Karya perdana, jadi mohon maaf sebelumnya jika terdapat typo, penggunaan kata yang kurang tepat dan kalimat yang sulit dipahami.
trims.
Selamat membaca,
🌺hem...🌺
* * *
Sepasang kaki melangkah cepat di sepanjang koridor rumah sakit. Sosok wanita cantik dengan jas putih khas seorang dokter melewati setiap ruang konsultasi yang pintunya tertutup rapat .
Tepat di sebuah ruangan dimana bertuliskan " spesialis bedah penyakit dalam "ia menekan ganggang pintu tersebut, kemudian masuk keruang konsultasi miliknya.
Usai melepas jas putih yang ia kenakan sepanjang jam kerja, ia kemudian menggantungnya pada sebuah gantungan besi berdiri yang ada disisi kanan kursi hitam .
Dihadapan sebuah meja yang di atasnya terdapat papan nama "Dr. Hana Sp.PD ", ia membungkukkan tubuhnya untuk membuka laci meja paling bawah .
Melepas hells hitam yang sudah menemaninya seharian, lalu menggantinya dengan sneakers putih ,
Hana bersiap meninggalkan ruang kerjanya .
Dengan menenteng hand bag hitam ditangan kanannya ia pun melangkah meninggalkan ruangan tersebut.
* * *
Beberapa perawat dan rekan sesama dokter yang berpapasan menyapa hangat ke padanya.
Sebagaimana ia dikenal dengan sikap datarnya, Hana pun membalas dengan hanya menganggukkan kepala dan senyuman ringan saja.
Terkenal sebagai dokter single tercantik.
Dengan tinggi 170cm bentuk tubuh yang langsing semampai ,pinggul yang lebar, dengan bagian dada dan bokong menjulang begitu menggoda, potongan rambutnya bob hitam pendek, berkulit putih , lengkap dengan paras jelitanya, membuat setiap mata yang memandang pasti menaruh perhatian khusus, entah itu perempuan terlebih lagi bagi para kaum adam.
Banyak yang mengatakan jika Ia terlihat lebih pantas menjadi seorang selebriti ataupun model ketimbang dengan profesinya saat ini.
Namun sayangnya, terlepas dari semua kesempurnaan fisik yang ia miliki, wanita anggun itu memiliki sifat dingin yang terkesan acuh dalam menanggapi apapun. Ia juga irit dalam bicara.
Selain urusan pekerjaan wanita itu hampir tak pernah terdengar bersuara .
Tak heran jika diusia yang menginjak 30 tahun Hana tak pernah terlihat ataupun terdengar punya hubungan khusus dengan seorang pria.
* * *
Kakinya berjalan dengan cepat seperti tengah diburu sesuatu . Ia menuju ke parkiran roda dua dimana kendaraannya berada.
Hana menghentikan langkahnya tepat dihadapan sebuah motor yamaha N-Max berwarna silver. Mengeluarkan kunci dari dalam saku depan jeansnya dan langsung memasukan kunci untuk mengambil helm dari dalam bagasi .
" kalo istriku kaya gitu.. mungkin gak akan kukasi keluar kamar " terdengar jelas ucapan dari salah seorang petugas parkiran pada teman sesama prianya yang kebetulan melintas dihadapan Hana.
Hana melirik sesaat, melihat bagaimana dua pria tadi menatapnya dengan lekat sambil berjalan perlahan semakin jauh .
Ia tau jika ucapan tadi ditujukan padanya.
Ini bukan pertama kalinya ia mendapat perlakuan tak menyenangkan dalam lingkungan kerjanya.
Hanya saja karena namanya tadi tak disebut, ia jadi tak bisa berbuat banyak selain memilih untuk mengacuhkannya saja.
Hana menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan kasar, mencoba untuk tetap bersikap seperti biasa.
Ia pun melanjutkan hal yang tadi sempat tertunda, mengenakan helm dan langsung meninggalkan area rumah sakit umum tempat dimana selama 5 tahun ini ia berkerja.
* * *
Mengendarai motor yang baru saja ia beli dua bulan lalu, ia kini telah memasuki sebuah kawasan perumahan yang masih dalam tahap dikembangkan.
Hana berhenti, ketika sampai di sebuah rumah minimalis tipe 36 yang dicat dengan warna hijau.
Usai memarkirkan motornya tepat dihalaman depan rumah, Hana bergegas membuka pintu, masuk kedalam rumah dan segera menuju kamar tidur sederhana yang hanya disini satu single bed dan lemari baju 3 pintu.
Tak lama kemudian, Hana sudah berganti pakaian dengan stelan rumah. Sebuah daster hijau tanpa lengan bercorak batik .
Hana menuju dapur setelah sebelumnya mengambil baju kotor yang ada di keranjang londry, termaksud baju kerja yang tadi ia kenakan lalu memasukanya kedalam mesin cuci.
Usai menekan tombol on , Hana beranjak dari situ dan membiarkan mesin cuci mengerjakan tugasnya.
Hana kini beralih kedapur.
Ia terlihat sedang membungkukan tubuh di hadapan kulkas satu pintu yang pintunya ia buka lebar.
Terlihat jika ia mulai mengeluarkan satu persatu bahan dari dalam kulkas.
Hana bersiap untuk memasak dengan menu sup ayam.
Siapa yang akan mengira jika wanita cantik berprofesi sebagai seorang dokter itu mampu mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan begitu piawai.
Setelah memasukan 6 potong daging ayam, kemudian membolak-balik daging dan bumbu menjadi satu, iapun menambahkan air kedalam masakannya dan disusul beberapa macam potongan sayur.
Kini hanya menunggu masakanya matang.
Sementara itu, Hanapun memanfaatkan waktu yang ada mandi.
Dan hanya butuh waktu 10 menit itupun lengkap dengan ritual keramasnya, Hana sudah keluar dari kamar mandi.
* * *
Kini Hana sudah kembali bersiap.
Dengan stelan kasual, kaos hitam dan celana kotak-kotak selutut .
Di dapur, Hana terlihat sedang memasukan sop ayamnya lengkap dengan taburan daun bawang kedalam sebuah termos bekal .
Selesai dengan urusannya di dapur Hanapun beralih ke mesin cuci yang sudah selesai dengan tugasnya.
Ia lalu mengeluarkan baju yang masih terasa lembab dari dalam mesin cuci lalu menggantungnya di jemuran yang ada di teras belakang rumahnya.
Akhirnya Hana selesai dengan tugas rumahnya.
Setelah memastikan semua pintu rumah terkunci , Hana yang mengenakan topi baseball berwana hitam itu terlihat mendorong sebuah sepeda lipat pacifik .
Hana mulai mengayuh sepedanya dengan santai, tampak pula termos bekal ia gantung pada pegangan kanan sepedanya.
Inilah rutinitas yang hampir setiap hari ia lakukan sepulang berkerja.
Menfaatkan waktu yang ada dengan berolahraga walaupun hanya sekedar bersepeda untuk sampai ditempat tujuannya .
Setelah melewati gerbang perumahan, iapun mulai memasuki jalan utama kota. Melewati satu persatu bangunan yang tersusun rapi ditepian jalan , dari yang hanya sebuah ruko tunggal sampai dengan gedung-gedung pencakar langit.
Hiruk pikuk sibuknya ibu kota masi terasa diwaktu yang sudah melewati pukul 7 malam. Hal itu terlihat dari masih banyaknya kendaraan yang sibuk berlalu lalang dan memenuhi jalan.
Belum lagi yang mengantri ditiap perhentian lampu lalu lintas dan ditambah dengan suara klakson yang saling bersahut-sahutan.
* * *
Setelah melewati macetnya jalanan ibu kota tanpa terasa Hana pun sampai di tempat tujuannya.
Di salah satu bangunan tertinggi di pusat kota, sebuah apartemen mewah.
Dengan berbekalkan sebuah Access Card berwarna gold , ia dapat dengan mudah memasuki kawasan apartemen tersebut.
Hana disapa hangat oleh security yang tengah bertugas di basemen khusus parkiran bagi penghuni apartemen tersebut.
Pria berkulit hitam itu sudah hapal pada siapa yang tengah datang di kawasan yang hanya ditinggali oleh mereka yang berasal dari kalangan menengah ke atas.
Usai memarkirkan sepedanya ditempat biasanya, Hana kemudian berjalan menuju lift yang masi berada di lantai yang sama.
Kembali ia gunakan Access Card miliknya untuk dapat mengakses lantai yang ia tuju.
Masih dengan tangan yang sejak tadi tak lepas memegang termos bekal yang ia bawa , Hana kini sudah hampir sampai ditempat tujuannya, yaitu lantai tertinggi dari gedung tersebut.
" semakin hari rasanya semakin malas kaki ini melangkah "
🌺hem....🌺
* * *
" Ting" suara lift terbuka.
Hana segera melangkah meninggalkan lift yang sudah mengantarnya sampai ke lantai yang ia tuju.
Hana mulai dengan membuka sepatunya. Lalu menggantinya dengan sendal rumah berwarna putih dari dalam lemari sepatu yang ada disisi kanan teras.
Lantai tersebut adalah lantai teratas dari gedung apartemen sekaligus satu-satunya tempat tinggal tunggal. Tidak seperti ruang dilantai sebelumnya, dimana satu lantai terbagi untuk dua penghuni.
"ah Hhhhh... Umm hhhh.... " terdengar jelas desahan yang saling bersahutan dari dua suara yang berbeda .
Kedua kaki Hana berhenti sejajar, ketika baru separuh dari tubuhnya hendak melewati ruang dimana suara tersebut berasal.
Ruang utama yang hanya terdapat sebuah sofa bed dan smart TV 60 inch yang menggantung pada dinding .
Hana terpaku dengan pandangan lurus kedepan dimana ia melihat dengan jelas, dua orang sedang bercumbu dalam keadaan polos tanpa tertutupi sehelai kain pun.
Dilihat dari ekspresi keduanya, tampaknya mereka benar-benar sangat menikmati aktifitas panas yang tengah lakukan di atas sofa . Bahkan bunyi pintu lift terbuka tadi pun tak mereka sadari .
Hana mundur beberapa langkah, kemudian berbalik. Menyandarkan tubuhnya dari balik dinding pemisah ruangan.
Pandangannya menatap kearah termos bekal yang ia bawa, yang masih menggantung ditangan kanannya.
Desahan-desahan tadi bukannya tak mengganggu hati dan pikirannya.
Namun ia memilih diam sambil menunggu dengan perasaan tak pasti.
Sempat terbesit untuk pergi dari tempat tersebut namun urung jua ia lakukan.
Tubuhnya merosot, hingga kedua lututnya sejajar dengan dadanya, Hana terduduk dilantai, dengan kepala tertunduk.
* * *
"Pran kkkk " terdengar suara benda pecah yang berasal dari ruang utama, seiring berakhirnya desahan-desahan tadi.
Hana tersentak kaget, ia pun berdiri dari duduknya.
" tega kamu !!! .. kamu anggap apa hubungan kita selama ini ? " terdengar suara wanita bernada tinggi.
" hubungan apa ? kamukan yang datang kepadaku , lalu menyerahkan tubuhmu begitu saja... bukankah selalu seperti itu selama kita kenal sebulan ini ! " saut suara pria tak kalah tinggi .
Hana memberanikan diri untuk melangkah dengan perlahan hingga sampai di mulut ruangan tersebut.
Dilihatnya jika pria tadi sudah mengenakan boxer hitam dan tengah berjalan menuju kearahnya.
Mendapati seseorang berdiri dihadapanya, seketika langkah pria itu berhenti.
Wanita yang tadi berteriak itupun terdiam.
Ia tampak begitu memperhatikan Hana, lalu mengalihkan pandanganya pada foto yang baru ia banting ke lantai, yang menjadi asal suara benda pecah tadi.
Kini ekspresi yang wajah nya tunjukan jelas terlihat sangat terkejut .
Hal yang sama pada pria yang baru saja menjadi rekan bercintanya tadi.
Ia yang sejak tadi masih belum mengenakan apapun di tubuhnya itu , kemudian segera beranjak dari sofa dan berjalan untuk memunguti bajunya yang berserakan berbagai sudut ruangan.
Setelah mendapatkan semuanya ia pun dengan cepat mengenakannya.
Setelah itu ia terlihat kembali membungkuk untuk mengambil tas merah miliknya yang juga tergeletak dilantai.
"aw " pekik sang wanita .
Ia menginjak salah satu serpihan kaca yang berhamburan dilantai.
Padahal ialah yang tadi melemparkan barang ke lantai hingga hancur berkeping-keping.
Hal itu ia lakukan sebagai luapan kekesalanya karena merasa dimanfaatkan.
Meski sebenarnya ia sadar jika sudah menjadi bagian dari resiko yang harus ia hadapi ketika memilih masuk kedalam hubungan orang lain.
* * *
Dengan sedikit meringis, ia terlihat mengangkat kakinya yang terluka .
Tampak darah segar mulai keluar dari telapak kaki kanannya yang terluka karena tertusuk beling kaca yang ia hempaskan di lantai tadi.
Melihat itu Hanapun maju beberapa langkah.
Ia lalu menyerahkan paksa termos yang ia pegang pada pria yang ada dihadapannya.
Hana lalu membalikan kedua arah kakinya.
Ia pun berjalan dengan cepat menuju lantai dua,menaiki tangga dimana letak kamar utama berada.
Tak lama kemudian Hana kembali dengan kotak p3k . Setelah melewati begitu saja pria yang masih terpaku ditempatnya berdiri tadi, Hana kini tengah berjalan untuk menghampiri wanita yang kakinya terluka tadi.
" duduklah .. " ucap Hana yang susah berdiri di hadapan wanita yang susah mendudukan diri disofa, sambil memegangi kakinya yang terluka.
Ia mendongakan kepalanya ,menatap Hana dengan penuh tanya.
Sedangkan Hana, tanpa merasa canggung sedikitpun ia kini berjongkok dihadapan wanita yang masih menatap lekat padanya.
Hana meraih kaki wanita tadi . Ia pun mulai mengobati luka ditelapak kaki wanita tersebut.
Ada rasa malu menyelimuti benak si wanita , menatap Hana yang dengan serius mengobatinya.
Hana masi dengan diamnya, tak menghiraukan bagaimana wanita tersebut menatapnya.
Dan tak butuh waktu lama, Hana pun selesai dengan tugas panggilannya sebagai dokter.
Kini Luka wanita tadi , bahkan sudah terperban dengan rapi.
Hana berdiri.
" siapa namamu ?" tanya Hana
" a.. a... a.. ak.. aku Ree " Wanita bernama Ree itu sedikit terbata, ia menunduk malu melihat bagaimana reaksi Hana pada dirinya.Datar tanpa ekspresi.
" Hana " ucap pria yang sejak tadi masih tak bergerak dari posisinya. Pandangannya tertuju pada Hana .
Hana menoleh sesaat, Hana tau arti tatapan itu.
Hana lalu melempar pandangannya ke sembarang arah.
Berbeda dengan Ree, ia merasa berada diposisi yang canggung, dimana ia ada namun seperti tak tampak.
Ree melihat kearah Hana yang masih tak mengubris tatapan pria yang menanti akan balasan hal yang sama.
Hening.
" Jon, aku hamil " ucap Ree memecah keheningan.
Jon, begitu pria itu biasa dipanggil. Pria berambut hitam yang nyaris terpangkas habis itu miliki tubuh dengan tinggi 189cm .Wajahnya tampan khas lelaki pribumi.
Hana menarik nafas panjang dan menghembuskanya dengan perlahan. Ia mencoba untuk tetap tenang. Untuk semua hal yang telah lihat tadi, ditambah lagi dengan apa yang ia dengar barusan.
Padahal jika perempuan lain dihadapkan pada situasinya saat ini tentu saja sudah murka.
Karena harus menyaksikan dengan mata kepala sendiri lelaki yang akan segera menjadi suaminya berselingkuh.
Namun sikap Hana benar-benar diluar perhitunganya.Begitu pikir Ree.
" apa kau yakin itu anakku ? " Jon melirik Ree sesaat lalu kembali menatap Hana yang masi tak bergeming.
" Jon... " Ree bertambah kesal dengan tanggapan yang ia terima .
Ia bahkan menggigit bibir bawahnya dengan kuat . Sakit, karena ia merasakan akan dibuang seperti sampah.
Hal yang berbanding terbalik dengan beberapa saat lalu, dimana ia seperti sangat dibutuhkan. Jon mencumbunya dengan penuh gairah .
Namun ia sadar jika itu memang bukan perasaan Jon yang sesungguhnya, nafsulah yang memegang kendali akan Jon.
Ree sekarang tau seperti apa dan siapa wanita yang menjadi saingannya untuk dapat memiliki Jon.
Jika harus dibandingkan antara ia dengan Hana, Ree jelas kalah telak. Apalagi dengan status Hana yang sudah jelas adalah tunangan Jon.
Selama ini saat ia mengunjungi apartemen Jon, Ree hanya mengetahui sosok Hana dari satu-satunya foto yang ada diaparteman tersebut. Foto yang ada dimeja ruang utama yang bingkainya baru saja ia hancurkan.
Hana terlahir dengan wajahnya dan tubuh yang nyaris sempurna ,bahkan tanpa polesan make up sedikitpun tampilannya sudah cukup memanjakan mata .
Berbeda dengan dirinya yang harus menjalani banyak perawatan kecantikan demi tuntutan hidup dan juga pekerjaannya.
Ree hanyalah artis figuran yang beruntung bisa mendekati dan bahkan tidur dengan Jon .
Jon yang dikenal sebagai petinju profesional .Pri itu sudah beberapa kali memenangkan pertandingan besar dunia.
Karena reputasinya yang kian menanjak, ditambah lagi dengan penampilan yang menunjang ,Jon kini dipercaya menjadi model beberapa merek brand ternama .
Bisa dibayangkan berapa banyak pundi-pundi rupiah yang ada didalam rekening Jon saat ini .
Hal itulah yang membuat Ree mati-matian mempertaruhkan segalanya, dengan harapan bukan hanya dekat namun lebih dari itu.
Tentu saja ia sangat berharap bisa menjadi seorang nyonya Jonathan.
Namun tampaknya semua hal yang ia lakukan sia-sia.
Pil pahit harus ia telan, untuk pertama kalinya ia bertemu langsung dengan wanita penakluk Jon.
Wanita yang membuat penasaran publik karena sosoknya yang tak pernah terekspos media.
Dan tinggal menghitung hari saja, Hana dan Jon akan melangsungkan pernikahan .
Ree sepertinya benar-benar sudah kehilangan harapan dan harga dirinya.
* * *
" Hana, dengarkan aku.." ucap Jon mencoba mendekat namun Hana menolaknya penolakan dengan mundur beberapa langkah kebelakang.
" sudahlah, Jon... kita lupakan saja semuanya" ucap Hana yang akhirnya mau untuk membalas tatapan Jon.
🌺hem...🌺
* * *
Kedua mata Ree secara bergantian melihat Hana yang masih dengan ekspresi datarnya, lalu beralih pada Jon yang terlihat mulai memelas pada tunangannya itu.
Ree sadar jika ia sebenarnya tak begitu berhak untuk bicara ataupun melakukan sesuatu lagi.
Meski ia sudah terlibat jauh di dalamnya.
" pergilah Ree, aku butuh waktu untuk bicara dengan calon istriku " ucap Jon membuyarkan lamuan Ree.
" aku yang akan pergi,.... kalian selesaikan saja urusan kalian" Hana yang tampak bersiap untuk melangkah.
Seketika raut wajah Jon berubah penuh marah melihat bagaimana sikap tak perduli Hana yang selalu menyebalkan. Hal yang paling Jon benci.
Hana sempat melihat sesaat pada Jon.
Namun ia memilih untuk tidak menghiraukan bagaimana tatapan Jon saat ini padanya.
Dan ia pun tetap melangkah , berjalan hingga sampai di depan pintu masuk dan hendak menekan tombol lift.
"Berhenti di situ, Hana !!! " bentak Jon.
Ree yang sejak tadi masi duduk diruang yang sama itu hampir saja meloncat karena terkejut. Suara Jon yang begitu keras terdengar, hingga memenuhi seisi ruangan tersebut.
Ree mengerjapkan matanya beberapa kali, rasa takut mulai menyeruak. Karena Jon terlihat sangat menyeramkan.
Bagaimana tidak ,Jon kini beralih menatapnya dengan sorot mata yang tajam.
Sepertinya Jon benar-benar kesal.
Sedang Hana masi diam mematung dengan tangan menggantung pada tombol lift.
" Ree, kau taukan dimana pintu keluarnya ? " ucap Jon padanya.
Ree yang segera berdiri, wajahnya terlihat panik mendapati Jon yang juga beranjak dari tempatnya berdiri.
" i.. i... iya "Ree sudah berdiri lalu berusaha berjalan meski harus dengan langkah yang tertatih-tatih .
Hingga ia sampai dimana Hana masih berdiri disana.
Ree mengambil heels merah miliknya dari dalam rak sepatu.
Namun tak ia kenakan. Ia kembali melanjutkan langkahnya hingga sampai didepan pintu masuk.
Sementara telunjuknya memencet tombol lift, Ree sempat melirik Hana yang ada disampingnya itu.
Wanita itu sejak tadi masih berdiri mematung dengan kepala sedikit tertunduk.
Dengan kaki telanjang, Ree segera masuk ketika pintu lift terbuka, melewati Hana dan tak lama menghilang dari balik pintu lift yang sudah kembali menutup.
* * *
Langkah kaki dengan cepat terdengar mendekat. Hana tau jika Jon kini tengah berjalan kearahnya.
Tak lama kemudian ia merasa jika tangan yang begitu kekar milik Jon sudah meraih dan menggenggam kuat lengan kanannya.
Lalu menariknya dengan kasar ,memaksa agar tubuh itu berbalik menghadapnya.
Kini wajah keduanya saling berhadapan.
Bahkan wajah merekapun hampir bersentuhan. Jika saja Hana tak segera menekan telapak tangannya pada dada telanjang Jon, tubuh mereka pasti sudah saling menempel.
Hana dapat merasakan hembusan nafas Jon yang tak beraturan pada permukaan wajahnya. .
" katakan, Hana... apa maksudmu dengan kita lupakan saja semuanya ? "tanya Jon dengan penuh penekanan pada kata terakhir dari pertanyaannya.
Hana diam. Ia tengah beradu pandang pada kedua mata Jon yang mulai memerah.
" jika yang kau maksud dengan lupakan adalah soal pernikahan , maka itu tak akan terjadi, Hana.
ITU TIDAK AKAN PERNAH TERJADI !!!
Pernikahan kita akan tetap terlaksana !
Kau ingat orang tua kita akan datang besok ?
Dan undangan sudah akan mulai disebar besok ?
Kau tidak bisa membatalkan semuanya begitu saja, Hana" tegas Jon
" tapi dia hamil, Jon " Hana berusaha menyingkirkan genggaman dari jemari Jon yang terasa begitu kuat meremas lengannya .
Sadar telah menyakiti Hana, Jon melepas cengkramanya.
Hana mengelus-ngelus lengan , terasa memar disana.
" maaf Hana.. aku tak bermaksud ... " Jon mencoba meraih Hana, namun dengan cepat Hana menepis tangan yang hampir menjangkau tubuhnya itu.
" Jangan menyentuh ku, Jon. rasanya tak nyaman mengingat kau baru saja mencumbu wanita tadi " ucap Hana memalingkan pandanganya.
Jon yang tadinya mulai melunak, kembali tersulut kesal.
Ia mengambil sebuah pot bunga hias yang ada diatas rak sepatu, lalu melemparnya ke dinding tak jauh dari tubuh Hana berdiri, hingga pot tersebut hancur tak berbentuk lagi.
" ok. . seperti katamu .. mari kita lupakan..biarkan semua ini ngambang gak jelas, kaya kamu !! " tunjuk Jon pada wajah Hana.
Jon berbalik, ia berjalan meninggalkan Hana yang memilih kembali menanggapinya dengan diam.
Jon menaiki tangga, menuju kamar utama, masuk kekamar mandi untuk membersihkan diri.
Sementara itu, Hana mengambil sapu dan serok yang menggantung disisi rak sepatu untuk membersihkan puing-puing pot bunga tadi.
Selesai dengan urusan diteras pintu masuk tadi, Hana beralih ke ruang tamu. Tempat dimana pecahan kaca berserakan di lantai.
Ia mengambil vacum , membersihkan tiap sudut ruangan tersebut hingga bersih dan kembali rapi.
* * *
Hana menghempaskan tubuhnya disofa, untuk sekedar melepas penat sejenak.
Tangannya masi memegang foto berukuran 10 x 12 inch , yang bingkainya sudah ia buang ke tempat sampah.
Foto dirinya dan Jon 5 tahun yang lalu.
Dalam foto ia terlihat mengenakan dres putih selutut berlengan pendek, dan Jon dengan stelan jas berwarna senada.
Keduanya tersenyum lebar dalam foto tersebut, dengan tangan Jon yang dilingkarkan pada pinggang rampingnya.
Itu adalah hari saat dirinya dan Jon melangsungkan acara pertunangan. Tak lama setelah Ia berhasil meraih gelar dokter spesialisnya dan ditempatkan dirumah sakit tempatnya kini berkerja.
Hana masih ingat bagaimana ucapan selamat dan harapan dari para keluarga terutama kedua orang tua mereka, yang menginginkan mereka untuk segera menikah.
Namun hal tersebut terus tertunda. Ia tajam kunjung melangsungkan pernikahan yang menjadi harapan seluruh keluarganya.
Bahkan sampai di penghujung tutup usia sang ibupun, hubunganya masih saja dipertanyakan .Hubungan yang tak kunjung ke pelaminan.
Hana kembali mengingat ke masa itu.
Hana dan Jon berasal dari kota kecil yang sama.
Mereka berasal dari keluarga sederhana. Bukan hanya itu mereka juga merupakan tetangga yang rumah kontraknya saling bersebelahan.
karena itu mereka sudah mengenal satu sama lain sejak kecil.
Jon adalah anak tunggal sedangkan Hana adalah bungsu dari dua bersaudara. Hana memiliki seorang kakak perempuan seusia Jon bernama Harpita .
Berbeda dengan Hana yang pendiam , sifat Harpita lebih periang dan disukai banyak orang.
Meski begitu Jon lebih menyukai Hana .
Dan sudah sejak kecil Jon memang selalu menempel pada Hana.
Dan Hana, ia hampir tak pernah tertarik akan hal lain selain buku pelajaran. Termasuk dengan kehadiran Jon di setiap harinya.
Hana yang memang unggul dalam hal akademik, menghabiskan sebagian besar masa remaja dengan mengejar beasiswa berprestasi.
Ia tau hanya itulah yang ia butuhkan untuk meraih cita-cita nya .
Hana hampir tak pernah mengenal lelaki lain dalam hidupnya. Itu karena Jon yang selalu mengawasi siapa saja teman-temanya.
Setelah tamat dari bangku sekolah menengah atas, Hana memutuskan melanjutkan mengejar impiannya untuk menjadi seorang dokter.
Berbekalkan tekat dan beasiswa yang ia terima ,Hana memutuskan untuk kuliah dan keluar dari kota kelahirannya.
Dan Jon, tentu saja ia akan mengikuti kemanapun kaki Hana melangkah. Menuju kota metropolitan yang sekarang inienjadi tempat mereka berpijak.
Awalnya Jon berkerja serabutan.
Ia melakukan hampir semua pekerjaan yang memungkinkannya untuk dapat bertahan hidup.
Hingga suatu ketika , saat dimana ia bekerja disebuah klub Petinju sebagai petugas kebersihan disana.
Tanpa ia sadari jika diam-diam sang pemilik sekaligus pelatih para petinju, ternyata selalu memperhatikannya.
Jon memang memliki postur tubuh yang sangat memenuhi syarat untuk menjadi seorang petinju.
Iapun lalu ditawari dan diberi kesempatan untuk berlatih.
Butuh waktu untuk mengasah kemampuan yang itu.
Dan karena tekatnya yang kuat jugalah, iapun dipercaya untuk memulai debutnya .
Walau baru sekedar menjadi petarung amatiran antar klub.
Hingga akhirnya Jon menemukan bakatnya. Memang butuh usaha, kerja keras dan pengorbanan untuk meraih kesuksesan yang kini sudah ia raih.
Ia bahkan rela untuk sementara tidak menemui Hana dan fokus pada karirnya.
Ia lakukan semua agar dapat sukses, seorang yang pantas untuk dapat mendampingi Hana .
Buah manis pun mereka petik. Hana berhasil meraih cita-cita nya sebagai seorang dokter begitupula dengan Jon yang sukses me jadi petinju kelas dunia.
Semua adalah hasil dari kerja keras mereka yang sukses meraih impian masing-masing.
Saat itulah Jon mulai memikirkan tentang bagaimana seharusnya ia dan Hana.
Ia ingin mengikat wanita itu.
Ia lalu mengatur sebuah pertunangan.
Agar dapat segera meresmikan hubungan mereka.
Inilah mereka sekarang, sepasang kekasih tanpa pernah ada pernyataan cinta. Bahkan dasar dari hubungan mereka pun tak tau dimulai dari mana.
Jon memang selalu blak-blakan soal perasaanya.
Berbeda dengan Hana yang tak pernah sekalipun menanggapi seperti apa hubungan mereka selama ini. Ia hanya mengikuti alurnya saja.
Tentang pernikahan, Jon harus bersabar. Ia harus menunggu selama 5 tahun , dengan berbagai polemik yang datang silih berganti .
Entah sudah berapa yang mereka hadapi yang menjadi menyebabkan pernikahan itu berulang kali harus tertunda.
Mulai dari jadwal latihan yang padat dalam menghadapi pertandingan besar, kontrak yang mengikat untuk tidak terlibat dalam hubungan pernikahan. Hingga kesibukan Hana yang waktu itu sebagai satu-satunya spesialis ahli bedah penyakit dalam yang ada di rumah sakit tempatnya berkerja.
Sekian lamanya, Jon harus memendam rasa ingin memiliki Hana seutuhnya.
Bukan hanya status yang ia harapkan, namun hati dan juga tubuh Hana.
Hana akui , Jika Jon begitu sabar dalam hal menunggu .
Termaksud saat harus bisa menahan diri padanya.
Entahlah, jika lelaki lain apakah sanggup melakukan hal yang sama.
Terlebih menghadapi sikap dingin Hana.
Tapi lama kelamaan Jon mulai terlihat lain.
Perlahan sikapnya menjadi egois.Dan menjadi sangat kasar ketika hubungan mereka tengah dalam menghadapi sebuah masalah.
Apalagi jika Hana hanya menanggapi hal tersebut dengan diam .
Maka Jon akan dengan mudah kehilangan kesabarannya.
* * *
Kini kesabaran Jon berganti mengecewakan. Namun, Hana sadar ia tak bisa menumpahkan semua kesalahan pada Jon.
Ia sadar jika dirinyalah penyebab Jon berselingkuh.
Melihat bagaimana sikap Jon pada Ree , Hana tau jika Jon hanya mencari pelampiasan saja . Semua karena ia yang selalu menolak ketika akan disentuh.
" ayo, ku antar kau pulang" Jon yang entah sejak kapan sudah berdiri dihadapannya.
Suara Jon terdengar datar, tak seperti beberapa saat lalu yang dipenuhi oleh amarah.
Ia bahkan mengulurkan salah satu telapak tangan pada Hana.
Hana mendongakkan kepalanya, melihat lelaki tampan yang sudah rapi dengan stelan santai,dengan rambut yang masih tampak lembab.
Hana meraih tangan Jon. Dapat ia rasakan hangatnya telapak Jon membungkus jemarinya.
Ia sudah terbiasa akan hal itu, namun untuk melakukan hal lebih dari itu entah kenapa hati dan tubuhnya selalu keberatan dan menolak.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!