka kacang?”
Ayaka Forger
(tersenyum pelan)
Ayaka Forger
“Ayaka. Dan… ya, kalau tidak pahit.”
Loid
(Mereka langsung akrab… bisa jadi cocok untuk misi keluarga palsu ini.)
Loid
Ayaka, apa kamu mau ikut keluarga kami?
Ayaka Forger
(Menatap Loid)
Ayaka Forger
(dan Anya bergantian)
Ayaka Forger
(…Apakah ini awal dari hidup baru?)
Ayaka Forger
“…Ya. Aku ingin… ikut.”
Malam Hari Sampai di rumah
Kamar Tidur Baru di Rumah Forger
Ayaka tidur di ranjang susun bersama Anya.
Di malam yang senyap, ia mendengar gumaman pikiran adiknya.
Anya Forger
(sambil tidur)
Anya Forger
(Kakakku kembali… Senangnya aku…)
Ayaka Forger
(tersenyum sambil menatap langit-langit)
Ayaka Forger
(…Adik, aku tak akan biarkan siapa pun menyakitimu.)
Ayaka Forger
(Ini awalnya. Misi baru. Keluarga baru. Tapi rahasiaku… tetap terkunci.)
Ayaka Forger, anak dengan masa lalu kelam dan kekuatan tak terkendali, kini memasuki dunia baru sebagai kakak dari seorang gadis yang juga bukan manusia biasa.
Tapi bahaya belum selesai.
Dalam bayang-bayang Ostania, sosok berseragam hitam menyaksikan mereka dari jauh…
Suara Wanita
“Target X-21 terdeteksi kembali. Protokol pengejaran diaktifkan.”
Forger Bersaudara
Pagi Hari, Rumah Keluarga Forger – Distrik Barat Ostania
Matahari menyelinap masuk melalui celah tirai, membentuk garis-garis cahaya di atas lantai kayu yang hangat. Rumah keluarga Forger, seperti biasa, terbangun dalam harmoni pura-pura yang sudah mereka biasakan. Namun pagi ini berbeda—ada tambahan satu anggota baru dalam meja makan mereka.
Dan keheningan yang canggung mulai terasa…
Yor Forger
(Sambil menyiapkan roti bakar)
“Selamat pagi, Ayaka. Apa kamu tidur nyenyak semalam?”
Ayaka Forger
(duduk tegak, memperhatikan gerakan Yor dengan tajam)
“…Iya. Terima kasih, Bu.”
Yor Forger
(tersenyum gugup)
“Ahaha! Kau bisa panggil aku Yor saja, tidak usah terlalu formal. Lagipula… kita sekarang keluarga.”
Anya Forger
(berdiri di kursi sambil mengangkat tangan tinggi)
“Selamat datang di keluarga Forger, Kak Ayaka!!”
Loid
(sambil membaca koran dengan tenang)
“Hm. Hari ini aku akan mengantar Ayaka ke sekolah baru. Anya, kau bisa membantu memperkenalkannya nanti.”
Anya Forger
“Iya! Tapi Kak Ayaka harus tahu satu aturan penting!”
Ayaka Forger
(menaikkan alis)
“Aturan?”
Anya Forger
(berbisik dengan gaya detektif)
“Jangan pernah makan wortel kalau Yor yang masak!”
Yor Forger
(panik)
“Anya! I-itu… bukan berarti buruk! Aku hanya... terkadang... lupa menyalakan kompor!”
Kamar Tidur Anya & Ayaka – Beberapa Jam Sebelum Berangkat Sekolah
Anya menarik Ayaka ke dalam kamarnya, memperlihatkan koleksi mainan, boneka Chimera, dan gambar hasil coretan. Dindingnya penuh warna, seperti dunia kecil Anya yang penuh harapan—kontras dengan bayangan masa lalu Ayaka yang kelam.
Anya Forger
“Kak Ayaka, kamu suka boneka juga?”
Ayaka Forger
(menyentuh boneka berdebu di sudut ruangan)
“…Dulu aku punya satu. Tapi dia diambil oleh orang berbaju putih.”
Anya Forger
(menatap Ayaka tajam, lalu menunduk)
“…Aku juga diambil orang berbaju putih.”
Keduanya tak banyak bicara setelah itu. Tapi suasana antara mereka... mengikat. Seperti ada benang tak terlihat yang menyatukan luka lama menjadi pengertian diam-diam.
Ayaka Forger
(dalam hati)
(Anya… kau juga? Apakah… kita berasal dari tempat yang sama?)
Sekolah Dasar Eden – Halaman Depan
Bangunan batu tinggi dengan pagar besi hitam dan lambang mawar emas. Ayaka berdiri gugup di samping Anya yang melambai ke Damian dan Becky. Suara lonceng berdentang pelan.
Anya Forger
“Ini temanku, Damian dan Becky. Damian agak galak, tapi dia suka disenyumin balik!”
Damian
(menatap Ayaka dengan heran)
“Siapa dia? Saudara tirimu?”
Ayaka Forger
(dingin tapi sopan)
“Aku Ayaka Forger.”
Becky
“Wah! Kakak Anya?! Keren banget! Gaya rambutmu kayak karakter dari manga hitam-putih!”
Ruang Kelas – Saat Pelajaran Seni
Semua anak sibuk menggambar keluarga mereka. Ayaka duduk diam, memandangi kertas putih di depannya.
Ilmuan Pria
“Ayo anak-anak, gambar siapa pun yang kalian anggap keluarga!”
Ayaka Forger
(Keluarga?)
(Apakah aku benar-benar pantas berada di sini?)
Anya Forger
(dari jauh, berpikir keras)
(Aku gambar Kak Ayaka juga biar dia gak sedih!)
Saat Ayaka menggenggam pensil, dia mulai merasakan sesuatu. Getaran emosi… dari setiap anak di ruangan itu.
Becky yang cemas karena ibunya belum pulang minggu ini.
Damian yang merasa tertekan karena ayahnya ingin nilai sempurna.
Bahkan dari guru… yang diam-diam menyembunyikan kesedihannya karena kehilangan anak tahun lalu.
Ayaka Forger
(terkejut, bergumam pelan)
“…Aku bisa… merasakannya.”
Anya Forger
(telepati, bingung)
(Kak Ayaka kenapa wajahnya pucat?)
Ayaka Forger
(Ini… bukan hanya pikiran.)
(Aku bisa merasakan perasaan mereka… seolah-olah milikku sendiri…)
Anya Forger
(berbisik)
“Kak… kamu juga bisa dengar, ya?”
Ayaka Forger
“…Lebih dari itu, Anya.”
Malam Hari, Balkon Rumah Forger
Ayaka duduk sendiri, memandangi lampu-lampu kota yang perlahan redup. Suara langkah kecil datang dari belakangnya.
Loid
“Masih terjaga? Besok ada ujian kecil, lho.”
Ayaka Forger
(terkejut, lalu mengangguk pelan)
“…Aku hanya… belum terbiasa.”
Loid
(duduk di sampingnya)
“Aku tahu rasanya menjadi seseorang yang harus beradaptasi cepat.”
“Tapi di rumah ini, kamu tak harus menjadi apa pun… selain dirimu sendiri.”
Ayaka Forger
(berbisik pada dirinya sendiri)
(Apakah… ini yang disebut ‘keluarga’?)
(Tempat… di mana luka lama terasa lebih ringan?)
(Aku akan… menjagamu, Anya. Dan… keluarga ini.)
Mata-mata, Pembunuh, dan Telepati
Pagi Hari, Dapur Keluarga Forger
Udara pagi terisi aroma kopi hitam dan roti panggang. Loid duduk di meja makan, membaca koran seperti biasa, wajahnya tenang dan nyaris tanpa ekspresi. Yor terlihat sibuk mengiris bahan bento sambil sekali-sekali menjatuhkan pisau karena gugup.
Ayaka memperhatikan mereka diam-diam dari balik pintu dapur yang terbuka setengah.
Ayaka Forger
(Mereka... terlalu sempurna. Gerakan Ayah angkatku terlalu presisi, terlalu hati-hati.)
(Ibu... dia pegang pisau seperti sedang bersiap menyerang. Bukan memasak.)
(Mungkinkah mereka... seperti aku?)
Ayaka Forger
(masuk perlahan ke dapur)
“Pagi... Boleh aku bantu?”
Yor Forger
(terkejut, hampir menjatuhkan pisau)
“A-Ayaka! Tentu saja! Bisa tolong potong wortel ini?”
Ayaka Forger
(mengambil pisau dan mengamati sejenak)
“Pisau ini tajam. Ini bukan pisau biasa, kan?”
Yor Forger
(salah tingkah, tertawa gugup)
“A-Ahahaha… itu... hadiah dari adikku.”
Ayaka Forger
(tersenyum kecil)
“Adik? Namanya siapa?”
Yor Forger
“Yuri. Dia bekerja untuk pemerintah… sangat sibuk dan... terlalu protektif padaku.”
Ayaka Forger
(dalam hati)
(Pemerintah? Hm... menarik.)
Siang Hari, Sekolah Eden, Saat Istirahat
Anya dan Ayaka duduk di bawah pohon sakura kecil. Anak-anak lain bermain di halaman, Damian melempar bola ke arah anak kelas lain sambil tetap menjaga image.
Anya Forger
(berbisik sambil menggambar di tanah dengan ranting):
“Kak Ayaka, kamu kelihatan curiga.”
Ayaka Forger
“Kamu pernah berpikir kalau... Ayah dan Ibu kita menyimpan sesuatu?”
Anya Forger
(terdiam sesaat, lalu senyum lebar tapi palsu)
“Ehehe... kamu juga ya?”
Ayaka Forger
“Anya, kau bisa membaca pikiran. Aku bisa merasakan emosi.”
“Kurasa... saatnya kita bekerja sama.”
Sore Hari, Ruang Tamu Rumah Forger
Ayaka duduk di ruang tamu, pura-pura membaca buku. Ia sudah menempatkan barang-barang kecil di posisi tertentu—pensil di tepi meja, cangkir teh di sisi karpet, dan bros kecil di dekat pintu kamar Yor.
Misi kecilnya: menguji mereka tanpa terlihat mencurigakan.
Ayaka Forger
(dalam hati)
(Jika benar mereka menjalani kehidupan ganda... maka mereka akan menghindari jebakan-jebakan kecil ini tanpa sadar.)
(Aku hanya perlu... menunggu.)
Malam Hari, Seusai Makan Malam
Loid
“Anya, Ayaka. Sudah saatnya tidur. Besok ada kegiatan olahraga di sekolah, bukan?”
Ayaka Forger
“Iya, Ayah. Tapi... aku ingin minum teh dulu.”
Yor Forger
(beranjak ke dapur)
“Aku buatkan, ya!”
Ayaka Forger
(mengangguk pelan, mengamati)
(Aku letakkan cangkir di tepi karpet. Kalau dia lewat tanpa menyenggol, berarti dia sangat teliti.)
Yor berjalan dengan langkah ringan… dan tanpa melihat ke bawah, ia menghindari cangkir secara alami, seperti sudah terbiasa dengan rintangan.
Ayaka Forger
(mata menyipit)
(Jadi... dia punya refleks seperti pembunuh bayaran.)
Tengah Malam, Kamar Tidur Ayaka
Ayaka membuka jurnal kecil yang disimpan di laci tersembunyi. Ia menulis dengan rapi
Catatan Hari Ini:
1. Yor menghindari rintangan tanpa sadar – refleks tingkat tinggi.
2. Loid menyimpan senjata di dalam jas. Aku melihat siluet saat ia menaruhnya di gantungan.
3. Anya tahu lebih dari yang ia katakan. Dia menutup pikirannya dariku.
Ayaka Forger
(dalam hati)
(Jika mereka memang penyamar, kenapa mengadopsi anak-anak seperti aku dan Anya?)
(Apa kami bagian dari misi mereka?)
Hari Berikutnya, Senam Pagi di Sekolah
Ilmuan Pria
“Satu, dua, tiga... dan putar ke kanan!”
Damian
(berbisik ke Ayaka saat senam)
“Kau terlalu serius. Anak sepertimu cocok jadi mata-mata.”
Ayaka Forger
(tersenyum tipis)
“Lucu, aku juga berpikir begitu tentang Ayah angkatku.”
Damian
(bingung)
“…Apa maksudmu?”
Becky
(datang mendekat)
“Aku suka gaya rambutmu, Ayaka. Kau kelihatan seperti karakter utama anime!”
Anya Forger
(telepati ke Ayaka)
(Jangan bilang-bilang ke Damian... dia gampang panik!)
Sore Hari, Gudang Tua Belakang Rumah
Ayaka menemukan pintu kecil tersembunyi di bawah lantai gudang. Terkunci. Tapi ada sidik jari halus dan debu yang tersingkir.
Ayaka Forger
(mengusap pintu pelan)
(Ayah menyimpan sesuatu di sini... Aku akan cari tahu.)
Malam Hari, Balkon Rumah Forger
Loid
(muncul tiba-tiba)
“Kau suka duduk di sini, ya?”
Ayaka Forger
(sedikit kaget)
“Angin malam... membuatku tenang.”
Loid
(menatap langit dengan tenang)
“Aku tahu kamu pintar, Ayaka. Dan aku tahu kamu curiga padaku.”
Ayaka Forger
(diam beberapa saat)
“…Kenapa tidak menyangkalnya?”
Loid
(tersenyum samar)
“Karena kadang... kepercayaan tidak dibangun lewat kebohongan, tapi lewat keberanian untuk diam.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!