NovelToon NovelToon

MUTIA

1

"Mut!" panggil Suci melompat dari jendela.

"Nande? Lo ngapain masuk lewat situ?!" omelku.

"Ada Wisnu di koridor. Gue ga boleh lewat situ," jawabnya.

Wisnu dan Suci memang sering bertengkar, aku tidak tahu alasannya apa. Tapi mereka memang sering begitu.

"Mut, liat PR Bahasa Inggris lo, dong! Gue belum bikin." Baru ingat sesuatu.

"Hah?! Gue juga belum bikin!"

"Kenapa ga lo bikin, Mutia?! Ngapain aja lo seharian?! PR udah dari minggu kemaren!" omel Suci padaku.

"Eh! Lo juga belum bikin! Gue belum bikin ya karena gue sibuk nonton anime! Kalo lo ngapain?" balasku.

Dia malah menggaruk tengkuknya yang aku yakin bahwa itu tidak gatal.

Tiba-tiba Alex datang dan menaruh bukunya di atas mejaku.

"Uwu! Kiw kiw!" Suci langsung mengejekku.

"Apaan sih!" omelku.

"Untung punya ayang pinter." Suci lebih dulu menyalin jawaban Alex.

Padahal aku tidak berpacaran dengan Alex, kami hanya suka main game bersama dan tidak sedekat itu. Mungkin dia sedang berada di hari yang baik sekarang.

"Lo pernah mikir ga sih, Ci?" tanyaku.

"Lo kira gue apaan? Anoa?! Gini-gini otak gue, otak manusia!" balasnya dengan emosi.

"Maksud gue, lo pernah mikir ga kalo Alex suka sama gue?" bisikku.

"Udah dari dulu sih, gue sama Bulan bilang dia suka sama lo, cuma lo aja yang buta. Makanya ngeliat orang itu pake mata kepala sama mata hati, jangan pake mata kaki!" oceh Suci.

Dia memang begitu. Tapi, masa sih Alex suka sama gue?

***

Malam ini, Alex mengirim pesan untuk main game bersama seperti biasanya. Aku memenuhi pintanya.

Kami hanya bermain berdua, sebab Suci dan Bulan tidak suka main game. Bulan main game, tapi gamenya berbeda denganku.

"Lo ga niat nyari cowok buat gendong tier?" tanya Alex membuatku sedikit merasa aneh.

"Ga ah, gue bisa sendiri. Ga butuh gendongan," jawabku.

"Oh, lo mau gue gendong?" godanya.

"Ha ha! Lo aja dapet coklat mulu!" ejekku.

"Emang lo ga mau nyari cewe user support biar bisa combo skill sama lo?" tanyaku.

"Cewek gue user support, tapi jarang login."

~Deg!

Ow, ternyata Alex sudah punya pacar. Setelah mendengar hal itu, aku menjadi lebih banyak diam. Meski dia terus memancing obrolan. Rasanya aku bosan main game malam ini.

"Tumben lo ga ngoceh." Kalimat Alex yang kini terdengar frustrasi menghadapi diamku.

"Mode serius," jawabku sambil terkekeh.

Dia juga ikut terkekeh mengejekku.

Setelah permainan selesai, aku keluar dari game terlebih dahulu tanpa memberi pamit.

"Lo kenapa?" tulis Alex pada pesan WA-nya untukku.

"Mau tidur, besok pagi mau jalan-jalan sama Suci-Bulan," balasku.

"Oke. Have a nice dream," balasnya dan langsung kumatikan data ponsel.

Ternyata Alex sudah punya pacar. Apa aku harus membatasi diri untuk tidak terlalu dekat dengannya? Tapi aku tidak punya teman main selain dia.

Ah. Ada sedikit rasa kecewa. Ternyata baiknya selama ini sudah aku salah artikan. Dia memang baik, bukan berarti suka denganku.

Kembali kubuka ponsel dan mencari tahu siapa pacar Alex. Kubongkar sosial media Alex. Aku juga menyelam ke dalam ribuan postingan Alex di Facebooknya.

Akhirnya aku menemukan satu postingan berulang setiap tahun.

[Masih dengan orang yang sama]

Ternyata Alex sudah berpacaran selama 4 tahun dengan wanita itu. Wanita cantik putih, tinggi, langsing, dan terlihat sangat pintar.

Kutatap pantulan diri di cermin lemari. Tanpa beranjak dari kasur, aku bisa melihat tubuhku secara utuh.

"Pendek, gendut, dekil!" umpatku padanya. "Mana mungkin Alex suka sama lo! Ngaca! Rambut lo aja bau apek! Pipi lo udah kayak Bakpao! Lo kira Alex baik karena apa? Karena suka sama lo? Dia emang baik dari sononya! Lo liat tuh ceweknya Alex! Cantik! Ga kayak lo! Kulit lo aja coklat! Kayak monyet!"

Aku terdiam menatap diriku yang tak nyata itu. Semakin lama aku berdiam diri, rupanya sakit dadaku berangsur-angsur melebur menjadi air mata.

"Gue jelek," bisikku sambil membiarkan air mata mengalir.

Tiba-tiba ponselku berdering nyaring. Panggilan dari Suci.

"Halo! Mut! Lo ke sini sekarang! Cepetan gue shareloc!" pekiknya.

"Mau ngapain? Gue lagi galau," tanyaku.

"Mending lo buruan ke sini. Bulan mau bunuh diri!"

HAh?!

Secepatnya aku mengendarai motor ke lokasi yang Suci bagikan melalui Whatsapp.

***

Sesampainya aku di sana, Suci sedang menangis, sementara Bulan malah tertawa.

"Woi kalo ini prank, asli ga lucu!" omelku sembari mendekati mereka.

"Gue tau hidup lo berat, Bul! Tapi jangan pendek akal!" oceh Suci sembari menangis.

"Lucu aja sih, gue mau jadi kucing. Gue capek jadi manusia," balas Bulan.

"Ini kenapa sih?" tanyaku tak mengerti.

"Iya. Lo kenapa, Bul? Nyokap tiri lo lagi?" tanya Suci.

Bulan tak memberikan jawaban apapun. Kami berdiam diri. Aku berinisiatif untuk memeluk Bulan. Sebab aku ingin menangis setelah tahu bahwa Alex sudah memiliki pacar yang tak mungkin bisa aku saingi.

Tiba-tiba Bulan menangis dalam pelukanku. Ia menangis sejadi-jadinya. Meski kami tanya kenapa, dia tak memberikan jawaban.

"Kalo lo ada maslaah, cerita aja ke kita, Bul. Jangan dipendam sendiri. Gue juga punya masalah. Tadi nyokap gue minta duit ke gue, gue kasih, tapi adek gue malah mintain duit itu ke nyokap gue, dengan tololnya nyokap gue kasih ke dia. Gue sakit hati banget. Gue kerja mati-matian sambil sekolah, tapi nyokap gue malah ga mikirin itu. Apa yang adek gue mau, selalu dikasih!" oceh Suci membuatku terdiam.

"Rumah lo ada makanan ga, Mut? Gue laper," tanya Bulan sambil sesenggukan.

"Ada, ibu gue masak banyak sih tadi. Habis belajar bikin Opor, ga nanggung-nangggung, bikin 2 kilo. Padahal di rumah cuma gue sama ibu. Kalo lo mau bawa pulang juga boleh, ntar taroh di kulkas, kalo lo mau makan lagi, dipanasin aja," balasku.

"Gue udah makan di rumah, tapi mau juga. Boleh ga, Mut?" tanya Suci.

"Boleh! Bawa pulang juga boleh. Kasih nyokap lo. Pasti nyokap lo ga makan malam lagi gegara adek lo serakah!" balasku membuatnya terkekeh.

"Memang anak monyet satu itu! Kemaren juga nyokap gue sampe ga makan, gegara nasi sisa satu porsi, malah dihabisin dari dia. Padahal dia udah makan! Itu kan jatahnya nyokap gue!" oceh Suci.

"Gue juga ga kebagian makanan, gegara nyokap tiri gue kasih jatah gue buat anaknya. Makanya gue mau nyusul mama aja, setidaknya kalo udah mati, ga butuh makanan lagi." Akhirnya Bulan membuka kisah tentangnya.

"Kalo cuma makanan, lo berdua ke rumah gue aja kalo laper. Jangan dibikin pusing," balasku.

"Masalahnya itu bukan lapernya, Mut. Tapi sakit hati!" tegas Suci.

"Bener! Sakit hati! Dikiranya gue ini ga butuh makanan apa? Dikiranya gue ini makanannya rumput di halaman rumah, makanya ga dikasih makan!" Bulan mulai mengoceh.

Mendengar ocehan mereka berdua yang mengumpat kehidupan semakin terasa sulit sebab perkara makanan, aku malah terdiam menatap saja. Aku tidak pernah sakit hati soal makanan di rumah. Tapi, kalau aku cerita sakit hati karena pria yang aku sukai sudah memiliki pacar, pastinya aku terlihat lemah. Jadi aku tidak menceritakan soal Alex pada mereka.

2

Senin ini, seperti biasa, kami melakukan kegiatan upacara bendera. Dan aku kembali pingsan di saat 5 menit kegiatan itu berlangsung.

"Kayaknya lo harus periksa ke dokter deh, Mut," ucap Suci dan Bulan yang juga berada di UKS.

Seperti biasa, mereka berpura-pura pusing agar bisa menemaniku di UKS.

"Gue udah periksa ke rumah sakit malahan, hasilnya normal semua," jawabku.

Aku juga tak mengerti dengan diri ini. Aku sehat. Aku normal. Tapi setiap kali aku ikut kegiatan yang melibatkan untuk tidak bergerak, selalunya aku jatuh pingsan.

***

Kami masuk ke kelas dan mendapati Alex berdiri di depan papan tulis.

"Bul! Sabtu kemaren kenapa lo ga masuk?" tanya Alex. Ya dia ketua kelas kami.

Bulan tak memberi jawaban apapun. Dia memang lebih pendiam dibanding aku dan Suci.

"Kemaren itu alfa lo yang ke 23 hari dalam semester ini. Lo udah banyak ketinggalan pelajaran, lo kira dengan nyontek aja bisa nyelesaiin ujian? Mau jadi apa lo?"

Tak seharusnya Alex berkata seperti itu.

"Dia mau mati dari dulu. Kenapa lo nanya-nanya? Mau bantuin?" Suci merangkul Bulan untuk duduk di tempat mereka, yakni di hadapanku.

Suci memberi tos pada Bulan. Aku juga dipaksanya untuk ikut tos bersama. Pertanda bahwa tidak ada yang boleh mengganggu salah satu dari kami. Solidaritas kami tinggi.

***

"Lo ga bareng Suci sama Bulan?" tanya Alex yang membaca buku di perpustakaan pada jam istirahat pertama.

"Bentar lagi mau ke sini kok. Lagi di kantin, gue tinggalin," jawabku memilih-milih komik.

"Semalem tumben lo ga ngobrol padahal on mic," ucapnya.

"Oh itu, ngantuk aja sih," jawabku dengan ragu.

"Lo marah sama gue?"

"Kenapa gue marah sama lo?"

"Ya, mungkin aja ada omongan gue yang bikin lo ga nyaman."

"Ga ah, gue cuma ngantuk doang," balasku mengambil komik dan membacanya di pojok perpustakaan.

"Bawa aja! Gue piket umum jaga perpus! Mau makan, mau ngerumpi, terserah!" Kalimat itu keluar dari mulut Suci.

"Woii!" teriakku melambaikan tangan agar mereka ikut duduk di dekatku.

"Loh, ada Alex?" bisik Bulan dengan nada tidak suka.

"Lo tenang aja, kalo dia ganggu lagi, gue tusuk pake penggaris!" tegas Suci.

Seketika itu kami tertawa bersama.

"Lo liat ga tadi, Bul?" tanya Suci membuka topik obrolan.

"Liat! Muka sama leher ampe beda gitu warnanya. Jangan-jangan punggungnya Zebracross, Ha ha! Hitam putih hitam putih. Ada-ada aja kelakuan bocil," sambut Bulan.

"Mulai deh, ngobrol ga ngajak gue!" omelku.

"Tadi ada adek kelas 10, mukanya putih, lehernya ireng! Pake bedak ampe segitunya!" oceh Suci membuat Bulan terkekeh sembari memakan keripik.

"Ngerasa cantik dia kayak gitu." Bulan ikut-ikutan mengejek.

***

Sepulang sekolah hari ini, aku mendapati ibu yang pulang kerja dari kantor membawa totebag coklat.

"Apaan tuh, Bu?" tanyaku.

"Oh ini, tadi ada sales skincare ke kantor. Mau kolaborasi sama produk kantor Ibu, jadi karyawan dikasih sampel gratis. Buat kamu aja, Ibu ga pake skincare. Ibu pakenya make up," jelas Ibu menyodorkan totebag itu untukku.

"Sesekali cobain, siapa tau cocok. Biar muka kamu ga dekil. Emangnya kamu ga mau cantik?" oceh Ibu berlalu ke dalam kamarnya.

Dengan semangat kupakai rangkaian produk skincare itu meski tidak tahu urutan mana yang benar. Aku hanya mengikuti cara pakai di kemasannya.

Satu kali aku memakainya, kupandangi wajahku di cermin. Wajahku menjadi lebih cerah. Tapi saat kutatap leher, aku jadi mengerti akan apa yang terjadi pada adik kelas yang diejek oleh Suci dan Bulan.

Bergegas aku mencuci muka dan mengelapnya dengan tisu. Wajahku masih cerah. Dengan sengaja aku duduk menghadap matahari di jam 3 sore ini agar wajahku kembali dekil seperti biasanya.

"Kamu kok malah jemur-jemuran gitu, Mut? Kamu ga mau cantik emangnya?" tanya ibu.

Aku mau cantik. Tapi ....

"Jangan-jangan punggungnya Zebracross! Ha ha! Hitam putih hitam putih." Kalimat Bulan yang terngiang di kepalaku.

"Mukanya putih, lehernya ireng." Kalimat Suci.

Aku tak ingin diejek oleh mereka. Tapi aku juga ingin menjadi cantik.

***

"Wuiih! Mut! Mutia! Ini Mutia?! Lo habis cuci muka pake Air Zam-zam? Ha ha!" ejek Suci di pagi ini.

"Kenapa?" balas Bulan.

"Mukanya bercahaya ilahi!" lanjut Suci lagi dan mereka tertawa bersama. Ha ha! Bodohnya aku malah ikut menertawakan diriku sendiri.

***

Di perpustakaan hari ini, kami tidak boleh berisik sebab Suci tidak menjadi penjaga perpustakaan lagi, sebab masa piketnya hanya satu hari.

"Lo masih sering mabar sama Alex, Mut?" tanya Bulan.

"Masih, tiap malem," jawabku.

"Gue udah duga sih, dia itu suka sama lo!" lanjutnya.

"Nah iya! Mutia aja yang pura-pura ga peka!" sambut Suci.

"Dia ga suka sama gue, dia cuma kesepian aja, ga punya temen buat main bareng," balasku.

"Tau dari mana?" tanya Suci.

"Emang iya kok! Dia udah punya cewek. Ceweknya cakep! Putih, tinggi, langsing, pinter," jelasku.

"Dia bilang ke lo?" tanya Bulan.

Aku mengangguk.

Kami berdiam diri dan saling fokus pada buku masing-masing.

"Tapi dia care banget sama lo, Mut," lanjut Suci.

"Dia baik, bukan suka sama gue. Gue aja kayak gini, bantet, ireng, dekil. Mana mungkin dia suka sama gue," balasku.

"Iya sih, kalo ceweknya cakep, ya susah juga mau saingan. Kecuali kalo ceweknya lebih jelek dari kita," sambut Bulan.

"Makanya, lo berdua stop ngejekin dia suka sama gue. Dia udah punya cewek," ucapku malas.

"Eh, ada orangnya ada orangnya, shuutt!" bisik Suci kalang kabut memperbaiki posisi menjadi biasa saja sebab Alex datang.

"Makasih ya," ucap Alex menepuk pundakku sembari berlalu.

"Makasih? Makasih apaan, Mut?" Suci dan Bulan mulai kepo.

Aku juga tidak tahu apa alasan Alex berkata seperti itu. Mungkin karena aku menemaninya bermain di saat pacarnya tidak ada kabar. Dia jadi tidak perlu menghabiskan waktu sendirian. Sebab ada aku sang pelampiasan.

Ha ha! Pelampiasan.

Kenapa terasa sakit jika menyadari fakta itu?

"Malah bengong!" omel Suci.

"Ntar malem mabar lagi ya? Gue tunggu jam 8," ucap Alex padaku.

"Eh, Lex! Lo udah punya cewek?" tanya Suci tanpa basa-basi.

Rasanya aku ingin menghilang dari bumi. Pertanyaan itu mengisyaratkan aku bercerita tentang Alex pada mereka. Alex akan tau.

"Kenapa? Lo mau jadi selingkuhan gue?" balasnya.

"Diiiiih! Najis!" umpat Suci.

Alex terkekeh mendapati respon yang seperti itu.

"Kata gue sih, mending lo suka sama orang lain aja, Mut! Alex segila itu, masa lo mau sama dia?" bisik Suci.

Ha ha! Aku mendadak iri dengan Suci. Kenapa Alex tidak pernah bercanda seperti itu padaku? Jika saja dia melakukannya, mungkin akan aku jawab iya.

Suci menatap tidak suka pada Alex, namun Alex dengan berani membalas tatapannya. Aku memerhatikan mereka berdua.

"Lo beneran mau jadi selingkuhan gue?" ucap Alex membuat Suci mengalihkan pandangannya.

Ternyata benar. Sakit. Seharusnya seorang sahabat tidak berinteraksi lebih banyak kepada pria yang disukai oleh sahabatnya. Anggap saja tidak kenal atau tidak peduli.

Ah, aku jadi menyalahkan sahabatku. Tidak seharusnya juga aku seperti ini.

3

"Lo kenapa?" tanya Alex yang terdengar dari speaker headsetku.

"Ga kenapa-kenapa. Lagi ga mood aja," balasku.

"Tumben. Jadi sepi gue kalo lo diem," balasnya.

Aku kembali berdiam diri.

[Bucin?] tulis lawan pada game kali ini.

"Udah ga usah diladenin," ucap Alex.

Kenapa sih? Kok sama gue kayak gitu. Padahal kan dia juga bisa bercanda sama gue. Bilang iya kek gitu, ya bercanda gitu lo! Kayak dia sama Suci tadi siang! Se-enggak pantas itu ya gue buat dibercandain?

Permainan kali ini berakhir dengan kekalahan dan aku langsung mematikan data ponsel agar Alex tidak mengirim pesan melalui Whatsapp atau yang lainnya.

Ku ambil laptop dan hendak menonton anime. Sepertinya aku harus kembali ke kehidupan nolepku yang dulu.

Jatuh cinta pada manusia hanya akan membuatku merasa lelah. Husbu akan membuatku menjadi lebih baik. Setidaknya aku tau bahwa aku tidak mungkin memilikinya dan aku bisa bebas mencintainya.

Sialnya, aplikasi yang biasa aku gunakan untuk nonton anime malah maintence sebab pemeliharaan berkala.

Aku beralih pada film drama Thailand di aplikasi yang lain. Sialnya, entah bagaimana cara elektronik ini membaca pikiranku. Yang aku tonton kali ini adalah film yang menceritakan seorang gadis kumal dan dekil yang jatuh cinta pada seorang pria terkeren di sekolah.

Di sepanjang detik film itu tayang di layar laptop, aku menangis. Terlebih lagi di bagian adegan saat teman-teman gadis itu membantunya untuk menjadi cantik untuk mendapatkan perhatian laki-laki yang ia sukai.

"Kok teman-teman gue ga gitu ya?" gumamku.

***

Pagi ini di sekolah, saat kami diberi soal latihan Matematika.

"Lo udah kelar?" tanya Alex padaku.

Aku menggeleng.

"Mau salin jawaban gue ga?" Dia menawarkan.

"Mau jadi apa lo kalo cuma bisa nyontek?!" omel Bulan menirukan gaya bicara Alex yang sering memarahinya.

"Setidaknya Mutia ga keseringan absen kayak lo!" balas Alex.

"Ga usah, Lex. Gue kerjain sendiri aja," ucapku dan kembali fokus pada soal latihan.

"Yakin?" tanyanya.

Aku mengangguk dan membiarkannya menikmati jam istirahat.

"Lo udah kelar, Mut?" tanya Suci.

"Belum," jawabku.

"Ya udah, kita tunggu di kantin ya? Maag gue sama Bulan udah kambuh," ucap Suci, bahkan aku belum sempat meminta jawaban mereka agar bisa ke luar kelas bersama.

Suci dan Bulan benar-benar mengumpulkan soal latihannya dan berlari ke kantin.

"Ayo Mutiaaa. Udah lewat 5 menit ini jam istirahatnya," cecar guru agar aku lebih cepat.

Aku melihat Alex berdiri di balik jendela. Ia menatapku dan mengatakan sesuatu tanpa suara, namun aku tak bisa mengerti apa yang dia maksud.

"Alex! Kamu jagain Mutia ngerjain soal sampe selesai. Jangan kasih istirahat sebelum soalnya selesai. Ibu mau ke WC dulu," ucap guru itu dan Alex langsung memasuki kelas.

Pria itu mengangguk dan memastikan guru menjauh. Setelah dia celingak-celinguk di depan pintu kelas, dia berlari ke arahku. Merampas bukuku dan menjawab semua soal dengan cepat.

"Tapi nanti gue jadi ga ngerti kalo lo yang jawab!" omelku.

"Gue ajarin kapan-kapan! Yang penting lo istirahat, lo ke kantin, lo makan, lo minum," balasnya.

Aku terdiam sejenak. Apa ini rasanya dikasihani oleh pria yang kita sukai?

Menyedihkan.

***

Di kantin. Bulan dan Suci menungguku yang sedang makan, sebab mereka sudah makan terlebih dahulu tanpaku.

"Gue sih yakin Alex suka sama lo," ucap Bulan.

"Tapi dia punya cewek," sambut Suci.

"Bisa aja Alex bohong!"

"BIsa juga Alex emang playboy! Biar apa coba dia baik ke Mutia, padahal dia udah punya cewek. Gatel dia tuh!" cecar Suci.

"Dia emang baik ke semua orang deh kayaknya, gue aja yang lebay nganggep dia suka sama gue," balasku.

"Ga semua sih, Mut. Lo liat sendiri dia ke gue kayak gimana," ucap Bulan.

Iya juga. Alex selalu memarahi Bulan, tapi kenapa dia selalu bercanda dengan Suci. Apa mungkin ALex suka Suci? Dia sengaja berteman denganku agar dia bisa mengenal Suci?

Ah! Aku selalu berpikir yang buruk-buruk seperti ini.

"Harusnya sih, kalo gue jadi lo, Mut. Gue ga peduli dia punya cewek apa ga. Selagi dia ada sama gue, ya gue nikmatin aja, toh ceweknya ga bisa nemenin dia main game," balas Bulan.

"Tapi kan gue ga bisa kayak gitu," bantahku.

"Bisa! Lo bisa! Kalo dia ga peka, lo aja yang pura-pura bercanda gitu sama dia! Bilang suka sama dia, lo jeles, lo ngambek, tapi bercanda aja," jelas Suci.

"Kalo dia ga mau bercanda, gimana?" tanyaku.

"Lo jangan mikirin itu. Yang penting lo duluan yang ajak dia bercanda. Lo harus hilangin rasa malu biar dekat sama dia!"

***

Malam ini, Alex  memintaku untuk login game. Kutarik napas lebih dalam dan menghembuskannya perlahan-lahan.

"Tes tes," ucapku begitu menyalakan mic game.

"Jangan ngilang ya kalo kalah. Kayak marah gitu," ucapnya.

Mungkin ini saatnya. Tapi aku malu. Tidak mungkin aku seperti apa yang Suci bilang. Aku tidak segila itu.

"Kenapa sih lo pake hero itu? Kecil kayak lo," ucap Alex membuatku terdiam.

Apa itu artinya dia menghina tubuhku yang pendek?

***

Selesai permainan, aku menelepon Suci dan menangis.

"Dia bilang gue kecil. Terus dia bilang gue kayak Digie? Digie itu hero burung kecil, masa muka gue kayak burung?! Heeeegh!" saduku sembari menangis.

"Ya ampun. Harusnya nih, lo balesnya gini, iya sih gue emang kecil, makanya butuh suami tinggi, ya minimal kayak lo gitu tingginya. Lo jawab kayak gitu aja, Mut. Jangan lo baper malah nangis!" oceh Suci.

"Tapi kan Digie itu jelek bangeeeeet!"

"Yang jelek itu otak lo," balas Suci.

"Apa gue uninstall aja ya gamenya?" tanyaku.

"Kalo lo uninstall, lo ga bakalan berinteraksi lagi sama Alex. Mau lo?"

"Iya juga sih. Terus gue harus ngapain?"

"Lo harus percaya diri! Lo harus yakin kalo Alex itu suka sama lo!"

Itu terdengar sangat sulit.

***

Malam berikutnya, seperti biasa, Alex menungguku untuk menyalakan mic game.

"Lama banget," omelnya.

"Kalo mau cepet, ajak cewek lo main," balasku yang entah dari mana dapat kalimat seperti itu.

"Loh, kok bahas cewek gue? Jeles ya lo? Ha ha!" ejeknya.

Sialnya aku malah suka diejek seperti itu.

"Ya kan gue lama, siapa tau cewek lo bisa lebih cepet dari gue," balasku.

"Cewek gue udah ga main game," jelasnya.

"Mainnya apa kalo bukan game?" tanyaku.

"Mainin perasaan gue, ha ha!" Alex tertawa kencang, aku bisa mendengarnya dengan sangat jelas.

"Ow itu alasan lo mau jadiin Suci selingkuhan lo? Agak kaget sih, ketikung sahabat sendiri," ucapku. Akhirnya aku bisa meluapkan unek-unekku itu.

"Ha ha! Gue cuma bercanda itu. Lo jeles beneran?" tanyanya.

"Ga! Lagian gue udah positif, ga mungkin jadi pilihan lo. Secara saingan gue itu pacar lo yang tinggi, mulus, putih, bahenol," ocehku membuat Alex tertawa lebih lepas. "Selingkuhan lo juga Suci, sahabat gue. Ya kali lo milih gue yang dekil, kumal, ireng, bantet, pendek," lanjutku.

"Terus kalo gue milih lo, kenapa?" balasnya.

Aku terdiam sejenak. "Keajaiban dunia yang mustahil terjadi," balasku.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!