NovelToon NovelToon

Bayi Taruhan Sang Mafia Playboy

Target Taruhan

"Jika kamu memang menginginkan kekuasaan lebih luas, aku bisa berikan tapi dengan satu syarat." Ucap tegas seorang pria paruh baya.

"Apa syaratnya, jangan bilang Kakek ingin aku segera menikah. Ayolah, harusnya Kakek tahu aku belum punya keinginan itu. Aku masih ingin bersenang-senang dengan para wanita cantik." Jawab seorang pemuda.

"Alessandro Calvin Del Piero, berhentilah bermain-main. Kamu bukan lagi remaja yang hanya bisa menghabiskan waktu untuk hal tidak berguna seperti ini. Harusnya kamu sudah membalaskan dendam kematian kedua orang tuamu. Bukan hanya duduk menikmati lembah dosa." Ucap Kakek lagi.

"Aku sedang berusaha Kakek, jangan terus menekan hidupku." Jawab Alessandro.

"Bisakah kamu suruh mereka berdua pergi, Kakek risih melihat tubuh bagai te lanjang yang terus meraba-raba tubuhmu seperti ulat bulu yang gatal." Sindir Kakek.

"Cindy, Laura pergilah dulu sebelum orang tua ini memukul kalian dengan tongkatnya." Ucap Alessandro tergelak.

"Kalau butuhkan kami lagi, telepon saja." Ucap kedua wanita itu.

"Aku punya tawaran, jika kamu setuju dan berhasil melakukannya. Akan aku umumkan pada dunia, jika kamu adalah pemimpin baru pengganti Dario Del Piero." Ucap Kakek.

"Tawaran apa, jangan aneh-aneh."

"Sofia Ariadne, taklukkan dia dan buat dia hamil anakmu." Ucapan Kakek terdengar mengerikan bagi Alessandro.

"Kenapa harus dia, Kek?" Protesnya.

"Iya atau tidak! Hanya itu pilihanmu. Kamu boleh menolak, maka detik itu juga Klan Cosa Nostra akan dipimpin oleh Javer."

"Kenapa aku harus bersaing dengan anak luar keluarga Del Piero?"

"Setidaknya Javer berguna, dia bisa menempatkan dirinya dengan baik. Serius dalam bertindak dan tidak suka membuang waktu untuk bermain-main."

"Kakek mulai menyindirku?" Kesal Alessandro.

"Itupun jika kamu masih punya otak untuk mencerna omongan orang tua ini. Terserah, aku beri waktu 7 hari. Jika gagal..."

"Iya iya... Akan aku buat Sofia mendesah di bawah kungkunganku."

"Apakah selain playboy kamu juga seorang cassanova? Sunggu keturunanku yang paling buruk yang aku pelihara."

"Sembarangan saja Kakek bicara, aku memang playboy, tapi aku bukan seorang cassanova. Kakek tenang saja, benih premium milikku belum pernah aku tanam di lubang mana pun." Ucap Alessandro penuh keyakinan.

"Karena..." Ucapnya lagi dalam hati.

"Bagus kalau begitu, karena aku tidak akan mengakui cicit yang lahir selain dari rahim Sofia."

"Sebenarnya ada apa denganmu Kakek? Kenapa begitu gigih ingin aku menghamili Sofia dengan taruhan sebagai alasannya." Cecar Alessandro sangat penasaran.

"Suatu saat kamu akan mengerti." Jawab Kakek penuh teka teki.

"Terserah Kakek, sekarang aku akan pergi ke markas." Ucap Alessandro.

"Ingat waktumu hanya 7 hari dihitung mulai sekarang." Kakek mengingatkan.

Tanpa menjawab Alessandro pergi meninggalkan rumah yang menjadi tempat tinggalnya.

Alessandro hanya tinggal berdua dengan kakek Dario. Karena kedua orang tuanya telah dibunuh oleh pria misterius musuh bebuyutan kakek Dario.

Ayah Alessandro bernama David Del Piero dan Ibunya bernama Eva Carmela, keduanya meninggal dunia saat Alessandro masih berusia 5 tahun.

Sementara itu di sebuah kedai roti sederhana, seorang wanita cantik sedang melayani para pembeli. Meskipun dia pemilik toko, tapi dia tetap turun tangan, tidak mau hanya duduk memantau pekerjaan karyawannya.

Sofia Ariadne, satu nama yang terdengar biasa. Tapi dibalik sifat dan penampilan sederhananya, Sofia memiliki sebuah rahasia besar yang berbahaya.

"Terima kasih sudah berbelanja, silahkan datang kembali lain waktu." Ucapnya ramah pada setiap pelanggan yang telah datang membeli roti-rotinya.

"Hari ini, antriannya panjang sekali." Gumam Sofia setelah toko tutup.

"Sofia, apa besok kita tambah lagi jumlah rotinya? Lihatlah baru jam 3 sore kita sudah kehabisan stock." Ucap Naren sahabatnya.

"Lalu siapa yang akan membuatnya Naren? Aku sudah cukup lelah."

"Sebaiknya kita harus rekrut khusus koki untuk membuat roti-rotinya."

"Tidak Naren, resep roti itu milik keluargaku. Tidak boleh sampai orang lain tahu. Aku harus menjaga warisan keluarga meskipun hanya berbentuk resep roti. Perjuangan nenek dan ibuku terlalu berharga untukku."

"Maaf, aku melupakan fakta itu. Kalau begitu kamu cukup bekerja di dapur. Urusan pembeli biar aku bersama karyawan yang lainnya." Ucap Naren Stefani, sahabat Sofia sejak mereka masih sekolah dulu.

"Kalau begitu buka lowongan untuk dua orang karyawan laki-laki. Dan kamu fokus jaga kasir." Ucap Sofia tidak ingin dibantah.

"Kenapa laki-laki? Sedangkan biasanya kamu hanya memperkerjakan para wanita?"

"Karena mereka akan bertugas melayani para pembeli, aku ingin mereka juga bisa menjaga keamanan kedai saat ramai. Kalau hanya ada perempuan di sini, akan merepotkan jika terjadi sesuatu." Ucap Sofia.

Tidak ada yang tahu siapa Sofia sebenarnya, karena dia merahasiakannya.

"Baiklah, pulang dari sini aku akan mencetak brosurnya dan menempelkannya di beberapa tempat." Ucap Naren.

"Terima kasih Naren, kamu langsung pulang ke rumah? Tidak ingin kita minum di bar misalnya. Mumpung pulang cepat dan weekend." Ucap Sofia mengajak Naren pergi.

"Kamu masih belum berhenti minum Sofia?" Tanya Naren mengkhawatirkan sahabatnya.

"Hanya sesekali, karena aku masih belum bisa membuang kenangan buruk itu. Dengan minum setidaknya aku bisa melupakan, meski hanya sekejap."

"Berdamailah dengan keadaan, mungkin waktu itu hanya salah paham. Bisa jadi apa yang kita lihat tidak sepenuhnya benar." Ucap Naren.

"Tapi dia tidak berusaha untuk menjelaskan, justru dia pergi menjauh."

"Ya sudah, aku temani kamu minum. Tapi hanya sedikit, tidak untuk mabuk. Karena akan sangat merepotkan membawa tubuh orang mabuk."

"Iya Naren, kamu cerewet sekali."

Naren mengedikkan kedua bahunya, setelah itu memastikan semua pintu dan jendela terkunci. Sedangkan Sofia mengambil mobil dari garasi, kemudian mengendarainya menuju ke sebuah club malam.

Sudah hampir 5 tahun, Sofia memiliki kebiasaan buruk. Semua itu berawal dari rasa sakit dan kecewa karena merasa telah dicampakkan.

Saat kejadian umur Sofia baru 20 tahun, masih sangat muda sehingga dia belum bisa berfikir dewasa. Hanya mengandalkan hati tanpa logika. Sekalinya terluka, Sofia sulit untuk menerima. Akhirnya merajut dendam.

"Brian, berikan aku satu sloki Vodka." Ucap Sofia pada bartender.

"Apa kamu sedang bad mood?" Tanya Brian yang sudah hafal.

"Entahlah, suasana hatiku membaik hanya saat aku melayani membeli." Jawabnya.

"Kamu masih memikirkannya?" Tanya Brian lagi. Memang Naren dan Brian menjadi saksi kehancuran yang pernah dialami Sofia di masa lalu.

"Untuk apa aku memikirkan orang yang bahkan dengan sengaja memberikan luka yang begitu dalam padaku."

"Tidak memikirkan tapi galau sepanjang hari, Brian kamu jangan percaya omongan Sofia. Dia hanya coba menghibur diri, tapi nyatanya percuma." Ucap Naren, yang baru duduk.

"Sudahlah, aku ingin senang-senang. Jangan ungkit kenangan pahit itu."

Disaat Sofia sudah hampir kehilangan kesadarannya, tiba-tiba seseorang datang lalu membawanya pergi keluar club.

"Kamu? Mau kamu bawa kemana Sofia hah?" Tanya Naren marah.

Kamu Pemiliknya

Di sebuah kamar mewah bernuansa hitam abu-abu, Sofia yang kesadarannya hampir menghilang menggeliat kala sebuah ciuman melumat kasar bibirnya.

Samar terlihat wajah seorang pria yang telah menorehkan luka di dalam hatinya ada di hadapannya. Sofia tidak mampu menolak sentuhan dari pria itu. Dalam kepasrahan, Sofia mengutuk kebodohannya saat ini.

"Kau tahu Sofia, sejak hari itu aku tak lagi bisa menyentuh wanita selain dirimu. Dan kau tau kenapa aku membencimu. Karena kau telah mengkhianati cintaku. Tapi hari ini, demi kekuasaan aku akan membuatmu hamil anakku."

Sofia hanya bisa mendengar tanpa bisa melawan. Tenaganya benar-benar habis, diambang batas kesadarannya Sofia mengeram karna milik pria itu menghujamnya dengan sangat brutal. Seolah sang pria sedang melampiaskan rasa yang bercampur aduk di hatinya. Marah, benci, rindu, dan takut menjadi satu. Hentakan demi hentakan, tak terasa hampir tiga jam mereka melakukan penyatuan. Lebih tepatnya, sang pria meng gauli dengan paksa demi sebuah tantangan untuknya.

Karena kelelahan, mereka tertidur bersama dengan saling berpelukan. Hingga pagi menjelang, Sofia yang terbangun lebih dulu memegang kepalanya yang masih terasa pening. Memandang sekeliling, Sofia sadar jika ini bukan rumahnya.

"Di mana aku tidur semalam, apakah Naren sewa apartemen untukku?" Gumam Sofia tanpa sadar tangannya meraba sesuatu yang terasa keras.

Deg

Jantung Sofia berdetak sangat cepat, kala netranya melihat ada seorang pria te lan jang seperti dirinya berada di ranjang yang sama. Meskipun bukan pertama bagi Sofia tapi sejak hari dia dicampakkan bagai sepah manis dibuang, Sofia sudah berjanji untuk tidak pernah mau disentuh pria manapun sebelum ada ikatan pernikahan.

"SIAPA KAMU?" Teriak Sofia nyaring.

"Kamu baru bangun Sofia?" Jawab pria itu tanpa membuka mata.

Deg

"Suara itu..." Ya, Sofia mengingatnya. Suara pria yang ingin dia lupakan tapi terasa sulit.

"Mandilah, setelah itu kita bicara sebentar sebelum aku mengantarmu pulang."

Sambil menutupi tubuh dengan selimut, Sofia masuk ke kamar mandi.

Setelah memastikan wanitanya hilang dibalik pintu kamar mandi, pria itu membuka mata perlahan. Duduk bersandar pada dashboard ranjang, dia berulang kali mengusap kasar wajahnya sendiri.

Inilah yang selalu dia takutkan jika berada di dekat Sofia. Tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri, karena hasrat ber cinta yang selalu tiba-tiba melambung tinggi.

Tapi dia selalu gagal ber cinta dengan wanita lain. Miliknya tidak bereaksi, seolah terkena kutukan.

Krieettt... Pintu kamar mandi dibuka dari dalam, terlihat Sofia sudah segar dengan pakaian yang sama. Menatap tajam pria yang tidak hanya melukainya di masa lalu. Tapi kini juga telah melecehkannya disaat dia dalam pengaruh alkohol.

"Kenapa kamu lakukan itu Alessandro? Tidak cukupkah dulu aku memberikan dengan cuma-cuma kesucianku setelahnya kamu buang aku bagaikan sampah."

"Ini cek kosong, tulis saja berapa yang kamu mau. Sebagai kompensasi jika kamu hamil anakku. Ingat, jangan pernah berfikir untuk menggugurkannya. Atau aku akan melenyapkan nyawamu." Ucap Alessandro penuh ancaman.

"Kamu pikir aku takut mati? TIDAK! Bahkan jika detik ini kamu ingin membunuhku, maka lakukanlah."

"Pergilah sekarang Sofia, sebelum aku benar-benar menarik pelatuk pistol ini." Ucap Alessandro sambil menodongkan sepucuk pistol di kening Sofia.

Tanpa mengambil cek yang diberikan oleh Alessandro, Sofia pergi meninggalkan kamar dengan penuh api amarah.

Sementara Alessandro menatap dingin kertas putih yang masih kosong kolom nominalnya. Pria itu tersenyum miring.

"Kamu pikir, dengan menolak cek ini harga dirimu terlihat mahal di mataku Sofia?" Gumam Alessandro.

Sofia menuruni gedung apartemen dengan wajah datar. Pikirannya melayang mengingat perkataan Alessandro yang menginginkannya hamil.

"Apa yang ada di otaknya?"

"Aku harus ke apotek untuk membeli pil kontra sepsi, semoga masih belum terlambat. Jika dulu aku tidak hamil, karena waktu itu aku tidak dalam masa subur. Tapi sekarang, aku tidak yakin bisa lolos. Dan aku tidak mau hamil, terlebih harus mengandung benih pria breng sek sepertinya. Penjajah wanita." Gumam Sofia.

Beberapa saat kemudian, Sofia tiba di rumahnya. Rumah peninggalan keluarganya. Sofia tinggal sendiri, karena seluruh keluarga yang dia punya telah habis dibantai mafia. Kakek, nenek, ayah, ibu dan adiknya yang masih bayi, Sofia temukan telah bersimbah darah di rumah ini. Sedangkan dia selamat, karena hari itu menginap di rumah Naren.

Dulu Sofia tidak tahu apa kesalahan keluarganya hingga menjadi sasaran kebrutalan mafia. Tapi sebuah buku tebal nan lusuh yang dia temukan di gudang belakang rumah telah memberikan gambaran mengenai keterlibatan keluarganya dengan para mafia itu.

Sejak saat itu, Sofia diam-diam mempelajari ilmu bela diri dan cara menggunakan bermacam senjata.

Tapi, semua kemampuannya itu masih dia simpan rapat. Hingga tiba waktunya, Sofia akan menggunakannya untuk membalas dendan kematian seluruh keluarganya.

"Naren, segera datang ke rumah. Aku tunggu." Ucap Sofia datar.

Rumah Naren terletak di komplek sebelah, tapi butuh waktu untuk sampai karena jalan yang memutar.

"Ada apa Sofia, sepertinya penting."

"Kenapa kamu membiarkan pria breng sek itu membawaku pergi?" Tanyanya.

"Aku mana berani melawan, dia menodongkan senjata api pada kami. Bahkan Brian terdiam karena ketakutan." Jawab Naren merasa ngeri mengingatnya.

"Kamu tahu apa yang sudah dia lakukan padaku semalam? Dia kembali melakukannya, setelah itu dia memberikan aku selembar cek kosong."

"Dia bilang sebagai kompensasi jika aku hamil. Dia juga mengancam akan membunuhku jika aku berniat menggugurkannya nanti. Aku jadi bingung siapa dia di hidupku, mengapa jadi mengatur aku sedemikian egoisnya."

"Lalu, apa yang akan kamu lakukan sekarang Sofia. Jujur aku takut, aura membunuh dari pria itu sangat kuat." Ucap Naren.

"Tadi aku sudah mampir ke apotek dan membeli pil ini. Semoga bisa membuat aku tidak hamil. Aku akan sangat membenci bayi ini jika dia tumbuh."

"Bayi itu tidak bersalah Sofia, jikalau dia benar-benar hidup di dalam rahimmu. Sayangi dia, karena dia darah dagingmu sendiri. Mungkin akan menjadi penolong hidupmu."

"Entahlah, semoga saja pil ini bermanfaat." Dan detik itu Sofia menelan beberapa pil kontra sepsi.

Sedangkan Alessandro sudah kembali ke mansion. Dia segera menemui kakeknya untuk memberikan bukti jika dia sudah berhasil meng gauli Sofia.

"Kakek, tonton video ini. Kamu akan melihat betapa gagah cucumu ini saat memacu tubuh Sofia."

"Kamu melakukannya saat dia dalam pengaruh alkohol, seharusnya aku mendiskualifikasi usahamu. Tapi mengingat kemungkinan benihmu akan segera tumbuh. Aku memaklumi tindakan pengecutmu itu." Ucap kakek.

"Terserah kakek, ingat jangan pernah mencoba ingkar janji." Ucap Alessandro kemudian melangkah menuju kamar pribadinya.

"Kamu begitu keras pada Sofia, sebenarnya apa yang aku lewatkan."

Saat ini Alessandro sedang termenung dengan pandangan kosong, ada luka yang sengaja dia tutupi. Mencengkeram kuat besi pembatas balkon, pikirannya menerawang jauh ke masa lalu.

Kenapa Harus Hamil

Setelah beberapa hari berlalu, pasca Alessandro meng gagah i Sofia dengan paksa, kehidupan pria tampan itu kembali pada kebiasaannya yang terlanjur melekat sejak 5 tahun yang lalu. Hidup sebagai seorang playboy demi menutupi rasa sakit yang tidak bisa dia ungkapkan. Kekecewaan pada Sofia membuat Alessandro tidak lagi bisa menghargai wanita.

"Ouuhhh.... Kamu sexy Cindy... Aku suka me remas dua gunung kembar mu yang berukuran besar." Ucap Alessandro saat sedang dimanjakan oleh wanita bernama Cindy salah satu kekasih yang diakui Alessandro.

"Kenapa kamu tidak mau aku manjakan di atas ranjang?" Tanya Cindy heran, pasalnya mereka hanya bermain oral tanpa penyatuan tubuh.

"Jangan menuntut, atau kita putus saat ini juga. Aku tidak rugi, masih ada Laura dan wanitaku yang lain yang bisa memberikan aku kepuasan." Ucapnya tegas.

"Tapi aku ingin sekali hamil anakmu Alessandro." Ucap Cindy manja.

Brug...

Dengan tidak berperasaan, Alessandro menendang keras perut Cindy hingga wanita itu terpelanting menghantam tembok.

Seketika Cindy jatuh pingsan setelah terbatuk mengeluarkan darah dari mulutnya. Tubuh te lanjang wanita yang menginginkan benih milik Alessandro itu di lempar ke luar kamar.

"Kamu terlalu lancang menginginkan benih dariku." Setelah berucap, Alessandro meninggalkan tubuh Cindy bagaikan seonggok sampah.

"Tom, lempar tubuh wanita lancang itu ke hutan tanpa pakaian."

Begitulah pribadi Alessandro yang sangat keras dan dingin. Dia bisa melakukan apa saja jika sudah melukai perasaan dan harga dirinya. Hanya ada satu wanita yang tidak diberi hukuman fisik olehnya meskipun menurutnya sudah terlalu dalam melukainya. Diam dan pergi itu yang dia lakukan pada Sofia. Wanita yang pernah memiliki hatinya.

Karena suasana hati memburuk, Alessandro pun ingin melampiaskan kekesalannya dengan pergi ke markas miliknya. Dia akan bermain-main di sana.

Mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, Alessandro pun tiba di markas miliknya yang berada jauh dari pemukiman. Di dalam hutan belantara di pinggir tebing yang tinggi. Tempat Alessandro mengeksekusi para musuhnya.

"Aku ingin bermain, berikan satu yang paling memberontak." Ucap Alessandro.

Hanya mendengar perintah 'ingin bermain', anak buah Alessandro sudah paham. Pasti bosnya sedang bad mood.

"Keluar kamu, bos ingin bermain-main denganmu." Ucap Darren, tangan kanan kedua Alessandro selain Tom.

"Tidak...tidak...lebih baik aku dikurung seumur hidup daripada keluar."

"Kamu hanya tahanan, tidak berhak menentukan pilihan. Paling tidak katakan pesan terakhirmu, supaya aku bisa menyampaikan pada keluargamu." Ucap Darren.

"Kalau begitu, bilang pada istri dan anakku jika daddy mereka minta maaf. Maaf karena tidak bisa membersamai mereka hingga akhir."

"Bos, mau diikat atau tidak?" Tanya Darren setelah menghadap Alessandro.

"Tidak, berikan saja dia pedang. Aku ingin bermain pedang-pedangan dengan dia." Ucap Alessandro dingin.

Dengan tangan gemetar dan air mata yang mengalir deras, pria bertubuh kurus itu mengayunkan pedang. Dia menyesali perbuatannya yang waktu itu telah memperkosa seorang gadis belia, hingga gadis itu hamil lalu bunuh diri secara tragis.

Gadis berperut buncit itu, menabrakkan dirinya di depan mobil Alesssndro yang melintas. Gadis itu berfikir mati di tangan seorang mafia lebih baik daripada menahan malu karena hamil di luar nikah.

Alessandro harus berurusan dengan pihak berwajib karena terbukti menabrak gadis hingga mati di tempat. Karena itu, Alessandro memburu pria ini.

Sraakkk...tring... Ah...

Suara dentingan pedang yang saling berayun membuat siapapun yang mendengar merasa ngeri. Hingga satu tebasan membuat semua terdiam. Kepala tahanan itu jatuh menggelinding dengan darah yang bercucuran.

Setelah merasa puas, Alessandro menyerahkan kembali pedang miliknya untuk Darren simpan ke tempatnya. Kemudian, Alessandro pergi meninggalkan markas menuju mansion.

"Andai waktu itu kamu setia Sofia? Aku memang yang pertama tapi bukan satu-satunya. Sedangkan milikku hanya pernah menyatu dengan tubuhmu." Gumam Alessandro sebelum terlelap.

Kesalahpahaman antara Alessandro dan Sofia sudah sangat dalam. Hingga membuat jurang di antara mereka semakin lebar memisahkan dua hati yang pernah menjadi satu kata 'kita'.

Hari terus berganti minggu, tanpa terasa satu bulan telah berlalu tanpa bisa dikendalikan. Tapi tidak semua hal berjalan seperti harapan.

Seperti Sofia, berharap setelah minum pil penunda kehamilan dalam jumlah banyak, dia tidak akan hamil benih dari pria yang dibencinya. Tapi kenyataan yang harus dia terima, dirinya telah berbadan dua.

Karena sudah terlambat datang bulan satu minggu, dan mengalami perubahan pada payu dara yang membesar dan terasa sakit jika disentuh. Sofia yang bukan seorang wanita polos menjadi sedikit curiga penyebabnya.

Tanpa ragu, Sofia membeli 5 buah alat tes kehamilan dan mencobanya langsung pagi ini. Melihat hasilnya membuat Sofia mendesah kecewa.

"Kenapa kamu harus tumbuh di saat aku dan dia berada dalam jurang kebencian." Gumam Sofia.

Tok tok tok

Suara pintu diketuk dengan sangat kencang dari luar. Dengan langkah lesu, Sofia yang tadi terduduk lemas di lantai toilet segera bangkit. Sofia menduga jika Naren yang datang.

"Masuklah Naren, aku sudah menunggumu."

"Kamu sakit Sofia? Wajah kamu sangat pucat dan sedikit demam." Tanya Naren setelah menempelkan telapak tangannya ke kening sahabatnya itu.

"Aku hamil." Ucap lemah Sofia.

"Lalu, apa rencana kamu selanjutnya?" Tanya Naren merasa khawatir jika sahabatnya akan memilih keputusan bodoh.

"Entah aku tidak mengerti, tapi aku membenci dia yang menghamiliku."

"Kamu tidak berfikir untuk menggugurkannya kan Sofia? Atau kamu ingin memberitahukan Alessandro tentang kehamilanmu ini?"

"Untuk apa? Bahkan dia sudah memprediksikan sejak awal kalau aku pasti hamil. Dan dia mengancam akan membunuhku jika aku berencana melenyapkan calon bayi dalam perutku."

"Kamu takut dengannya, atau ada alasan lain yang membuatmu bingung."

"Kamu jelas tahu Naren, tidak ada di dunia ini yang aku takutkan. Bahkan kematian sekalipun. Aku hanya memikirkan nasib bayi ini jika lahir dari orang tua seperti aku dan dia. Kami berdua tidak lagi sejalan, bisa dikatakan kami bermusuhan. Lalu apa yang bisa diharapkan dari keluarga yang hancur sejak awal."

"Daripada kamu setres, lebih baik kita pergi ke mall. Bukankah hari ini kita tutup kedai?"

"Baiklah, tunggu aku akan bersiap."

Beberapa saat kemudian, mereka pun tiba di mall terbesar di kota ini. Dengan penuh semangat, Naren mengandeng tangan sahabatnya ke sebuah toko pakian wanita hamil.

"Kenapa mengajakku ke sini, Naren?"

"Untuk kamu pakai, lihatlah baju-baju terlihat lucu." Ucap Naren.

"Tidak, aku tidak mau. Meskipun nanti perutku membesar, memakai pakai longgar bukan gayaku." Tolak Sofia.

"Lalu? Kamu masih ingin memakai celana pendek begitu?" Tanya Naren.

"Ya." Tegasnya tanpa ingin dibantah.

"Terserah, kalau gitu kita ke toko lain." Ucap Naren mengalah.

Saat sedang berkeliling, tak sengaja Sofia melihat Alessandro sedang berciuman mesra dengan seorang wanita. Sofia mengepalkan tangannya, seketika emosinya memuncak.

"Menjijikkan..."

"Kamu bahkan lebih buruk..."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!